Kasus: kekerasan seksual

  • Mahenda Guru Ngaji Cabul di Tangsel Divonis 20 Tahun, Jaksa Bakal Banding

    Mahenda Guru Ngaji Cabul di Tangsel Divonis 20 Tahun, Jaksa Bakal Banding

    Tangerang Selatan

    Masih ingat kasus Mahendra (40), guru ngaji yang mencabuli 7 orang muridnya di Ciputat, Tangerang Selatan? Mahendra ternyata sudah disidang dan divonis hukuman 20 tahun penjara.

    “Kami dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan dengan komitmen penuh kami menuntut terdakwa dengan pidana seumur hidup. Dan kami saat ini sedang upaya hukum karena putusan hakim 20 tahun, kami sedang mengajukan upaya hukum banding,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tangerang Selatan Apsari Dewi saat menghadiri konferensi pers kasus kekerasan seksual di Mapolres Tangsel, Rabu (2/7/2025).

    Apsari melanjutkan, perkara Mahendra ini telah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Mahendra adalah guru ngaji yang mencabuli 7 orang muridnya dengan modus membuka aura.

    “Di mana korbannya 7 orang, 5 orang disetubuhi dan 2 orang dicabuli dengan modus pada saat itu untuk membuka aura,” jelasnya.

    Apsari menilai kejahatan Mahendra keji terhadap anak-anak. Sehingga dia ingin upaya banding ini dapat memperberat hukuman terdakwa.

    “Dengan adanya putusan pidana penjara 20 tahun kepada terdakwa pelaku asusila ini, Kajari memerintahkan Penuntut Umum untuk melakukan upaya hukum banding dalam upaya memperberat hukuman terdakwa sebagai memberikan efek jera,” tegasnya.

    Tak hanya itu, Apsari menegaskan pihaknya tidak akan mentolerir terhadap kejahatan yang berhubungan dengan kekerasan seksual, apalagi kepada anak. Ke depannya, Kejaksaan juga akan membuka identitas pelaku di hadapan publik, selain menuntut hukuman penjara dan denda.

    “Apabila ada perkara pelecehan seksual kami akan tuntut pidana tambahan yang berupa pengumuman identitas tersangka atau terdakwa atau terpidana nantinya maupun pengumuman putusan hakim. Sehingga kami berharap ini bisa memberikan efek jera sebagai deteren untuk para pelaku untuk berpikir sebelum melakukan tindakannya ini salah satu komitmen kami,” tegas dia.

    Mahendra yang dipercaya para orang tua korban untuk mengajar ngaji anak-anaknya itu, ternyata seorang predator. Sejumlah muridnya satu per satu dia cabuli dengan modus ‘membuka aura dan mata batin’.

    Mahendra seolah-olah bisa membuka aura, dengan syarat korban bersedia melakukan tindakan asusila dengannya. Kasus ini kemudian terbongkar setelah salah satu korbannya melapor kepada saksi.

    (mea/mea)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 2
                    
                        Tangis Anggota DPR Pecah Saat Fadli Zon Tetap Ragukan Pemerkosaan Massal 1998
                        Nasional

    2 Tangis Anggota DPR Pecah Saat Fadli Zon Tetap Ragukan Pemerkosaan Massal 1998 Nasional

    Tangis Anggota DPR Pecah Saat Fadli Zon Tetap Ragukan Pemerkosaan Massal 1998
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Suasana rapat kerja
    Komisi X DPR RI
    bersama Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    pada Rabu (2/7/2025), berubah haru dan emosional saat membahas isu
    pemerkosaan massal
    terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam
    Tragedi Mei 1998
    .
    Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P My Esti Wijayati, dan Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P Mercy Chriesty Barends, menangis saat mendengar Fadli tetap mempertanyakan penggunaan diksi “massal” dalam kasus pemerkosaan 1998.
    Air mata My Esti tumpah saat menginterupsi penjelasan Fadli yang meragukan data dan informasi soal
    pemerkosaan massal 1998
    , hingga membandingkannya dengan kasus kekerasan seksual massal di Nanjing dan Bosnia.
    “(Mendengar) Pak Fadli Zon ini bicara kenapa semakin sakit ya soal pemerkosaan. Mungkin sebaiknya tidak perlu di forum ini, Pak, karena saya pas kejadian itu juga ada di Jakarta, sehingga saya tidak bisa pulang beberapa hari,” kata My Esti, dengan suara bergetar, Rabu.
    Menurut My Esti, penjelasan Fadli yang teoretis dan tak menunjukkan kepekaan justru menambah luka bagi mereka yang menyaksikan dan mengalami langsung situasi mencekam pada masa itu.
    “Ini semakin menunjukkan Pak Fadli Zon tidak punya kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi korban pemerkosaan. Sehingga menurut saya, penjelasan Bapak yang sangat teori seperti ini, dengan mengatakan Bapak juga aktivis pada saat itu, itu justru akan semakin membuat luka dalam,” ujar dia.
    Fadli pun menyela pernyataan Esti dan menegaskan bahwa dirinya tidak menyangkal peristiwa tersebut.
    “Terjadi, Bu. Saya mengakui,” ucap Fadli.
    Namun, respons itu tidak cukup meredam emosi My Esti, yang kembali menegaskan bahwa penjelasan Fadli justru mengesankan keraguan penderitaan para korban.
    “Itu yang kemudian Bapak seolah-olah mengatakan…” ucap My Esti, sebelum kembali terdiam karena emosi.
    Wakil Ketua Komisi X dari Fraksi PKB Lalu Hadrian Irfani, mencoba menengahi perdebatan dengan menjelaskan bahwa Fadli mengakui adanya peristiwa pemerkosaan, namun mempertanyakan istilah “massal”.
    “Jadi, tadi Pak Fadli Zon sudah menjelaskan bahwa beliau sebenarnya mengakui perkosaan itu ada, tetapi ada diksi ‘massal’ itu yang beliau pertanyakan,” kata Lalu.
    Setelahnya, Mercy pun ikut bersuara sambil menangis.
    Dia menyampaikan betapa menyakitkannya menyaksikan negara seolah kesulitan mengakui sejarah kelam, padahal data dan testimoni korban sudah dikumpulkan sejak awal Reformasi.
    “Pak, saya ingin kita mengingat sejarah kasus Tribunal Court Jugun Ianfu. Begitu banyak perempuan Indonesia yang diperkosa dan menjadi rampasan perang pada saat Jepang. Pada saat dibawa ke Tribunal Court ada kasus, tapi tidak semua, apa yang terjadi? Pada saat itu pemerintah Jepang menerima semua,” tutur Mercy.
    “Ini pemerintah Jepang, duta besarnya itu sampai begini terhadap kasus Jugun Ianfu. Kita paksa sendiri. Kenapa begitu berat menerima ini? Ini kalau saya bicara, ini kita sakit, Pak. Saya termasuk bagian juga yang ikut mendata itu testimoni, testimoni sangat menyakitkan kita bawa itu testimoni dalam desingan peluru,” sambung dia.
    Mercy juga menyinggung kesaksian para korban kekerasan seksual dari Maluku, Papua, dan Aceh yang didokumentasikan setelah 1998.
    Menurut dia, pengakuan atas peristiwa-peristiwa itu tidak bisa dibatasi pada perdebatan definisi atau diksi semata.
    “Bapak bilang TSM (terstruktur, sistematis, dan masif). Bapak bilang tidak terima yang massal. Pak, kebetulan sebagian besar itu satu etnis. Kita tidak ingin membuka sejarah kelam, tapi ini satu etnis,” tegas Mercy.
    “Bapak bisa baca itu testimoni yang kami bawa. Ini minta maaf sekali, sangat terganggu, apa susahnya menyampaikan? Satu kasus saja sudah banyak, lebih dari satu kasus tidak manusiawi. Minta maaf!” seru Mercy.
    Mendengar luapan emosi tersebut, Fadli pun menyampaikan permintaan maaf jika penjelasannya dianggap tidak sensitif.
    “Saya minta maaf kalau ini terkait dengan insensitivitas, dianggap insensitif. Tapi saya, sekali lagi, dalam posisi yang mengutuk dan mengecam itu juga,” ucap Fadli.
    Dia menegaskan tidak bermaksud mereduksi atau menegasikan peristiwa kekerasan seksual pada 1998.
    Namun, dia menekankan pentingnya pendokumentasian yang akurat dan ketelitian dalam penggunaan istilah massal.
    “Saya kira tidak ada maksud-maksud lain dan tidak sama sekali mengucilkan atau mereduksi, apalagi menegasikannya,” kata Fadli.
    Diberitakan sebelumnya, pernyataan Fadli Zon yang meragukan peristiwa pemerkosaan 1998 berlangsung secara massal menuai gelombang kritik dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR dan aktivis masyarakat sipil.
    Koalisi Masyarakat Sipil bahkan mendesak Fadli meminta maaf kepada para korban dan menghentikan proyek penulisan ulang sejarah yang dinilai berpotensi menyingkirkan kebenaran sejarah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Taylor Swift Minta Bantuan Fans untuk Melawan Scooter Braun

    Taylor Swift Minta Bantuan Fans untuk Melawan Scooter Braun

    JAKARTA – Langkah Taylor Swift untuk menampilkan lagu-lagu lamanya tampaknya semakin sulit. Scooter Braun dan presiden label Big Machine menolak memberikan hak dan master album-album tersebut kepada Taylor.

    Setelah lepas dari label Big Machine Records pada tahun 2018, Taylor bergabung dengan Republic Records. Big Machine Records adalah label pertama Taylor sampai album Reputation yang dirilis pada 2017.

    Kemudian, di bulan Juni lalu, Scooter Braun, seorang produser yang dikenal berhasil mengorbitkan penyanyi-penyanyi sukses mengakuisisi label Big Machine yang di-back up oleh Carlyle Group, sebuah perusahaan yang menerima suntikan dana dari keluarga Bin Laden. Taylor yang menerima pengumuman itu menceritakan lewat unggahan di Tumblr bahwa Braun pernah menggertaknya di masa lalu ketika ia mengalami kekerasan seksual.

    Presiden label Big Machine juga menolak memberikan hak dan master album-album kepada Taylor. Penolakan ini berujung kepada rencana Taylor yang akan merekam ulang semua albumnya di tahun 2020. Keputusan ini didukung penuh oleh Swifties (sebutan penggemar Taylor Swift) yang meyayangkan penolakan oleh label yang membesarkan nama Taylor.

    Setelah rencana itu diumumkan, Jumat, 15 November, Taylor mengunggah sebuah tulisan panjang lewat akun Twitter-nya. Ia menulis: “Guys — belakangan ini diumumkan American Music Awards akan memberi saya penghargaan Artist of the Decade pada perayaan tahun ini. Saya sudah berencana untuk menampilkan sebuah medley lagu-lagu hits saya selama dekade untuk acara ini. Sekarang Scott Borchetta dan Scooter Braun berkata saya tidak diperbolehkan menyanyikan lagu-lagu lama di televisi karena mereka mengklaim itu akan merekam ulang musik saya sebelum diizinkan mulai tahun depan.

    Selain itu – ini bukan cara yang saya rencanakan untuk memberi tahu kalian – Netflix telah membuat dokumenter tentang hidup saya untuk beberapa tahun belakangan. Scott dan Scooter menolak untuk menggunakan lagu-lagu lama saya atau rekaman penampilan untuk proyek ini, meskipun tidak ada penyebutan Big Machine Records atau apa pun di dalam film.

    Scott Borchetta memberitahu tim saya bahwa mereka diperbolehkan menggunakan musik saya jika saya melakukan hal ini: Jika saya setuju tidak merekam kembali versi copycat lagu-lagu saya tahun depan (yang ini adalah sesuatu yang bisa saya lakukan secara legal dan diizinkan) dan juga memberitahu tim saya bahwa saya berhenti membicarakan tentang dia (Scott) dan Scooter Braun. Saya merasa berbagi apa yang saya alami bisa mengubah tingkat kesadaran untuk artis lain dan secara potensial membantu mereka menghindari perlakuan yang sama. Pesan yang dikirimkan kepada saya sudah jelas. Pada dasarnya, jadilah anak perempuan yang baik dan diam. Atau anda akan dihukum.

    Ini SALAH. Para pria ini tidak turun tangan saat menulis lagu-lagu tersebut. Mereka tidak melakukan apapun untuk membangun hubungan yang saya miliki dengan penggemar. Jadi inilah dimana saya meminta pertolongan anda.

    Tolong beritahu Scott Borchetta dan Scooter Braun memberitahu apa yang anda rasakan tentang ini. Scooter juga memanage beberapa artis yang saya betul-betul percaya tentang artis dan pekerjaan mereka. Tolong minta mereka membantu hal ini – Saya berharap mereka bisa berbicara sebagai laki-laki yang melakukan kontrol tirani atas seseorang yang hanya ingin memainkan musik yang ditulisnya. Saya meminta secara khusus untuk pertolongan dari The Carlyle Group, yang memberi uang untuk menjual musik saya kepada orang-orang ini.

    Saya hanya ingin bisa menampilkan musik MILIK SAYA. Hanya itu. Saya sudah mencoba ini secara privat melalui tim saya tetapi tidak menyelesaikan apapun. Sekarang, penampilan saya di AMAs, dokumenter Netflix dan acara rekaman yang saya rencana untuk mainkan hingga November 2020 menjadi tanda tanya. Saya mencintai kalian dan saya pikir kalian harus tahu apa yang sedang terjadi. – Taylor. ”

    Don’t know what else to do pic.twitter.com/1uBrXwviTS

    — Taylor Swift (@taylorswift13) November 14, 2019

    Unggahan Taylor ini menerima dukungan dari berbagai publik figur. Halsey, menjadi yang pertama berbicara soal ini. Lewat Instagram Story-nya, ia mengatakan; “Ini jahat. Ini hukuman. Ini berusaha mendiamkan Taylor untuk berbicara apa yang Ia pikirkan.”

    Band indie pop Amerika, Echosmith menuliskan “Kami bersama denganmu & mencintaimu @taylorswift13”. Model Gigi Hadid juga menuliskan “Scott dan Scooter, kalian tahu hal benar apa yang harus dilakukan. Taylor dan penggemarnya layak untuk merayakan musik!!”.

    Album terbaru Taylor, Lover menjadi album yang memiliki hak penuh atas dirinya. Album ini laris manis dan semua lagu yang ada dalam album masuk ke tangga lagu musik Billboard. Tagar #IStandWithTaylor dan #JusticeForTaylor langsung menjadi nomor pertama sesaat setelah unggahan Taylor ini beredar.

    Hari ini, Taylor baru melepas sebuah lagu bertajuk Beautiful Ghosts sebagai bagian dari soundtrack film Cats. Bersama Andrew Lloyd Webber, Taylor memproduksi lagu ini. Ia juga direncanakan membuat penampilan dalam film Cats sebagai Bombalurina.

    Cats akan dirilis pada 12 Desember mendatang, satu hari sebelum hari ulang tahun Taylor Swift. 

  • Eks-Kapolres Ngada Didakwa Bayar Restitusi 3 Korban Kekerasan Seksual Rp359 Juta

    Eks-Kapolres Ngada Didakwa Bayar Restitusi 3 Korban Kekerasan Seksual Rp359 Juta

    Liputan6.com, Kupang – Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, SIK alias Fajar alias menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Kupang Senin, 30 Juni 2025.

    Selain Fajar, tersangka Stefani Heidi Doko Rehi alias Fani juga menjalani sidang perdana. Keduanya turun dari mobil bersama-sama dikawal oleh anggota kepolisian.

    Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa didakwa melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap tiga anak perempuan di bawah umur, termasuk anak usia 6 tahun.

    Selain dakwaan pidana penjara, ia juga didakwa mengganti kerugian yang dialami korban. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menetapkan total restitusi sebesar Rp359.162.000 kepada para korban.

    Restitusi diberikan sebagai bentuk ganti kerugian atas penderitaan fisik dan psikologis, kehilangan penghasilan keluarga korban, serta biaya lain selama proses hukum.

    Korban 6 Tahun

    Berdasarkan Keputusan LPSK Nomor A.0234.R/KEP/SMP-LPSK/VI TAHUN 2025, korban IBS mengajukan permohonan restitusi senilai Rp34.645.000, dengan rincian:

    – Transportasi selama proses hukum: Rp500.000

    -Konsumsi selama proses hukum: Rp525.000

    -Kehilangan penghasilan orang tua: Rp6.520.000

    -Ganti rugi atas penderitaan korban: Rp27.100.000

    Korban MAN (16 Tahun)

    Korban kedua, MAN, mengajukan restitusi senilai Rp159.416.000, dengan rincian:

    – Transportasi: Rp895.000Konsumsi: Rp845.000

    – Pengeluaran lain: Rp215.000

    – Kehilangan penghasilan orang tua: Rp12.000.000

    -G anti rugi penderitaan korban: Rp145.451.000

    – Biaya perawatan medis: Rp10.000

    Korban WAF (13 Tahun)

    Korban ketiga, WAF, juga menerima penilaian restitusi dari LPSK sebesar Rp165.101.000, yang mencakup ganti rugi penderitaan dan biaya lainnya yang berkaitan langsung dengan tindak pidana yang dialami.

     

    Geger Celeng Masuk Rumah dan Acak-Acak Barang di Banjarsari Sumbang Banyumas

  • Polres Pemalang ungkap kasus pelecehan seksual anak di bawah umur

    Polres Pemalang ungkap kasus pelecehan seksual anak di bawah umur

    Kepala Kepolisian Resor Pemalang AKBP Eko Sunaryo. (ANTARA/HO-Humas Polres Pemalang)

    Polres Pemalang ungkap kasus pelecehan seksual anak di bawah umur
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Minggu, 29 Juni 2025 – 15:20 WIB

    Elshinta.com – Kepolisian Resor Pemalang, Jawa Tengah, mengungkap kasus pelecehan seksual dengan korban anak di bawah umur serta meringkus pelaku berinisial Cas (45) warga Kecamatan Bantar Bolang, Kabupaten Pemalang.

    Kepala Kepolisian Resor Pemalang AKBP Eko Sunaryo di Pemalang, Minggu, mengatakan terungkapnya kasus tersebut berawal dengan adanya laporan korban pada keluarganya. Kemudian keluarganya melaporkan kasus tersebut ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres.

    “Diduga tersangka melakukan aksinya di dalam rumah korban saat kedua orang tuanya tidak berada di rumah. Tersangka diamankan oleh polisi setelah dilakukan serangkaian penyelidikan intensif,” katanya.

    Menurut dia, kasus pelecehan seksual tersebut diduga dilakukan tersangka sejak awal 2025 hingga Mei 2025 di rumah korban.

    Tersangka dan sejumlah barang bukti sudah diamankan dan saat ini masih terus dilakukan pemeriksaan intensif.

    Ia mengatakan tersangka dikenai Pasal 15 (1) Jo Pasal 6 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.

    Eko Sunaryo mengimbau masyarakat agar bersama-sama mencegah kasus kekerasan seksual dan kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur.

    “Selain melakukan pengawasan melekat, kami berharap luangkan waktu untuk berkomunikasi dan mendengarkan keluh dari setiap anggota keluarga. Apabila mengalami, mendapati atau menemukan korban serta melihat hal- hal yang mencurigakan agar segera melaporkan kejadian kekerasan seksual tersebut melalui layanan call center Polri 110,” katanya.

    Sumber : Antara

  • Bejat, Pria di Pemalang Lecehkan Bocah Perempuan sekaligus Ibunya

    Bejat, Pria di Pemalang Lecehkan Bocah Perempuan sekaligus Ibunya

    Kapolres Pemalang mengatakan, atas perbuatan tersebut, keluarga korban merasa tidak terima dan melaporkan kejadian tersebut ke Polres Pemalang.

    “Tersangka beserta sejumlah barang bukti sudah diamankan, dan saat ini masih terus dilakukan pemeriksaan intensif terhadap tersangka,” ujarnya.

    Kapolres Pemalang mengatakan, tersangka dikenakan pasal 15 (1) huruf g jo pasal 6 UU RI nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual atau pasal 82 UU RI nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun.

    Dari kejadian ini, Eko mengimbau masyarakat agar bersama-sama mencegah kasus kekerasan seksual dan kasus pencabulan terhadap anak di wilayah hukum Polres Pemalang.

    “Selain melakukan pengawasan melekat, harap luangkan waktu untuk berkomunikasi dan mendengar keluh dari setiap anggota keluarga,” dia berharap.

    “Apabila mengalami, mendapati atau menemukan korban serta melihat hal- hal yang mencurigakan, agar segera laporkan kejadian kekerasan seksual tersebut melalui layanan call center Polri 110,” kata dia.

  • Komisi III Soroti Kasus Mahasiswi Korban Kekerasan Seksual di Karawang: Tidak Boleh Ada Kata Damai – Page 3

    Komisi III Soroti Kasus Mahasiswi Korban Kekerasan Seksual di Karawang: Tidak Boleh Ada Kata Damai – Page 3

    “Sangat prihatin dengan apa yang terjadi kepada korban, tentu kami meminta jajaran kepolisian untuk dapat menangani kasus kekerasan seksual tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan pelaku dapat dihukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” ujarnya.

    Diketahui bahwa mahasiswi berusia 19 tahun di Kabupaten Karawang diperkosa oleh guru ngaji yang tak lain adalah pamannya sendiri. Kejadian ini terjadi di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang, pada 9 April 2025.

    Menurut kuasa hukum korban, saat itu korban sedang berada di rumah neneknya. Kemudian pelaku menyusul bertemu korban dengan dalih belum sempat berlebaran. Kemudian setelah bertemu dan bersalaman, korban tidak sadar diri dan terjadi lah perlakuan kekerasan seksual. Korban baru sadar diri setelah berada di klinik.

    Adapun hal yang disesalkan oleh kuasa hukum korban kasus ini tidak diarahkan ke PPA Polres setempat. Namun penanganan oleh Polsek Majalaya melalui mekanisme restorative justice melalui upaya menikahkan korban dengan pelaku tersebut. Selang satu hari setelah pernikahan, korban pun kemudian diceraikan oleh pelaku.

  • Mahasiswi di Karawang Diperkosa, Lapor Polisi Diminta Damai, Dinikahi Sehari lalu Dicerai
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        27 Juni 2025

    Mahasiswi di Karawang Diperkosa, Lapor Polisi Diminta Damai, Dinikahi Sehari lalu Dicerai Bandung 27 Juni 2025

    Mahasiswi di Karawang Diperkosa, Lapor Polisi Diminta Damai, Dinikahi Sehari lalu Dicerai
    Tim Redaksi
    KARAWANG, KOMPAS.com
    – N (19), seorang mahasiswi di Kabupaten
    Karawang
    , Jawa Barat, diduga menjadi korban pemerkosaan seorang pria berinisial J. Korban melapor ke polisi, tapi diminta berdamai.
    Korban lantas dinikahi oleh pelaku, namun sehari kemudian diceraikan.
    Kuasa hukum korban, Gary Gagarin menuturkan, peristiwa ini terjadi saat N sedang berada di rumah neneknya di Kecamatan Majalaya, Karawang, pada 9 April 2025.
    Saat itu, J yang mengetahui keberadaan N lalu menyusul. J mengaku ingin bertemu N karena belum sempat berlebaran.
    J diketahui merupakan guru ngaji dan masih memiliki ikatan keluarga dengan korban.
    “Ketemu salaman lah dengan pelaku, setelah itu dia menjadi tidak sadar, dibawa ke kamar dan dilakukanlah kekerasan seksual di situ. Tepergok si nenek, dipanggil warga lalu diamankan,” kata Gary kepada
    Kompas.com
    , Kamis (27/6/2025). 
    Gary mengatakan, N baru sadar setelah berada di klinik. Sementara J lqngsung digiring keluarga N ke Polsek Majalaya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Akan tetapi, polisi justru memediasi kasus tersebut dan menyarankan perdamaian.
    Gary mengatakan, kesepakatan damai itu berisi pernyataan J bersedia menikahi korban dan keduanya tidak akan saling menuntut di kemudian hari.
    Gary menyesalkan Polsek Majalaya tidak mengarahkan kasus ini ke Unit PPA Polres Karawang. Gary juga menyebut ada tekanan terhadap keluarga N untuk melakukan pernikahan dengan alasan aib desa.
    “Enggak masuk akal pernikahan pun selang sehari langsung diceraikan. Ini harus dipahami penegak hukum, jangan dibiasakan pelaku kekerasan seksual didamaikan,” kata Gary.
    Hingga saat ini, kata Gary,  J masih menjalankan aktivitas seperti biasa sebagai seorang guru. Sementara N terus berupaya memperjuangkan keadilan atas nasibnya.
    “Dari situ ternyata korban coba lapor ke Satgas TPKS di kampus, tapi tidak ada tindak lanjut dan terkesan didiamkan,” kata Gary.
    Gary mengatakan, kondisi psikis N terganggu. N bahkan menyatakan ingin berhenti kuliah kepada orangtuanya. Sebab, keluarga N sering menerima ancaman dari keluarga J karena dianggap menghancurkan karir J sebagai seorang guru.
    “Rumah korban sampai dilempari batu, padahal klien kami adalah korban. Antara korban dan pelaku juga masih ada hubungan keluarga,” kata Gary.
    Gary mengatakan, pada Mei 2025, tim kuasa hukum sebetulnya sudah melaporkan lagi kasus ini ke Unit PPA Polres Karawang. Akan tetapi, laporan itu tidak bisa diproses lantaran sebelumnya ada surat pernyataan damai.
    “Akhirnya kita ke P2TP2A untuk meminta pendampingan psikis agar kondisi korban bisa pulih. Kita akan bersurat ke Kapolres untuk minta atensi,” kata Gary.
    Gary menilai, apa yang menimpa N harus dikawal hingga tuntas melalui proses hukum. Sebab, tindak kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan hanya dengan perjanjian damai.
    Kasi Humas Polres Karawang Ipda Cep Wildan membenarkan kasus tersebut difasilitasi penyelesaiannya oleh Polsek Majalaya.
    Polisi menilai kasus tersebut tidak bisa diproses ke Unit PPA Polres Karawang karena korban bukan anak di bawah umur. Polisi juga menganggap kasus tersebut sebagai perkara suka sama suka.
    “Korban sudah 19 tahun, jadi bukan anak di bawah umur. Kalau ke PPA, itu untuk anak-anak karena
    lex specialis
    , makanya kemarin difasilitasi untuk berdamai,” ujar Wildan.
    Meski begitu, Wildan mempersilakan soal rencana korban akan kembali melapor ke kepolisian.
    “Sah-sah saja untuk laporan, cuma dilihat juga delik aduan yang disangkakan ke pelaku apa,” kata Wildan.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Badut di Bekasi Iming-imingi Bocah dengan Uang Rp 50.000 Sebelum Dicabuli
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Juni 2025

    Badut di Bekasi Iming-imingi Bocah dengan Uang Rp 50.000 Sebelum Dicabuli Megapolitan 27 Juni 2025

    Badut di Bekasi Iming-imingi Bocah dengan Uang Rp 50.000 Sebelum Dicabuli
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – SA (32), pria yang berprofesi sebagai badut keliling di Kabupaten
    Bekasi
    , ditangkap polisi karena diduga mencabuli dua bocah laki-laki berinisial RF dan DA.
    Sebelum dicabuli, kedua bocah itu diiming-imingi pelaku dengan uang Rp 50.000. SA juga memutar video asusila sebelum memaksa korban melakukan tindakan tidak senonoh tersebut.
    “Modus operandi bujuk rayu dan imbalan uang. Korban RF bahkan telah mengalami peristiwa ini hingga lima kali. Korban lain, DA, juga mengalami kekerasan serupa,” ujar Kapolres Metro Bekasi Komisaris Besar Pol. Mustofa dilansir dari
    Antara
    , Jumat (27/6/2025).
    Polisi telah melakukan visum terhadap dua bocah yang menjadi korban pencabulan oleh SA. Hasil visum menunjukkan ada kerusakan pada anus korban yang menguatkan dugaan kekerasan seksual tersebut.
    Polisi juga mencurigai ada korban lain selain RF dan DA. 
    “Kami mengimbau kepada masyarakat, khususnya yang mengenal pelaku atau memiliki anak-anak yang mungkin pernah berinteraksi dengan tersangka agar segera melapor. Identitas korban akan kami lindungi sepenuhnya,” kata Mustofa.
    Saat ini SA sudah ditahan polisi. Pelaku sempat mencoba melarikan diri saat akan ditangkap warga dengan menaiki atap rumah kontrakan kosong di Kampung Pelaukan, Desa Karangrahayu, Kecamatan Karangbahagia, Kabupaten Bekasi.
    “Pelaku mencoba kabur lewat atap sebuah rumah namun terpeleset dan jatuh hingga berhasil diamankan petugas bersama warga setempat,” ucap Mustofa.
    Akibat ulahnya, SA dijerat dengan pasal 82 undang-undang perlindungan anak. Ia terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara serta denda hingga Rp5 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dua Bocah di Bekasi Diduga Dicabuli Badut Keliling
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Juni 2025

    Dua Bocah di Bekasi Diduga Dicabuli Badut Keliling Megapolitan 27 Juni 2025

    Dua Bocah di Bekasi Diduga Dicabuli Badut Keliling
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dua anak laki-laki berinisial RF dan DA diduga dicabuli pria yang berprofesi sebagai badut keliling di Kabupaten
    Bekasi
    , berinisial SA (32).
    Aksi pelecehan seksual itu diketahui warga. Pelaku sempat mencoba melarikan diri saat akan ditangkap warga dengan menaiki atap rumah kontrakan kosong di Kampung Pelaukan, Desa Karangrahayu, Kecamatan Karangbahagia, Kabupaten Bekasi.
    “Pelaku mencoba kabur lewat atap sebuah rumah namun terpeleset dan jatuh hingga berhasil diamankan petugas bersama warga setempat,” kata Kapolres Metro Bekasi Komisaris Besar Pol. Mustofa dilansir dari
    Antara
    , Jumat (27/6/2025).
    SA dalam kesehariannya kerap berinteraksi dengan anak-anak karena profesinya sebagai badut. Profesi badut ini yang menjadi siasat pelaku untuk mendekati calon korban sebelum melancarkan aksinya.
    Dalam setiap menjalankan aksi, pelaku merayu korban dengan imbalan uang senilai Rp50.000 sambil memutar video asusila sebelum memaksa korban melakukan tindakan tidak senonoh tersebut.
    “Modus operandi bujuk rayu dan imbalan uang. Korban RF bahkan telah mengalami peristiwa ini hingga lima kali. Korban lain, DA, juga mengalami kekerasan serupa,” ujar Mustofa.
    Hasil visum menunjukkan ada kerusakan pada anus korban yang menguatkan dugaan kekerasan seksual tersebut. Selain dua korban yang telah melapor, polisi mencurigai ada korban lain dari SA.
    “Kami mengimbau kepada masyarakat, khususnya yang mengenal pelaku atau memiliki anak-anak yang mungkin pernah berinteraksi dengan tersangka agar segera melapor. Identitas korban akan kami lindungi sepenuhnya,” kata dia.
    Akibat ulahnya, SA dijerat dengan pasal 82 undang-undang perlindungan anak. Ia terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara serta denda hingga Rp5 miliar. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.