Kasus: kekerasan seksual

  • Pelaku Pelecehan Seksual Anak di Bawah Umur Penumpang Citilink Jadi Tersangka
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Juli 2025

    Pelaku Pelecehan Seksual Anak di Bawah Umur Penumpang Citilink Jadi Tersangka Megapolitan 16 Juli 2025

    Pelaku Pelecehan Seksual Anak di Bawah Umur Penumpang Citilink Jadi Tersangka
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – IM (50), pelaku dugaan
    pelecehan seksual
    terhadap anak di bawah umur berinisial MAR dalam penerbangan maskapai Citilink rute Denpasar-Jakarta ditetapkan sebagai tersangka.
    Penetapan tersangka ini setelah polisi melakukan penyelidikan berdasarkan laporan korban begitu pesawat tiba di Bandara Soekarno-Hatta.
    “Dari laporan tersebut, tim melakukan penyelidikan dan saat ini kami sudah tetapkan terlapor sebagai tersangka,” kata Kasat Reskrim Polres Bandara Soekarno-Hatta, Kompol Yandri Mono, di Polresta Bandara Soekarno Hatta, Kota Tangerang, Rabu (16/7/2025).
    Yandri mengatakan, IM bekerja sebagai pegawai swasta di Jakarta.
    “Dia bekerja bukan sebagai dokter, walaupun yang bersangkutan merupakan lulusan dari Fakultas Kedokteran Hewan,” ujarnya.
    IM mengaku melakukan aksinya secara sadar karena tertarik dengan korban.
    Sementara, korban yang masih di bawah umur telah menjalani visum dan mendapat pendampingan psikologis dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Tangerang.
    “Korban kita sudah melakukan kerja sama dengan PPA Kota Tangerang untuk dilakukan pemeriksaan oleh psikolog, dan kemudian kita juga bekerja sama dengan rumah sakit daerah Tangerang untuk melaksanakan visum,” ucap dia.
    Atas perbuatannya, polisi menjerat tersangka dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman pidana maksimal dalam kasus ini mencapai 15 tahun penjara.
    Sebelumnya diberitakan, MAR, seorang penumpang pesawat Citilink dilecehkan pria berinisial IM (50) dalam penerbangan rute Denpasar-Jakarta pada Selasa (15/7/2025) dini hari.
    Peristiwa bermula ketika korban yang masih di bawah umur bersama tantenya menumpangi pesawat rute Denpasar–Jakarta.
    Kapolresta Bandara Soetta Kombes Pol Ronald Sipayung mengatakan, korban mulanya hendak melakukan swafoto ke luar jendela pesawat dan posisinya melewati pelaku.
    “Korban pun meminta izin untuk memfoto, dan terlapor mempersilakan,” kata Ronald dalam keterangannya, Rabu (16/7/2025).
    Kemudian saat korban hendak makan, pelaku membantu membukakan sendok yang terbungkus plastik dengan cara menggigitnya.
    Pada saat mengembalikan sendok, pelaku meletakkan tangannya di atas paha korban.
    Korban pun kaget dan memberitahukan kepada tantenya dengan isyarat mata dan suara perlahan, namun saksi tidak memahaminya.
    “Setelah kejadian itu, korban izin ingin pergi ke toilet namun saksi mengatakan bahwa belum diperbolehkan lantaran lampu petunjuk yang berada di dalam pesawat belum padam,” ucap dia.
    Setelah lampu petunjuk padam, korban pergi ke toilet yang berada belakang kabin pilot. Pada saat itu, tante korban mendengar keponakannya menangis histeris.
    “Kemudian saksi pun mengadu kepada pramugari yang selanjutnya dipindahkan ke tempat duduk yang baru,” terang Ronald.
    Head of Corporate Secretary & CSR Division PT Citilink Indonesia, Tashia Scholz, mengatakan insiden tersebut terjadi saat penerbangan tengah berlangsung.
    Bahkan pihaknya memberikan penanganan awal setelah pesawat mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Kota Tangerang.
    “Sesaat setelah pesawat mendarat, kru Citilink segera memberikan bantuan dan pendampingan kepada korban untuk berkoordinasi dengan pihak berwenang dalam melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Bandara Soekarno-Hatta,” ujar Tashia Scholz saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa.
    Adapun terduga pelaku pelecehan dalam pesawat itu kini telah diserahkan ke Polresta Bandara Soekarno Hatta dan pihak maskapai menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada polisi.
    “Citilink menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada pihak berwenang dan akan terus memberikan dukungan yang diperlukan dalam proses investigasi lebih lanjut,” kata dia.
    Dengan adanya peristiwa tersebut, pihak Citilink akan terus berupaya memberikan perlindungan kepada seluruh penumpangnya di setiap penerbangan.
    “Citilink sangat menyesalkan kejadian ini dan menyatakan komitmen penuh dalam menjaga keselamatan, kenyamanan, dan keamanan seluruh penumpang di setiap penerbangan,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pelaku Pelecehan Penumpang Citilink Pegawai Swasta, Lulusan Kedokteran Hewan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Juli 2025

    Pelaku Pelecehan Penumpang Citilink Pegawai Swasta, Lulusan Kedokteran Hewan Megapolitan 16 Juli 2025

    Pelaku Pelecehan Penumpang Citilink Pegawai Swasta, Lulusan Kedokteran Hewan
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – IM (50), tersangka kasus dugaan
    pelecehan
    seksual terhadap anak di bawah umur dalam penerbangan maskapai Citilink rute Denpasar-Jakarta bekerja sebagai pegawai swasta di Jakarta.
    IM berlatar belakang pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan. Namun, pelaku bukan seorang dokter.
    “Dia bekerja bukan sebagai dokter, walaupun yang bersangkutan merupakan lulusan dari Fakultas Kedokteran Hewan,” kata Kasat Reskrim Polres Bandara Soekarno-Hatta, Kompol Yandri Mono, di Polresta Bandara Soekarno Hatta, Kota Tangerang, Rabu (16/7/2025).
    IM kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini setelah polisi melakukan penyelidikan berdasarkan laporan korban begitu pesawat tiba di Bandara Soekarno-Hatta.
    “Dari laporan tersebut, tim melakukan penyelidikan dan saat ini kami sudah tetapkan terlapor sebagai tersangka,” ujar Yandri.
    IM mengaku melakukan aksinya secara sadar karena tertarik dengan korban.
    Sementara, korban yang masih di bawah umur telah menjalani visum dan mendapat pendampingan psikologis dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Tangerang.
    “Korban kita sudah melakukan kerja sama dengan PPA Kota Tangerang untuk dilakukan pemeriksaan oleh psikolog, dan kemudian kita juga bekerja sama dengan rumah sakit daerah Tangerang untuk melaksanakan visum,” ucap dia.
    Atas perbuatannya, polisi menjerat tersangka dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman pidana maksimal dalam kasus ini mencapai 15 tahun penjara.
    Sebelumnya diberitakan, MAR, seorang penumpang pesawat Citilink dilecehkan pria berinisial IM (50) dalam penerbangan rute Denpasar-Jakarta pada Selasa (15/7/2025) dini hari.
    Peristiwa bermula ketika korban yang masih di bawah umur bersama tantenya menumpangi pesawat rute Denpasar–Jakarta. 
    Kapolresta Bandara Soetta Kombes Pol Ronald Sipayung mengatakan, korban mulanya hendak melakukan swafoto ke luar jendela pesawat dan posisinya melewati pelaku.
    “Korban pun meminta izin untuk memfoto, dan terlapor mempersilakan,” kata Ronald dalam keterangannya, Rabu (16/7/2025).
    Kemudian saat korban hendak makan, pelaku membantu membukakan sendok yang terbungkus plastik dengan cara menggigitnya.
    Pada saat mengembalikan sendok, pelaku meletakkan tangannya di atas paha korban.
    Korban pun kaget dan memberitahukan kepada tantenya dengan isyarat mata dan suara perlahan, namun saksi tidak memahaminya.
    “Setelah kejadian itu, korban izin ingin pergi ke toilet namun saksi mengatakan bahwa belum diperbolehkan lantaran lampu petunjuk yang berada di dalam pesawat belum padam,” ucap dia.
    Setelah lampu petunjuk padam, korban pergi ke toilet yang berada belakang kabin pilot. Pada saat itu, tante korban mendengar keponakannya menangis histeris.
    “Kemudian saksi pun mengadu kepada pramugari yang selanjutnya dipindahkan ke tempat duduk yang baru,” terang Ronald.
    Head of Corporate Secretary & CSR Division PT Citilink Indonesia, Tashia Scholz, mengatakan insiden tersebut terjadi saat penerbangan tengah berlangsung.
    Bahkan pihaknya memberikan penanganan awal setelah pesawat mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Kota Tangerang.
    “Sesaat setelah pesawat mendarat, kru Citilink segera memberikan bantuan dan pendampingan kepada korban untuk berkoordinasi dengan pihak berwenang dalam melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Bandara Soekarno-Hatta,” ujar Tashia Scholz saat dikonfirmasi
    Kompas.com,
    Selasa.
    Adapun terduga pelaku pelecehan dalam pesawat itu kini telah diserahkan ke Polresta Bandara Soekarno Hatta dan pihak maskapai menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada polisi.
    “Citilink menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada pihak berwenang dan akan terus memberikan dukungan yang diperlukan dalam proses investigasi lebih lanjut,” kata dia.
    Dengan adanya peristiwa tersebut, pihak Citilink akan terus berupaya memberikan perlindungan kepada seluruh penumpangnya di setiap penerbangan.
    “Citilink sangat menyesalkan kejadian ini dan menyatakan komitmen penuh dalam menjaga keselamatan, kenyamanan, dan keamanan seluruh penumpang di setiap penerbangan,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pelaku Pelecehan Penumpang Citilink Pegawai Swasta, Lulusan Kedokteran Hewan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Juli 2025

    Motif Pelaku Pelecehan Penumpang Citilink, Tertarik dengan Korban Megapolitan 16 Juli 2025

    Motif Pelaku Pelecehan Penumpang Citilink, Tertarik dengan Korban
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com –
    Seorang pria IM (50) melecehkan penumpang pesawat Citilink rute Denpasar-Jakarta karena tertarik dengan korban MAR yang masih di bawah umur.
    Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandara Soekarno-Hatta, Kompol Yandri Mono, mengatakan pelaku melakukan perbuatan tersebut dengan sadar. 
    “Motif berdasarkan keterangan yang kita peroleh, bahwasannya yang bersangkutan tertarik pada anak korban, sehingga kemudian memutuskan untuk melakukan dugaan tindak pidana tersebut,” ujar Yandri di Polresta Bandara Soekarno Hatta, Kota Tangerang, Rabu (16/7/2025).
    “Iya, (pelecehan) dilakukan dengan sadar,” tambah dia.
    Yandri menyebut, pelaku merupakan pegawai swasta di Jakarta. Meski memiliki latar belakang pendidikan sebagai lulusan fakultas kedokteran hewan, pelaku tidak berprofesi sebagai dokter.
    “Dia bekerja bukan sebagai dokter. Si pelaku merupakan salah satu pegawai di perusahaan swasta yang ada di Jakarta,” kata dia.
    Selain itu, tambah dia, korban pelecehan tersebut mengalami trauma dan mendapatkan pendampingan psikologis dari tim PTB-PPA Kota Tangerang.
    “Hasil pemeriksaan dari psikolog, bahwasanya anak korban mengalami trauma. Jadi kita berikan pendampingan dan yang bekerjasama dengan rumah sakit daerah Tangerang untuk melaksanakan visum,” jelas dia.
    Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak serta Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • RUU PPRT: Menanti Keadilan dari Dapur

    RUU PPRT: Menanti Keadilan dari Dapur

    RUU PPRT: Menanti Keadilan dari Dapur
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    DI RUANG
    yang tak pernah tampil di podium kekuasaan, mereka bangun paling pagi dan tidur paling larut.
    Pekerja rumah tangga
    — yang sering kali disebut “asisten rumah tangga” atau “mbak”— hadir dalam keseharian kita, tetapi absen dalam kebijakan negara.
    Di balik setiap seragam putih yang disetrika, lantai yang disapu, dan sarapan yang tersaji, ada wajah yang tak dikenali hukum, tak dihormati undang-undang, dan terlalu sering didiamkan negara.
    RUU Perlindungan
    Pekerja Rumah Tangga
    (PPRT) sesungguhnya bukan barang baru. Diperjuangkan sejak 2004, disuarakan oleh banyak pihak, dan terus dijanjikan oleh para pengambil kebijakan, tetapi dua dekade berselang, ia tetap mandek.
    Tertahan di ruang-ruang rapat Baleg, tertimbun di laci birokrasi, dan tak kunjung menjadi hukum positif.
    Negara, yang seharusnya hadir sebagai pelindung yang adil, justru membiarkan para pekerja domestik berjalan tanpa payung hukum. Seakan rumah tangga adalah ruang privat yang tak perlu diintervensi keadilan.
    Jumlah
    pekerja rumah tangga
    di Indonesia diperkirakan mencapai 4-5 juta orang. Sebagian besar perempuan.
    Sebagian besar hidup dalam relasi kuasa yang timpang. Upah rendah, beban kerja tak terbatas, tanpa jaminan sosial, tanpa cuti, dan tanpa kontrak tertulis. Mereka bekerja, tetapi tak dianggap sebagai pekerja.
    Ketiadaan perlindungan ini bukan semata kelalaian administratif, melainkan bentuk pembiaran struktural. Bahkan Mahkamah Konstitusi dalam berbagai putusannya telah menegaskan bahwa setiap warga negara — tanpa kecuali — berhak atas perlindungan hukum yang adil.
    Namun, bagi para pekerja rumah tangga, konstitusi seolah hanya berlaku di ruang sidang, bukan di ruang makan.
    JALA PRT mencatat lebih dari 3.300 kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga sejak 2021. Komnas Perempuan mencatat 56 kasus sepanjang 2024.
    Kekerasan fisik, verbal, ekonomi, hingga kekerasan seksual. Banyak yang tak melapor karena takut. Banyak yang dipaksa diam karena tak tahu ke mana harus meminta keadilan.
    Negara diam. DPR lamban. Sementara para PRT terus bekerja, meski tak diakui.
    Maret 2023,
    RUU PPRT
    disahkan sebagai inisiatif DPR dan sempat masuk Prolegnas prioritas. Publik sempat berharap. Namun harapan itu segera dikecewakan: masa jabatan DPR periode 2019–2024 berakhir tanpa pengesahan. RUU kembali ke titik nol.
    Kini, DPR 2024–2029 membawa janji baru. Ketua DPR menyatakan bahwa RUU PPRT akan menjadi prioritas pasca-Hari Buruh 2025.
    Presiden Prabowo Subianto bahkan menyebut pengesahan sebagai komitmen moral. Baleg telah memulai RDP dan RDPU. Tapi publik tahu, proses legislasi bukan soal niat semata — melainkan soal keberanian untuk melawan kepentingan.
    Kepentingan siapa yang menolak RUU ini? Mungkin mereka yang nyaman dengan status quo. Mereka yang mempekerjakan tanpa tanggung jawab. Mereka yang melihat pekerja rumah tangga bukan sebagai subjek hukum, melainkan sekadar “bagian keluarga”.
    Padahal dalam logika hukum ketenagakerjaan, relasi kerja domestik tetaplah kerja. Hak tetaplah hak. Dan martabat tak bisa dikaburkan oleh tembok rumah.
    RUU PPRT seharusnya menjadi tonggak peradaban hukum ketenagakerjaan Indonesia. Draf yang telah dibahas memuat sejumlah terobosan.
    Pertama, pengakuan PRT sebagai pekerja formal, setara dengan profesi lain. Bukan sebagai “keluarga”, bukan sekadar “pembantu”, tetapi sebagai subjek hukum dengan hak dan kewajiban jelas.
    Kedua, perjanjian kerja tertulis yang meliputi hak atas upah layak, cuti, jaminan sosial, dan jam kerja manusiawi. Termasuk ketentuan mengenai larangan kekerasan dan perlindungan dari penyalur ilegal.
    Ketiga, penyalur wajib berizin, tidak boleh menahan dokumen, memungut biaya, atau mengeksploitasi calon PRT.
    Keempat, pengawasan oleh pemerintah daerah, termasuk pendataan, pelatihan, dan penyelesaian sengketa berbasis mediasi.
    Dengan semua itu, RUU PPRT bukan hanya produk hukum, tetapi wajah keberpihakan. Ia mengoreksi sejarah ketimpangan dan memanusiakan profesi yang selama ini dibungkam oleh domestifikasi.
    Dalam sistem hukum kita, UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) secara eksplisit menyebut: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.”
    Apakah PRT bukan “setiap orang”? Apakah mereka harus terus menunggu pengakuan dari negara yang katanya berdasarkan hukum?
    Pembiaran berlarut terhadap RUU PPRT adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip konstitusional itu sendiri. Negara tidak boleh tunduk pada tekanan sosial budaya atau status quo relasi kuasa. Negara harus berdiri tegak sebagai pelindung, bukan penonton.
    DPR dan Pemerintah tak bisa terus berdalih menunggu waktu yang tepat. Setiap hari yang ditunda adalah risiko baru yang dihadapi para PRT. Satu hari tanpa payung hukum bisa berarti satu nyawa hilang tanpa perlindungan.
    Keadilan yang ditunda — sebagaimana dikatakan William E. Gladstone — adalah keadilan yang ditolak.
    RUU PPRT adalah cermin. Ia mencerminkan apakah bangsa ini benar-benar percaya pada keadilan sosial. Apakah negara ini hanya melindungi yang lantang bersuara di Senayan atau juga yang diam di dapur sempit tanpa serikat.
    Dari dapur itulah, keadilan kini sedang ditunggu. Ia tak berteriak, tapi mendidih perlahan. Ia tak bersuara, tapi mendesak. Menanti untuk disambut oleh negara, bukan dengan janji, melainkan dengan keberanian legislasi.
    Jika negara tak segera mengetuk palu pengesahan, maka yang dikhianati bukan hanya para PRT, tetapi juga nurani konstitusi itu sendiri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pimpinan MPR minta pelaku pemerkosaan di Cianjur dijatuhi pidana berat

    Pimpinan MPR minta pelaku pemerkosaan di Cianjur dijatuhi pidana berat

    “Pelaku pemerkosaan ini harus dihukum seberat-beratnya. Semuanya tanpa kecuali. Berikan pesan bahwa tidak ada toleransi dalam bentuk apapun terhadap pelaku kejahatan seksual seperti ini,”

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno meminta agar aparat penegak hukum baik itu polisi, jaksa, dan hakim untuk menjatuhkan pidana seberat-beratnya kepada 12 pelaku pemerkosaan terhadap anak perempuan di bawah umur berusia 16 tahun di Cianjur, Jawa Barat.

    Dia pun agar aparat penegak hukum mengusut kasus pemerkosaan tersebut hingga tuntas.

    “Pelaku pemerkosaan ini harus dihukum seberat-beratnya. Semuanya tanpa kecuali. Berikan pesan bahwa tidak ada toleransi dalam bentuk apapun terhadap pelaku kejahatan seksual seperti ini,” kata Eddy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

    Anggota DPR RI asal daerah pemilihan (Dapil) Cianjur itu juga meminta pemerintah daerah, pemerintah provinsi, dan kementerian terkait untuk turun langsung membantu proses pemulihan bagi korban yang mengalami trauma berat.

    “Korban juga membutuhkan bantuan pemulihan dan rehabilitasi yang pasti membutuhkan waktu. Pemprov, Pemda, atau bahkan kementerian terkait harus segera mendampingi korban di masa pemulihannya,” ujarnya.

    Ke depan, dia mendorong upaya serius berbagai pihak untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kejahatan seksual seperti pelecehan dan pemerkosaan.

    Terlebih, lanjut dia, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sudah disahkan saat ini yang bertujuan untuk menindak segala bentuk kejahatan seksual.

    “Di legislatif kami akan terus perjuangkan perlindungan untuk perempuan ini lebih baik lagi dengan fokus pada pencegahan terjadinya pemerkosaan dan kejahatan seksual lainnya. Kasus ini harus jadi yang terakhir,” kata dia.

    Sebelumnya, Jumat (11/7), Kepolisian Resor Cianjur, Jawa Barat, menangkap 10 orang terduga pelaku pemerkosaan anak perempuan di bawah umur warga Kecamatan Sukaresmi dan masih memburu dua orang pelaku lainnya yang masuk daftar pencarian orang atau buron.

    Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Cianjur Ajun Komisaris Polisi Tono Listianto di Cianjur, Jumat, mengatakan para pelaku melakukan tindak perkosaan secara bergiliran di sejumlah lokasi berbeda selama empat hari berturut-turut hingga akhirnya korban pulang ke rumah dan melapor ke polisi.

    “Selama empat hari korban diperkosa secara bergiliran oleh 12 orang pelaku di tempat yang berbeda, di mana awalnya korban diajak empat orang pemuda yang masih satu kampung dengannya ke wilayah Puncak,” katanya.

    Sebut saja korban berinisial Mawar (16), kata Tono, pertama kali diperkosa empat orang pemuda di salah satu rumah di kawasan Puncak pada tanggal 19 Juni 2025 dan pada 20 Juni 2025 korban diserahkan kepada dua orang pelaku lain yang melakukan hal sama.

    Sedangkan dua pelaku ini kemudian menyerahkan korban kepada enam pelaku lainnya pada 21–22 Juni 2025, di mana korban dibawa ke sebuah vila di kawasan Cipanas. Di tempat ini, korban kembali diperkosa secara bergiliran oleh enam orang pelaku.

    “Selama empat hari korban digilir oleh 12 orang pelaku hingga akhirnya korban pulang ke rumah pada tanggal 23 Juni dan melaporkan hal tersebut kepada orang tuanya. Selanjutnya orang tua korban melapor ke Polres Cianjur,” katanya.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mensos: Semua Serba Baru, Masa Orientasi Siswa Sekolah Rakyat Sekitar 15 Hari – Page 3

    Mensos: Semua Serba Baru, Masa Orientasi Siswa Sekolah Rakyat Sekitar 15 Hari – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengemukakan, masa pengenalan atau orientasi siswa Sekolah Rakyat membutuhkan waktu sekitar 15 hari. Waktu tersebut lebih lama dari sekolah-sekolah umum karena seluruh tenaga kependidikan dan siswa benar-benar baru.

    “Kalau di sekolah umum yang melakukan pengenalan itu kan hanya murid baru, kalau ini semua baru. Kepala sekolahnya baru, gurunya baru, kemudian juga siswanya baru, tenaga kependidikan yang lain juga baru. Oleh karena itu, waktu kita lebih lama. Mungkin kalau yang umum itu hanya lima hari, kita bisa 15 hari atau dua minggu,” kata Saifullah Yusuf di Sekolah Rakyat Menengah Pertama 10 Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (14/7/2025), seperti dilansir dari Antara.

    Ia menjelaskan, setelah orientasi, siswa baru akan memasuki masa matrikulasi karena tidak ada tes akademik. Pada tahap ini, para siswa akan mendapatkan sosialisasi tentang proses pembelajaran.

    “Karena tidak ada tes akademik, anak-anak nanti akan melakukan sosialisasi dan adaptasi proses pembelajaran. Setelah nanti pemahamannya semua sama, maka proses belajar-mengajarnya dimulai. Kurikulumnya sama seperti kurikulum formal, ada pendidikan karakter, ada juga keterampilan, dan lain-lainnya sama,” ujar dia.

    Mensos juga menegaskan, untuk memastikan tidak ada perundungan atau bullying, Kemensos telah bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

    “Tidak ada bullying. Harus dihindari, harus dimitigasi, jangan sampai ada bullying, tidak ada kekerasan seksual, tidak ada intoleransi. Nah dalam keperluannya, kita kerja sama dengan Kementerian PPPA juga dengan KPAI, kemudian juga dengan beberapa lagi lembaga untuk memitigasi agar itu tidak terjadi dengan mekanisme, prosedur, dan mungkin nanti juga dengan teknologi,” tuturnya.

  • Mensos Harap Guru Sekolah Rakyat Ciptakan Ruang Kelas Penuh Kasih Sayang

    Mensos Harap Guru Sekolah Rakyat Ciptakan Ruang Kelas Penuh Kasih Sayang

    Jakarta

    Menteri Sosial, Saifullah Yusuf meminta agar setiap guru di Sekolah Rakyat mampu menciptakan ruang kelas yang penuh dengan kasih sayang. Hal itu bertujuan agar proses belajar mengajar bisa dilakukan dengan lebih baik.

    Untuk diketahui, masa orientasi Sekolah Rakyat akan mulai berjalan pada Senin, 14 Juli 2025 mendatang dengan siswa Sekolah Rakyat berasal dari berbagai latar belakang.

    “Semua harus dengan kasih sayang. Pastikan wali asuh dan wali asrama mengerti tugas dan tanggungjawabnya,” kata Saifullah Yusuf dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/7/2025).

    Hal itu diungkapkan olehnya saat pembekalan secara daring di kantor Kementerian Sosial, Jakarta, Jumat (11/7).

    Selain kepala sekolah dan guru, peran wali asuh dan wali asrama di Sekolah Rakyat juga sangat sentral. Menurut pria yang akrab disapa Gus Ipul tersebut kehadiran mereka untuk memastikan siswa merasa aman dan nyaman baik di ruang kelas maupun asrama dan bebas dari perundungan, kekerasan seksual maupun intoleransi.

    Dia mengingatkan jabatan kepala sekolah, guru, wali asuh, dan wali asrama bukanlah penghargaan tapi panggilan pengabdian. Dia menuturkan pendidik yang baik tidak hanya menyalakan lilin di ruang kelas, tapi juga menjaga api semangat dalam jiwa anak-anak.

    Soal kedisiplinan siswa juga menjadi perhatian utama. Gus Ipul ingin tiap anak memiliki jadwal ketat sejak bangun tidur sampai tidur kembali.

    “Perlu sekali untuk bekerja sama dengan TNI/Polri setempat untuk mengajak anak-anak kita dalam satu sampai tiga hari ke depan latihan disiplin, untuk membiasakan mereka kebiasaan baru,” ujar Saifullah.

    Gus Ipul pun meminta mereka mengecek semua kesiapannya satu per satu. Dia mengatakan banyak sekali tantangan yang mungkin akan dihadapi dalam penyelenggaraan Sekolah Rakyat.

    “Kita mungkin akan ketemu siswa yang masih suka ngompol, mungkin akan ketemu siswa yang tidak bisa tidur, mungkin akan ketemu siswa yang keranjingan gadget,” katanya.

    Lantaran itu, dia mengajak para kepala sekolah dan guru untuk fokus ke solusi, bukan terjebak pada masalah, sehingga tantangan yang hadir dapat diatasi.

    “Kepada para sekolah saya ucapkan terima kasih, kita semua besok memulai sesuatu yang baru, baru buat kepala sekolah, baru buat para guru, baru buat para siswa, dan baru buat tenaga kependidikan,” tutupnya.

    (prf/ega)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kasus Pelecehan Anak dan Perempuan Guncang Komunitas Ultraortodoks Israel

    Kasus Pelecehan Anak dan Perempuan Guncang Komunitas Ultraortodoks Israel

    Jakarta

    Sebuah kasus kekerasan seksual telah mengguncang komunitas ultraortodoks Israel. Tersangka terungkap telah menjadi sukarelawan bersama polisi di sebuah kota yang mayoritas penduduknya beragama Yahudi.

    Dilansir AFP, Sabtu (12/7/2025), pengadilan Tel Aviv memperpanjang masa tahanan Chaim Rotter, seorang tokoh dalam komunitas ultraortodoks, selama enam hari, seminggu setelah mengizinkan publikasi namanya.

    Rotter, 36 tahun, ditangkap pada awal Juli dan diduga melakukan serangkaian kekerasan seksual selama setidaknya satu dekade di kota Bnei Brak– sebuah pusat komunitas ultraortodoks Israel yang tertutup, yang seringkali enggan bersaksi di hadapan pihak berwenang.

    Rotter mendirikan organisasi sukarelawan di kota itu 15 tahun yang lalu untuk membantu polisi melacak para penjahat.

    “Menurut penyelidikan, ia diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dan perempuan selama setidaknya 10 tahun,” kata polisi dalam sebuah pernyataan.

    Dalam sebuah wawancara dengan lembaga penyiaran publik Israel, Rotter mengatakan bahwa organisasi sukarelawannya, yang disebut ‘The Guardians’, membantu masyarakat melindungi diri dari pencurian dan juga melaporkan dugaan pedofilia.

    “Bersaksi adalah kewajiban agama, tidak ada rasa malu untuk melakukannya,” tulis Shmuel Eliyahu dalam surat yang dirilis oleh kantornya pada Jumat (11/7).

    “Kejahatan-kejahatan ini sama seriusnya dengan pembunuhan di mata Taurat.”

    Tokoh lain dalam komunitas ultraortodoks, Yehuda Meshi-Zahav, meninggal dunia setelah koma selama setahun setelah percobaan bunuh diri. Dia diduga melakukan ratusan serangan seksual terhadap orang dewasa dan anak di bawah umur, tetapi mencoba bunuh diri sebelum diinterogasi oleh polisi.

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Revisi KUHAP: Negara Beri Kompensasi Korban jika Pelaku Tidak Mampu Bayar Ganti Rugi

    Revisi KUHAP: Negara Beri Kompensasi Korban jika Pelaku Tidak Mampu Bayar Ganti Rugi

    Bisnis.com, JAKARTA — Panitia kerja (panja) Komisi III DPR revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyepakati negara akan memberi kompensasi jika pelaku tindak pidana tidak mampu membayar ganti rugi kepada korban.

    Semula, Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej menuturkan bahwa pemerintah mengusulkan substansi baru di Revisi KUHAP dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) nomor 56.

    Hal tersebut dia sampaikan langsung dalam rapat panja yang dilakukan di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (10/7/2025).

    “Ini 56 juga baru kalau kemarin kan ada restitusi dan lain sebagainya kita menambahkan kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara, karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya kepada korban atau keluarganya,” katanya.

    Dia melanjutkan, hal tersebut juga pihaknya sesuaikan dengan Undang-Undang tentang tindak pidana kekerasan seksual yang membuktikan bahwa negara itu harus hadir.

    “Jadi ketika korban itu memang mohon maaf, pelakunya kemudian mungkin orang yang tidak mampu tidak ada harta yang bisa disita padahal korban ini kan harus direhabilitasi siapa yang melakukan itu yang mau tidak mau adalah negara yang melakukan itu,” terangnya.

    Dengan demikian, ujarnya, ada kompensasi dalam pengertian ganti kerugian kepada korban dan definisi ini sama dengan definisi pada UU tindak pidana kekerasan seksual. 

    Setelah itu Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menanyakan kepada para anggota panja untuk menyetujui substansi baru dari pemerintah tersebut.

    “Setuju ya?” tanyanya dan kemudian dia mengetuk palu.

  • Semester I 2025, Kasus Kekerasan terhadap Perempuan-Anak Tembus 13.000
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 Juli 2025

    Semester I 2025, Kasus Kekerasan terhadap Perempuan-Anak Tembus 13.000 Nasional 10 Juli 2025

    Semester I 2025, Kasus Kekerasan terhadap Perempuan-Anak Tembus 13.000
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah mengatakan angka laporan
    kekerasan terhadap perempuan dan anak
    tembus 13.000 kasus dalam semesteri pertama tahun 2025 ini.
    Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)
    Arifah Choiri
    Fauzi mengungkapkan bahwa hingga 7 Juli, total laporan yang diterima Kementerian PPPA telah mencapai lebih dari 13.000 kasus.
    “Sejak Januari hingga 14 Juni 2025, jumlah laporan yang masuk tercatat sebanyak 11.800 kasus,” kata Arifah usai Rapat Tingkat Menteri (RTM) Gerakan Nasional Anti
    Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
    , di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
    “Kemudian hingga 7 Juli, angka itu melonjak menjadi 13.000,” lanjutnya.
    Dia bilang, dengan angka tersebut artinya, dalam waktu dua minggu lebih, terdapat tambahan lebih dari 2.000 kasus.
    Arifah juga menyebutkan bahwa bentuk kekerasan terbanyak adalah kekerasan seksual, dengan perempuan sebagai korban paling dominan. Ironisnya, mayoritas kasus terjadi di lingkungan rumah tangga.
    “Kasus yang terbanyak adalah kekerasan seksual. Korbannya yang paling banyak adalah perempuan. Dan kemudian lokasi terjadinya yang paling banyak adalah di rumah tangga,” jelas dia.
    Arifah menegaskan pentingnya kerja sama lintas kementerian dan lembaga dalam menanggulangi kekerasan ini.
    “Kementerian kami tidak bisa berjalan sendiri. Kita perlu kolaborasi erat, karena akar permasalahan ini juga kompleks – mulai dari pola asuh yang keliru, penggunaan gawai tanpa pengawasan, hingga faktor lingkungan keluarga,” jelasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.