Kasus: kekerasan seksual

  • Jenazah Angeline Disimpan di Pojokan Kamar Pelaku Sebelum Dibuang

    Jenazah Angeline Disimpan di Pojokan Kamar Pelaku Sebelum Dibuang

    Surabaya (beritajatim.com) – Jenazah Angeline ternyata sempat disimpan selama 2 hari di pojokan kamar kos pelaku. Perlu diketahui, Angeline Nathania (22) menjadi korban kekerasan dan akhirnya tewas pada 3 Mei 2023 kemarin. Jenazahnya baru ditemukan pada Rabu (07/09/2023) di sebuah jurang di jalur Pacet-Cangar, Mojokerto.

    Kuasa hukum keluarga Angeline dari LBH Ubaya mengatakan bahwa fakta jenazah Angeline sempat disimpan di kamar kos terkuak setelah rekonstruksi pada 5-6 Juli 2023 kemarin. Dalam rekonstruksi itu didapati Angeline dibunuh di kamar kos pelaku Rochmad Bagus Apriyatna.

    “Tempat tinggal ada dia (Rochmad) dan istri, dua anak, dan adik tersangka beserta pacarnya. Pacar anak tersangka ada juga. Jadi total lima kamar disekat partisi,” kata Salawati, Kamis (14/09/2023).

    Salawati menambahkan, pembunuhan terhadap Angeline terjadi pada tanggal 3 Mei 2023 tepat ketika ia tidak pulang ke rumah. Ia dibunuh pukul 3 sore. Setelah dibunuh, Jenazah Angeline dibungkus dengan plastik dan ditaruh di sudut ruangan kamar kosnya. Pada tanggal 4 malam, pelaku menyemprotkan parfum karena bau busuk dari jenazah Angeline mulai tercium. Ia pun kembali membungkus jenazah dengan plastik dan menaruhnya di koper.

    “Anehnya, tanggal 4 keluarga dari pelaku datang ke cafe. Saat itu kan Angeline sudah meninggal terbungkus. Lalu tanggal 5 pagi jenazah dibuang diantar adik tersangka ke Pacet. Adiknya ikut mengangkat koper,” imbuh Salawati.

    Sementara itu, ayah Angeline Bambang menduga bahwa ada pelaku lain yang ikut terlibat dalam pembunuhan anak perempuannya. Ia meyakini putrinya cukup kuat untuk lolos dari tekanan pelaku jika aksi pembunuhan itu dilakukan sendirian.

    “kami meyakini itu tidak mungkin dilakukan pelaku sendirian. Anak kami pasti melawan kalau tekanan hanya dari pelaku saja pasti bisa lolos. Pasti ada orang lain yang membantu dalam pembunuhan,” kata Bambang.

    Oleh sebab itu, Bambang berharap agar pihak kepolisian bekerja maksimal demi keadilan bagi Angeline. Apalagi dari hasil visum, Angeline diyakini mendapatkan kekerasan secara fisik dan seksual. Keluarga mendapatkan informasi dari JPU bahwa Angeline mengalami pendarahan di otak, memar di wajah, dada, dan perut, dia juga mengalami kekerasan seksual bagian organ vital, robek beberapa sentimeter.

    Diberitakan sebelumnya, Angelina Nathania (22) mahasiswi Fakultas Hukum Ubaya yang ditemukan tewas di jalur Pacet-Cangar, Desa Pacet, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Rabu (7/6/2023) di jurang dengan kedalaman 20 meter. (ang/kun)

    BACA JUGA: Tersangka Pembunuhan Mahasiswi Ubaya Mengaku Tak Berniat Menghabisi Korban

  • Kekerasan pada Perempuan dalam 18 Bulan Tercatat 15.921 Kasus

    Kekerasan pada Perempuan dalam 18 Bulan Tercatat 15.921 Kasus

    Jakarta (beritajatim.com) – Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) mencatat data pelaporan kasus kekerasan yang terjadi saat ini, sepanjang tahun 2022 sampai dengan bulan Juni 2023 terdapat 15.921 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 16.275 orang.

    Sedangkan untuk kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 23.363 kasus dengan jumlah korban 25.802 orang. Berdasarkan jenis kekerasannya, kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa dengan korban berjumlah paling banyak adalah kekerasan fisik dengan jumlah 7.940 kasus, kekerasan psikis berjumlah 6.576, kekerasan seksual berjumlah 2.948 kasus, dan penelantaran sejumlah 2.199 kasus.

    Hal ini diungkap Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dalam acara Kick Off Meeting Kampanye Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) kerja sama KPPPA dengan Perkumpulan JalaStoria Indonesia.

    Menurut Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Eni Widiyanti, meski ada jaminan perlindungan yang terangkum di UUD 45, dan UU lainnya namun masih ada perempuan dan anak perempuan yang menjadi korban kekerasan.

    “Sekarang yang paling penting adalah bagaimana korban mau bicara. Sehingga mereka bisa mendapatkan bantuan dan juga pertolongan mengatasi trauma, sekaligus pelaku bisa diberikan efek jera,” kata Eni.

    Ditambahkan Eni bahwa Penghapusan KDRT ini harus disosialisasikan dengan beberapa alasan, diantaranya data kekerasan masih tinggi dan UU PKDRT sudah hampir dua dekade.

    Eni mengatakan bahwa kolaborasi sangat penting untuk bisa membantu kampanye penghapusan KDRT di masyarakat. “Dukungan dari media, dengan upaya penghapusan KDRT ini menjadi upaya kolaborasi. Tanpa upaya semua pihak cita-cita untuk melindungi bangsa terutama perempuan dan anak tidak bisa dicapai,” kata Eni.

    Sementara itu Direktur Eksekutif JalaStoria Dr. Ninik Rahayu menjabarkan, acara Kampanye Penghapusan KDRT akan dilakukan secara berkesinambungan dalam September 2023 ini. Selain Kick off Meeting dengan jurnalis, akan ada tiga dialog yang masing-masing akan dihadiri tokoh agama, lembaga pengada layanan dan aparat penegak hukum.

    Kemudian akan ada satu pertemuan besar di ruang publik yang melibatkan masyarakat luas sebagai bagian dari kampanye implementasi UU PKDRT. “Kita akan mendengarkan tantangan yang dihadapi aparat penegak hukum, lembaga penyedia layanan, dan juga tokoh agama dalam penyelesaian KDRT. Tiga institusi ini yang kerap didatangi korban pertama kali,” kata Ninik. [kun]

    BACA JUGA: 27 Persen Perempuan Pernah Alami Kekerasan Seksual dan KDRT

  • Google Search Labeli Julianto Eka Putra ‘Sex Predator’, Kok Bisa?

    Google Search Labeli Julianto Eka Putra ‘Sex Predator’, Kok Bisa?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Nama terdakwa kasus pelecehan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia, Jawa Timur, Julianto Eka Putra dicap sebagai predator seksual oleh mesin pencari Google.

    Sebelumnya, Pengadilan Negeri Malang, Rabu (7/9), memvonis Julianto Eka Putra, Bos Sekolah Selamat Pagi Indonesia, dengan hukuman 12 tahun penjara. Motivator itu dinilai terbukti dalam dakwaannya melakukan tindakan kekerasan seksual kepada siswanya.

    “Pidana terhadap terdakwa Julianto Eka Putra Alias Ko Jul berupa Pidana Penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan,” ujar Hakim Herlina Rayes, Rabu (7/9).

    Tak lama setelah putusan, berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com pada Rabu (7/9) pukul 14.00 WIB, atribusi “sex predator – businessperson” muncul otomatis ketika mengetik nama Julianto Eka Putra di kolom pencarian Google.

    Label sejenis muncul pada teaser Wikipedia pada bagian sebelah kanan hasil pencarian. “Julianto Eka Putra (Sex Predator),” demikian judul tampilan depan Wikipedia di Google itu.

    Namun, saat diklik ke laman Wikipedia, status itu hilang. Yang ada hanya nama lengkap Julianto yang dilanjutkan dengan keterangan soal riwayat standarnya sebagai “seorang pebisnis, praktisi, dan motivator asal Indonesia”.

    Saat dihubungi, Communication Manager Google Indonesia Feliciana Wienathan mengatakan masih akan mengecek temuan tersebut kepada tim internal.

    “Aku juga kurang paham kenapa bisa muncul gini. Biar aku check dulu ya,” ujar Feliciana kepada CNNIndonesia.com lewat pesan singkat, Rabu (7/9).

    Diberitakan sebelumnya, Julianto diduga melakukan kekerasan seksual terhadap 15 siswa SMA SPI, di Kota Batu, Jawa Timur.

    Saat persidangan, jaksa mengungkap Julianto berulangkali mencoba mengintimidasi para korbannya untuk mundur dan tak memberikan kesaksian.

    Dia kemudian ditangkap oleh tiga kompi personel Polda Jatim, di rumahnya, yang berada di perumahan Citraland, Surabaya. Terdakwa pun langsung ditahan di Lapas Lowokwaru Malang.

    Julianto eka putra dicap predator seksual dalam laman pencarian Google, Rabu siang. (Foto: Tangkapan layar Google)

     

    (can/arh)

    [Gambas:Video CNN]

  • Aksi Heroik Polisi Australia Bongkar Bejatnya Eks Kapolres Ngada Setubuhi Anak Usia 6 Tahun

    Aksi Heroik Polisi Australia Bongkar Bejatnya Eks Kapolres Ngada Setubuhi Anak Usia 6 Tahun

    PIKIRAN RAKYAT – Kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS), mengejutkan publik.

    Kejahatan ini terbongkar berkat kerja sama antara Polri dan Polisi Federal Australia (AFP). Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak dan satu orang dewasa.

    Tidak hanya itu, dia juga merekam dan menyebarluaskan video kekerasan seksual tersebut ke situs pornografi anak di dark web.

    Kasus ini bermula dari temuan Polisi Australia yang menemukan video kekerasan seksual terhadap seorang anak berusia enam tahun yang diunggah dari Kupang, ibu kota NTT. Polisi Australia kemudian meneruskan informasi ini kepada Polri, yang langsung melakukan penyelidikan.

    “Tim AFP menggunakan berbagai metodologi dan teknologi untuk mengidentifikasi korban dan bekerja sama dengan lembaga penegak hukum di Indonesia,” kata juru bicara AFP.

    Hasil penyelidikan mengarah ke Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang diduga memesan anak tersebut melalui seorang wanita berinisial F. F dibayar Rp3 juta untuk membawa korban ke hotel yang telah dipesan FWLS pada Juni 2024.

    Kronologi Kejahatan

    Menurut Direktur Reserse Kriminal Polda NTT, Kombes Pol. Patar Silalahi, korban utama dalam kasus ini adalah seorang anak berusia enam tahun. Namun, penyelidikan lebih lanjut mengungkap ada tiga korban anak di bawah umur lainnya, yakni berusia 13 dan 16 tahun, serta seorang dewasa berusia 20 tahun.

    Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja diduga merekam aksi kejahatannya dan mengunggahnya ke situs pornografi anak.

    “Tersangka juga merekam dan menyebarluaskan video asusilanya,” ucap Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Divisi Humas Polri.

    Kronologi kejahatan ini dimulai ketika Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja memesan anak melalui aplikasi MiChat, yang dikenal sebagai platform prostitusi daring. Wanita berinisial F, yang menjadi perantara, membawa korban ke hotel di Kupang.

    Di sana, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja melakukan pelecehan seksual dan merekam aksinya. Bukti kuat ditemukan di hotel tersebut, termasuk fotokopi Surat Izin Mengemudi (SIM) milik Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

    “Tidak terbantahkan lagi, adanya fotokopi SIM di resepsionis hotel tersebut, atas nama FWSL,” ujar Patar Silalahi.

    Tindakan Hukum dan Keterlibatan Polisi Australia

    Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Dia terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan UU No. 1 Tahun 2024 tentang ITE.

    Selain itu, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja juga menghadapi komite etik internal kepolisian dan terancam diberhentikan dari institusi Polri.

    Peran Polisi Australia atau AFP dalam mengungkap kasus ini pun sangat krusial.

    “Tim AFP menggunakan berbagai metodologi dan teknologi untuk mengidentifikasi korban dan bekerja sama dengan lembaga penegak hukum di Indonesia,” kata juru bicara AFP.

    Mereka juga menyelamatkan korban dari bahaya lebih lanjut. Polisi Australia menekankan pentingnya kemitraan internasional dalam menangani kejahatan transnasional, terutama yang melibatkan eksploitasi anak.

    Dampak dan Reaksi Publik

    Kasus ini menimbulkan gelombang kecaman dari berbagai pihak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutuk keras tindakan FWLS, yang seharusnya melindungi masyarakat, justru menjadi pelaku kejahatan.

    “Ini adalah pelanggaran serius terhadap kode etik kepolisian dan hak asasi manusia,” ucap perwakilan KPAI.

    Anggota Komisi VIII DPR, Selly Andriany Gantina juga menyerukan proses hukum yang transparan dan akuntabel.

    “Proses hukum yang mendesak dan transparan sangat dibutuhkan agar keadilan bagi korban dapat terwujud,” ujarnya.

    Selly Andriany Gantina juga mendorong pemerintah untuk memperkuat perlindungan anak di Indonesia.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News