Kasus: kekerasan seksual

  • Sidang Dugaan Kekerasan Seksual Liem Tjie Sen, Jaksa Hadirkan 2 Saksi

    Sidang Dugaan Kekerasan Seksual Liem Tjie Sen, Jaksa Hadirkan 2 Saksi

    Surabaya (beritajatim.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak menghadirkan dua orang saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan kekerasan seksual dengan terdakwa Liem Tjie Sen alias Sentosa Liem di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Sidang yang digelar secara tertutup ini beragendakan pembuktian dari pihak penuntut.

    JPU Renanda Kusumastuti mendatangkan Rizkia Febrianti, yang merupakan teman korban, serta Sriati, resepsionis Hotel Mini Pantai Ria Surabaya. Keterangan kedua saksi ini diharapkan jaksa dapat memperkuat dakwaan terkait pelanggaran Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

    Kendati demikian, kehadiran dua saksi tersebut mendapat tanggapan keras dari kubu pembela. Usai persidangan, kuasa hukum terdakwa, Dr. Johan Widjaja, SH, MH, menilai keterangan yang disampaikan kedua saksi di hadapan majelis hakim tidak memiliki nilai pembuktian yang kuat karena tidak melihat peristiwa secara langsung.

    Terkait saksi Rizkia, Dr. Johan menyebut keterangannya masuk dalam kategori testimonium de auditu. Rizkia diketahui hanya mendengar cerita dari korban EP mengenai dugaan pemerkosaan yang terjadi di mobil dan hotel, serta melihat korban yang mengaku telah “kotor”.

    “Masalahnya, saksi ini tidak pernah bertemu langsung dengan terdakwa. Semua keterangannya hanya berdasarkan cerita korban. Itu testimonium de auditu, bukan fakta yang dilihat atau didengar sendiri,” ujar Dr. Johan.

    Pihak pembela juga menyoroti konsistensi saksi Rizkia. Dr. Johan mengungkapkan bahwa saat dicecar pertanyaan mengenai logika peristiwa di dalam mobil, keyakinan saksi yang awalnya 100 persen mulai menurun.

    “Saksi akhirnya tidak bisa memastikan. Persentase keyakinannya turun dan mengambang. Ini menunjukkan keterangannya tidak konsisten,” tegas Dr. Johan.

    Sementara untuk saksi Sriati dari pihak hotel, pembela menilai kesaksiannya tidak membuktikan adanya tindak pidana. Sriati membenarkan terdakwa melakukan check-in pada 15 Mei 2024 menggunakan KTP, namun ia menegaskan tidak mengetahui siapa yang bersama terdakwa di kamar, serta tidak mendengar adanya keributan atau teriakan minta tolong.

    “Saksi tidak tahu apakah terdakwa bersama korban. Tidak mendengar teriakan minta tolong, tidak ada keributan, tidak ada laporan perkosaan. Jadi apa yang mau dikuatkan?” kata Dr. Johan.

    Dr. Johan menambahkan, ketiadaan tanda-tanda kegaduhan di hotel justru memunculkan tafsir bahwa hubungan tersebut kemungkinan dilakukan atas dasar suka sama suka. Ia juga meragukan narasi teknis pemerkosaan di dalam mobil yang melibatkan jari dan alat vital terdakwa karena dinilai tidak logis.

    Di sisi lain, pembela juga menyinggung latar belakang hubungan pribadi korban. “Korban sudah beberapa kali berpacaran dalam waktu lama dan posisi Terdakwa ini adalah pacar yang terakhir. Jangan-jangan dia sudah jebol duluan sama mantan sebelumnya,” pungkas Dr. Johan Widjaja.

    Kasus ini sendiri bermula dari perkenalan korban EP dan terdakwa Liem Tjie Sen lewat aplikasi pencarian jodoh pada 19 Februari 2024. Hubungan yang berlanjut ke ranah pribadi tersebut kemudian berujung pada laporan dugaan kekerasan seksual dengan locus delicti di Pantai Ria Kenjeran, hotel, hingga area parkir RS Mitra Keluarga Sidoarjo. [uci/beq]

  • Klinik Aborsi Ilegal di Apartemen Jaktim Sudah Layani 361 Pasien
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        17 Desember 2025

    Klinik Aborsi Ilegal di Apartemen Jaktim Sudah Layani 361 Pasien Megapolitan 17 Desember 2025

    Klinik Aborsi Ilegal di Apartemen Jaktim Sudah Layani 361 Pasien
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Polisi mengungkapkan bahwa praktik klinik aborsi ilegal yang beroperasi di sebuah apartemen di Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur, telah melayani ratusan pasien sejak mulai beroperasi tiga tahun lalu.
    “Di mana dari tahun 2022-2025 telah melayani 361 orang pasien,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Rabu (17/12/2025).
    Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Edy Suranta Sitepu mengatakan, pihaknya akan melanjutkan penyelidikan dengan mengusut seluruh pasien yang tercatat pernah menjalani praktik
    aborsi
    di klinik tersebut.
    “Kami masih melakukan pemeriksaan beberapa pasien, ya. Tentu nanti ke depan kami akan melakukan pendalaman, melakukan pemanggilan terhadap pasien-pasien yang terdata di dalam
    database
    mereka, yang ada 361 tadi,” jelas Edy dalam kesempatan yang sama.
    Pendalaman ini salah satunya bertujuan untuk mencari kemungkinan adanya pasien yang menggugurkan kandungan secara terpaksa akibat tindak kekerasan seksual atau karena masih berstatus di bawah umur.
    Namun, berdasarkan penyelidikan sementara, belum ditemukan pasien dengan kriteria tersebut.
    “Dari beberapa pasien yang kami periksa, untuk saat ini kami belum menemukan itu (pasien korban kekerasan seksual), tetapi kami akan terus mendalami dari 361 tersebut,” tutur Edy.
    Kasus sindikat aborsi ilegal ini terungkap pada Jumat (7/11/2025) berdasarkan laporan masyarakat yang mencurigai aktivitas para tersangka di sebuah apartemen di Cipinang Besar, Jakarta Timur.
    Saat polisi menggerebek salah satu unit di lantai 28 apartemen tersebut, ditemukan sejumlah alat yang digunakan untuk praktik aborsi. Darah pasien masih menempel pada beberapa peralatan, termasuk kapas.
    Polisi kemudian melakukan tes DNA dan visum terhadap dua pasien.
    “Hasil DNA darah yang terdapat di kapas maupun di sisa-sisa darah di TKP, ini sesuai dengan salah satu pasien yang sedang dilakukan aborsi,” imbuh Edy.
    Lima orang yang tergabung dalam sindikat tersebut bersama dua pasien kemudian diamankan dan dibawa ke Polda Metro Jaya.
    Adapun alur praktik aborsi ilegal ini diawali oleh tersangka YH yang memasarkan jasa melalui dua situs
    web
    dengan nama berbeda. YH mendata pasien dengan meminta identitas diri serta foto hasil ultrasonografi (USG).
    Data tersebut kemudian diteruskan kepada tersangka lain, termasuk NS yang berperan sebagai dokter pelaksana tindakan aborsi, dibantu oleh tersangka RH. Selanjutnya, pasien diminta menunggu di titik tertentu untuk dijemput oleh tersangka MA.
    Setibanya di lokasi penjemputan, ponsel pasien ditahan dan baru dikembalikan setelah tindakan selesai. Pasien kemudian dibawa ke apartemen yang digunakan sebagai tempat operasi.
    Edy menyebutkan, para pelaku kerap berganti-ganti tempat untuk menjalankan praktik terlarang tersebut.
    “Tetapi yang jelas, mereka tempatnya berpindah-pindah, dan biasanya mereka menyewa apartemen, dan itu sewa harian atau mingguan saja,” kata Edy.
    Unit apartemen yang difungsikan sebagai ruang operasi tersebut disewa oleh tersangka LN, yang juga bertugas mengantarkan pasien dari lobi ke kamar apartemen.
    Berdasarkan keterangan para tersangka, tarif satu kali tindakan aborsi berkisar antara Rp 5.000.000 hingga Rp 8.000.000. Selama tiga tahun beroperasi, sindikat ini diperkirakan meraup keuntungan sekitar Rp 2.613.700.000 dari 361 pasien.
    Dari lima tersangka, YH selaku admin memperoleh keuntungan paling besar, yakni sekitar Rp 2.500.000 hingga Rp 4.000.000 per tindakan. Sementara itu, NS sebagai pelaksana tindakan menerima Rp 1.700.000, dan tersangka lainnya memperoleh keuntungan berkisar antara Rp 200.000 hingga Rp 1.100.000.
    Atas perbuatannya, kelimanya dijerat Pasal 428 ayat 1 Jo Pasal 60 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perkosa lalu Bunuh Korban, Warga Pasuruan Divonis 18 Tahun Penjara

    Perkosa lalu Bunuh Korban, Warga Pasuruan Divonis 18 Tahun Penjara

    Pasuruan (beritajatim.com) – Pengadilan Negeri Bangil menjatuhkan putusan terhadap Zaenul Arifin bin Sudjak dalam perkara pembunuhan dan kekerasan seksual yang terjadi di Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan. Putusan majelis hakim lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang sebelumnya menuntut pidana 19 tahun penjara.

    Majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan dan kekerasan seksual sebagaimana dakwaan kesatu primair dan kedua. Atas perbuatannya, terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 18 tahun dan diperintahkan tetap berada dalam tahanan.

    Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bangil, Nanda Bagus Pramukti, menyatakan putusan tersebut masih sejalan dengan fakta persidangan yang terungkap. “Majelis hakim memutus pidana 18 tahun penjara, sementara tuntutan kami sebelumnya adalah 19 tahun,” ujarnya, Rabu (17/12/2025).

    Perkara ini bermula dari kejadian pada Minggu, (8/6/2025), sekitar pukul 04.00 WIB di sebuah rumah di Desa Kambinganrejo, Kecamatan Grati. Dalam persidangan terungkap tindakan terdakwa menyebabkan korban meninggal dunia.

    Bagus menambahkan bahwa jaksa menghormati amar putusan majelis hakim dan tidak menempuh upaya hukum lanjutan. “Baik jaksa maupun terdakwa menyatakan menerima putusan tersebut,” katanya.

    Selain pidana badan, majelis hakim juga menetapkan sejumlah barang bukti untuk dirampas dan dimusnahkan. Sementara barang bukti lainnya dikembalikan kepada para saksi yang berhak sesuai amar putusan pengadilan. (ada/but)

  • Jalani Tahap Dua Kasus Pelecehan Seksual, Bos PT Pragita Perbawa Pustaka Ditahan Jaksa

    Jalani Tahap Dua Kasus Pelecehan Seksual, Bos PT Pragita Perbawa Pustaka Ditahan Jaksa

    Surabaya (beritajatim.com) – Bimas Nurcahya, bos PT Pragita Perbawa Pustaka, menjalani tahap dua (penyerahan tersangka dan barang bukti) dari penyidik Polda Jatim ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Selasa (16/12/2025).

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Surabaya langsung melakukan penahanan terhadap tersangka. Saat dibawa petugas bersama lima tersangka perkara lain yang juga menjalani tahap dua di Kejari Surabaya, Bimas tampak memakai rompi tahanan. Dengan tangan diborgol, ia memasuki kendaraan tahanan Kejari Surabaya.

    Perkara ini berawal dari seorang wanita berinisial KC yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual. Ia melaporkan Bimas Nurcahya ke Ditreskrimum Polda Jatim dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/709/V/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tanggal 22 Mei 2025. Setelah itu, polisi melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan hingga akhirnya pendiri PT Pragita Perbawa Pustaka tersebut ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

    Penasihat hukum KC, Rizki Leneardi, menegaskan pihaknya akan terus mengawal perkara ini hingga adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Ia menjelaskan kasus pelecehan seksual terhadap korban ini bermula ketika Bimas mengajak korban mengikuti perjalanan dinas ke Surabaya dengan alasan pelatihan dan sosialisasi tentang UU Hak Cipta Lagu.

    “Kami memastikan akan mendampingi klien kami sampai proses hukum ini tuntas agar korban memperoleh keadilan,” kata Rizki dalam keterangannya, Senin (22/9/2025).

    Bimas disebut meminta korban untuk datang dan masuk ke kamar hotelnya. Pada saat itulah figur kunci sekaligus pemilik salah satu penerbit musik yang memberikan lisensi hak cipta, memantau penggunaan komposisi, mendaftarkan kredit hak cipta lagu, melakukan pengumpulan royalti, serta mendistribusikan royalti kepada pencipta lagu, sekaligus ketua sebuah asosiasi publishing di Indonesia yang menaungi lebih dari 700 pencipta lagu, diduga melakukan perbuatan pelecehan seksual terhadap korban.

    Selain KC, Rizki menyebut terdapat sejumlah korban lain dari tersangka yang juga merupakan karyawan atau mantan karyawan perusahaan pengelola dan pengurus hak cipta atas komposisi lagu (musik). Ia menyebut para saksi telah memberikan keterangan resmi kepada penyidik Unit II Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim.

    “Informasi yang kami terima saat ini, BN telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah dilakukan penahanan oleh Ditreskrimum Polda Jatim,” imbuhnya.

    Hal senada disampaikan penasihat hukum korban lainnya, Billy Handiwiyanto. Ia mengapresiasi langkah tegas kepolisian beserta kejaksaan dalam menangani kasus tersebut.

    “Kami mengapresiasi langkah kepolisian dalam menetapkan BN sebagai tersangka dan melakukan penahanan, serta kejaksaan dalam menangani kasus ini. Kami berharap kasus serupa tidak terulang kembali dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak,” jelasnya.

    Billy berharap perkara tersebut dapat segera dilimpahkan ke pengadilan serta menjadi pelajaran penting bagi seluruh pihak untuk menghentikan segala bentuk kekerasan seksual di lingkungan kerja. Terlebih, tersangka dikenal sebagai sosok yang kerap berbicara tentang UU Perlindungan Hak Cipta Lagu dalam setiap sosialisasi, namun kini dituding melakukan pelanggaran terhadap hak pekerja internal.

    Billy menilai perbuatan yang dilakukan Bimas diduga melanggar ketentuan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan diancam pidana maksimal 12 tahun penjara.

    Sementara itu, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Jules Abraham Abast membenarkan penahanan terhadap tersangka pada Senin (22/9/2025). “Sudah ditahan,” kata Abast, Senin (22/9/2025).

    Hal senada disampaikan Kanit II Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim Kompol Ruth Yeni. Menurutnya, setelah dilakukan penetapan tersangka, kemudian dilakukan penahanan sebulan setelahnya. “Tap (penetapan) tersangka 22 Agustus, penahanan tanggal 18 September 2025,” tuturnya. [uci/kun]

  • Alarm Merah Kekerasan Anak di Gresik, 31 Korban Tercatat Sepanjang 2025

    Alarm Merah Kekerasan Anak di Gresik, 31 Korban Tercatat Sepanjang 2025

    Gresik (beritajatim.com) – Kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Gresik menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa waktu terakhir. Kondisi ini memicu keprihatinan berbagai pihak dan dinilai sudah berada pada tahap alarm merah yang membutuhkan penanganan serius dan terpadu.

    Kekerasan yang terjadi tidak hanya berbentuk fisik, tetapi juga kekerasan psikis, penelantaran, hingga kekerasan seksual. Ironisnya, sebagian kasus justru terjadi di lingkungan terdekat anak, seperti rumah yang seharusnya menjadi ruang aman bagi tumbuh kembang mereka.

    Data Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (KBPPPA) setempat mencatat hingga November 2025 ada 31 anak yang menjadi korban. Jumlah tersebut belum termasuk pendampingan konseling yang telah diberikan.

    Kepala Dinas KBPPPA Gresik, dr. Titik Ernawati, mengatakan fenomena tersebut menunjukkan peningkatan kesadaran masyarakat, terutama berkaitan dengan kasus yang rentan dialami oleh anak di bawah umur.

    “Ada 10 kasus pencabulan dan 21 kasus persetubuhan sepanjang 2025. Seluruh korban merupakan anak di bawah umur berjenis kelamin perempuan,” katanya, Selasa (16/12/2025).

    Ia menambahkan, melalui sosialisasi yang masif tentang perlindungan anak menjadi salah satu indikator meningkatnya kasus kekerasan. Sebab, masyarakat kian teredukasi dan berani menjadi pelapor maupun pelopor.

    “Kami meyakini banyak kasus yang belum tertangani. Ini karena para korban tidak berani melapor jika mengalami kekerasan,” imbuhnya.

    Untuk meminimalisasi hal tersebut, lanjut Titik, pihaknya terus membuka layanan aduan dengan menggandeng ormas, perusahaan, hingga lembaga pendidikan. “Kami ingin generasi muda terlindungi tanpa terlewatkan,” urainya.

    Masih menurut Titik Ernawati, dari sekian kasus yang ditangani KBPPPA Gresik memiliki karakteristik yang cukup identik. Bermula dari kurangnya perhatian dari keluarga, kerentanan korban, hingga relasi kuasa dan kepercayaan terhadap pelaku. “Pelaku biasanya orang dekat. Kondisi ini dipengaruhi munculnya budaya diam dan takut stigma karena rasa malu,” paparnya.

    Kasus terbaru pencabulan dilakukan AM, seorang lansia berusia 53 tahun. Pelaku ini tega mencabuli cucunya sendiri yang berusia 6 tahun. Aksi bejat tersebut menyeret pelaku ke balik jeruji penjara. “Pelaku AM kami amankan setelah terbukti melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur,” pungkas Kanit PPA Satreskrim Polres Gresik, Ipda Hendri Hadiwoso. [dny/kun]

  • Polres Bondowoso Ungkap Dugaan Kekerasan Seksual Anak oleh Ayah Kandung

    Polres Bondowoso Ungkap Dugaan Kekerasan Seksual Anak oleh Ayah Kandung

    Bondowoso (beritajatim.com) – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Bondowoso menetapkan seorang pria berinisial MH (61), warga Kecamatan Taman Krocok, sebagai tersangka. MH menjadi tersangka kasus dugaan persetubuhan, pencabulan, dan kekerasan seksual terhadap anak kandungnya sendiri.

    Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang diterima polisi pada 23 Oktober 2025. Unit IV Satreskrim kemudian melakukan serangkaian penyelidikan hingga penyidikan mendalam.

    Hasilnya, MH ditetapkan sebagai tersangka setelah ditemukan bukti kuat terkait dugaan aksi bejat yang berlangsung sejak 2020 hingga September 2025.

    Korban adalah seorang pelajar berusia 16 tahun yang masih di bawah umur. Polisi menduga tindakan asusila dilakukan tersangka secara berulang dengan memanfaatkan posisi kuasa sebagai orang tua.

    Kasat Reskrim Polres Bondowoso, IPTU Wawan Triono menyampaikan bahwa pihaknya telah mengamankan tersangka dan beberapa barang bukti yang relevan.

    “Perkara ini merupakan kejahatan serius yang menyasar anak di bawah umur. Penyidik terus melakukan pendalaman untuk melengkapi berkas perkara,” ujarnya.

    Kapolres Bondowoso AKBP Harto Agung Cahyono menegaskan komitmen aparat untuk menindak tegas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

    “Tidak ada toleransi untuk kekerasan seksual, terlebih terhadap anak. Penanganan kasus ini dilakukan secara serius dengan mengedepankan perlindungan dan pemulihan korban,” tegas Kapolres.

    Atas perbuatannya, MH dijerat Pasal 81 ayat (1) dan (2) jo Pasal 76D, subsider Pasal 82 ayat (1) jo Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2016. Tersangka juga dikenakan Pasal 6 huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. (awi/but)

  • KemenPPPA dan KKP Kirim 51,9 Ton Bantuan untuk Korban Bencana Sumatera
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        13 Desember 2025

    KemenPPPA dan KKP Kirim 51,9 Ton Bantuan untuk Korban Bencana Sumatera Megapolitan 13 Desember 2025

    KemenPPPA dan KKP Kirim 51,9 Ton Bantuan untuk Korban Bencana Sumatera
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com —
    Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengirimkan 51,9 ton bantuan logistik untuk korban bencana Sumatera.
    Bantuan yang diberangkatkan melalui Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara, Sabtu (13/12/2025) ini difokuskan untuk memenuhi kebutuhan 
    perempuan dan anak
    -anak di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.
    Menteri PPPA Arifah Fauzi menyebut, penyaluran bantuan ini merupakan bentuk aksi penanggulangan bencana yang peduli pada perempuan dan anak sebagai kelompok rentan.
    “Sebagaimana mandat yang diberikan kepada kami dalam penanggulangan bencana, fokus kami memastikan bahwa penanganan bencana ini sensitif gender. Memastikan ada data terpilah antara laki-laki, perempuan, dan anak-anak, agar bantuan spesifik ini bisa lebih tepat sasaran,” ujar Arifah kepada wartawan di Dermaga Muara Baru, Jakarta, Sabtu.
    Bantuan tersebut diberangkatkan menggunakan kapal pengawas Orca 06 yang biasanya digunakan KKP untuk mengawasi perairan Indonesia.
    Selain kebutuhan pokok, KemenPPPA juga menyediakan tim dan sarana untuk pemulihan psikologis
    korban bencana
    melalui “Mobil SAPA” atau Sahabat Perempuan dan Anak di lokasi bencana.
    “Kami poskonya ada di Mobil SAPA. Mobil ini adalah mobil keliling yang dimiliki oleh Dinas P3A di beberapa provinsi. Ini digunakan untuk mereka yang butuh
    trauma healing
    atau mencari informasi terkait keluarga,” kata Arifah.
    Ia menekankan pentingnya trauma healing yang konsisten bagi korban bencana, terutama reunifikasi bagi anak-anak yang terpisah dari orangtua, dan keluarga yang kehilangan tempat tinggal.
    “Tentunya trauma healing ini enggak bisa selesai dalam sehari dua hari. Pendampingan kami akan dilakukan terus-menerus sehingga masyarakat yang membutuhkan merasa cukup,” tambahnya.
    Arifah juga menyoroti pentingnya ruang aman bagi pengungsi perempuan dan anak dari ancaman pelecehan ataupun kekerasan seksual.
    Ia mendorong Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk menyediakan fasilitas yang ramah perempuan, termasuk tempat tidur dan toilet.
    “Kami mendorong sarana prasarana pengungsi mendapat perhatian khusus. Misalkan toilet dipisah antara laki-laki dan perempuan, dan jumlahnya kalau bisa lebih banyak untuk perempuan. Karena perempuan menggunakan toilet waktunya lebih panjang,” jelas Arifah.
    Selain itu, skema pengungsian berbasis keluarga juga disarankan oleh Arifah untuk meminimalisasi risiko adanya kejahatan berbasis seksual kepada korban bencana.
    “Kami mendorong pengungsian ini berbasis keluarga. Jadi tidak bercampur baur, per keluarga supaya mencegah dan menghindarkan adanya kekerasan seksual dan juga perdagangan orang,” tegasnya.
    Sementara itu, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, menyebut pihaknya akan menjadi tim untuk menyalurkan dan mendistribusikan bantuan.
    “Hari ini 50 ton lebih, ada bahan makanan, beras, dan tadi Bu Menteri menyampaikan baju layak pakai serta kebutuhan spesifik perempuan dan anak,” ujar Nugroho.
    Rencananya, kapal bantuan ini akan bergerak pada Minggu pagi dengan rute dari Muara Baru menuju Belawan Medan, dilanjutkan ke Aceh Tamiang, Lhokseumawe, hingga terakhir di Sibolga.
    Meski begitu, Ipunk memastikan bahwa proses pengamanan wilayah laut Indonesia tidak akan terganggu, meski sebagian kapal pengawas kini digunakan untuk menyalurkan bantuan.
    “Namun, kami juga koordinasi dengan Basarnas dan petugas lain. Terkait pengawasan di laut, kami tetap melakukan pengawasan. Jumlah kapal kami semuanya ada 34, ini baru tujuh kami geser. Artinya tidak mempengaruhi pengawasan di laut,” tambahnya.
    Kompas.com
    bersama Kitabisa membuka penggalangan dana untuk membantu masyarakat Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, yang terdampak bencana.
    Dukungan Anda dapat disalurkan melalui tautan berikut:
    https://kitabisa.com/campaign/bantuwargataptengsibolga
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Amnesty International Tuding Hamas Lakukan Kejahatan Kemanusiaan

    Amnesty International Tuding Hamas Lakukan Kejahatan Kemanusiaan

    Gaza

    Amnesty International menuduh Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan selama dan setelah serangan 7 Oktober 2023 yang memicu perang Gaza. Hamas merespons laporan tersebut dan mengatakannya sebagai ‘kebohongan’.

    “Kelompok bersenjata Palestina melakukan pelanggaran hukum humaniter internasional, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama serangan mereka di Israel selatan yang dimulai pada 7 Oktober 2023,” kata lembaga pengawas hak asasi manusia itu dalam laporan setebal 173 halaman tersebut seperti dilansir AFP, Jumat (12/12/2025).

    Amnesty mengatakan pembunuhan massal warga sipil pada 7 Oktober sama dengan “kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemusnahan”.

    Hamas menolak laporan tersebut, dengan mengatakan bahwa laporan itu mengandung “ketidakakuratan dan kontradiksi”.

    “Pengulangan kebohongan dan tuduhan yang dipromosikan oleh pemerintah pendudukan (Israel) mengenai pemerkosaan, kekerasan seksual, dan perlakuan buruk terhadap tawanan jelas menunjukkan bahwa tujuan laporan ini adalah untuk menghasut dan mendistorsi citra perlawanan,” kata kelompok militan itu dalam sebuah pernyataan.

    Organisasi tersebut menyerukan agar Amnesty International mencabut “laporan yang cacat dan tidak profesional” tersebut.

    Amnesty International juga menuduh Israel melakukan genosida dalam kampanye pembalasannya di Gaza. Tuduhan itu dibantah oleh Israel.

    Kelompok hak asasi manusia tersebut mengatakan bahwa Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya di Gaza “terus melakukan pelanggaran dan kejahatan berdasarkan hukum internasional dalam menahan dan memperlakukan sandera dengan buruk serta menahan jenazah yang disita”.

    “Penahanan sandera dilakukan sebagai bagian dari rencana yang dinyatakan secara eksplisit dan dijelaskan oleh pimpinan Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya,” demikian pernyataan dalam laporan tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (isa/isa)

  • Sidang Dugaan Kekerasan Seksual, Kuasa Hukum Korban Klaim Suka Sama Suka

    Sidang Dugaan Kekerasan Seksual, Kuasa Hukum Korban Klaim Suka Sama Suka

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang tertutup perkara dugaan kekerasan seksual dengan terdakwa Liem Tjie Sen alias Sentosa Liem kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Sidang kali ini mengagendakan keterangan korban EP.

    Usai sidang Kuasa hukum Terdakwa Dr. Johan Widjaja SH,.MH, mengklaim dari keterangan korban tidak ada unsur kekerasan yang dilakukan terdakwa saat berhubungan badan dengan korban sehingga dia berkesimpulan bahwa hubungan yang terjadi antara terdakwa dan korban adalah suka sama suka.

    Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Agus Cakra Nugraha ini Terdakwa dijerat dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    ​Dr Johan mengungkapkan bahwa keterangan yang disampaikan oleh saksi korban EP menunjukkan adanya ketidakonsistenan dan perbedaan mencolok dengan keterangan terdakwa.

    ​”Di dalam suatu keterangan yang tadi itu saya amati, ada tidak konsistenan dan juga ada yang berbeda keterangan dari korban sama terdakwa,” ujar Dr. Johan.

    ​Salah satu perbedaan penting adalah soal waktu. Korban EP menyatakan kekerasan seksual dimulai awal Maret 2024 sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP), sementara terdakwa menyatakan kejadian baru dimulai pada awal April 2024,”

    ​Pihak terdakwa juga mempertanyakan klaim adanya kekerasan yang menyertai perbuatan tersebut. Dr. Johan menyebut, saat ditanya mengenai bentuk kekerasan, saksi korban menjawab hanya berupa ancaman untuk melayani.

    ​Hal ini diperkuat dengan bukti visum dari Rumah Sakit Bhayangkara yang menunjukkan tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik yang dapat dibantahkan.

    ​”Tapi dengan bukti visum yang tidak bisa dibantahkan oleh korban, yaitu tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik yang ditemukan dari Hasil visum rumah sakit Bhayangkara. Dan Itu juga diakui oleh korban. Jadi cuma bentuknya hanya ancaman-ancaman saja,” tegasnya.

    ​Kuasa hukum terdakwa, Dr. Johan Widjaja juga menanyakan alasan korban EP bersedia melakukan persetubuhan berulang kali dalam kondisi diancam. Korban menjawab bahwa ia dijanjikan pernikahan oleh terdakwa.

    ​”Itulah alasannya korban mau diajak berhubungan badan,” jelas Dr. Johan, seraya menambahkan bahwa keanehan tersebut membuat pihaknya menyampaikan kepada Majelis Hakim adanya kondisi ketidakwajaran, di mana korban yang diancam tidak pernah melapor polisi sejak awal kejadian.

    ​Terdakwa sendiri membantah semua klaim kekerasan dan pemaksaan. Menurutnya, hubungan yang terjadi, baik di mobil maupun di hotel, dilakukan atas dasar suka sama suka, bahkan terdakwa menyebut inisiatif hubungan oral justru datang dari pihak korban.

    ​Saat ditanya Majelis Hakim mengenai kemungkinan damai, korban EP menolak dengan alasan “sudah terlanjur.”

    ​Kasus ini bermula dari perkenalan antara korban EP dan terdakwa melalui aplikasi pencarian jodoh pada 19 Februari 2024, yang kemudian berlanjut menjadi hubungan asmara.

    ​Perbuatan yang didakwa dimulai pada awal Maret 2024 di Pantai Ria Kenjeran menggunakan mobil, di mana terdakwa diduga memaksa korban untuk berhubungan badan. Perbuatan serupa disebut terjadi berulang kali di hotel dan area parkir Rumah Sakit Mitra Keluarga Sidoarjo.

    ​Meskipun pihak terdakwa membantah kekerasan fisik, hasil visum et repertum dari dokter forensik RS Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya, dr. Ma’rifatul Ula, Sp.F.M., mencatat adanya luka robekan lama akibat kekerasan tumpul yang menunjukkan tanda penetrasi. [uci/ian]

  • Sidang Dugaan Kekerasan Seksual, Sentosa Liem Klaim Suka Sama Suka

    Sidang Dugaan Kekerasan Seksual, Sentosa Liem Klaim Suka Sama Suka

    ​Surabaya (beritajatim.com) – Sidang tertutup perkara dugaan kekerasan seksual dengan terdakwa Liem Tjie Sen alias Sentosa Liem kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Sidang kali ini mengagendakan keterangan korban EP.

    Usai sidang Kuasa hukum Terdakwa Dr. Johan Widjaja SH,.MH, mengklaim dari keterangan korban tidak ada unsur kekerasan yang dilakukan terdakwa saat berhubungan badan dengan korban. Dia berkesimpulan bahwa hubungan yang terjadi antara terdakwa dan korban adalah suka sama suka.

    Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Agus Cakra Nugraha ini Terdakwa dijerat dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    ​Dr Johan mengungkapkan bahwa keterangan yang disampaikan oleh saksi korban EP menunjukkan adanya ketidakonsistenan dan perbedaan mencolok dengan keterangan terdakwa.

    ​”Di dalam suatu keterangan yang tadi itu saya amati, ada tidak konsistenan dan juga ada yang berbeda keterangan dari korban sama terdakwa,” ujar Dr. Johan.

    ​Salah satu perbedaan penting adalah soal waktu. Korban EP menyatakan kekerasan seksual dimulai awal Maret 2024 sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP), sementara terdakwa menyatakan kejadian baru dimulai pada awal April 2024,”

    ​Pihak terdakwa juga mempertanyakan klaim adanya kekerasan yang menyertai perbuatan tersebut. Dr. Johan menyebut, saat ditanya mengenai bentuk kekerasan, saksi korban menjawab hanya berupa ancaman untuk melayani.

    ​Hal ini diperkuat dengan bukti visum dari Rumah Sakit Bhayangkara yang menunjukkan tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik yang dapat dibantahkan.

    ​”Tapi dengan bukti visum yang tidak bisa dibantahkan oleh korban, yaitu tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik yang ditemukan dari Hasil visum rumah sakit Bhayangkara. Dan Itu juga diakui oleh korban. Jadi cuma bentuknya hanya ancaman-ancaman saja,” tegasnya.

    ​Kuasa hukum terdakwa, Dr. Johan Widjaja juga menanyakan alasan korban EP bersedia melakukan persetubuhan berulang kali dalam kondisi diancam. Korban menjawab bahwa ia dijanjikan pernikahan oleh terdakwa.

    ​”Itulah alasannya korban mau diajak berhubungan badan,” jelas Dr. Johan, seraya menambahkan bahwa keanehan tersebut membuat pihaknya menyampaikan kepada Majelis Hakim adanya kondisi ketidakwajaran, di mana korban yang diancam tidak pernah melapor polisi sejak awal kejadian.

    ​Terdakwa sendiri membantah semua klaim kekerasan dan pemaksaan. Menurutnya, hubungan yang terjadi, baik di mobil maupun di hotel, dilakukan atas dasar suka sama suka, bahkan terdakwa menyebut inisiatif hubungan oral justru datang dari pihak korban.

    ​Saat ditanya Majelis Hakim mengenai kemungkinan damai, korban EP menolak dengan alasan “sudah terlanjur.”

    ​Kasus ini bermula dari perkenalan antara korban EP dan terdakwa melalui aplikasi pencarian jodoh pada 19 Februari 2024, yang kemudian berlanjut menjadi hubungan asmara.

    ​Perbuatan yang didakwa dimulai pada awal Maret 2024 di Pantai Ria Kenjeran menggunakan mobil, di mana terdakwa diduga memaksa korban untuk berhubungan badan. Perbuatan serupa disebut terjadi berulang kali di hotel dan area parkir Rumah Sakit Mitra Keluarga Sidoarjo.

    ​Meskipun pihak terdakwa membantah kekerasan fisik, hasil visum et repertum dari dokter forensik RS Bhayangkara H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya, dr. Ma’rifatul Ula, Sp.F.M., mencatat adanya luka robekan lama akibat kekerasan tumpul yang menunjukkan tanda penetrasi. [uci/but]