Pemimpin yang Terisolasi dari Kabar Rakyatnya
Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
“
The great enemy of the truth is very often not the lie, but the myth, persistent, persuasive, and unrealistic.
” (John F. Kennedy)
SEORANG
presiden, siapa pun dia, bergantung pada informasi yang diterimanya setiap hari. Artinya, realitas masyarakat tidak terlihat secara langsung, tapi melalui laporan, ringkasan, atau bisikan lingkaran dalam seorang presiden.
Jika informasi yang diterima utuh, analisisnya tepat, maka keputusan bisa presisi. Namun, jika terdistorsi, negara bisa tergiring ke arah yang salah, bahkan berbahaya.
Akhir-akhir ini, terdapat kesan bahwa sebagian besar publik nampaknya merasa pemerintah agak terlambat merespons aspirasi warganya, sehingga dibutuhkan demonstrasi besar atau menunggu isu-isu tertentu viral terlebih dahulu.
Boleh jadi kesan ini tidak sepenuhnya tepat, tetapi beberapa bulan terakhir, muncul persepsi bahwa langkah Presiden Prabowo Subianto kerap tertinggal dari tuntutan masyarakat.
Ketika rakyat berharap kebijakan A, yang hadir justru kebijakan B, itu pun datang terlambat. Situasi ini menimbulkan kesan bahwa data dan fakta yang seharusnya menjadi fondasi keputusan tidak sepenuhnya tersaji di meja presiden. Akibatnya, kebijakan yang mestinya dapat diputuskan cepat dan tepat justru tersendat.
Pertanyaan yang tak terhindarkan muncul di benak publik, benarkah orang-orang di sekitar Presiden Prabowo menyampaikan informasi apa adanya?
Ataukah sebagian fakta ditutup-tutupi, dipoles, bahkan disisihkan demi menjaga kenyamanan politik?
Jika yang sampai ke meja Presiden hanyalah laporan yang sudah disaring, bagaimana mungkin keputusan pemerintah bisa selaras dengan aspirasi rakyat?
Tak peduli bagaimana teknis penyampaian informasi, atau dalam kondisi apa pun Presiden berada, ia seharusnya tetap memperoleh asupan informasi yang bergizi mengenai keadaan rakyatnya.
Pemerintahan bukanlah mesin yang boleh berhenti sejenak, melainkan institusi yang bekerja dua puluh empat jam tanpa jeda.
Karena itu, keterlambatan atau distorsi informasi tidak bisa ditoleransi. Terlambat atau tedistorsi sama saja dengan membiarkan keputusan diambil dalam ruang gelap, sementara rakyat menunggu keadilan yang seharusnya hadir tepat waktu.
Dalam tradisi administrasi publik, gagasan bahwa negara harus bekerja tanpa henti sudah lama ditekankan.
Woodrow Wilson (1887) dalam
The Study of Administration
menyebut pemerintahan sebagai “the most continuous of human concerns,” yang menegaskan bahwa urusan publik tidak pernah berhenti dan karenanya administrasi harus beroperasi secara konstan serta berkelanjutan.
James Madison dalam
Federalist Papers No. 37
(1788) menulis bahwa pemerintahan “must be adequate to the exigencies of the nation,” sebuah pengingat bahwa kebutuhan rakyat tidak mengenal batas waktu.
Kajian kontemporer juga menguatkan hal ini. Farazmand (2001) dalam H
andbook of Crisis and Emergency Management
memperkenalkan konsep pemerintahan sebagai institusi “24-hour emergency system”, di mana eksekutif harus siap mengambil keputusan kapan pun krisis datang.
OECD (2018) bahkan menyebut negara modern sebagai
always-on state,
pemerintahan yang tidak mengenal jeda karena kompleksitas global menuntut respons setiap saat.
Dari perspektif ini, tidak ada alasan teknis yang dapat membenarkan keterlambatan informasi di meja Presiden.
Pemerintahan adalah kerja dua puluh empat jam, tujuh hari sepekan. Setiap penyumbatan informasi sama saja dengan memutus denyut nadi negara.
Prinsip
the right man in the right place
harus berlaku mutlak. Untuk informasi yang urgen dan darurat, Presiden harus dapat mengandalkan lembaga yang memang berwenang, seperti Badan Intelijen Negara maupun lembaga strategis terkait intelijen lainnya.
Lembaga itupun dituntut menyajikan laporan yang utuh dan berdaging, bukan potongan kabar yang terdistorsi.
Dalam konteks ini, tidak boleh ada pihak yang tidak berkepentingan ikut mencampuri, apalagi mengambil alih peran di luar tugas pokok dan fungsinya.
Hirarki eksekutif harus dihormati agar informasi yang sampai ke Presiden benar-benar murni, tepat waktu, dan relevan dengan kebutuhan negara.
Jangan sampai kedekatan personal dijadikan alasan untuk melangkahi kewenangan institusi yang sah.
Literatur ilmu politik modern menekankan pentingnya
institutionalization of power
(Huntington, 1968), yaitu kekuasaan yang dijalankan harus melalui prosedur kelembagaan, bukan hubungan pribadi. Ketika jalur formal diabaikan, prinsip spesialisasi runtuh, dan muncullah nepotisme.
Robert Klitgaard (1988) dalam kajiannya tentang korupsi juga menegaskan bahwa ketika kewenangan bercampur dengan kedekatan personal, peluang penyalahgunaan menjadi lebih besar.
Itulah yang sering menyalakan kemarahan rakyat di banyak negara, dari Amerika Latin hingga Asia, karena publik menyaksikan negara dijalankan oleh jaringan kekerabatan dan loyalitas pribadi, bukan oleh kompetensi dan otoritas institusional.
Dalam literatur ekonomi politik, penyumbatan informasi sering dijelaskan lewat kerangka
bureaucratic politics model
(Allison & Zelikow, 1999).
Di sini, kebijakan tidak lahir dari satu komando tunggal, melainkan dari tarik menarik antar aktor birokrasi yang masing-masing membawa agenda.
Informasi yang akhirnya sampai ke Presiden bukanlah cermin murni kondisi lapangan, melainkan hasil tawar-menawar kepentingan.
Douglas North (1990) menyebut fenomena ini sebagai bukti rapuhnya institusi, aturan main negara dikalahkan oleh kalkulasi sempit aktor yang berkuasa atas aliran informasi.
Dalam kondisi seperti ini, keputusan publik rawan bias, bahkan salah arah, bukan karena Presiden tidak mau bertindak, melainkan karena bahan baku keputusan sudah terdistorsi sejak awal.
Risikonya tidak berhenti pada kemungkinan lahirnya keputusan yang keliru. Lebih dari itu, pemimpin dapat terjebak dalam ruang gema, merasa keadaan terkendali sementara masyarakat justru menanggung beban yang berat.
Situasi semacam ini membuat negara lamban merespons krisis, sekaligus menggerus kepercayaan publik yang melihat ketidaksetaraan antara pernyataan pemimpin dan pengalaman sehari-hari mereka.
Fenomena seperti ini sebenarnya sudah menjadi bagian integral politik pemerintahan. Sejarah pemerintahan modern memberi banyak bukti bagaimana pemimpin bisa terjebak dalam gelembung data.
Di Cina, penelitian King, Pan, & Roberts (2013) menunjukkan bagaimana sistem sensor dan kontrol arus informasi membuat pimpinan hanya menerima gambaran tertentu dari realitas sosial.
Kritik publik kerap disaring, sementara informasi yang menekankan stabilitas diperbesar. Akibatnya, pemimpin bisa merasa masyarakat terkendali, padahal di bawah permukaan ketidakpuasan terus menumpuk.
Hal itu terlihat di Nepal baru-baru ini. Perdana Menteri Khadga Prasad Sharma Oli menerima pasokan informasi yang terbatas mengenai keresahan rakyat atas kondisi ekonomi dan praktik korupsi. Lingkaran dalam yang sarat nepotisme justru menutupi gejolak publik.
Akibatnya, Sharma tidak sepenuhnya mengetahui kemarahan masyarakat, terutama generasi muda yang resah menatap masa depan, sementara para pejabat dan keluarganya justru memamerkan kemewahan di berbagai media sosial.
Alih-alih memperbaiki ekonomi dan menertibkan perilaku pejabatnya, pemerintah justru memilih menutup 26 platform media sosial. Alasannya untuk mengatasi hoaks, ujaran kebencian, dan penipuan daring.
Namun, langkah itu diambil karena Sharma diyakinkan bahwa sumber kegaduhan publik adalah maraknya berita palsu, bukan krisis nyata yang dirasakan rakyat.
Kebijakan itu berbalik arah. Generasi muda, yang kehidupannya lekat dengan dunia digital, turun ke jalan dan mengepung rumah para pejabat, termasuk kediaman perdana menteri.
Salah informasi berujung pada salah langkah, dan salah langkah berakhir pada perlawanan rakyat.
Di Myanmar, sejak kudeta militer 2021, Human Rights Watch (2022) mencatat bagaimana junta berusaha mengendalikan aliran informasi baik ke publik maupun ke pucuk pimpinan.
Laporan tentang krisis ekonomi dan protes sosial disaring ketat. Hasilnya, kebijakan rezim kerap terputus dari realitas dan memperparah krisis politik.
Contoh lain datang dari Sri Lanka. Menurut International Crisis Group (2022), lingkaran keluarga Rajapaksa menutup-nutupi data fiskal dari Presiden Gotabaya Rajapaksa. Krisis devisa yang sebenarnya genting dipoles seolah terkendali.
Begitu cadangan menipis dan rakyat turun ke jalan menuntut pangan dan energi, Presiden pun kehilangan legitimasi.
Tak ada kesangsian, keterlambatan informasi berdampak langsung pada kebijakan.
Mari ambil contoh sederhana dari kasus jaminan sosial. Jika Presiden terlambat tahu ada pekerja informal meninggal karena kecelakaan kerja, misalnya, maka sinyal untuk memperbaiki sistem jaminan ketenagakerjaan juga ikut tertunda.
Padahal satu nyawa yang hilang bisa menjadi peringatan dini untuk menyelamatkan ribuan nyawa lain.
Dalam konteks politik, pemimpin yang terus-menerus disuguhi laporan manis akan berisiko kehilangan legitimasi.
Rakyat mudah menangkap ketidaksinkronan antara apa yang diucapkan pemimpin dengan apa yang mereka alami sehari-hari. Situasi semacam ini merupakan resep klasik bagi lahirnya krisis kepercayaan.
Pertanyaan pentingnya adalah mengapa lingkaran dalam cenderung menyaring informasi. Ada yang berangkat dari motif protektif, yaitu keinginan menjaga agar pemimpin tidak terlalu terbebani dengan kabar buruk.
Ada pula yang bermula dari motif politik, demi mengamankan posisi dengan menampilkan keadaan seolah terkendali.
Tidak jarang juga muncul motif ekonomi, ketika informasi berubah menjadi sumber rente yang hanya dapat diakses dan diolah oleh pihak tertentu.
Seluruh motif tersebut beroperasi dalam ruang yang sama, yakni ketiadaan mekanisme kontrol yang efektif.
Selama Presiden tidak memiliki kanal alternatif untuk mendengar suara rakyat secara langsung, lingkaran dalam akan tetap menjadi penyaring tunggal yang menentukan versi realitas apa yang sampai ke pucuk kekuasaan.
Menghadapi masalah sekompleks ini, langkah perbaikan sebaiknya ditempuh secara bertahap dan realistis.
Satu, meningkatkan transparansi atas data publik yang sudah tersedia, tanpa perlu membangun sistem baru yang rumit dan tanpa menambah personel yang tidak relevan.
Banyak kementerian dan lembaga sebenarnya telah mengumpulkan data penting, tetapi informasi itu masih tersebar dan tidak terintegrasi.
Tugas utama pemerintah adalah menyatukan data tersebut dalam sistem yang dapat diakses lintas lembaga, lalu memastikan ringkasannya sampai ke Presiden tanpa jeda.
Dua, memperkuat fungsi penasihat Presiden yang bersifat independen, bukan dengan membentuk lembaga baru, melainkan dengan mengoptimalkan mekanisme yang sudah ada seperti Kantor Staf Presiden atau Dewan Pertimbangan Presiden.
Yang diperlukan adalah memastikan kursi di dalamnya ditempati oleh sosok dengan keahlian teruji, bukan sekadar representasi politik.
Pada kenyataannya, pemerintah sudah memiliki segambreng unit dan lembaga pengumpul informasi, mulai dari kementerian teknis, lembaga survei, hingga badan intelijen.
Namun, pertanyaan yang lebih mendasar adalah apakah semua informasi itu benar-benar sampai ke
end user
, yaitu pejabat yang berwenang mengambil keputusan, atau justru berhenti di lapisan birokrasi menengah yang menyaring sesuai kepentingannya?
Tiga, membangun saluran aspirasi publik yang sederhana dan fungsional. Alih-alih membuat portal baru yang berisiko mandek, pemerintah dapat memaksimalkan kanal pengaduan yang sudah ada seperti SP4N-LAPOR! dengan kewajiban agar ringkasan keluhan utama disampaikan langsung dalam rapat kabinet mingguan.
Cara ini lebih mudah diterapkan daripada menciptakan sistem baru yang justru kompleks.
Selama ini, saluran semacam itu justru sering terabaikan. Tidak jelas apakah situs-situs pengaduan benar-benar dimanfaatkan sebagai jembatan antara rakyat dan pemerintah, atau sekadar dijadikan formalitas belaka.
Tanpa mekanisme yang memastikan keluhan sampai ke pengambil kebijakan, kanal tersebut hanya menjadi etalase digital yang menghabiskan anggaran tanpa daya guna.
Empat, menumbuhkan budaya birokrasi yang berani menyampaikan kabar buruk. Perubahan budaya tentu tidak bisa instan, tetapi dapat dimulai dengan memberi perlindungan bagi pejabat menengah yang berani melaporkan informasi tidak populer.
Dengan perlindungan itu, informasi yang sampai ke pucuk pimpinan tidak hanya berupa kabar baik, tetapi juga peringatan dini yang penting bahkan genting.
Masalahnya, birokrasi kita tidak terbiasa menghadapi risiko, tidak terbiasa membicarakan skenario terburuk, dan tidak terbiasa menyusun langkah antisipasi sejak dini.
Kalaupun dibahas, percakapan itu biasanya berlangsung terbatas di ruang internal, tidak melibatkan masyarakat sebagai pihak yang paling terdampak.
Padahal, mengenali risiko justru penting agar dampak yang lebih buruk dapat dicegah. Ketiadaan tradisi ini membuat perangkat antisipatif kita minim dan rapuh ketika berhadapan dengan guncangan besar.
Maka jangan berharap Indonesia bisa seketika meniru Jepang atau negara lain yang telah membangun
early warning system
yang mumpuni.
Untuk sampai ke sana, keberanian menyampaikan kabar buruk, baik di dalam birokrasi maupun secara terbuka kepada rakyat, harus lebih dulu menjadi budaya.
Jika kita bicara apa adanya, perangkat apa yang tidak dimiliki pemerintah untuk menghimpun informasi? Semuanya sesungguhnya sudah dimiliki.
Pemerintah memiliki berlapis instrumen yang mampu menangkap data dari masyarakat, lembaga riset, hingga teknologi digital yang semakin canggih. Tidak ada alasan bagi negara modern untuk merasa terisolasi dari arus informasi.
Tantangannya justru terletak pada bagaimana informasi itu dikelola dan disampaikan. Lingkaran terdekat pemimpin bisa menjadi jembatan yang memperlancar, tetapi juga berpotensi menjadi tembok yang menahan.
Di titik inilah ujian kepemimpinan sesungguhnya, apakah Presiden mendapatkan gambaran utuh dari realitas rakyat, atau hanya versi yang telah dipilah-pilah oleh lingkaran dalamnya.
Terakhir, wacana pembatasan satu orang satu akun media sosial, misalnya, mudah dianggap publik sebagai upaya membatasi kebebasan berekspresi.
Alih-alih menyelesaikan masalah, kebijakan semacam itu justru berisiko menurunkan kepercayaan dan memicu resistensi.
Dalam hal ini, pemerintah perlu juga berhati-hati atas rencana penerapan kebijakan tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: kecelakaan
-
/data/photo/2025/01/23/6791fccb4af7a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Pemimpin yang Terisolasi dari Kabar Rakyatnya Nasional
-

Proyek Saluran Air Pemkot Surabaya di Gayungan Makan Korban
Surabaya (beritajatim.com) – Seorang pekerja proyek saluran air di Jalan Gayungsari Barat, Gayungan, tewas usai terjepit material Box Culvert, Selasa (16/9/2025) kemarin. Dari informasi yang dihimpun Beritajatim.com, pekerja yang tewas dalam proyek Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya itu adalah sang mandor bernama Sutrisno warga Bojonegoro.
Sejumlah warga yang berada di lokasi mengatakan, Sutrisno tewas karena tertimpa material box culvert dan U-Ditch berukuran besar. Tubuh Sutrisno lantas terhimpit di antara material box culvert dan tiang listrik yang berada di Jalan Gayungsari Barat 29.
“Kejadiannya jam 2 pagi. Saat itu korban langsung dibawa menggunakan mobil pikap ke Rumah Sakit Bhayangkara,” kata salah satu warga yang enggan namanya disebut.
Mayoritas warga mengetahui jika Sutrisno merupakan pekerja dari CV Samoka. Namun, papan yang berada di lokasi proyek bertuliskan PT Bumindo Sakti. Dari keterangan yang dihimpun, CV Samoka merupakan perusahaan yang bertanggung jawab melakukan pemasangan gorong-gorong di Jalan Gayungsari Barat. Lokasi yang sama tempat Sutrisno merenggut nyawa.
“Sebelum polisi datang, itu korban sudah dibawa duluan oleh rekan-rekan yang lain,” jelasnya.
Sutrisno sempat menjalani perawatan intensif selama 3 hari di RS Bhayangkara. Namun, ia dinyatakan meninggal dunia oleh tim dokter dan dipulangkan ke tempat asalnya.
Sementara itu, Kapolsek Gayungan Kompol Yanuar Tri Ratna Sanjaya membenarkan kecelakaan kerja yang terjadi di proyek saluran air Pemkot Surabaya itu. Namun, pihaknya hanya melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) awal.
“Kami hanya melakukan penangan awal. Yaitu menjaga dan mengawal olah TKP yang dilakukan tim inafis Satreskrim Polrestabes Surabaya,” kata Yanuwar.
Senada dengan Yanuwar, Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Rina Shanti menjelaskan bahwa proses hukum terkait peristiwa kecelakaan kerja tersebut masih didalami oleh pihak Satreskrim.
“Masih penyelidikan ya. Nanti akan kami sampaikan kelanjutannya,” pungkas Rina. (ang/ian)
-

Warning Gempa Besar Guncang Jepang, 300.000 Orang Tewas
Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah China tiba-tiba memperingatkan warganya di Jepang. Mereka diminta untuk mengambil tindakan pencegahan dan terus waspada.
Dalam laporan Global Times, Kedutaan Besar China di Jepang mengeluarkan pemberitahuan itu Senin. Ini menyusul rilis pemerintah Jepang 31 Maret soal gempa di Palung Nankai yang bisa membuat 298.000 orang tewas.
“Jepang adalah negara yang rentan terhadap gempa bumi yang sering terjadi. Pada bulan Agustus tahun lalu, gempa bumi berkekuatan 7,1 Skala Richter melanda Prefektur Miyazaki di ujung barat Palung Nankai, yang mendorong pemerintah Jepang untuk mengeluarkan peringatan gempa besar,” kata kedutaan dikutip Sabtu (20/9/2025).
“Menurut laporan media Jepang, pemerintah Jepang merilis penilaian risiko terbaru untuk gempa besar Palung Nankai pada tanggal 31 Maret, yang meningkatkan kemungkinan terjadinya peristiwa seperti itu dalam 30 tahun ke depan dari 70% menjadi 80%,” catat kedutaan lagi.
“Gempa bumi yang berpotensi terjadi dapat berdampak pada wilayah yang luas yang membentang dari Okinawa di barat hingga Fukushima di timur, berpotensi menyebabkan 298.000 kematian dan mengakibatkan kerugian ekonomi hingga US$1,8 triliun.”
Selain mengingatkan warga negaranya, kedutaan China juga memberi tips untuk meningkatkan kewaspadaan dan mempersiapkan diri, memantau informasi terkait gempa bumi dengan saksama dan merencanakan perjalanan, studi, atau pembelian properti di Jepang dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan berbagai faktor risiko. Warga China disarankan untuk mengidentifikasi lokasi evakuasi terdekat terlebih dahulu dan mengikuti instruksi evakuasi pemerintah setempat tanpa penundaan.
Sementara itu mengutip Newsweek, belum ada komentar dari pemerintah Jepang soal ini. Hingga berita diturunkan belum ada tanggapan.
Namun lama itu mencatat gempa bumi telah melanda palung di lepas pantai selatan pulau utama Jepang setiap 100 hingga 150 tahun, dengan yang terakhir tercatat pada tahun 1946. Ada kemungkinan 70-80% gempa besar terjadi dalam 30 tahun, memang perkiraan pemerintah.
Gempa dengan magnitudo 9,0 melanda pesisir timur Jepang pada 11 Maret 2011, menjadi gempa bumi terbesar yang pernah tercatat di negara tersebut. Gempa tersebut memicu tsunami dan menyebabkan kecelakaan nuklir, menewaskan 19.729 orang, dengan 2.559 orang masih dilaporkan hilang secara resmi.
Di sisi lain, menurut Badan Meteorologi Jepang, total enam gempa bumi dengan magnitudo 2,5 atau lebih dalam 24 jam hingga pukul 6 sore pada Selasa waktu setempat. Gempa terbesar adalah gempa berkekuatan 4,8 skala Richter yang melanda lepas pantai timur pulau Hokkaido di Jepang utara.
Jepang merupakan bagian dari sabuk seismik “Cincin Api” di tepi luar Samudra Pasifik, yang berada di sepanjang batas lempeng tektonik yang bergerak perlahan. Sekitar 81% gempa bumi terbesar di dunia terjadi di wilayah ini, menurut Survei Geologi Amerika Serikat.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
-

Korlantas Polri Bekukan Penggunaan Sirine-Rotator di Mobil Patwal
Bisnis.com, JAKARTA — Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri telah membekukan penggunaan sirine dan rotator dalam mobil patroli pengawal (patwal).
Hal tersebut merupakan tanggapan Kakorlantas Polri, Irjen Agus Suryonugroho dalam menanggapi keluhan suara sirine “Tot tot Wuk Wuk” maupun lampu rotator patwal di jalanan.
“Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu,” ujarnya di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (19/9/2025).
Dia menambahkan, suara dari sirine dan rotator telah mengganggu pengguna kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat saat di perjalanan.
Di samping itu, Agus menyatakan juga bahwa dirinya telah mengevaluasi ketentuan dalam penggunaan sirine dan rotator agar digunakan sebagaimana mestinya.
“Karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi padat, ini kita evaluasi biarpun ada ketentuannya pada saat kapan menggunakan sirene termasuk tot tot,” pungkasnya.
Perlu diketahui, secara eksplisit dalam UU No.22/2009 tentang LLAJ telah diatur rotator maupun sirine bisa digunakan oleh sejumlah jenis kendaraan yang memiliki hak utama di jalanan.
Pada Pasal 134 beleid itu mengemukakan bahwa penggunaan rotator dan sirine melekat pada mobil pengawalan, pemadam kebakaran, pimpinan lembaga negara.
Kemudian, tamu negara, tamu pejabat negara asing, ambulance, mobil jenazah, konvoi kepentingan tertentu, dan kendaraan penolong kecelakaan.
Adapun, Pasal 135 penggunaan rotator biru atau merah dan sirine bisa digunakan oleh patwal untuk mengawal kendaraan yang berhak tersebut.
“Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene,” bunyi Pasal 135 UU No.22/2009 tentang LLAJ.
-
/data/photo/2025/09/19/68cd5b940d02f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Agen Travel Minta Pemprov Jatim Bangun Jalur Penyelamatan di Gunung Bromo Surabaya 19 September 2025
Agen Travel Minta Pemprov Jatim Bangun Jalur Penyelamatan di Gunung Bromo
Tim Redaksi
JEMBER, KOMPAS.com
– Astana Pariwisata Tapal Kuda (Asparta) mendukung usulan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengenai pembuatan jalur penyelamatan menuju Bromo.
Bagi banyak agen travel atau perjalanan terutama sopir-sopir bus pariwisata, jalur penyelamatan itu sangat dibutuhkan dalam keadaan darurat sehingga bisa mengantisipasi banyak korban kecelakaan.
Ketua Asparta Ahmad Imron Rosyadi berharap Pemerintah Provinsi Jatim terus mengawal hal tersebut.
Bila menjadi wewenang pemerintah pusat, tambahnya, gagasan itu diharapkan bisa segere terealisasi.
“Jalur penyelamatan darurat di Bromo sangat dibutuhkan,” kata Imron usai melakukan tahlilan di rumahnya di Kelurahan Kebon Agung Kecamatan Kaliwates, Jember, Jumat (19/8/2025).
Ahmad menyebut, Dieng di Wonosobo telah memiliki jalur alternatif tersebut.
“Kenapa di Bromo tidak ada?,” tanyanya.
Namun, pihaknya berharap tak hanya di jalur Bromo nantinya yang dibangun jalan alternatif untuk penyelamatan.
Tapi juga jalur-jalur lain terutama daerah wisata yang sangat ekstrem dan curam.
Seperti jalur Kawah Ijen di Bondowoso dan Banyuwangi, Piket Nol Lumajang, hingga Arak-arak Situbondo.
Di Jember, tambahnya, destinasi wisata yang perlu dibangun jalur penyelamatan ialah Tanjung Papuma dan Rembangan.
Menurutnya, jalur alternatif itu sangat membantu para pengguna jalan tak hanya bus pariwisata, tetapi juga truk dan mobil pribadi.
“Kami hampir tahu persis di lapangan, ini sangat penting. Mohon pemerintah turun mewujudkan betul jalur alternatif,” tegasnya.
Pemilik agen perjalanan di Jember itu menyampaikan duka cita mendalamnya atas kecelakaan bus di jalur Bromo yang menewaskan 9 orang pada Minggu (14/9/2025) lalu.
Ahmad bersama belasan anggota Asparta menggelar tahlilan dan do’a bersama untuk para korban kecelakaan maut itu.
“Kami sangat peduli sebagai sesama pelaku pariwisata, semoga korban yang meninggal diterima oleh Allah, yang sakit disembuhkan, serta keluarga yang ditinggalkan bersabar,” katanya.
Acara tahlil itu diikuti oleh perwakilan agen perjalanan wisata, PO bus, dan tour leader dari Jember, Banyuwangi, hingga Bondowoso, Jawa Timur.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2022/01/24/61ede117e2ced.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ambulans Bawa Pasien Darurat Dihadang Innova di Tuban, Pengemudi Bersitegang Surabaya 19 September 2025
Ambulans Bawa Pasien Darurat Dihadang Innova di Tuban, Pengemudi Bersitegang
Tim Redaksi
TUBAN, KOMPAS.com
– Dua mobil ambulans yang mengantarkan pasien darurat dihadang sebuah mobil pribadi Toyota Innova di Jalan Raya Parengan-Ponco, Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Penghadangan tersebut membuat kedua pengemudi mobil ambulans menghentikan mobilnya di tengah jalan hingga mengakibatkan kemacetan sejenak.
Para pengemudi ambulans merasa geram dan menarik pengemudi mobil Toyota Innova keluar lalu menunjukkan kondisi pasien yang sedang darurat dalam mobil.
Aksi para pengemudi mobil ambulans tersebut pun direkam oleh warga sekitar dan videonya disebarkan melalui media sosial hingga viral.
Kapolsek Parengan, Iptu Ramelan mengatakan, penghadangan mobil ambulans yang viral tersebut terjadi di Jalan Raya Parengan-Ponco, sekitar pukul 10.00 WIB, Rabu (17/9/2025).
Saat itu, dua unit mobil ambulans dari Puskesmas Ponco dan Parengan sedang mengangkut korban kecelakaan yang harus dirujuk ke RSUD Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro.
Dalam perjalanan, dua mobil ambulans yang berjalan beriringan tersebut mendapati mobil truk dan mobil Toyota Innova yang berjalan searah di depannya.
Mendengar sirene ambulans tersebut, mobil truk berusaha menepi untuk memberikan kesempatan iring-iringan mobil ambulans lewat.
Namun, mobil Toyota Innova justru hendak mendahului mobil truk dan mengabaikan mobil ambulans yang membawa pasien di belakangnya.
“Saat mendahului tersebut, ambulans melaju kencang dari belakang hingga terjadi benturan antara mobil Toyota Innova dan mobil ambulans,” kata Iptu Ramelan, dikonfirmasi
Kompas.com
, Jumat (19/9/2025).
Pengemudi mobil Toyota Innova yang tidak terima lalu berusaha mengejar dan mengadang dua mobil ambulans yang melaju kencang membawa korban kecelakaan yang sedang darurat tersebut.
Merasa laju mobilnya dihalangi, kedua pengemudi ambulans berinisiatif berhenti dan mendapati pengemudi mobil Toyota Innova justru marah, dikira tidak membawa korban darurat.
“Kedua pengemudi ambulans pun menarik pengemudi mobil Toyota Innova keluar dan menunjukkan pasien yang dibawanya dalam kondisi darurat,” ucapnya.
Saat dilakukan penelusuran oleh pihak kepolisian, ternyata pengemudi mobil Toyota Innova diketahui bernama Hendrik Susanto (39), asal Desa Seranak, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
“Mereka kami panggil untuk mediasi dengan Kepala Puskesmas, dan
Alhamdulillah
bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Pihak pengemudi mobil Toyota Innova meminta maaf,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/19/68cd472b79e94.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Diduga Lepas Kendali, Mobil Tabrak 3 Motor di Cisauk Megapolitan 19 September 2025
Diduga Lepas Kendali, Mobil Tabrak 3 Motor di Cisauk
Tim Redaksi
TANGERANG, KOMPAS.com –
Sebuah mobil Isuzu MU-X diduga hilang kendali dan menabrak tiga pengendara motor di Perempatan Jalan BSD Raya Utama, tepatnya di depan Simpang The Icon, Cisauk, Kabupaten Tangerang, Jumat (19/9/2025) sekitar pukul 13.30 WIB.
Seorang saksi mata di lokasi, Gunawan (41), mengatakan mobil berwarna hitam itu datang dari arah Jalan Tekno Niaga menuju perempatan Jalan BSD Raya Utama.
Saat sampai di perempatan, mobil tersebut oleng dan menabrak
water barrier
atau pembatas jalan, lalu menerobos hingga ke tengah jalan dan menabrak tiga kendaraan.
“Mobilnya lepas kendali. Dia nabrak
water barrie
r, lalu nyebrang ke jalan lain dan kena tiga motor,” ujar Gunawan saat ditemui
Kompas.com
di lokasi, Jumat.
Akibat kecelakaan tersebut, seorang pengemudi ojek online (ojol) meninggal dunia di lokasi. Dua pengendara lainnya, yakni seorang ojol dan seorang warga, mengalami luka ringan.
Menurut Gunawan, pengemudi mobil yang belum diketahui identitasnya itu langsung berhenti di tengah jalan. Ia terlihat syok dan tidak keluar dari kendaraannya.
Warga yang menyaksikan kejadian tersebut segera mengevakuasi para korban ke tepi jalan. Mobil pelaku juga ikut dipindahkan.
“Ramai banget pada bantu korban. Pengemudi mobilnya enggak sampai diamuk sih. Dia di dalam mobil aja, keliatan syok tapi dijaga warga,” kata Gunawan.
Tak lama setelah kejadian, warga menghubungi rumah sakit untuk meminta didatangkan ambulans. Sekitar 20 menit kemudian, ambulans datang dan membawa korban yang meninggal dunia ke RSUD Kabupaten Tangerang.
Sementara itu, dua pengendara lainnya juga dibawa untuk mendapat perawatan medis.
“Satu pengendara itu warga biasa dan dibawa ke Eka Hospital buat diobatin di sana. Satunya lagi ojol, dia diobatin sama teman-temannya,” jelas Gunawan.
Lebih lanjut, menurut Gunawan, pengemudi mobil Isuzu MU-X itu masih berusia muda.
“Masih pelajar kayaknya, soalnya melihat muda tapi lagi pakai bajunya biasa, bukan seragam sekolah,” kada dia.
Beberapa menit setelah ambulans tiba, polisi dari Polres Tangerang Selatan mendatangi lokasi.
Pengemudi mobil langsung diamankan bersama seluruh kendaraan yang terlibat untuk penyelidikan lebih lanjut.
“Ambulan duluan yang datang, baru polisi sekitar 10 menit kemudian,” ucap Gunawan.
Hingga berita ini ditulis, belum ada konfirmasi resmi dari polisi terkait peristiwa tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Kabel Internet Semrawut Dipotong, Pemkab Jombang Berikan Efek Jera kepada Provider
Jombang (beritajatim.com) – Pemkab Jombang kembali menunjukkan komitmennya untuk menjaga keselamatan warga dan ketertiban kota dengan mengambil langkah tegas menertibkan kabel fiber optik (FO) yang semrawut.
Penertiban ini dilakukan untuk mencegah potensi kecelakaan lalu lintas dan merespons keluhan masyarakat serta insiden-insiden yang timbul akibat pemasangan kabel yang tidak sesuai dengan standar.
Pada Jumat (19/9/2025), Plt Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Jombang, Purwanto, yang juga menjabat sebagai Asisten Pemerintahan dan Kesra Setdakab Jombang, memimpin langsung operasi penertiban ini.
Tim gabungan yang terdiri dari Satpol PP, Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Inspektorat, Dinas Kominfo, dan Bagian Hukum turun ke lapangan untuk melakukan penataan ulang kabel-kabel yang tidak terpasang dengan benar di area-area vital.
Fokus Utama Penertiban di Area Perempatan Jalan Juanda dan RSUD Jombang
Salah satu titik fokus penertiban adalah perempatan Jalan Juanda dan area sekitar RSUD Jombang. Di lokasi ini, kabel dan tiang FO ditemukan menghalangi rambu lalu lintas dan mengganggu pandangan pengguna jalan.
Petugas menemukan sejumlah tiang kabel FO yang terpasang terlalu berdekatan, yakni sekitar 4 hingga 5 tiang, yang menimbulkan potensi bahaya serius bagi pengendara dan pejalan kaki.
Sebelumnya, pada Rabu (17/9), Satpol PP Jombang juga telah melakukan penertiban serupa di berbagai titik. Operasi ini diberi nama “Operasi Empati”, yang merupakan respons cepat terhadap keluhan warga yang disampaikan melalui media sosial atau laporan langsung mengenai kabel-kabel liar yang melintang di atap rumah dan pemasangan tiang yang tidak memadai, sehingga membahayakan keselamatan umum.
Penertiban Berlanjut Secara Masif di Seluruh Wilayah
Menurut Purwanto, penertiban kabel fiber optik akan terus dilakukan secara masif, tidak hanya di wilayah kota, tetapi juga akan menyasar kecamatan dan desa. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua pemasangan kabel dan tiang fiber optik telah mematuhi aturan dan perizinan yang berlaku, serta untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan tertib bagi masyarakat.
Purwanto juga mengimbau kepada para penyedia layanan atau provider untuk lebih bertanggung jawab dalam menata infrastruktur mereka, memastikan bahwa tidak ada lagi kabel yang membahayakan pengguna jalan maupun masyarakat secara umum.
Langkah Tegas, Kabel Dipotong dan Diamankan
Sebagai langkah tegas, kabel-kabel yang tidak sesuai aturan langsung dipotong dan diamankan di Kantor Satpol PP Jombang. Bagi provider yang merasa memiliki kabel yang ditertibkan, mereka dapat mengambilnya kembali dengan menunjukkan bukti kepemilikan.
Langkah ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mendorong vendor untuk lebih memperhatikan dan mematuhi regulasi demi terciptanya keamanan dan ketertiban bersama.
“Atas dasar masukan masyarakat, juga masukan yang ada di media sosial, penertiban ini akan terus kami lakukan,” ujar Purwanto, menegaskan komitmen Pemkab Jombang untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh warganya. [suf]
-

Helikopter Black Hawk AS Jatuh Saat Latihan, Picu Kebakaran Hutan
Washington –
Sebuah helikopter Black Hawk milik Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) terjatuh saat melakukan misi latihan di negara bagian Washington. Kecelakaan helikopter ini memicu kebakaran hutan di wilayah tersebut, hingga membutuh respons darurat besar-besaran.
Empat personel militer AS yang ada di dalam helikopter tersebut, belum diketahui kondisinya.
Kecelakaan Black Hawk ini, seperti dilansir Newsweek, Jumat (19/9/2025), terjadi di dekat Pangkalan Gabungan Lewis-McChord di Washington pada Rabu (16/9) malam waktu setempat.
Sejumlah pejabat militer AS menyebut helikopter jenis MH-60 Black Hawk yang digunakan oleh Resimen Penerbangan Operasi Khusus ke-160 Angkatan Darat AS itu terjatuh di area Danau Summit, sebelah barat Olympia.
Penyebab kecelakaan itu masih dalam penyelidikan.
“Situasi ini masih aktif dan terus berlangsung,” demikian pernyataan Angkatan Darat AS.
Juru bicara Angkatan Darat AS, Ruth Castro, mengatakan kepada Associated Press bahwa insiden ini ditangani sebagai misi pencarian, dan para petugas “paling profesional dan terampil” sedang melakukan penanganan di lokasi kejadian. Dia menambahkan pihaknya bekerja sama sepenuhnya dengan penegak hukum.
Dituturkan Departemen Sumber Daya Alam Washington bahwa kecelakaan Black Hawk itu memicu kebakaran yang meluas di area seluas 4.000 meter persegi pada Kamis (18/9) pagi waktu setempat.
Para petugas pemadam kebakaran setempat bekerja sama dengan personel militer dan petugas pemadam khusus kebakaran hutan berjibaku memadamkan api.
Sheriff Thurston County, Derek Sanders, dalam pernyataannya bahwa para deputinya dan tim tanggap darurat telah mencapai lokasi kecelakaan helikopter itu, namun kebakaran yang terjadi di area itu menghambat upaya penyelamatan.
“Para deputi telah menemukan lokasi kecelakaan, tetapi belum dapat melanjutkan upaya penyelamatan karena lokasi kejadian masih dilanda kebakaran dan alas kaki mereka mulai kepanasan,” tutur Sanders dalam pernyataannya.
Menurut situs pelacakan penerbangan ADS-B Exchange, helikopter Black Hawk itu terakhir kali mengirimkan sinyal pada pukul 19.45 waktu setempat di lokasi berjarak sekitar 4 kilometer sebelah timur Danau Summit. Sejumlah helikopter penyelamat dikerahkan untuk membantu pencarian dan penyelamatan.
Lihat juga Video: Penyelidik Ungkap Detik-detik Tabrakan Pesawat-Black Hawk di AS
Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
