Jakarta, Beritasatu.com – Nasib buruk kembali menyelimuti Boeing. Produsen pesawat asal Amerika Serikat (AS) ini kembali menjadi sorotan dunia setelah kecelakaan tragis yang menimpa pesawat Air India 787 Dreamliner, Kamis (12/6/2025).
Insiden ini terjadi hanya beberapa menit setelah pesawat tersebut lepas landas dari kota Ahmedabad, India, dan menewaskan seluruh penumpang serta awak pesawat yang berjumlah lebih dari 240 orang.
Meski penyebab pasti kecelakaan Air India 787 Dreamliner belum diketahui, tragedi ini langsung mengguncang pasar.
Saham Boeing tercatat anjlok lebih dari 4% pada perdagangan sore hari setelah berita kecelakaan mencuat.
Ini menjadi kecelakaan fatal pertama yang melibatkan model Boeing 787 sejak pertama kali diluncurkan pada 2009 silam.
Dreamliner dan Risiko Baterai Ion Litium
Boeing 787 yang dijuluki “Dreamliner” merupakan jet komersial pertama yang menggunakan baterai ion litium secara ekstensif. Teknologi ini dikenal lebih ringan dan efisien, tetapi juga memiliki risiko panas berlebih.
Bahkan pada tahun 2013, armada 787 pernah dihentikan sementara karena beberapa insiden kebakaran yang dipicu oleh panas dari baterai tersebut.
Kini, setelah lebih dari satu dekade, perhatian kembali tertuju pada integritas teknologi Dreamliner. Apakah kecelakaan Air India terkait dengan masalah serupa? Investigasi mendalam masih berlangsung.
737 Max dan Sejarah Hitam Boeing
Masalah terbaru Boeing ini seolah menghidupkan kembali trauma lama. Seri Boeing 737 Max menjadi noda besar dalam sejarah industri penerbangan setelah dua kecelakaan fatal pada 2018 dan 2019, masing-masing di Indonesia dan Ethiopia yang merenggut total 346 nyawa.
Kedua kecelakaan tersebut disebabkan oleh sensor rusak yang membuat hidung pesawat menukik secara otomatis tanpa kendali pilot.
Akibatnya, seluruh armada Max sempat dilarang terbang secara global. Boeing kemudian melakukan perombakan sistem, tetapi luka reputasi masih membekas hingga kini.
Bahkan, baru-baru ini, sebuah penutup pintu dari pesawat Max yang dioperasikan Alaska Airlines terlepas saat mengudara. Insiden ini membuat regulator kembali membatasi produksi Boeing menjadi hanya 38 unit per bulan.
Deretan Masalah Keuangan dan Produksi
Melansir dari AP News, di balik kecelakaan dan isu teknis, masalah keuangan Boeing juga kian mengkhawatirkan. Pada tahun 2024, perusahaan mencatat kerugian besar sebesar US$ 11,8 miliar, menambah total kerugian sejak 2019 menjadi lebih dari US$ 35 miliar.
Selain itu, pemogokan masinis di fasilitas Renton dan Everett di negara bagian Washington menyebabkan penghentian produksi, sehingga memperlambat proses pengiriman pesawat ke maskapai.
Selama kuartal I tahun 2025, meskipun kerugian menurun menjadi US$ 31 juta, CEO Kelly Ortberg mengakui bahwa Boeing masih dalam proses “menstabilkan operasi.” Artinya, tantangan besar masih menanti ke depan.
Boeing Tertinggal dari Airbus dalam Pengiriman Pesawat
Kinerja pengiriman pesawat Boeing juga merosot tajam. Pada tahun 2024, Boeing hanya mengirimkan 348 unit pesawat jet, turun sepertiga dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 528 unit.
Sebagai perbandingan, rival utamanya, Airbus berhasil mengirimkan 766 pesawat pada tahun 2023, hampir dua kali lipat dari Boeing.
Tertinggalnya Boeing ini disebabkan oleh kombinasi antara peningkatan pengawasan pemerintah, kendala produksi, dan krisis kepercayaan akibat insiden yang beruntun.
Kepercayaan Pelanggan terhadap Boeing
Meski dihantam banyak krisis, kepercayaan beberapa maskapai besar terhadap Boeing belum sepenuhnya luntur. Pada Mei 2025 lalu, perusahaan ini mendapatkan pesanan jumbo senilai US$ 96 miliar dari dua pelanggan asal Timur Tengah, termasuk Qatar Airways.
Pesanan tersebut mencakup Boeing 787 dan jet berbadan lebar terbaru 777X, yang menjadi angin segar di tengah badai.
Namun, muncul pertanyaan besar. Sampai kapan maskapai akan bertahan dalam ketidakpastian? Jika insiden seperti jatuhnya Air India Dreamliner terus berulang tanpa solusi tegas, Boeing diprediksi akan kehilangan pijakan dalam kompetisi global.
Masa Depan Boeing dalam Sorotan Dunia
Kecelakaan Air India 787 Dreamliner tidak hanya menambah daftar tragedi dalam sejarah penerbangan modern, tetapi juga memperkuat citra bahwa masalah terbaru Boeing belum terselesaikan. Dari aspek teknis, keuangan, hingga operasional, perusahaan raksasa ini tengah berjalan di atas garis tipis.
Dalam dunia penerbangan yang menuntut keamanan dan presisi tinggi, kesalahan sekecil apa pun bisa berujung pada kehilangan nyawa dan reputasi.
Setelah kecelakaan Air India 787 Dreamliner, Boeing kini semakin berada dalam situasi yang sulit. Namun, pilihan itu tetap ada, yakni bangkit melalui perbaikan mendalam atau terus terpuruk dalam bayang-bayang kegagalan.