Kasus: kebakaran

  • Kebakaran Rumah Tinggal di Jagakarsa Jaksel, Damkar Diterjunkan ke Lokasi

    Kebakaran Rumah Tinggal di Jagakarsa Jaksel, Damkar Diterjunkan ke Lokasi

    Jakarta

    Kebakaran dilaporkan terjadi di kawasan Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan, malam ini. Objek terbakar dilaporkan rumah tinggal.

    “Benar ini ada kebakaran,” kata petugas damkar Jakarta Selatan, Jamindra, saat dikonfirmasi, Minggu (17/8/2025).

    Ia melaporkan kebakaran terjadi sekitar pukul 22.08 WIB. Ia menyampaikan objek terbakar rumah tinggal.

    “Laporan masuk tadi sekitar jam 22.08 WIB, rumah tinggal,” ucap dia.

    Jamindra menyebut sejumlah mobil pemadam kebakaran diluncurkan ke lokasi. Ia menyebut kemungkinan kebakaran sudah berhasil dipadamkan.

    (maa/maa)

  • Kisah Profesor Kimia Terdakwa Pembunuhan Ubah Sidang Jadi ‘Ruang Kuliah’

    Kisah Profesor Kimia Terdakwa Pembunuhan Ubah Sidang Jadi ‘Ruang Kuliah’

    New Delhi

    “Apakah Anda seorang profesor kimia?” tanya hakim.

    “Ya,” jawab Mamta Pathak, menggenggam tangannya dengan hormat, memberi salam namaste.

    Mengenakan sari putih dan kacamata yang bertengger di hidungnya, pensiunan dosen ini berdiri di hadapan dua hakim di ruang sidang di Negara Bagian Madhya Pradesh, India Tengah.

    Dia berbicara seolah-olah sedang menyampaikan kuliah kimia forensik.

    “Dalam post-mortem,” ujarnya dengan suara gemetar namun tenang, “tidak mungkin membedakan antara luka bakar termal dan bekas luka bakar listrik tanpa analisis kimia yang tepat.”

    Di meja hakim, hakim bernama Vivek Agarwal mengingatkannya. “Dokter yang melakukan post-mortem mengatakan ada tanda-tanda sengatan listrik yang jelas.”

    Itu adalah momen yang langka, hampir surealis. Seorang perempuan berusia 63 tahun, yang dituduh membunuh suaminya dengan sengatan listrik, menjelaskan kepada pengadilan bagaimana reaksi asam dan jaringan mengungkapkan sifat luka bakar.

    Namun di pengadilan, pemaparan yang diberikan seorang ahli tidak cukup untuk membatalkan kasus pidana. Dalam perkara ini, seorang suami dibunuh dan motif pelakunya berakar pada kecurigaan dan perselisihan rumah tangga.

    Juli lalu, Pengadilan Tinggi India menolak banding Mamta Pathak. Badan peradilan itu menguatkan hukuman seumur hidup kepada Mamta yang terbukti membunuh suaminya, Neeraj Pathak, seorang pensiunan dokter, April 2021.

    Dalam persidangan Pathak mengajukan pembelaan yang berapi-api dan berargumentasi sendiri. Dia menyebut celah dalam autopsi, insulasi rumah, dan bahkan teori elektrokimia.

    Namun pengadilan menemukan bukti tidak langsung yang meyakinkan: Mamta membius suaminya dengan pil tidur, kemudian menyetrumnya.

    Di pengadilan, Mamta, seorang ibu dua anak, memeriksa berkas kasusnya yang menumpuk. Dia membolak-baliknya dengan penuh semangat.

    “Pak, bekas luka bakar listrik tidak dapat dibedakan antara ante-mortem [sebelum kematian] atau post-mortem [setelah kematian],” ujarnya mengutip dari sebuah buku forensik.

    “Bagaimana mereka [para dokter] menuliskannya sebagai bekas luka bakar listrik dalam [laporan] post-mortem?” ujarnya.

    Secara mikroskopis, luka bakar listrik tampak sama sebelum dan sesudah kematian, sehingga pemeriksaan standar tidak meyakinkan, kata para ahli.

    Studi yang lebih teliti terhadap perubahan kulit dapat mengungkapkan apakah luka bakar terjadi sebelum atau sesudah kematian, menurut sebuah makalah.

    Rekaman video ruang sidang menampilkan Mamta Pathak yang sedang membela kasusnya di pengadilan tinggi (BBC)

    Perdebatan spontan tentang reaksi kimia pun terjadi antara Mamta dengan hakim yang menyelidiki proses laboratoriumnya.

    Mamta berbicara tentang berbagai asam, menjelaskan bahwa perbedaan dapat dibuat menggunakan mikroskop elektron sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di ruang post-mortem.

    Mamta mencoba menjelaskan kepada hakim tentang mikroskop elektron dan berbagai asam. Tiga pengacara perempuan di belakangnya tersenyum.

    Mamta melanjutkan penjelasannya. Dia mengatakan telah belajar hukum di penjara selama setahun.

    Sambil membolak-balik berkas-berkasnya dan mengutip buku-buku kedokteran forensik, ia menunjukkan dugaan celah dalam penyelidikan.

    Yang dia sebut antara lain, tempat kejadian perkara yang tidak diperiksa hingga tidak adanya ahli listrik dan forensik yang berkualifikasi di tempat kejadian perkara.

    “Rumah kami diasuransikan dari tahun 2017 hingga 2022, dan inspeksi menunjukkan bahwa rumah tersebut terlindungi dari kebakaran listrik,” ujarnya.

    Mamta memberi tahu pengadilan bahwa suaminya menderita tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.

    Mamta juga berkata, penyebab kematian suaminya sebenarnya adalah penyempitan dan “pengapuran arteri koronernya akibat usia tua”.

    Dia menduga bahwa suaminya mungkin terpeleset dan mengalami hematoma. Namun tidak pernah ada pemindaian yang dilakukan untuk memastikan kondisi itu.

    Baca juga:

    Neeraj Pathak, 65 tahun, ditemukan tewas di rumah keluarganya pada 29 April 2021. Autopsi menyatakan bahwa sengatan listrik adalah penyebab kematian.

    Beberapa hari kemudian, Mamta ditangkap dan didakwa dengan pembunuhan.

    Polisi menyita kabel listrik sepanjang 11 meter dengan steker dua pin, serta rekaman CCTV dari rumah pasangan tersebut. Enam tablet pil tidur ditemukan dalam strip berisi 10 tablet.

    Laporan post-mortem menyebut syok kardiorespirasi akibat arus listrik di beberapa lokasi sebagai penyebab kematian Neeraj, yang terjadi 36 hingga 72 jam sebelum otopsi yang dilakukan pada 1 Mei.

    “Tetapi mereka tidak menemukan sidik jari saya pada strip tablet tersebut,” kata Mamta kepada para hakim.

    Namun argumennya dengan cepat terbantahkan, membuat Hakim Agarwal dan Devnarayan Sinha tidak yakin.

    Selama hampir empat dekade, Mamta dan Neeraj Pathak menjalani kehidupan kelas menengah yang tampak harmonis di Chhatarpur, sebuah distrik di Madhya Pradesh.

    Mamta mengajar kimia di perguruan tinggi negeri setempat. Sementara Neeraj merupakan kepala petugas medis di rumah sakit milik pemerintah distrik.

    Pasangan ini membesarkan dua putra, satu menetap di luar negeri, dan yang lainnya tinggal serumah dengan ibunya.

    Neeraj pensiun secara sukarela pada tahun 2019 setelah 39 tahun menjadi dokter pemerintah dan kemudian membuka klinik swasta di rumah.

    Mamta Pathak mengajar kimia di perguruan tinggi negeri selama 36 tahun (BBC)

    Peristiwa kematian Neeraj terjadi pada pandemi Covid-19. Neeraj menunjukkan gejala Covid, dan diketahui tetap tinggal di lantai atas rumahnya.

    Mamta dan putranya, Nitish, tinggal di lantai bawah. Dua tangga dari lantai dasar menghubungkan kamar-kamar Neeraj ke galeri terbuka dan ruang tunggu klinik pribadinya. Di situ enam stafnya beraktivitas di antara laboratorium dan toko obat.

    Putusan pengadilan setebal 97 halaman menyatakan bahwa Mamta melaporkan bahwa suaminya, Neeraj, tidak sadarkan diri di tempat tidur pada 29 April. Namun Mamta tetapi tidak memberi tahu dokter atau polisi hingga 1 Mei.

    Mamta justru membawa putra sulungnya ke Jhansi yang berjarak lebih dari 130 kilometer tanpa alasan yang jelas.

    Keterangan itu dikatakan pengemudi mereka, yang kembali pada malam yang sama.

    Mamta mengaku tidak tahu bagaimana suaminya meninggal ketika dia melapor ke polisi.

    Di balik kematian ini, tersimpan pernikahan yang bermasalah.

    Para hakim menyoroti perselisihan rumah tangga yang telah berlangsung lama. Pasangan itu hidup terpisah. Mamta juga mencurigai suaminya berselingkuh.

    Pada pagi hari kematiannya, Neeraj menelepon seorang rekannya. Di sambungan telepon, dia menuduh Mamta “menyiksanya”, menguncinya di kamar mandi, menahan makanan selama berhari-hari, dan menyebabkan cedera fisik.

    Neeraj juga menuduh Mamta mengambil uang tunai, kartu ATM, kunci kendaraan, dan dokumen deposito berjangka bank.

    Putra Neeraj meminta bantuan dan menghubungi seorang teman yang kemudian melaporkannya ke polisi. Polisi itu kemudian menyelamatkan Neeraj dari apa yang disebut sebagai “penyekapan”.

    Pasangan itu pernah hidup terpisah belakangan ini, yang semakin memperkuat keraguan pengadilan.

    Mamta mengatakan kepada pengadilan bahwa dia adalah “ibu terbaik”. Dia menunjukkan kartu ucapan selamat ulang tahun dari anak-anaknya sebagai bukti.

    Mamta juga menunjukkan foto-foto dirinya sedang menyuapi suaminya dan foto-foto bersama keluarga.

    Namun, para hakim tetap bergeming. Mereka mencatat bahwa tanda-tanda kasih sayang seperti itu tidak menghapus motif.

    Bagaimanapun juga, menurut hakim, seorang “ibu yang penyayang” juga bisa menjadi “istri yang mencurigakan”.

    Lima puluh menit setelah menyampaikan pembelaannya, ketenangan Mamta goyah untuk pertama kalinya.

    “Saya tahu satu hal… saya tidak membunuhnya,” kata Mamta. Suaranya melemah.

    Di saat lain, dia mengaku, “Saya tidak tahan lagi.”

    Mencoba meredakan ketegangan, Hakim Agarwal berkomentar, “Anda pasti sudah terbiasa dengan ini… Anda pasti mengajar selama 50 menit di perguruan tinggi.”

    “40 menit, Pak. Tapi mereka anak-anak kecil,” kata Mamta.

    “Anak-anak kecil kuliah? Tapi jabatan Anda asisten profesor,” desak hakim.

    “Tapi mereka anak-anak, Pak,” jawabnya.

    “Jangan ceritakan kisah seperti itu kepada kami,” sela Hakim Agarwal tajam.

    Mamta berargumen bukan hanya sebagai terdakwa, tapi sebagai dosen yang mengubah ruang sidang menjadi laboratorium kimia.

    Dia berharap membuktikan ketidakbersalahannya melalui sains. Namun pada akhirnya, fakta-fakta yang ada terbukti lebih kuat daripada pelajaran yang dia dapatkan.

    (nvc/nvc)

  • Penyebab Kebakaran 4 Kapal di Muara Baru, Kerugian Capai Rp 2,75 Miliar
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Agustus 2025

    Penyebab Kebakaran 4 Kapal di Muara Baru, Kerugian Capai Rp 2,75 Miliar Megapolitan 16 Agustus 2025

    Penyebab Kebakaran 4 Kapal di Muara Baru, Kerugian Capai Rp 2,75 Miliar
    Penulis

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kebakaran melanda empat kapal nelayan yang tengah bersandar di Pelabuhan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (16/8/2025) pagi.
    Peristiwa tersebut diduga dipicu korsleting listrik pada bagian panel kapal.
    Kasi Ops Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Utara, Gatot Sulaiman, menyebutkan bahwa kebakaran yang terjadi sekitar pukul 07.48 WIB itu menghanguskan kapal berukuran 6×30 meter.
    “Obyek terbakar empat kapal nelayan. Kerugian lebih kurang Rp 2,75 miliar dengan dugaan penyebab korsleting listrik pada bagian panel,” ujar Gatot dalam keterangannya, Sabtu.
    Asap hitam pekat sempat membumbung tinggi dari dek kapal dan mengarah ke bangunan di sekitar lokasi.
    Sejumlah warga terlihat menyaksikan langsung petugas berjibaku memadamkan api.
    Dalam penanganan kebakaran ini, Sudin Gulkarmat Jakarta Utara mengerahkan 16 unit mobil pemadam dan 80 personel.
    “Pengerahan 16 unit dan 80 personel,” ungkap Gatot.
    Meski menimbulkan kerugian materi hingga miliaran rupiah, kebakaran ini tidak menelan korban jiwa.
    Sebelumnya, sejumlah foto yang diterima
    Kompas.com
    menunjukkan api melalap kapal nelayan di Muara Baru.
    Petugas terlihat berupaya keras memadamkan api, sementara warga sekitar hanya bisa menonton dari tepi pelabuhan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Kapal Nelayan Terbakar di Muara Baru, Gulkarmat Ungkap Sebabnya
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Agustus 2025

    4 Kapal Nelayan Terbakar di Muara Baru, Gulkarmat Ungkap Sebabnya Megapolitan 16 Agustus 2025

    4 Kapal Nelayan Terbakar di Muara Baru, Gulkarmat Ungkap Sebabnya
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sebanyak empat kapal nelayan terbakar di Pelabuhan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (16/8/2025) pagi.
    “Obyek terbakar empat kapal nelayan,” ujar Kasi Ops Sudin Gulkarmat Jakarta Utara, Gatot Sulaiman, dalam keterangannya, Sabtu.
    Keempat kapal berukuran 6×30 meter itu diduga terbakar akibat korsleting listrik pada bagian panel kapal.
    Akibat peristiwa ini, total kerugian ditaksir mencapai Rp 2,75 miliar. Sementara itu, tidak ada korban jiwa dalam kebakaran tersebut.
    “Kerugian lebih kurang Rp 2,75 miliar dengan dugaan penyebab korsleting listrik pada bagian panel,” jelas Gatot.
    Sebelumnya diberitakan, sejumlah kapal nelayan yang tengah bersandar di Pelabuhan Muara Baru terbakar pada Sabtu (16/8/2025) pukul 07.48 WIB.
    “Objek terbakar kapal nelayan,” ujar Gatot.
    Dalam sejumlah foto yang diterima
    Kompas.com
    , terlihat petugas tengah berjibaku memadamkan api yang membakar kapal.
    Asap hitam pekat keluar dari dek kapal dan membumbung tinggi mengarah ke sebuah bangunan di sekitar lokasi.
    Beberapa warga terlihat menyaksikan langsung proses pemadaman api oleh petugas.
    Dalam penanganan kebakaran ini, Sudin Gulkarmat Jakarta Utara mengerahkan belasan unit mobil pemadam dan puluhan personel.
    “Pengerahan 16 unit dan 80 personel,” ungkap Gatot.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Lima kapal nelayan terbakar di Dermaga Muara Baru Jakarta Utara

    Lima kapal nelayan terbakar di Dermaga Muara Baru Jakarta Utara

    Petugas Gulkarmat mencoba memadamkan kebakaran pada kapal nelayan di Dermaga Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (16/8/2025). ANTARA/HO-Gulkarmat Jakarta Utara dan Pulau Seribu.

    Lima kapal nelayan terbakar di Dermaga Muara Baru Jakarta Utara
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 16 Agustus 2025 – 16:35 WIB

    Elshinta.com – Sebanyak lima unit kapal nelayan terbakar di perairan Dermaga Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara.

    “Situasi saat ini api sudah dapat dipadamkan oleh petugas, setelah tiga jam lebih melakukan pemadaman,” kata Kepala Seksi Operasi Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Utara dan Kepulauan Seibu Gatot Sulaeman di Jakarta, Sabtu.

    Ia mengatakan kelima kapal yang terbakar adalah KM Starindo Jaya, dua unit kapal yang belum beroperasi, satu kapal hasil laut dan satu unit kapal yang sedang dalam perbaikan.

    Menurut dia, hingga saat ini belum diketahui penyebab kapal nelayan tersebut dapat terbakar dan merambat ke kapal-kapal lain.

    “Kami juga belum dapat menaksir kerugian materi akibat kebakaran ini,” katanya.

    Ia mengatakan petugas mendapatkan informasi kebakaran dari petugas keamanan sekitar pukul 07.48 WIB dan petugas langsung ke lokasi.

    Saat sampai di lokasi, kondisinya sudah ada tiga kapal yang terbakar dan dari keterangan saksi tiga kapal ini yang menjadi sumber awal api.

    Pemadaman dimulai pukul 07.55 WIB dan api berhasil dipadamkan pada pukul 11.10 WIB.

    “Kami mengerahkan 90 personel dan 16 unit mobil untuk memadamkan api,” katanya.

    Sumber : Antara

  • Kerugian akibat kebakaran kapal di Muara Baru ditaksir Rp2,75 miliar

    Kerugian akibat kebakaran kapal di Muara Baru ditaksir Rp2,75 miliar

    Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu menaksir kerugian akibat kebakaran kapal di Dermaga Muara Baru, Penjaringan mencapai Rp2,75 miliar.

    “Kerugian dari empat kapal yang terbakar ditaksir Rp2,75 miliar,” kata Kasiops Gulkarmat Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu Gatot Sulaeman di Jakarta, Sabtu.

    Ia menjelaskan informasi kebakaran empat kapal nelayan ini berawal saat saksi anak buah kapal (ABK) yang ingin keluar membeli makanan sekitar pukul 07.30 WIB.

    Mereka mendengar teriakan kebakaran dari arah kapal yang ada di dekat mereka.

    Lalu, saksi turun dari kapal dan melihat api muncul di KM Starindo Jaya 1 yang berada dari belakang kapal dekat tangki air.

    Lalu, tiga orang saksi berusaha memadamkan api dengan air dari mesin pompa air yang ada di kapal mereka.

    Tapi api tak berhasil dipadamkan akibat tiupan angin yang kencang.

    Tiupan angin kencang di kawasan dermaga itu membuat api semakin membesar dan saksi berusaha menjauhkan kapal yang terbakar dengan kapal lain.

    Namun, karena ombak dan hembusan angin, KM Starindo Jaya 1 yang terbakar menyentuh tiga kapal lain yang ada di dekatnya dan api langsung membesar.

    Petugas langsung mengirimkan personel dan mobil pemadam kebakaran sampai di lokasi pukul 07.54 WIB dan memulai pemadaman pukul 07.55 WIB.

    Ada 90 personel dengan 16 unit mobil turun memadamkan api dan berhasil diatasi sekitar pukul 11.00 WIB.

    “Saat ini api sudah berhasil dipadamkan,” katanya sambil menambahkan, tak ada korban jiwa maupun luka pada peristiwa itu.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Cinta Indonesia Tak Cukup dengan Kisah Heroik Merebut Bendera

    Cinta Indonesia Tak Cukup dengan Kisah Heroik Merebut Bendera

    Jakarta

    Film animasi Merah Putih: One for All baru-baru ini menjadi sorotan publik. Ceritanya sederhana dan penuh semangat persatuan: delapan anak dari berbagai daerah di Indonesia bersatu menyelamatkan bendera pusaka yang hilang tiga hari sebelum upacara kemerdekaan. Pesan yang ingin disampaikan jelas: keberagaman adalah kekuatan, dan simbol negara harus dijaga.

    Namun, pertanyaannya: apakah cinta Indonesia hanya sebatas kisah heroik menyelamatkan bendera?

    Nasionalisme yang Masih Seremonial

    Film ini mewakili bentuk nasionalisme yang sangat seremonial-menjaga simbol, mengibarkan bendera, dan bersatu demi momen upacara. Tentu, itu penting. Tapi di dunia nyata, “bendera” yang kita jaga seharusnya tidak hanya kain merah putih di tiang, melainkan juga hutan yang lestari, laut yang bersih, udara yang sehat, tanah yang subur, dan keanekaragaman hayati yang kaya.

    Di banyak daerah, sumber daya alam kita sedang dijarah. Hutan Papua terus ditebang untuk perkebunan monokultur, tambang nikel di Sulawesi menggerus pesisir dan mencemari laut, sungai-sungai di Kalimantan berubah menjadi cokelat pekat karena tambang emas ilegal. Jika semua itu dibiarkan, kita sebenarnya sedang kehilangan “bendera kehidupan” yang jauh lebih vital daripada selembar kain simbol negara.

    Cinta Tanah Air di Era Krisis Iklim

    Kita hidup di era krisis iklim. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan suhu rata-rata Indonesia meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir. Akibatnya, kita semakin sering menghadapi banjir bandang, kekeringan ekstrem, kebakaran hutan, dan abrasi pantai.

    Ironisnya, banyak kerusakan ini justru disebabkan oleh proyek-proyek yang dibungkus jargon pembangunan dan investasi. Padahal, proyek semacam itu seringkali merusak ekosistem, mengancam sumber air, dan mengurangi daya serap karbon yang sangat dibutuhkan untuk memperlambat pemanasan global.

    Di tengah situasi ini, cinta tanah air seharusnya diukur dari keberanian melawan para perusak alam, mempertahankan hutan adat, melindungi satwa langka dan memastikan sumber daya alam dikelola secara berkelanjutan.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Sustainable Development Goals (SDGs) telah menetapkan Goal 13: Climate Action-mengambil langkah cepat untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, memegang peran strategis dalam pencapaian tujuan ini.

    Jika kita benar-benar cinta Indonesia, maka kita harus serius memenuhi target SDGs 13: mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana iklim, dan melindungi ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan.

    Sayangnya, komitmen ini sering kali hanya manis di dokumen, tapi lemah di lapangan.
    Film seperti Merah Putih: One for All sebenarnya bisa menjadi medium edukasi yang efektif. Alur ceritanya bisa diubah atau diperkaya dengan pesan menjaga lingkungan.

    Misalnya, tokoh-tokohnya tidak hanya mencari bendera yang hilang, tetapi juga menyelamatkan hutan dari pembakaran liar atau membersihkan laut dari tumpahan minyak.

    Dengan begitu, pesan nasionalisme yang disampaikan tidak hanya simbolis, tetapi juga relevan dengan tantangan zaman.

    Seni untuk Lingkungan

    Seni dan film memiliki kekuatan untuk mengubah cara pandang masyarakat. Ketika anak-anak menonton film nasionalis yang juga mengajarkan perlindungan alam, mereka tumbuh dengan kesadaran bahwa membela negara berarti juga membela bumi tempat mereka berpijak.

    Bayangkan jika generasi muda kita diajak percaya bahwa pahlawan masa kini adalah mereka yang menanam pohon, memulihkan terumbu karang, menghentikan pembalakan liar, atau mengadvokasi energi terbarukan. Itulah wujud cinta tanah air yang paling relevan di era krisis iklim.

    Kemerdekaan yang Utuh

    Kemerdekaan tidak hanya berarti bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga dari ketergantungan pada model pembangunan yang merusak lingkungan. Kemerdekaan sejati adalah saat rakyat Indonesia dapat hidup di tanah yang subur, menghirup udara bersih, meminum air yang aman, dan mewariskan bumi yang layak huni bagi generasi mendatang.

    Film Merah Putih: One for All boleh menjadi hiburan bertema nasionalisme. Tapi mari kita ingat: cinta Indonesia bukan sekadar berkibar di tiang bendera, melainkan tumbuh di setiap pohon yang kita lindungi, mengalir di sungai yang kita jaga dan bernafas di udara yang kita bersihkan.

    Jika kita ingin merayakan kemerdekaan yang utuh, maka perjuangan terpenting hari ini adalah memenangkan pertempuran melawan krisis iklim-pertempuran yang jauh lebih menentukan masa depan bangsa daripada sekadar menyelamatkan selembar bendera di layar lebar.

    Nofi Yendri Sudiar. Koordinator Penanganan Perubahan Iklim SDGs sekaligus Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Negeri Padang.

    (rdp/imk)

  • Semangat Siawa SD di Dumai Riau Tanam Pohon demi Masa Depan

    Semangat Siawa SD di Dumai Riau Tanam Pohon demi Masa Depan

    Dumai

    Dengan semangat membara, siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 001 Bintan, Dumai ramai-ramai menanam pohon. Mereka tak hanya menancapkan batang ke tanah, melainkan menanamkan tekad untuk merawat bumi.

    Kegiatan digelar siswa SDN 001 Bintan bersama Polsek Dumai Kota, pada Jumat (15/8/2025). Kanit Binmas Ipda Agust Ronald Simanjuntak yang mewakili Kapolres Dumai AKBP Angga F Herlambang menyampaikan kegiatan penanaman pohon ini digelar untuk menanamkan kecintaan para siswa terhadap lingkungan sejak dini.

    “Kami datang ke sini bukan hanya untuk menanam pohon, tapi juga untuk menanamkan kesadaran. Generasi Z adalah masa depan bangsa, dan di tangan merekalah kelestarian lingkungan akan berlanjut,” ujar Agust, Sabtu (16/8/2025).

    Menurutnya, pohon yang ditanam hari ini adalah investasi jangka panjang untuk keberlangsungan ekosistem di Bumi Lancang Kuning. Para siswa juga diajak untuk lebih peduli terhadap kebersihan, dimulai dari lingkungan rumah dan sekolah.

    Polisi mengedukasi siswa SDN 01 Bintan, Dumai Kota, Dumai tentang lingkungan dan penanaman pohon, Jumat (15/8/2025). Foto: dok. Polres Dumai

    Pada kesempatan itu, Agust juga memberikan penyuluhan tentang dampak nyata dari kerusakan lingkungan dan bagaimana cara menanggulanginya. Ia mencontohkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Provinsi Riau adalah ulah manusia dan itu sangat berdampak buruk, tidak hanya bagi kesehatan, tetapi juga berdampak negatif terhadap citra atau marwah Provinsi Riau, tak hanya di nasional tetapi juga internasional.

    Selain itu, Agust Simajuntak juga menyoroti peran vital hutan bagi ekosistem. Hutan yang memberikan oksigen bagi makhluk hidup di sekitarnya harus dirawat dan dijaga.

    “Hutan adalah paru-paru dunia. Tanpa hutan, kita tidak akan bisa bernapas dengan lega. Oleh karena itu, kita semua punya tanggung jawab untuk peduli hutan, misalnya dengan tidak melakukan pembakaran sembarangan dan melaporkan aktivitas ilegal yang merusak hutan,” jelasnya.

    “Kami sangat berterima kasih atas kehadiran bapak-bapak dari Polsek Dumai Kota. Kegiatan ini sangat bermanfaat, terutama dalam menumbuhkan karakter peduli lingkungan pada anak-anak kami,” tuturnya.

    (mei/jbr)

  • Kapal Terbakar di Dermaga Muara Baru, Ini Dugaan Penyebab, Kronologi dan Tafsiran Nilai Kerugiannya – Page 3

    Kapal Terbakar di Dermaga Muara Baru, Ini Dugaan Penyebab, Kronologi dan Tafsiran Nilai Kerugiannya – Page 3

    Meski tak ada korban jiwa dalam insiden kebakaran ini, luas area terdampak mencapai sekitar 6 x 30 meter dengan kerugian ditaksir mencapai Rp2,75 miliar.

    “Luas 6×30 meter, kerugian lebih kurang Rp 2.750.000.000,” ujar Gatot.

    Adapun laporan kebakaran itu diterima petugas Gulkarmat pada pukul 07.48 WIB. Saat itu, 16 unit pemadam kebakaran dan 90 personel diterjunkan ke lokasi.

    “Awal pemadaman dilakukan pukul 07.55 WIB, api berhasil dilokalisir pukul 08.23 WIB, pendinginan selesai pukul 08.53 WIB, dan api padam total pukul 11.10 WIB,” ungkap Gatot.

     

  • Ratusan Mobil Hangus Akibat Kebakaran Hutan di Yunani

    Ratusan Mobil Hangus Akibat Kebakaran Hutan di Yunani

    Ratusan Mobil Hangus Akibat Kebakaran Hutan di Yunani