Kasus: kebakaran

  • Kesal Dengar Bunyi "Tot Tot Wuk Wuk", Warga: Ganggu, Suaranya Bikin Emosi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 September 2025

    Kesal Dengar Bunyi "Tot Tot Wuk Wuk", Warga: Ganggu, Suaranya Bikin Emosi Megapolitan 21 September 2025

    Kesal Dengar Bunyi “Tot Tot Wuk Wuk”, Warga: Ganggu, Suaranya Bikin Emosi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Fenomena penggunaan sirene dan pengawalan jalan oleh sejumlah kendaraan, baik berpelat merah maupun hitam, kembali menuai sorotan.
    Warga menilai fasilitas tersebut kerap dipakai untuk urusan pribadi, bukan kondisi darurat ataupun kepentingan negara.
    Keluhan ini muncul seiring ramainya gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” di media sosial, yang mengecam penggunaan strobo dan sirene di jalan raya.
    Dwi (40), karyawan swasta, mengaku kerap menjumpai kendaraan pejabat menggunakan sirene saat dirinya bepergian dengan taksi maupun transportasi daring.
    “Kalau di luar negeri, itu cuma untuk presiden atau wakilnya. Di sini, kayak tiap hari ada aja.
    Annoying
    (mengganggu) banget, apalagi bunyinya dari jauh sudah bikin emosi,” kata Dwi kepada Kompas.com, Minggu (21/9/2025).
    Ia menilai sirene seharusnya hanya digunakan oleh pemimpin negara atau tamu kenegaraan, bukan untuk setiap aktivitas pejabat.
    “Kadang mikir, ini darurat apa enggak sih? Kalau memang buru-buru ke kantor oke lah, tapi kita juga pekerja, sama-sama butuh cepat,” ujar dia.
    Hal senada disampaikan Tami (39), karyawan swasta lainnya. Ia menyayangkan ketika sirene dipakai untuk keperluan yang dianggap tidak mendesak.
    “Pernah dengar kabar, ternyata dipakai buat ke padel. Masa iya buat olahraga perlu pengawalan begitu?” kata Tami.
    Menurutnya, fasilitas negara yang dibiayai rakyat seharusnya dipakai bijak.
    “Kalau ada event kenegaraan besar, seperti KTT, mungkin bisa dimaklumi. Tapi kalau hanya meeting harian atau olahraga, jangan lah. Itu cuma bikin macet tambah semrawut,” tegasnya.
    Kecurigaan warga semakin besar ketika muncul layanan atau pengawalan berbayar.
    Dwi menilai praktik itu membuka celah penggunaan sirene untuk kepentingan pribadi.
    “Kalau punya uang, bisa beli jalan. Bahkan ada orang nikahan pakai patwal biar cepat sampai. Padahal kan enggak darurat,” ucapnya.
    Sementara Naufal (31), seorang pengusaha asal Jakarta Barat, menilai penggunaan pengawalan di luar kepentingan negara hanyalah bentuk
    privilege
    bagi yang punya kuasa atau uang.
    “Sekarang instansi ujung-ujungnya duit. Ada uang, ada kuasa. Semua bisa dibayar, termasuk patwal. Sementara kita masyarakat biasa tetap kena macet,” ujar dia.
    Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menegaskan bahwa sirene dan strobo hanya boleh dipasang di kendaraan prioritas.
    Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani menyebut, penggunaannya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 135.
    “Hanya ambulans, pemadam kebakaran, mobil jenazah, tamu negara, dan konvoi tertentu yang mendapat hak prioritas. Kendaraan pribadi tidak termasuk,” kata Ojo, Jumat (19/9/2025).
    Ojo juga mengingatkan, pelanggar bisa dijerat Pasal 287 Ayat 4 dengan ancaman kurungan satu bulan atau denda Rp250.000.
    “Masyarakat bisa melapor jika menemukan penyalahgunaan, termasuk oleh oknum aparat,” tambahnya.
    Baik Dwi, Tami, maupun Naufal berharap aparat lebih tegas menindak pelanggar. Menurut mereka, pejabat justru harus memberi contoh dalam menaati aturan, bukan sebaliknya.
    “Kalau enggak darurat, jangan pakai sirene. Kita sama-sama bayar pajak, sama-sama pengguna jalan. Haknya harus sama,” kata Naufal.
    Gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” pun ramai di media sosial.
    Warganet menyuarakan keresahan dengan poster, meme, hingga stiker sindiran.
    Salah satunya berbunyi: “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
    Masyarakat berharap aparat lebih tegas menindak pelanggar aturan, sekaligus mendorong pejabat maupun pemilik kendaraan agar lebih bijak menggunakan fasilitas negara maupun jasa pengawalan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polri Evaluasi Aturan Sirine dan Strobo, tetapi Pengawalan Pejabat Tetap Berjalan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 September 2025

    Polri Evaluasi Aturan Sirine dan Strobo, tetapi Pengawalan Pejabat Tetap Berjalan Nasional 21 September 2025

    Polri Evaluasi Aturan Sirine dan Strobo, tetapi Pengawalan Pejabat Tetap Berjalan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho mengatakan pihaknya tengah menyusun ulang aturan penggunaan sirene dan rotator untuk mencegah penyalahgunaan.
    Namun, kegiatan pengawalan terhadap pejabat tetap dilakukan dengan pembatasan penggunaan sirine.
    Hal tersebut Agus sampaikan dalam merespons masyarakat yang melakukan gerakan ‘setop tot tot wuk wuk’.
    “Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu, sembari dievaluasi secara menyeluruh. Pengawalan tetap bisa berjalan, hanya saja untuk penggunaan sirene dan strobo sifatnya dievaluasi. Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan,” ujar Agus dalam keterangan tertulis, Minggu (21/9/2025).
    Agus menekankan, penggunaan sirene hanya boleh dilakukan pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas.
    Kalaupun digunakan, kata dia, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan.
    “Sementara ini sifatnya himbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak,” ucapnya.
    Agus menyampaikan, langkah evaluasi ini diambil sebagai bentuk respons positif atas aspirasi masyarakat yang merasa terganggu dengan penggunaan sirene dan strobo.
    “Kami berterima kasih atas kepedulian publik. Semua masukan akan kami tindaklanjuti. Untuk sementara, mari bersama-sama menjaga ketertiban lalu lintas,” imbuh Agus.
    Merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 59 ayat (5), dengan jelas mengatur siapa saja yang berhak menggunakan rotator dan sirene.
    Di antaranya, lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    Lalu, lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan TNI, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah.
    Selanjutnya, lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana LLAJ, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, penderek kendaraan, serta angkutan barang khusus.
    Sebelumnya, media sosial diramaikan protes warga terhadap maraknya penggunaan strobo dan sirene.
    Aksi penolakan muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari poster digital hingga stiker satire di kendaraan pribadi.
    Salah satu stiker yang viral berbunyi, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
    Keluhan masyarakat terutama diarahkan pada kendaraan pejabat yang menggunakan pengawalan meski tidak darurat, serta mobil berpelat sipil yang memasang strobo maupun sirene tanpa hak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anggaran Belanja Peralatan dan Mesin Pemprov DKI 2024 Capai Rp 2,96 Triliun
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 September 2025

    Anggaran Belanja Peralatan dan Mesin Pemprov DKI 2024 Capai Rp 2,96 Triliun Megapolitan 21 September 2025

    Anggaran Belanja Peralatan dan Mesin Pemprov DKI 2024 Capai Rp 2,96 Triliun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melaporkan penggunaan anggaran belanja modal untuk peralatan dan mesin pada tahun 2024 mencapai Rp2,96 triliun atau 93,45 persen dari total anggaran Rp3,16 triliun.
    Capaian ini naik Rp138,7 miliar atau 4,91 persen dibandingkan tahun 2023, yang realisasinya sebesar Rp2,82 triliun.
    Laporan tersebut tertuang dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2024 yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan dipublikasikan melalui laman resmi PPID Jakarta.
    Dalam laporan dijelaskan, tidak tercapainya 100 persen realisasi karena adanya efisiensi pengadaan.
    “Kurang optimalnya realisasi belanja modal peralatan dan mesin disebabkan oleh adanya efisiensi pengadaan,” tulis keterangan tersebut.
    Beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) tercatat menggunakan anggaran tertinggi, di antaranya:
    Belanja alat angkutan, alat-alat besar, alat kantor dan rumah tangga serta peralatan dan mesin lainnya dianggarkan Rp345,56 miliar, terealisasi Rp336,74 miliar (97,45 persen).
    Belanja modal peralatan dan mesin – BOS serta peralatan dan mesin lainnya dianggarkan Rp297,95 miliar, terealisasi Rp291,83 miliar (97,94 persen).
    Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan, dianggarkan Rp144,75 miliar, terealisasi Rp141,20 miliar (97,55 persen).
    “Belanja modal alat angkutan, alat-alat besar, alat kantor dan rumah tangga serta peralatan dan mesin lainnya,” tulis keterangan tersebut.
    Belanja Modal komputer, alat studio serta peralatan dan mesin lainnya dianggarkan Rp154,14 miliar, terealisasi Rp135,57 miliar (87,95 persen).
    Belanja modal alat angkutan, alat-alat besar, alat kantor dan ruman tangga serta peralatan dan mesin lainnya dianggarkan Rp119,81 miliar, terealisasi Rp109,91 miliar (91,74 persen).
    Dari total realisasi Rp2,96 triliun, sebanyak Rp2,74 triliun menghasilkan aset tetap berupa peralatan dan mesin.
    Sementara Rp213,11 miliar tercatat tidak menghasilkan aset tetap, dengan rincian sebagai berikut:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polisi Setop Penggunaan Sirine Pengawalan Pejabat, DPR: Harusnya Dikecilkan Saja dan Wajib Santun Berkendara – Page 3

    Polisi Setop Penggunaan Sirine Pengawalan Pejabat, DPR: Harusnya Dikecilkan Saja dan Wajib Santun Berkendara – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri telah menghentikan penggunaan sirine dan rotator di mobil patroli pengawal atau patwal. Hal itu menyusul protes publik di sosial media hingga muncul gerakan anti sirene dan rotator.

    “Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu,” tutur Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat 19 September 2025.

    Dia mengatakan, suara dari sirene dan rotator yang dinilai mengganggu pengguna mobil dan motor di jalan pun menjadi bahan evaluasi Korlantas Polri.

    “Karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi padat, ini kita evaluasi biarpun ada ketentuannya pada saat kapan menggunakan sirene termasuk tot tot,” jelas Agus.

    Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS Nasir Djamil sepakat dengan hal tersebut. Menurut dia, pada umumnya penggunaan strobo dan siara sirine pengawalan memang bertujuan keluar dari kemacetan demi tugas negara.

    “Saya setuju pengawalan untuk presiden dan wapres. Pengawalan itu kan ide awalnya agar penyelenggara negara bisa “keluar” dari kemacetan saat menjalankan tugas-tugas negara,” kata Nasir saat melalui pesan singkat, Minggu (21/9/2025).

    Namun jika hal itu dikeucalikan hanya untuk kepala dan wakil kepala negara, menurut Nasir pejabat lain seperti menteri dan setingkatnya harus perlu disesuaikan. Termasuk untuk anggota dewan.

    Alasannya, karena agenda mereka yang padat tak jarang membutuhkan pengawalan untuk berpindah dari lokasi satu ke lokasi berikutnya.

    “Menurut saya, disesuaikan saja dengan kebutuhan masing-masing atau jika perlu volume suara sirine dikecilkan sehingga tidak menganggu pengguna jalan lainnya dan polisi yang mengawal tetap santun dan menghargai pengendara lainnya,” jelas Nasir.

     

    Momen pengawalan mobil pemadam kebakaran oleh Pajero berplat hitam viral di media sosial. Pajero hitam tersebut tiba-tiba melaju di depan mobil damkar dan menyalakan strobo serta sirine. Sopir pajero seolah membukakan jalan bagi damkar di tengah kema…

  • 4
                    
                        Panglima TNI Ngaku Jarang Pakai Strobo: Itu Ganggu Saya Juga…
                        Nasional

    4 Panglima TNI Ngaku Jarang Pakai Strobo: Itu Ganggu Saya Juga… Nasional

    Panglima TNI Ngaku Jarang Pakai Strobo: Itu Ganggu Saya Juga…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengaku jarang menggunakan lampu strobo, sirene, maupun rotator yang berlebihan saat melintasi jalan umum.
    Ia beralasan ingin nyaman tanpa mendengar suara mengganggu, sekaligus menghargai pengguna jalan yang lain.
    Hal ini dikatakannya menanggapi keresahan warga atas penggunaan sirene berlebihan pejabat saat melintasi jalan umum.
    Keresahan ini berubah menjadi gerakan untuk tidak memberikan jalan selain untuk ambulans dan pemadam kebakaran.
    “Saya juga mengarah(kan) kepada pengawal saya untuk tidak bunyikan strobo karena ganggu kita juga. Ganggu saya juga. Saya kan pengen nyaman juga. Kendaraan juga tidak menghargai pengendara yang lain,” kata Panglima usai meninjau baksos hingga pameran Alutsista di area silang Monas, Jakarta Pusat, Minggu (21/9/2025).
    “Lihat aja kalau saya juga jarang pakai strobo,” imbuhnya.
    Agus juga berujar, ia kerap mematuhi aturan lalu lintas ketika berkendara.
    Jika lampu merah, kendaraan dan iring-iringan yang melintas bersamanya turut berhenti.
    “Saya kalau lampu merah, saya berhenti. Kasad (Kepala Staf Angkatan Darat) semua berhenti. Saya sampaikan kepada satuan saya untuk mengikuti aturan,” ucap Agus.
    Ia pun meminta jajarannya untuk mematuhi aturan tersebut, meski penggunaannya diperbolehkan dalam keadaan tertentu.
    Ia meminta jajarannya untuk mendahulukan kendaraan lain yang mengejar waktu, seperti ambulans hingga pemadam kebakaran.
    “Kecuali ada hal yang memang membutuhkan kita urgensi cepat, kita harus ada di suatu tempat. Membutuhkan bantuan atau mungkin kita juga seperti ambulans. Ambulan kita dahulukan, kemudian pemadam kebakaran,” beber Agus.
    Lebih lanjut, ia mendorong penertiban jika lampu strobo hingga sirene dinyalakan tidak sesuai aturan.
    “Ya mungkin ilegal yang harus, saya juga suka lihat, harus ditertibkan, lah. Enggak boleh,” tandas Agus.
    Sebelumnya, media sosial diramaikan dengan gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” sebagai bentuk protes terhadap penggunaan sirene dan strobo.
    Protes tersebut muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari unggahan poster digital hingga stiker sindiran yang ditempel pada kendaraan pribadi.
    Salah satu stiker bahkan bertuliskan, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
    Gerakan ini lahir dari kejenuhan masyarakat yang menilai banyak pengendara, baik kendaraan pribadi maupun pejabat, menggunakan sirene dan strobo secara berlebihan, bahkan di luar kepentingan darurat.
    Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho menegaskan, penggunaan suara sirene tersebut untuk sementara dihentikan.
    “Sementara kita bekukan. Semoga tidak usah harus pakai ‘tot tot’ lagi lah. Setuju ya?” ujar Agus di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025).
    Agus menambahkan, kebijakan ini dikeluarkan karena masyarakat kerap merasa terganggu, terutama di tengah kepadatan lalu lintas.
    “Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi (saat lalu lintas) padat,” ucapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kesal Bunyi Strobo di Jalan, Warga: Kalau Lewat, Pengin Kempesin Bannya
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 September 2025

    Kesal Bunyi Strobo di Jalan, Warga: Kalau Lewat, Pengin Kempesin Bannya Megapolitan 21 September 2025

    Kesal Bunyi Strobo di Jalan, Warga: Kalau Lewat, Pengin Kempesin Bannya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sejumlah warga Jakarta mengungkap kekesalannya atas bunyi strobo dan sirene yang berasal dari kendaraan yang melintas ketika jalan raya macet.
    Naufal (31), misalnya, yang mengaku bahwa raungan bunyi sirene justru membuat suasana panas.
    “Kalau ada bunyi-bunyi gitu langsung tembak aja lah, matiin aja. Kalau bisa sih kempesin aja bannya,” ujar Naufal kepada
    Kompas.com
    , Minggu (21/9/2025).
    Hal serupa datang dari Dwi (40), karyawan swasta yang mengaku sering terganggu oleh kendaraan berpelat merah maupun hitam yang berjalan dengan pengawalan.
    “Kalau lihat yang maksa minta jalan itu pengin aku kempesin bannya. Karena kita sama-sama pekerja, sama-sama bayar pajak. Mereka buru-buru, kita juga buru-buru,” kata Dwi.
    Keluhan lain datang dari Tami (39), karyawan swasta yang juga kerap bersinggungan dengan iring-iringan kendaraan pejabat di Jakarta.
    Menurutnya, alasan “buru-buru rapat” tidak bisa dijadikan pembenaran untuk penggunaan kendaraan dinas yang dilengkapi strobo memaksa meminta jalan.
    “Kalau rapat jam 9, ya berangkat lebih pagi dong. Kita pekerja juga begitu. Kalau mereka pakai sirene padahal cuma mau meeting di Senayan, itu mengganggu banget,” ujar Tami.
    Ia berharap pejabat lebih bijak menggunakan fasilitas negara yang dibiayai oleh rakyat.
    “Kecuali kalau ada event besar seperti KTT ASEAN, mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi kalau hanya aktivitas harian, jangan,” tambahnya.
    Fenomena ini bukan pertama kali dikeluhkan warga. Sebelumnya, gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” ramai di media sosial sebagai bentuk protes terhadap penyalahgunaan strobo dan sirene.
    Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani menyebut, hanya kendaraan prioritas seperti ambulans, pemadam kebakaran, mobil jenazah, tamu negara, dan konvoi tertentu yang boleh menggunakan strobo dan sirene.
    “Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 135, kendaraan pribadi tidak termasuk dalam kategori itu,” kata Ojo.
    Pelanggar, lanjutnya, bisa dijerat Pasal 287 Ayat 4 dengan ancaman kurungan satu bulan atau denda Rp250.000.
    Naufal menilai, aturan yang sudah ada seharusnya ditegakkan lebih tegas.
    “Kalau ASN atau pejabat biasa, ngapain juga dikasih jalan. Kita ini sama-sama bayar pajak,” ujarnya.
    Sementara Dwi mengingatkan, justru pejabat yang membuat aturan harus memberi contoh.
    “Bukan malah menyalahgunakan. Kalau semua orang bisa beli jalan dengan uang, ya lalu lintas kita makin semrawut,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dibekukan Polri, Simak Lagi Aturan Pemakaian Sirine dan Rotator

    Dibekukan Polri, Simak Lagi Aturan Pemakaian Sirine dan Rotator

    Jakarta

    Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho menghentikan sementara penggunaan sirine dan rotator (strobo) setelah timbul banyak penolakan dari masyarakat. Ini aturan penggunaan sirine dan rotator di mobil pengawal.

    Penggunaan sirine dan rotator terkait dengan proses pengawalan kendaraan prioritas di jalan. Tertuang dalam pasal 134 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan yang wajib didahulukan sesuai urutan adalah:

    (a) Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;

    (b) Ambulans yang mengangkut orang sakit;

    (c) Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;

    (d) Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;

    (e) Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;

    (f) Iring-iringan pengantar jenazah; dan

    (g) Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Aturan Penggunaan Sirine dan Rotator

    Pasal 135 dalam Undang-undang yang sama, menyebutkan kendaraan yang mendapat hak utama harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.

    Ada sanksi yang diberikan bagi setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar dapat dipidana kurungan maksimal satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (pasal 287 ayat 4).

    Dikatakan pengamat transportasi Djoko Setijowarno, sanksi yang diberikan terlalu rendah. “Jadi sudah seharusnya masuk dalam revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sanksi pidana dan denda harus ditinggikan, sehingga ada efek jera bagi yang melanggar aturan itu,” ungkap Djoko.

    Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene (pasal 59). Lampu isyarat terdiri atas warna merah; biru; dan kuning.

    Lampu isyarat warna merah atau biru serta sirene berfungsi sebagai tanda kendaraan bermotor yang memiliki hak utama. Lampu isyarat warna kuning berfungsi sebagai tanda peringatan kepada pengguna jalan lain.

    Penggunaan lampu isyarat dan sirene, seperti berikut ini:

    (a) Lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

    (b) Lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah;

    (c) Lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan juga Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan, dan angkutan barang khusus.

    Menurut Djoko, pada dasarnya menggunakan sarana dan prasarana jalan untuk keperluan berlalu lintas adalah hak asasi setiap orang. Semua orang mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jalan untuk berlalu lintas. “Tak ada seorang pun mempunyai hak untuk diutamakan, kecuali didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terang Djoko.

    Peraturan perundang-undangan yang ada memberi peluang bagi orang tertentu atau kendaraan yang digunakan bagi keperluan tertentu mendapatkan prioritas menggunakan jalan untuk berlalu lintas.

    “Esensi dari pengawalan tidak lain memang memberikan pengamanan, baik terhadap kendaraan yang dikawal, maupun pengguna jalan lain yang berada di sekitar kendaraan yang dikawal. Karena menyangkut pengamanan, pihak yang paling berwenang adalah Polri. Karena pengamanan adalah bagian dari tugas pokok Polri,” sambungnya.

    Patwal adalah unit kepolisian yang bertugas mengawal konvoi kendaraan VIP, iring-iringan bantuan kemanusiaan, atau kendaraan prioritas lainnya seperti pemadam kebakaran dan ambulans. Dengan kemampuan khusus, personel Patwal bertugas memastikan perjalanan bebas hambatan bagi kendaraan-kendaraan yang mereka kawal.

    (lua/riar)

  • Kesal Bunyi Strobo di Jalan, Warga: Kalau Lewat, Pengin Kempesin Bannya
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 September 2025

    Warga Keluhkan Bunyi Sirene "Tot Tot Wuk Wuk": Bikin Puyeng, Emosi! Megapolitan 21 September 2025

    Warga Keluhkan Bunyi Sirene “Tot Tot Wuk Wuk”: Bikin Puyeng, Emosi!
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Keluhan warga terhadap penggunaan strobo dan sirene di jalan raya makin ramai terdengar.
    Banyak pengendara menilai bunyi bising dari kendaraan pengawalan itu bukan hanya mengganggu, tetapi juga memicu emosi dan stres di tengah kemacetan.
    Naufal (31), seorang pengusaha asal Jakarta Barat, mengaku kerap merasa jengkel setiap kali mendengar suara sirene di jalan.
    “Kalau lagi panas-panas, macet, terus bunyi-bunyian itu kedengerannya puyeng banget, bikin emosi aja. Kita sama-sama bayar pajak, masa iya harus minggir buat pejabat yang cuma mau rapat atau urusan biasa?” ujarnya kepada
    Kompas.com
    , Minggu (21/9/2025).
    Hal serupa disampaikan Dwi (40), karyawan swasta yang hampir setiap hari menggunakan transportasi umum di Jakarta.
    Ia menilai pejabat seharusnya bisa menahan diri dan hanya menggunakan pengawalan jika benar-benar penting.
    “Kalau ambulans atau pemadam kebakaran itu beda cerita, kita paham itu darurat. Tapi kalau cuma rapat atau pulang kantor, ya jangan pakai sirene lah. Kita juga pekerja, sama-sama buru-buru. Masa haknya beda?” kata Dwi.
    Menurutnya, praktik semacam itu kontras dengan aturan di negara lain yang hanya memperbolehkan kepala negara atau wakilnya menggunakan pengawalan khusus.
    “Kalau di luar negeri, ya paling presiden dan wakilnya saja. Harusnya kita bisa meniru hal yang baik,” tuturnya.
    Tami (39), warga lain, berharap aparat lebih tegas menindak penyalahgunaan strobo dan sirene, baik oleh pejabat maupun masyarakat umum.
    “Kadang ada juga yang pakai buat acara nikahan, bahkan mobil pribadi pakai sirene. Itu kan jelas melanggar aturan. Harusnya polisi langsung tindak, jangan dibiarkan,” ujar Tami.
    Ia menegaskan, fasilitas negara yang digunakan pejabat seharusnya dipakai secara bijak karena pembiayaannya berasal dari masyarakat.
    “Kita kerja jungkir balik untuk membayar pajak dan gaji mereka. Jadi jangan semena-mena pakai fasilitas negara hanya buat meeting di Senayan atau main padel,” katanya.
    Sebelumnya Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya sudah mengingatkan bahwa strobo dan sirene hanya boleh digunakan untuk kendaraan prioritas, seperti ambulans, pemadam kebakaran, mobil jenazah, dan tamu negara.
    “Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 135, hanya ada kendaraan tertentu yang mendapat hak prioritas. Kendaraan pribadi tidak termasuk,” kata Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Ojo Ruslani, Jumat (19/9/2025).
    Ojo menambahkan, pelanggar bisa dijerat Pasal 287 Ayat 4 dengan ancaman kurungan satu bulan atau denda Rp250.000.
    Masyarakat juga diminta melapor jika menemukan penyalahgunaan rotator maupun sirene di jalan raya.
    Belakangan, muncul gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” di media sosial sebagai bentuk protes masyarakat.
    Istilah itu merujuk pada suara sirene yang kerap muncul dari kendaraan pejabat maupun sipil.
    Poster digital hingga stiker sindiran bermunculan, salah satunya bertuliskan: “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
    Desakan warga makin kuat agar aparat bertindak tegas. Sebab, jika dibiarkan, penggunaan strobo dan sirene di luar kondisi darurat hanya akan menambah keresahan, sekaligus menciptakan ketidakadilan di jalan raya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bekukan Sirine "Tot Tot Wuk Wuk", Kakorlantas Polri Evaluasi Internal
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 September 2025

    Bekukan Sirine "Tot Tot Wuk Wuk", Kakorlantas Polri Evaluasi Internal Nasional 21 September 2025

    Bekukan Sirine “Tot Tot Wuk Wuk”, Kakorlantas Polri Evaluasi Internal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho mengatakan pihaknya telah membekukan penggunaan strobo dan sirene ‘tot tot wuk wuk’ untuk pengawalan kendaraan.
    Agus menyatakan kepolisian tengah mengevaluasi penggunaan sirene tersebut.
    “Sementara kami bekukan sambil kami evaluasi,” ujar Agus kepada
    Kompas.com
    , Minggu (21/9/2025).
    Saat ditanya perihal bentuk evaluasi yang dilakukan apakah berupa pembatasan pengawalan dengan sirene, Agus tidak menjawab terang.
    Dia hanya menyebut, mereka akan melakukan rapat koordinasi serta evaluasi internal terlebih dahulu.
    “Nanti kami akan ada rapat koordinasi dan evaluasi internal,” imbuhnya.
    Sebelumnya, media sosial diramaikan protes warga terhadap maraknya penggunaan strobo dan sirene.
    Aksi penolakan muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari poster digital hingga stiker satire di kendaraan pribadi.
    Keluhan masyarakat terutama diarahkan pada kendaraan pejabat yang menggunakan pengawalan meski tidak darurat, serta mobil berpelat sipil yang memasang strobo maupun sirene tanpa hak.
    Polisi pun menegaskan kendaraan pribadi tidak berhak mendapat pengawalan.
    “Kendaraan pribadi tidak termasuk yang berhak menggunakannya,” Kasubdit Gakkum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani, Jumat (19/9/2025).
    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 135, hak penggunaan strobo hanya diberikan kepada pemadam kebakaran, pimpinan lembaga negara dan tamu negara atau pejabat asing.
    Selain itu hal tersebut juga diberikan kepada ambulans, mobil jenazah, konvoi untuk kepentingan tertentu, serta kendaraan penolong kecelakaan.
    Jika menemukan kendaraan sipil atau oknum aparat yang menyalahgunakan strobo maupun sirene, masyarakat disebut bisa melaporkannya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Astronaut Nangis Lihat Bumi dari Luar Angkasa, Ini yang Terjadi

    Astronaut Nangis Lihat Bumi dari Luar Angkasa, Ini yang Terjadi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemanasan global menjadi isu utama dunia karena menyangkut keselamatan umat manusia. Hal tersebut juga menjadi sorotan seorang astronaut yang melihat keadaan Bumi saat berada di antariksa.

    Megan McArthur mengaku cemas terhadap lingkungan bumi yang kian mengkhawatirkan. Beberapa tahun lalu, Ia melihat keadaan Bumi dari stasiun antariksa International Space Station (ISS).

    Hal itu membuatnya menangis karena melihat efek perubahan iklim dan pemanasan global di Bumi.

    Keadaan tersebut menyebabkan banyak kebakaran di beberapa wilayah. Salah satu kebakaran yang terlihat dari citra satelit terjadi Amerika Serikat (AS). Begitu juga dengan negara lain seperti Siberia, Yunani, Spanyol, hingga Pacific Northwest.

    AS juga merekrut petugas kebakaran agar jumlahnya cukup. Turki dikabarkan cukup terpukul dengan kebakaran yang terjadi.

    “Kami sangat sedih melihat kebakaran di sebagian besar Bumi, bukan hanya Amerika Serikat,” ujar McArthur, dikutip dari Insider.

    Dia mengatakan sejumlah ilmuwan telah memberi peringatan sebelumnya soal kebakaran hutan. McArthur menambahkan butuh kerja sama semua pihak untuk menyelesaikan masalah tersebut.

    “Selama bertahun-tahun para ilmuwan dunia telah membunyikan bel alarm ini. Ini adalah peringatan bagi seluruh komunitas global. Butuh seluruh komunitas global untuk mengatasi tantangan ini,” jelasnya.

    Bukan hanya kebakaran, hutan hujan di Brazil terancam mengalami deforestasi. Bahkan menurut Simon Evans dari Carbon Brief, bencana tersebut telah berlangsung beberapa waktu sebelumnya.

    Deforestasi sendiri dilakukan untuk mengalihfungsikan lahan. Misalnya diperuntukkan untuk pertanian, peternakan hingga kawasan tinggal atau perkotaan.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]