Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ibu dan pengacara
Ronald Tannur
, Merizka Wijaya dan Lisa Rahmat, akan segera disidang sebagai terdakwa kasus suap terkait pengurusan perkara penganiayaan yang menjerat Ronald Tannur.
Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah melimpahkan berkas dan alat bukti perkara tersebut kepada jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (8/1/2025).
“Pelaksanaan Tahap II tersebut dilakukan terhadap dua tersangka, yakni Lisa Rahmat (LR) yang merupakan pengacara Ronald Tannur, dan Meirizka Wijaya (MW) yang merupakan ibu dari Ronald Tannur,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, dalam keterangan resmi.
Setelah pelimpahan ini, tim jaksa penuntut akan segera menyusun surat dakwaan untuk melimpahkan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Meirizka dan Lisa akan didakwa Pasal 6 Ayat (1) subsider Pasal 5 jo Pasal 15 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Harli membeberkan, dalam kasus ini, Meirizka diduga berkomunikasi dengan Lisa terkait uang yang harus dikeluarkan untuk mengurus perkara yang menjerat Ronald Tannur.
“Atas permintaan Tersangka LR, Tersangka MW dalam kurun waktu Oktober 2024 sampai Agustus 2024 menyerahkan uang kepada tersangka LR sebesar kurang lebih Rp1.500.000.000,” ujar Harli.
Lisa lalu menghubungi eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, untuk dihubungkan dengan ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya demi mengetahui majelis hakim yang akan menangani perkara Ronald Tannur.
Tiga hakim tersebut adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Pada 1 Juni 2024, Lisa bertemu dengan Erintuah dan memberikan uang 140.000 dollar Singapura dengan pecahan 1.000 dollar Singapura kepada hakim tersebut.
Uang itu lalu dibagi-bagi kepada setiap anggota majelis hakim.
“Masing-masing mendapatkan uang sebesar 38.000 SGD untuk saksi Erintuah Damanik, sebesar 36.000 SGD untuk saksi Mangapul dan sebesar 36.000 SGD saksi Heru Hanindyo,” kata Harli.
Ketua PN Surabaya dan panitera bernama Siswanto pun mendapat jatah masing-masing 20.000 dollar Singapura dan 10.000 dollar Singapura, tetapi uang itu belum sempat mereka terima.
Setelah membagi-bagi uang suap, Erintuah merumuskan redaksional untuk memvonis bebas Ronald Tannur lalu direvisi oleh Heru.
“Selanjutnya pada tanggal 24 Juli 2024, Majelis Hakim yang terdiri dari saksi Erintuah Damanik, saksi Mangapul dan saksi Heru Hanindyo membacakan putusan perkara Gregorius Ronald Tannur dengan amar putusan bebas terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur,” kata Harli.
Erintuah, Mangapul, dan Heru sudah diproses hukum dan tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: kasus suap
-
/data/photo/2024/11/14/67357916a4603.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang
-

Kejagung Limpahkan Kasus Suap Ibu dan Pengacara Ronald Tannur ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat – Halaman all
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung resmi melimpahkan barang bukti dan tersangka (tahap II) kasus suap vonis bebas Ronald Tannur yakni pengacara Lisa Rahmat dan ibunda Ronald, Meirizka Widjaja ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus), Rabu (8/1/2025).
Adapun pelimpahan Lisa dan Meirizka ke Kejari Jakpus dibenarkan oleh Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung, Sutikno.
“Iya betul, penyerahan tahap 2 atas nama Tersangka Meirizka Wdjaja dan tersangka Lisa Rahmat yang dilaksanakan di Kejari Jakarta Pusat,” ucap Sutikno saat dikonfirmasi, Rabu (8/1/2025).
Setelah resmi dilimpahkan ke Kejaksaan, kini kata Sutikno, Lisa Rahmat dan Meirizka Widjaja akan kembali dilakukan penahanan.
Keduanya akan ditahan di dua rumah tahanan yang berbeda sambil menunggu proses pelimpahan selanjutnya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk segera disidangkan.
“Untuk tersangka Meirizka Widjaja dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaam Agung. Sedangkan terhadap tersangka Lisa Rahmat dilaksanakan di penahanan di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur,” pungkasnya.
Terkait hal ini sebelumnya diketahui bahwa Lisa dan Meirizka ditetapkan tersangka karena telah menyuap tiga Hakim Pengadilan Negeri Surabaya untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan terhadap Dini Sera Afriyanti.
Ketiga Hakim itu yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo. Dimana ketiganya kini telah berstatus sebagai terdakwa dan sedang menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sementara itu ihwal Meirizka dan Lisa sebelumnya diberitakan, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar menjelaskan kasus ini dimulai ketika MW menghubungi pengacara berinisial LR untuk meminta bantuan hukum bagi Ronald Tanur.
Pertemuan pertama antara MW dan LR terjadi pada tanggal 5 Oktober 2023 di sebuah kafe di Surabaya, dilanjutkan dengan pertemuan di kantor LR pada 6 Oktober 2023.
Dalam pertemuan tersebut, LR menyampaikan kepada MW ihwal terdapat beberapa biaya yang diperlukan dalam proses hukum kasus Ronald Tanur dan langkah-langkah hukum yang akan ditempuh.
Selain itu, LR juga meminta agar diperkenalkan dengan pejabat di Pengadilan Negeri Surabaya berinisial R, yang diduga berperan dalam pemilihan majelis hakim untuk sidang perkara Ronald Tanur.
“LR meminta kepada ZR minta tolong agar diperkenalkan ke seorang tadi dengan maksud supaya dapat memilih Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tanur,” ujar Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta, Senin (4/11/2024).
Pada prosesnya, MW sepakat untuk menanggung biaya pengurusan perkara anaknya. Dalam setiap permintaan dana terkait pengurusan perkara, LR selalu meminta persetujuan dari MW.
Tercatat, selama kasus berjalan, MW telah menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar kepada LR, yang diberikan secara bertahap.
Selain itu, LR juga menalangi biaya pengurusan perkara sebesar Rp2 miliar, sehingga total biaya yang dihabiskan mencapai Rp3,5 miliar.
Uang tersebut kemudian diduga diserahkan kepada majelis hakim yang menangani perkara Ronald Tanur.
Terkait kasus ini, MW kini ditahan di Rutan Kelas 1 Surabaya berdasarkan surat perintah penahanan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selama 20 hari ke depan.
MW didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
-
/data/photo/2024/10/03/66fe7d936ef98.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Dalami soal Dugaan Firli Bahuri Halangi Penggeledahan Kantor PDI-P, Akan Dipanggil?
KPK Dalami soal Dugaan Firli Bahuri Halangi Penggeledahan Kantor PDI-P, Akan Dipanggil?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) buka suara soal rencana pemanggilan eks Ketua KPK
Firli Bahuri
terkait perintangan dalam penggeledahan kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
PDI-P
).
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, penyidik saat ini masih mendalami keterangan dari para saksi, salah satunya mantan penyidik lembaga antirasuah.
“Ada mantan penyidik menyatakan keterlibatan pimpinan lama (Firli Bahuri), apakah akan dipanggil yang bersangkutan, ini sedang kita dalami,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (8/1/2025).
Asep mengatakan, keterangan dari beberapa mantan penyidik akan ditindaklanjuti dengan melakukan konfirmasi terhadap saksi lainnya.
“Dari keterangan-keterangan itu tentunya apabila ada hal-hal yang kita anggap perlu untuk dikonfirmasi terhadap siapa pun,” ujarnya.
Sebelumnya, mantan penyidik KPK Ronald Paul Sinyal (RPS) mengungkapkan bahwa eks Ketua KPK Firli Bahuri berupaya menghalangi penggeledahan kantor DPP PDI-P.
Hal tersebut disampaikan Ronald usai diperiksa KPK terkait kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR dan perintangan penyidikan yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
Hasto Kristiyanto
di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (8/1/2025).
“Tadi di BAP (Berita Acara Pemeriksaan), saya sampaikan memang lebih dari situ sih, ya salah satunya yang bisa saya sebut ya jelas dari Firli Bahuri itu sendiri,” kata Ronald.
Ronald mengatakan, ketika itu, Firli Bahuri meminta penyidik untuk menunda penggeledahan yang akan dilakukan di kantor DPP PDI-P pada tahun 2020.
Menurut dia, Firli memiliki alasan bahwa situasi masih belum kondusif untuk melakukan penggeledahan di kantor DPP PDI-P.
“Setiap kali saya melakukan penggeledahan atau juga melakukan pemeriksaan atau juga kan sempat viral ya dulu ya pengen melakukan penggeledahan di kantor DPP ya. Cuma itu selalu disebut (oleh Firli Bahuri) jangan dulu, sedang panas dan semacamnya. Itu dari saya sampaikan juga bahwa kita reda dulu temponya biar sedikit adem dulu lah ya,” ujarnya.
Ronald juga menepis tudingan penggeledahan di kantor DPP PDI-P tidak bisa dilakukan lantaran tidak ada surat dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Dia mengatakan, penggeledahan tidak bisa dilakukan karena Pimpinan KPK tidak berani mengeluarkan surat perintah penggeledahan.
“Emang dari atasan sendiri, dari pimpinan sendiri pun tidak berani mengeluarkan terkait penggeledahan di kantor DPP PDI-P. Jadi tidak sampai ke arah Dewas sih pada saat itu,” katanya.
Terakhir, Ronald mengatakan, telah menyarankan agar penyidik juga memeriksa Firli Bahuri.
“Tadi sudah saya sampaikan harusnya yang dipanggil ke sini bukan saya sendiri. Tapi, Firli Bahuri itu sendiri juga harusnya sudah hadir ke sini,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Bantah Intervensi Kasus Hasto, Jokowi: Saya Dekat dengan PDIP di 2020
Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Presiden RI, Joko Widodo atau Jokowi membantah melakukan intervensi terkait dengan kasus Hasto Kristiyanto.
Presiden ke-7 RI tersebut mengatakan punya kedekatan dengan PDI Perjuangan (PDIP) pada 2020. Sebagai informasi, wacana penetapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus suap Harun Masiku sudah muncul sejak 2020.
Informasi diusulkannya Hasto sebagai tersangka oleh Komisi Pemilihan Korupsi (KPK) ketika itu diungkapkan eks penyidik lembaga antirasuah tersebut, Novel Baswedan.
“Kan memang dekat. Saya kan dengan PDIP memang… memang PDIP,” ujar Jokowi seperti dilansir dari Solopos, Rabu (8/1/2025).
Jokowi memastikan tidak pernah memengaruhi penegak hukum dalam kasus Harun Masiku maupun Hasto Kristiyanto.
“Enggak ada. Kami enggak pernah. Yang urusan hukum ya proses hukum. Baik yang di kepolisian, kejaksaan, apalagi KPK,” ungkap dia.
Dia justru mempersilakan wartawan menanyakan hal itu kepada pihak-pihak yang terkait.
Jokowi juga menilai soal penggeledahan rumah Hasto Kristiyanto, baru-baru ini, sebagai bagian dari proses hukum biasa. Dirinya juga menepis asumsi yang beredar bahwa penggeledahan itu sebagai upaya pengalihan isu rilis Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) soal finalis pemimpin dunia terkorup.
“Enggak ada, itu proses hukum biasa saja. Ya namanya isu, kenapa harus ditanggapi. Kan sudah ada klarifikasi yang jelas dari OCCRP. Klarifikasinya sudah jelas,” kata dia.
Jokowi juga tidak mempermasalahkan adanya desakan kepada KPK untuk mengusut hartanya sesuai dengan tugas penegak hukum. Apalagi Jokowi bukan sekali dua kali dilaporkan ke KPK.
“Ya enggak apa-apa. Kan boleh-boleh saja, siapa pun. Dilaporkan ke KPK enggak sekali dua kali,” terang dia sembari tertawa ringan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap pergantian antarwaktu Harun Masiku sebagai anggota DPR periode 2019-2024 pada Desember 2024 lalu. Penetapan tersangka itu berdasarkan Surat Penyidikan Sprindik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
KPK juga sudah memanggil Hasto untuk diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka. Namun, Hasto meminta KPK untuk mengundur jadwal pemeriksaan setelah tanggal 10 Januari 2025. KPK kemudian menjadwal ulang pemanggilan Hasto pada 13 Januari 2025.
-

Eks Penyidik KPK Ungkap Dugaan Firli Bahuri Terkait Upaya Rintangi Kasus Harun Masiku
Jakarta, Beritasatu.com – Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ronald Paul Sinyal, mengungkapkan dugaan keterkaitan mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam kasus suap Harun Masiku. Firli diduga berupaya merintangi penyidikan terkait kasus tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Ronald seusai menjalani pemeriksaan tim penyidik KPK pada Rabu (8/1/2024). Ronald diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024 serta perintangan penyidikan dengan tersangka Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto.
“Saya sampaikan memang ada perintangan dari Firli Bahuri. Perannya dari kasatgas saya ada, tapi saya rasa ada indikasi perintah dari Firli Bahuri,” kata Ronald di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (8/1/2025).
Ronald mengungkapkan Firli berusaha memperlambat proses penyidikan dalam kasus Harun Masiku. Dia juga menyinggung upaya Firli untuk menahan penggeledahan kantor DPP PDIP pada 2020.
Oleh karena itu, Ronald mendorong agar tim penyidik KPK segera memanggil Firli Bahuri. Keterangan Firli dinilai penting untuk mengembangkan penyidikan kasus ini.
“Mungkin akan dipertimbangkan apakah akan dikembangkan ke pemanggilan yang bersangkutan,” ujar Ronald.
Kasus dugaan suap ini menyeret mantan caleg PDI Perjuangan (PDIP), Harun Masiku, yang hingga kini masih buron. KPK melakukan pengembangan dan menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut, yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, dan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah.
Hasto juga terjerat dalam dugaan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Dia diduga melakukan sejumlah tindakan yang menghambat proses penyidikan KPK dalam kasus ini.
KPK sebelumnya menyebut Hasto, bersama Harun Masiku dan pihak lainnya, diduga menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, serta Agustiani Tio pada Desember 2019. Suap tersebut diberikan agar Harun dapat ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019-2024.
-

Effendi Simbolon Minta Megawati Mundur Buntut Kasus Hasto di KPK
Bisnis.com, JAKARTA — Mantan politisi PDI Perjuangan (PDIP) Effendi Simbolon meminta Megawati Soekarnoputri mengundurkan diri buntut penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasto adalah Sekretaris Jendersl alias Sekjen PDIP. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Advokat dan kader PDIP Donny Tri Istiqomah juga ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Hasto.
Effendi mengaku prihatin dengan status hukum Hasto saat ini. Dia menyebut perkembangan kasus Harun Masiku itu merupakan petaka bagi partai yang lama menjadi rumahnya. Untuk itu, dia pun menilai perlu adanya perubahan kepemimpinan hingga level ketua umum di PDIP.
“Harus diperbaharui ya semuanya mungkin sampai ke ketua umumnya juga harus diperbaharui bukan hanya level sekjen ya. Sudah waktunya lah sudah waktunya pembaharuan yang total ya, karena ini kan fatal ini, harusnya semua kepemimpinan juga harus mengundurkan diri,” katanya kepada wartawan, Rabu (8/1/2025).
Menurut Effendi, partai memiliki pertanggungjawaban kepada publik yang tinggi sesuai dengan Undang-undang (UU) Partai Politik. Dia menyebut harus ada pertanggungjawaban dari ketua umum karena kasus yang menjerat Hasto.
Mantan anggota Komisi I DPR yang sebelumnya dicalonkan PDIP itu menyebut, pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh Megawati adalah mengundurkan diri dari jabatan yang sudah dipegangnya sejak berdirinya partai.
“Dia harus mengundurkan diri, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas, ini kan masalah serius masalah hukum, bukan masalah sebatas etika yang digembar-gemborkan. Ini hukum, ya harus seperti Perdana Menteri Kanada aja mengundurkan diri,” ucapnya.
Di sisi lain, Effendi mengkritik sikap PDIP yang dinilai kerap mencaci maki Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi. Dia menilai justru presiden bekas kader PDIP itu justru membantu Hasto melalui political will-nya.
“Di satu sisi caci maki terus pak Jokowi, ini ya memalukan partai itu, masa partai kerjanya caci maki sih. Tapi ketika ada persoalan hukum, gak usah dicari-cari lagi pembelaannya,” terang politisi asal Sumatera Utara itu.
Dia bahkan menyebut pernah menegur Hasto bahwa Jokowi berperan dalam menjaga elite PDIP itu.”Saya sampaikan juga ke mas Hasto begitu ‘Mas setahu saya pak Jokowi itu yang ikut menjaga anda loh’, ya silakan saja tapi ini enggak hanya sebatas seorang Hasto saya kira ini harus pertanggungjawaban nya dari Ketua Umumnya dong,” ungkapnya.
Hasto Tersangka
Sebelumnya, penetapan Hasto sebagai tersangka disetujui pada rapat expose yang dihadiri oleh pimpinan dan pejabat struktural Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK, Desember 2024 lalu. Expose itu digelar tidak lama setelah pimpinan KPK Jilid VI mulai menjabat.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengumumkan status Hasto sebagai tersangka, Selasa (14/12/2024). Pada kasus suap, komisi antirasuah menduga Hasto dan Donny bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan penyuapan terhadap anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan. Dia diduga dengan sengaja mencegah, merintangi dan menggagalkan secara langsung dan tidak langsung proses penyidikan. Di antaranya, yakni menyuruh Harun Masiku pada 2020 untuk menenggelamkan ponselnya ketika adanya operasi tangkap tangan (OTT).
“Bahwa pada 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan oleh KPK, Saudara HK memerintahkan salah satu pegawainya di Jalan Sutan Syahrir untuk menelpon kepada HM dan memerintahkan supaya merendam Hape ke dalam air dan melarikan diri,” papar Setyo.
Kasus tersebut sudah mulai diusut KPK sejak 2020. Pada saat itu, lembaga antirasuah menetapkan empat orang tersangka yaitu anggota KPU Wahyu Setiawan, anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, Saeful Bahri dan Harun Masiku. Hanya Harun yang sampai saat ini belum diproses hukum.

/data/photo/2025/01/07/677d0fa21b148.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4699865/original/047455400_1703723269-Ketua_nonaktif_KPK_Firli_Bahuri-HERMAN_3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
