Kasus: kasus suap

  • Tiba-tiba Hakim MK Ridwan Mansyur Diperiksa KPK, Terkait Kasus Apa?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 Januari 2025

    Tiba-tiba Hakim MK Ridwan Mansyur Diperiksa KPK, Terkait Kasus Apa? Nasional 17 Januari 2025

    Tiba-tiba Hakim MK Ridwan Mansyur Diperiksa KPK, Terkait Kasus Apa?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) memeriksa Hakim Mahkamah Konstitusi (MK)
    Ridwan Mansyur
    sebagai saksi dalam perkara korupsi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (16/1/2025).
    Berdasarkan jadwal pemeriksaan KPK, tidak ada nama Ridwan Mansyur yang muncul di dalam daftar orang-orang yang hendak dikonfirmasi penyidik pada Kamis kemarin.
    Keberadaan sosok Hakim MK terindikasi oleh wartawan, sejak seorang pria terlihat mengenakan kemeja merah serta kartu pengenal atau ID card pegawai MK duduk di lobi Gedung Merah Putih KPK.
    Indikasi tersebut baru terkonfirmasi, saat Ridwan Mansyur muncul dari lantai dua Gedung KPK, yang selama ini menjadi tempat pemeriksaan saksi sekitar pukul 13.11 WIB.
    Saat turun, dia tampak mengenakan kalung yang biasa dipakai seorang saksi ketika menjalani pemeriksaan.
    Ridwan lalu menuju meja resepsionis untuk mengembalikan kalung tersebut dan menukarkannya dengan kartu tanda pengenal yang dititipkan saat datang.
    Ketika hendak meninggalkan lobi gedung KPK, Ridwan Mansyur tampak dikawal dua orang, yaitu petugas keamanan KPK yang mengenakan setelan berwarna coklat dan seorang pegawai MK yang sudah menunggunya di lobi.
    Awalnya, Ridwan Mansyur tampak berjalan normal saat keluar dari lobi gedung KPK. Petugas keamanan KPK pun sempat mengarahkannya ke jalan akses untuk meninggalkan lokasi.
    Di sana, sejumlah awak media telah menunggunya. Beberapa kali petugas keamanan KPK mengimbau awak media berhati-hati karena antara lobi dengan jalan akses yang biasa digunakan untuk mobil menurunkan tamu, memiliki perbedaan tinggi.
    Hal ini yang kemudian membuat laju perjalanannya sedikit melambat.
    Ridwan Mansyur kemudian dibombardir dengan sejumlah pertanyaan oleh awak media.
    “Diperiksa kasus apa, Pak? Sudah sidik atau (masih) lidik?” ucap salah seorang awak media.
    “Kasus apa Pak? Agar opini tidak liar di publik, kasus apa aja Pak?” timpal awak media yang lain.
    “Oh belum orang cuma memberikan keterangan. Sudah selesai. Menjadi sebagai saksi,” kata Ridwan Mansyur irit bicara.
    Dia pun enggan mengungkap terkait kasus apa dan diperiksa sebagai saksi siapa, saat awak media kembali meminta penegasannya.
    Ridwan Mansyur justru lebih memilih masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya dan meninggalkan wartawan sembari mengucapkan terima kasih.
    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto membenarkan bahwa
    Hakim MK Ridwan Mansyur
    diperiksa sebagai saksi di Gedung Merah Putih, Jakarta pada Kamis itu.
    Tessa mengatakan, Ridwan Mansyur diperiksa sebagai saksi dalam dugaan suap yang menjerat mantan Sekretaris MA, Hasbi Hasan.
    “Betul diperiksa sebagai saksi. Perkara MA tersangka Hasbi Hasan. Kasus suap,” kata Tessa saat dikonfirmasi, Selasa.
    Secara terpisah, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna juga membenarkan
    Hakim MK Ridwan Mansyur diperiksa KPK
    sebagai saksi dalam perkara mantan Sekretaris MA, Hasbi Hasan.
    “Beliau (Ridwan Mansyur) sudah melapor kepada saya selaku Ketua MKMK bahwa beliau dimintai keterangan oleh KPK sebagai saksi dalam perkara mantan Sekretaris MA,” ujar Palguna, saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis.
    Menurut Palguna, pemeriksaan Ridwan Mansyur bukan permintaan mendadak. Dia menyebut, permintaan keterangan oleh penyidik itu sudah disampaikan jauh sebelumnya.
    Namun, karena di MK masih sangat padat jadwal memeriksa perkara perselisihan hasil Pilkada, penyidik KPK memberikan keleluasaan waktu kepada Ridwan Mansyur untuk memberikan keterangan sebagai saksi.
    “Hari ini karena kebetulan Panel II tidak ada sidang (sebab pemeriksaan pendahuluan untuk Panel II sudah selesai), maka digunakanlah waktu kosong ini untuk memberikan keterangan itu,” kata Palguna.
    Palguna mengatakan, sikap MKMK tentu mendorong Ridwan Mansyur untuk memberikan keterangan guna membantu penyidik KPK menyelesaikan tugasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sebut Anggota DPR PDIP Maria Lestari 2 Kali Mangkir Pemeriksaan pada Kasus Hasto

    KPK Sebut Anggota DPR PDIP Maria Lestari 2 Kali Mangkir Pemeriksaan pada Kasus Hasto

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi bahwa Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Maria Lestari tidak memenuhi panggilan pemeriksaan untuk kedua kalinya pada kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024. 

    Maria telah dipanggil sebanyak dua kali yakni pada 9 Januari 2025 dan 16 Januari 2025. Namun, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika mengonfirmasi bahwa Maria juga tidak hadir pada panggilan yang dilayangkan hari ini. 

    “Untuk saudari ML, penyidik menginfokan yang bersangkutan belum hadir. Ini sedang dicari informasi apakah yang bersangkutan apakah sudah menerima surat panggilan atau belum,” jelas Tessa kepada wartawan, Kamis (6/1/2025). 

    Selanjutnya, Tessa menyebut penyidik akan menelusuri apabila keterangan ketidakhadiran Maria Lestari hari ini patut dan wajar. 

    Maria bukan satu-satunya saksi untuk kasus tersebut yang juga telah tidak hadir dalam pemanggilan KPK dua kali. Kader PDIP sekaligus mantan terpidana kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, Saeful Bahri juga sebelumnya tidak hadir sebanyak dua kali. 

    Namun, Saeful akhirnya dikonfirmasi telah hadir kemarin, Rabu (15/1/2025). Dia mengaku tidak menerima surat panggilan dari penyidik.

    Ke depan, KPK membuka opsi penjemputan terhadap Maria usai tidak dua kali hadir. Namun, lembaga antirasuah memastikan bakal mengonfirmasi alasan di balik ketidakhadiran politisi PDIP itu. 

    “Nanti kita telusuri dulu, apa alasan ketidakhadirannya, apakah suratnya tidak sampai atau ada alasan yang lain, nanti kita tanyakan terlebih dulu,” kata Tessa. 

    Adapun Maria diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan caleg PDIP Harun Masiku, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto serta advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah. Hasto ditetapkan sebagai tersangka pada pengembangan kasus yang sudah diusut sejak 2020 lalu. 

    Penetapan Hasto sebagai tersangka disetujui pada rapat expose yang dihadiri oleh pimpinan dan pejabat struktural Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK, Desember 2024 lalu.

    Expose itu digelar tidak lama setelah pimpinan KPK Jilid VI mulai menjabat. Ketua KPK Setyo Budiyanti mengumumkan status Hasto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah selaku tersangka pada pengembangan penyidikan.

    Kasus tersebut sudah mulai diusut KPK sejak 2020. Pada saat itu, lembaga antirasuah menetapkan empat orang tersangka yaitu anggota KPU Wahyu Setiawan, anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, Saeful Bahri dan Harun Masiku. Hanya Harun yang sampai saat ini belum dibawa ke proses hukum.

  • KPK Periksa Dua Anggota DPR RI dari PDIP dalam Kasus Hasto

    KPK Periksa Dua Anggota DPR RI dari PDIP dalam Kasus Hasto

    Jakarta (beritajatim.com) – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terus mengembangkan penyidikan dalam kasus dugaan korupsi terkait suap penetapan Anggota DPR RI periode 2019-2024 yang menjerat Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.

    Pada hari ini, KPK memeriksa dua anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Maria Lestari dan Arif Wibowo. “ML, Anggota DPR RI dan AW Anggota DPR RI diperiksa untuk tersangka HK,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Kamis (16/1/2025).

    Selain itu, KPK juga memanggil dua pihak swasta, Ferwaty Pakiding dan Herlina Esti Wijayanti, yang turut diperiksa dalam penyidikan buronan Harun Masiku. Namun, KPK belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai materi pemeriksaan tersebut. “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Tessa.

    KPK sebelumnya mengumumkan bahwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.

    Hasto diduga bekerja sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah, orang kepercayaannya, untuk memberikan suap kepada Wahyu Setiawan dan Agustinus Tio Fridelina.

    Berdasarkan penyidikan, pada 31 Agustus 2019, Hasto diketahui menemui Wahyu Setiawan untuk membahas usulan dari DPP PDIP terkait dua nama, yakni Maria Lestari dari Dapil 1 Kalbar dan Harun Masiku dari Dapil 1 Sumsel. Bukti petunjuk menunjukkan bahwa sebagian dana yang digunakan untuk suap tersebut berasal dari Hasto.

    Hasto juga disebut berperan aktif dalam mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah dalam upaya penyuapan. Bahkan, ia diduga menyusun kajian hukum terkait pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung No. 57P/HUM/2019 serta mengajukan permohonan fatwa MA ke KPU.

    KPK menduga bahwa Hasto menginstruksikan Donny untuk melobi Wahyu Setiawan agar menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil 1 Sumsel. Tak hanya itu, Hasto juga mengatur agar Donny berperan dalam pengambilan dan penyerahan uang suap kepada Wahyu Setiawan melalui Agustinus Tio Fridelina.

    Dalam rentang waktu 16 hingga 23 Desember 2019, KPK mengungkapkan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah telah memberikan suap kepada Wahyu Setiawan dan Agustinus Tio Fridelina sebesar SGD 19.000 dan SGD 38.350.

    Tujuan utama suap tersebut adalah agar Harun Masiku bisa ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil 1 Sumsel.

    Sebagai langkah pencegahan, KPK telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 pada 24 Desember 2024 yang melarang Hasto Kristiyanto bepergian ke luar negeri. Larangan ini juga berlaku bagi Ketua DPP PDIP bidang Hukum, HAM, dan Perundangan yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly. Kebijakan ini akan berlaku selama enam bulan ke depan.

    Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat keterlibatan petinggi partai politik dalam upaya suap yang bertujuan mengatur penetapan anggota DPR RI. Dengan pemeriksaan yang masih berlanjut, publik menantikan langkah selanjutnya dari KPK dalam mengusut tuntas kasus ini. [hen/suf]

  • KPK Panggil Eks Petinggi Lippo Group Eddy Sindoro di Kasus Pencucian Uang Nurhadi

    KPK Panggil Eks Petinggi Lippo Group Eddy Sindoro di Kasus Pencucian Uang Nurhadi

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan pencucian uang oleh mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Eddy sebelumnya telah dipanggil oleh penyidik KPK untuk kasus yang sama pada Januari dan Agustus 2024 lalu.

    “Hari ini Kamis (16/1), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan TPPU Nurhadi (di lingkungan Mahkamah Agung). Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama ES (Swasta),” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (16/1/2025). 

    Bisnis telah mencoba mengonfirmasi lebih lanjut ihwal kehadiran Eddy Sindoro pada panggilan penyidik kali ini. Namun, sampai dengan berita ini ditulis, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto belum memberikan konfirmasi. 

    Adapun Eddy diketahui juga tidak memenuhi panggilan penyidik pada Agustus 2024 lalu alias mangkir. Tidak ada keterangan yang diberikan olehnya ke tim penyidik saat itu ihwal ketidakhadirannya. 

    “Saksi hadir tanpa keterangan,” papar Tessa, Selasa (13/8/2024).

    Untuk diketahui, lembaga antirasuah sedang mengembangkan kasus dugaan korupsi terkait dengan pengurusan perkara di MA yang menjerat Nurhadi. Pada 2021, dia divonis bersalah menerima suap dan dijatuhkan hukuman pidana penjara selama enam tahun.  

    Kemudian, KPK menjerat Nurhadi dengan kasus dugaan suap, gratifikasi, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pada perkembangan lain, KPK juga membuka penyidikan terkait penerimaan hadiah atau janji ihwal pengurusan perkara mantan Presiden Komisaris PT Lippo Group Eddy Sindoro. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK pada 2022 menelisik pertemuan antara Nurhadi dan Eddy Sindoro. Pertemuan yang diduga berkaitan dengan pencucian uang Nurhadi itu ditelisik dari seorang saksi bernama Indri.  

    Wakil Ketua KPK saat itu, Alexander Marwata mengatakan bahwa Eddy akan diklarifikasi ihwal pemberian gratifikasi terhadap Nurhadi.

    Eddy Sindoro sebelumnya sempat terjerat kasus suap mafia perkara. Mantan Presiden Komisaris Lippo Group itu telah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 6 Maret 2019 lantaran terbukti menyuap mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Eddy Nasution sebesar Rp150 juta dan US$50 ribu. 

    “Nah, kalau Eddy sindoro itu sebetulnya kan pernah terkait dengan perkara sebelumnya, di dalam penanganan TPPU mungkin akan diklarifikasi terkait gratifikasi apakah ada gratifikasi lain selain Perkara sebelumnya,” kata Alex kepada wartawan di Jakarta, Selasa (20/12/2022).

  • Hakim MK Ridwan Mansyur Diperiksa Penyidik KPK, Kasus Apa?

    Hakim MK Ridwan Mansyur Diperiksa Penyidik KPK, Kasus Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Ridwan Mansyur sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi. 

    Berdasarkan pantauan Bisnis, Ridwan terlihat keluar dari lobi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta mengenakan jaket hitam dan kemeja putih. Dia juga mengenakan masker yang menutupi sebagian besar wajahnya. 

    Ridwan mengaku diperiksa oleh penyidik KPK dalam kapasitas sebagai saksi. Namun, dia tak memerinci lebih lanjut kasus dugaan korupsi apa yang didalami penyidik dari keterangannya. 

    “Cuma memberi keterangan, udah selesai. Sebagai saksi,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (16/1/2025). 

    Adapun nama Ridwan tidak tercantum dalam daftar nama saksi yang dijadwalkan pemeriksaannya oleh KPK pada hari ini. Biasanya, seluruh nama saksi atau tersangka yang dipanggil KPK setiap harinya akan dirilis berikut dengan jabatan, kapasitas dan perkaranya. 

    Saat dimintai konfirmasi lebih lanjut, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengonfirmasi bahwa Ridwan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka kasus dugaan korupsi.

    “Betul diperiksa sebagai saksi,” terang Tessa kepada wartawan melalui pesan singkat.

    Tessa juga tidak memerinci lebih lanjut perkara apa yang didalami oleh Direktorat Penyidikan KPK terhadap Ridwan. Namun, berdasarkan sumber Bisnis, salah satu hakim MK itu diperiksa sebagai saksi dalam perkara suap mantan Sekretaris MA Hasbi Hasan. 

    Berdasarkan riwayat karier Ridwan Mansyur, pria kelahiran 11 November 1959 itu menghabiskan sebagian besar kariernya sebagai hakim. Selama 2012-2017, dia pernah menjabat sebagai Kepala Biro Hukum dan Humas MA. Dia juga pernah menjadi Panitera MA pada 2021. 

    Karier Ridwan di MK dimulai pada 3 Oktober 2023 ketika dia resmi dilantik sebagai Hakim Konstitusi dari unsur yudikatif. Dia menggantikan Manahan Sitompul. 

    Adapun Hasbi sebelumnya telah divonis bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di MA. Dia terseret kasus penanganan perkara di MA yang sebelumnya menjerat dua Hakim Agung, Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. Putusan pengadilan terhadap Hasbi telah memeroleh kekuatan hukum tetap setelah dijatuhi vonis kasasi enam tahun penjara. 

    Selain itu, Hasbi turut ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang. Penyidikannya masih berlangsung di KPK.

  • Anggota DPRD Kota Bandung Iman Lestariyono Digarap KPK

    Anggota DPRD Kota Bandung Iman Lestariyono Digarap KPK

    GELORA.CO -Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Bandung hari ini dipanggil tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap pekerjaan bersumber APBD Kota Bandung tahun anggaran 2020-2023.

    Politisi dimaksud adalah Iman Lestariyono yang juga menjabat sebagai anggota DPRD Kota Bandung. Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.

    “Pemeriksaan dilakukan di Balai Pengembangan Kompetensi PUPR Wilayah IV Bandung,” kata Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Kamis, 16 Januari 2025.

    Selain Iman, KPK juga memanggil 3 saksi lainnya, yakni Direktur RSUD Bandung Kiwari, Yorisa Sativa; verifikator keuangan Dinas Kominfo Pemkot Bandung, Rini Januanti; dan seorang wiraswasta Mochammad Edwin Khadafi.

    Pada September 2024, KPK menahan mantan Sekda Kota Bandung, Ema Sumarna dalam kasus suap Bandung Smart City serta anggota DPRD Kota Bandung periode 2019-2024, yakni Riantono, Achmad Nugraha, Ferry Cahyadi Rismafury, dan Yudi Cahyadi.

    Perkara ini merupakan pengembangan OTT Walikota Bandung, Yana Mulyana dkk yang terlibat perkara suap penyelenggaraan program Bandung Smart City. Dalam pengadaan itu, Ema Sumarna diduga menerima uang Rp1 miliar, dan 4 tersangka mantan anggota DPRD juga menerima uang total sekitar Rp1 miliar

  • Setyo Budiyanto Bantah Tudingan PDIP soal KPK Jilid VI ‘Edisi Jokowi’

    Setyo Budiyanto Bantah Tudingan PDIP soal KPK Jilid VI ‘Edisi Jokowi’

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto membantah pernyataan PDI Perjuangan (PDIP) bahwa dia dan rekan-rekannya sesama pimpinan jilid VI merupakan KPK ‘Edisi Jokowi’. 

    Sebagaimana diketahui, lima orang pimpinan KPK 2024-2029 dipilih oleh Komisi III DPR saat Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat. Sebelum diseleksi di DPR, Panitia Seleksi (Pansel) KPK menyerahkan 10 besar nama calon pimpinan dan dewas ke Jokowi. 

    Meski demikian, Setyo membantah tudingan PDIP bahwa terpilihnya dia dan empat rekannya karena Jokowi. Dia menyebut bahwa pada akhirnya 10 besar calon pimpinan KPK saat itu secara resmi disetujui oleh Presiden Prabowo Subianto untuk diproses di DPR. 

    “Ya, kalau menurut saya kami ini dipilih oleh rakyat melalui Komisi III dan kemudian diproses melalui kepemimpinan bapak Presiden RI, Pak Prabowo Subianto,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Rabu (15/1/2025). 

    Pria yang pernah menjabat Direktur Penyidikan KPK itu lalu menilai pernyataan PDIP soal ‘Edisi Jokowi’ adalah sekadar persepsi dan dugaan belaka. 

    “Semu orang boleh lah berpersepsi, tapi kami berlima merasakan bahwa tidak ada yang seperti itu,” pungkas Setyo. 

    Adapun, pernyataan PDIP dimaksud disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Hukum Ronny Talapessy, Kamis (9/1/2025). Hal itu tidak lepas dari kasus dugaan korupsi yang kini menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di KPK. 

    Ronny awalnya mengingkap bahwa Hasto memang sudah ditarget agar ditahan di dalam jeruji besi sebelum pelaksanaan Kongres ke-VI PDIP pada April 2025 ini.  

    “Kami mendengar informasi bahwa Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto ditargetkan akan ditahan sebelum Kongres PDI Perjuangan yang akan berlangsung dalam waktu dekat,” katanya dikutip dari siaran pers. 

    Dia menjelaskan penahanan Hasto bertujuan untuk mengganggu proses konsolidasi partai. Penahanan ini juga dimaksudkan untuk menekan PDIP agar tidak lagi bersuara kritis terhadap perusakan demokrasi dan konstitusi yang dilakukan oleh mantan Presiden Joko Widodo dan aparatusnya di penghujung kekuasaannya.

    Menurut Ronny, yang juga merupakan tim hukum PDIP pada kasus Hasto di KPK, pimpinan lembaga antirasuah periode ini  dapat disebut sebagai KPK Edisi Jokowi. 

    “KPK ‘Edisi Jokowi’ ini tidak akan menggubris dan menindaklanjuti banyaknya laporan masyarakat sipil terhadap dugaan pencucian uang, penyelundupan nikel mentah, skandal ijin tambang blok medan, yang diduga melibatkan Bobby Nasution dan keluarga Jokowi lainnya,” ucapnya. 

    Untuk diketahui, KPK menetapkan Hasto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru pada kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Kasus itu menyeret di antaranya buron Harun Masiku, yang merupakan mantan caleg PDIP pada Pemilu lima tahun yang lalu.

    Selain itu, Hasto turut ditetapkan sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan pada perkara yang sudah diusut KPK sejak 2020 itu. 

  • Nasi Goreng dan Sinyal Komunikasi Megawati-Prabowo di Tengah Kasus Hasto

    Nasi Goreng dan Sinyal Komunikasi Megawati-Prabowo di Tengah Kasus Hasto

    Bisnis.com, JAKARTA — Sinyal komunikasi politik antara Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mencuat di tengah kontroversi kasus yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. 

    Muncul kabar bahwa ada upaya lobi yang dilakukan Megawati ke Prabowo saat pemeriksaan Hasto, Senin (13/1/2025). Namun, seluruh pihak membantah bahwa ada upaya komunikasi yang dijalin antara Megawati dan Prabowo. 

    Pada hari itu, Hasto diperiksa perdana dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus suap yang menyeret buron Harun Masiku.

    Hasto diperiksa atas dua surat perintah penyidikan (sprindik) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni suap penetapan anggota DPR 2019-2024 dan dugaan perintangan penyidikan. 

    Setelah menjalani pemeriksaan selama 3,5 jam, Hasto keluar dari Gedung KPK tanpa mengenakan rompi tahanan berwarna oranye. Tim hukum PDIP sempat memberikan surat permohonan kepada pimpinan KPK agar proses hukum menunggu putusan praperadilan yang telah diajukan di PN Jakarta Selatan. 

    Surat permohonan itu pun ditolak oleh pimpinan KPK. Namun, itu tidak membuat Hasto lantas langsung ditahan untuk 20 hari pertama. 

    Beberapa hari sebelumnya, tepatnya pada HUT ke-52 PDIP, Jumat (10/1/2025), Ketua Umum PDIP Megawati mengkritik KPK habis-habisan. Dia menguliti lembaga antirasuah maupun penegak hukum lain akibat diusutnya kasus yang menjerat Hasto sebagai tersangka. 

    Menurutnya, hal itu tidak lepas dari peta politik saat ini. PDIP, kendati tidak mengenal istilah oposisi, memosisikan dirinya berada di luar pemerintahan karena tidak menaruh kadenrya di Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.  

    Di tengah kerasnya kritik Megawati ke penegakan hukum hingga berlangsungnya Pilpres dan Pilkada, dia mengaku hubungannya dengan Prabowo baik-baik saja. Dia juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Prabowo atas responsnya terhadap pencabutan TAP MPRS soal tuduhan keterlibatan Soekarno dalam G30S PKI. 

    Dia memastikan tidak bermusuhan dengan pria yang pernah menjadi calon wakil presiden pendampingnya pada Pilpres 2009 itu. 

    “Saya bilang kan, ‘Eh mas Bowo [panggilan Prabowo], iki aku tak ngomong.’ Iya, tak rungokke pak Prabowo ini, orang mikir saya sama dia itu wah kayak musuhan atau apa. Enggak!,” ungkapnya di pidato yang disampaikan olehnya, Jumat (10/1/2025). 

    Putri dari Presiden Soekarno itu mengungkap pernah menyampaikan ke Prabowo ihwal apa yang dialami partainya belakangan ini. Namun, Megawati tak memerinci kapan komunikasi dimaksud dilakukan.

    “Saya bilang, ‘Mas kita kan boleh dong, saya ketua umum, kamu ketua umum, kalau kamu dibegitukan, melihat anak buah kamu dibegitukan, apa rasanya sebagai ketua umum? Pasti perasaan kita sama’,” kata perempuan yang merupakan Presiden ke-5 RI itu.  

    Megawati lalu menyinggung bahwa Prabowo senang memakan nasi goreng buatannya. Dia menyebut sudah lama Ketua Umum Partai Gerindra itu tidak menyantap nasi goreng buatannya. 

    Megawati juga mengungkap ada anak buahnya yang berupaya untuk menyampaikan pesan dari pihak Prabowo soal keinginan untuk bertemu. 

    “Ada yang ngomong, ‘Bu ada yang udah minta nasi goreng.’ Oh, minta nasi goreng, oh minta nasih goreng aku aja lagi mumet anak-anakku banyak yang enggak jadi [kalah Pemilu]. Memang enggak boleh? Ya boleh lah,” ucapnya sambil disambut tawa peserta acara. 

    Adapun pihak Megawati dan pihak Prabowo sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden 20 Oktober 2024 lalu telah sama-sama berupaya mempertemukan dua ketua umum partai politik itu. Banyak yang memperkirakan pertemuan itu bisa menjadi sinyal merapatnya PDIP ke pemerintahan Prabowo-Gibran.

    Nyatanya, sampai dengan berjalannya pemerintahan Prabowo selama kurang lebih empat bulan ini, keduanya diketahui belum pernah bertemu langsung. 

    Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah lalu mengungkap komunikasi antara Megawati dan Prabowo terjadi melaluinya dan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani. Keduanya merupakan pimpinan MPR 2019-2024. 

    Basarah mengaku, empat hari sebelum pelantikan Prabowo, dia ditugaskan untuk menyampaikan ke Muzani soal sikap politik PDIP untuk pemerintahan Prabowo-Gibran. Melalui Basarah, Megawati menyampaikan kepada Prabowo bahwa akan bekerja sama dengan pemerintahan baru tanpa mengirimkan kader untuk Kabinet Merah Putih.

    “Ibu menegaskan posisi politik PDI Perjuangan yang demikian itu tidak sama dengan posisi politik PDI Perjuangan saat berada di luar pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004 sampai 2014 yang lalu. Mengapa demikian? karena kata Bu Mega lebih lanjut ‘Saya memiliki hubungan persahabatan yang panjang dan baik dengan Pak Prabowo.’ Ibu menyebutnya Mas Bowo,” kata Basarah di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (10/1/2025). 

    Diamini Gerindra, Dibantah Istana Dan Kpk

    Partai Gerindra membantah adanya komunikasi Megawati dan Prabowo, khususnya soal proses hukum terhadap Hasto. Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, sudah ada beberapa pihak yang sudah menanyakan hal itu kepadanya. 

    Pria yang juga menjabat Wakil Ketua DPR itu menyampaikan, proses penegakan hukum di KPK menjadi kewenangan para penegak hukum di komisi antirasuah tersebut. Dia memastikan tidak ada hubungannya dengan Prabowo atau Gerindra. 

    “Sehingga kalau ada pertanyaan tidak ada hubungannya dengan pak Prabowo atau Gerindra. Belum ada, belum ada [Megawati telepon Prabowo],” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/1/2025).  

    Meski demikian, partai yang didirikan Prabowo itu tidak membantah soal potensi bertemunya kedua patron itu. Secara terpisah, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani berharap pertemuan antara Megawati dan Prabowo bisa dilakukan akhir Januari 2025. 

    “Saya berdoa mudah-mudahan bisa bulan ini, makin cepat, makin bagus,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/1/2025). 

    Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Letjen TNI AM Putranto memastikan bahwa belum ada rencana agenda pertemuan antara Prabowo dan Megawati.

    “Oh enggak. Enggak ada itu ya. Siapa yang memberitahu? Kan enggak ada,” ungkapnya kepada wartawan di Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Rabu (15/1/2025). 

    Di sisi lain, KPK memastikan bahwa proses hukum terhadap Hasto berlanjut tanpa adanya intervensi. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengaku tidak mendengar kabar upaya lobi Megawati ke Prabowo. Dia memastikan tidak ada lobi-lobi yang diketahuinya di KPK pada pemeriksaan Hasto. 

    “Jadi sebaiknya ditanyakan sama yang informasi itu, apakah memang betul seperti itu. Kalau dari sini sih enggak. Dari sini enggak ada [lobi-lobi],” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (14/1/2025). 

    Adapun Setyo menjelaskan bahwa penyidik pasti memiliki pertimbangan sendiri dalam melakukan penahanan atau tidak terhadap seorang tersangka. 

    Dalam kasus Hasto, berdasarkan catatan Bisnis elite PDIP itu telah diperiksa sebagai saksi pada Juni 2024 dan sebagai tersangka 13 Januari 2025. Hasto sebelumnya telah dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka pada 6 Januari 2025, namun berhalangan hadir dan meminta penjadwalan ulang. 

    Setyo mengatakan bahwa penyidik di kasus Hasto tidak langsung melakukan penahanan karena masih ada beberapa keterangan saksi yang dibutuhkan. Pria yang pernah menjadi Direktur Penyidikan KPK itu menuturkan, informasi yang diterima pimpinan hanyalah terkait dengan pemeriksaan Hasto. Belum ada detail mengenai rencana penahanan. 

    “Yang ada hanya laporan tentang pemeriksaan, tapi kepada rencana penahanan dan sebagainya itu belum masuk kepada pimpinan. Jadi artinya bahwa segala sesuatunya belum sampai ke situ. Memang, baru tahap pemeriksaan saja,” kata perwira Polri bintang tiga itu.

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Hasto diperiksa oleh penyidik KPK selama 3,5 jam pada Senin lalu. Namun, KPK memutuskan Hasto belum akan ditahan pada pemeriksaan perdananya sebagai tersangka. 

    KPK menilai, kendati belum ditahan, upaya paksa terhadap Hasto bisa dilakukan apabila penyidik dan jaksa penuntut umum sepakat bahwa berkas penyidikan siap untuk dilimpahkan. 

    “Pasti nanti yang bersangkutan akan dipanggil kembali. Tapi fokus penyidik saat ini adalah memenuhi unsur perkara di tindak pidana yang sedang disangkakan kepada beliau,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto, Senin (13/1/2025).

    Hasto tak berbicara soal pemeriksaannya usai keluar dari Gedung KPK. Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail hanya membenarkan bahwa kliennya ditanyakan soal dua sprindik yang diterbitkan KPK, yakni suap penetapan anggota DPR 2019-2024 dan dugaan perintangan penyidikan. 

    Sebelum pemeriksaan, Hasto mengaku sudah siap secara formil dan materiil menghadapi pertanyaan dari penyidik. Dia dan timnya pun sudah mengajukan praperadilan. Dia menilai proses hukum yang dihadapinya saat ini merupakan bagian dari risiko. 

    “Kami diajarkan Bung Karno dan ibu Mega, perjuangan memerlukan suatu pengorbanan terhadap cita-cita. Sehingga hadir dengan penuh tanggung jawab dan siap mengikuti seluruh proses hukum,” ucapnya.

    Penetapan Hasto sebagai tersangka disetujui pada rapat expose yang dihadiri oleh pimpinan dan pejabat struktural Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK, Desember 2024 lalu.

    Expose itu digelar tidak lama setelah pimpinan KPK Jilid VI mulai menjabat. Ketua KPK Setyo Budiyanti mengumumkan status Hasto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah selaku tersangka pada pengembangan penyidikan.

    Kasus tersebut sudah mulai diusut KPK sejak 2020. Pada saat itu, lembaga antirasuah menetapkan empat orang tersangka yaitu anggota KPU Wahyu Setiawan, anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, Saeful Bahri dan Harun Masiku. Hanya Harun yang sampai saat ini belum dibawa ke proses hukum.

  • Sekali Lagi MA Bicara soal ‘Sopan’ Jadi Hal Meringankan di Putusan

    Sekali Lagi MA Bicara soal ‘Sopan’ Jadi Hal Meringankan di Putusan

    Jakarta

    Pertimbangan ‘sopan’ kerap kali disebut hakim dalam mengadili suatu putusan pengadilan. Polemik itu kembali memantik Mahkamah Agung (MA) memberikan komentar.

    Istilah ‘sopan’ memang sering muncul dalam pertimbangan meringankan dan memberatkan terdakwa yang disampaikan hakim dalam sidang vonis sebuah perkara. MA menegaskan pertimbangan itu merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Pada 2 Januari 2025, Juru Bicara MA, Yanto, sempat menjelaskan mengenai pertimbangan ‘sopan’ tersebut. Menurut Yanto, selain pertimbangan umum, hakim memiliki pertimbangan khusus yang dapat meringankan terdakwa dalam putusan suatu perkara.

    “Jadi KUHAP kita kan mengatur, jadi sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa, itu perlu dipertimbangkan hal yang memberatkan dan yang meringankan, 197 (KUHAP) kalau nggak salah ya. Itu jadi wajib dicantumkan hal-hal yang memberatkan, yang meringankan. Nah itu kan pertimbangan memberatkan meringankan itu kan secara umum,” kata Yanto.

    Pasal 197 KUHAP diketahui memuat soal surat putusan pemidanaan. Pasal 197 terdiri atas tiga ayat. Ayat (1) huruf f berbunyi, ‘Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa.’

    “Tapi kadang-kadang ada pertimbangan secara khusus, ada juga gitu, misalnya yang meringankan itu kan sopan, mengakui belum pernah dihukum, kan begitu,” imbuh Yanto.

    Pertimbangan Khusus Hakim

    Foto: Salah satu momen di sidang kasus korupsi Harvey Moeis (Wilda Hayatun Nufus/detikcom)

    Dalam penjelasannya, Yanto mencontohkan pertimbangan khusus yang diberikan oleh hakim, seperti halnya pelaku kecelakaan lalu lintas yang siap untuk menyekolahkan korban. Menurutnya pertimbangan tersebut bisa diberikan oleh hakim saat memutus perkara.

    “Tapi kadang ada pertimbangan yang secara khusus, yang bisa lebih meringankan lagi, misalnya saja, tatkala terjadi kecelakaan, ini misalnya ya, kecelakaan, terus kemudian ternyata cacat kakinya, terus itu pelaku ternyata sanggup menyekolahkan sampai kuliah, itu kan ada pertimbangan khusus di luar pertimbangan umum gitu,” katanya.

    Menurut Yanto, pemberian pertimbangan yang dapat meringankan seorang terdakwa diatur di dalam undang-undang. Dia mengatakan, apabila pertimbangan tersebut tidak ingin diterapkan oleh hakim, perlu perubahan dalam undang-undang.

    “Nah kalau mau dihapus, wong undang-undang seperti itu, ya lagi-lagi kalau mau dihapus ya diubah dulu, ya seperti itu,” katanya.

    Jubir MA Tegaskan Penjelasan soal Sopan Bukan Pendapat Pribadi

    Foto: Jubir MA Yanto dengan Kabiro Humas MA Sobandi (Ondang/detikcom)

    Hampir dua pekan berselang, Yanto kembali menyinggung soal pertimbangan ‘sopan’ ini. Hal itu disampaikan Yanto usai menjelaskan sikap MA terkait penetapan tersangka mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.

    Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung MA, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2025), Yanto mengatakan masih ada yang keliru dalam menuliskan komentar MA tentang sikap sopan. Yanto menegaskan bahwa komentarnya tentang hal memberatkan dan meringankan itu diatur dalam KUHAP, dan bukan berasal dari asumsinya.

    “Selalu saya luruskan itu bukan pendapat saya, melainkan ketentuan hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 197 ayat 1 huruf f KUHAP yang mewajibkan majelis hakim mempertimbangkan dalam putusannya tentang keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa,” ujar Yanto.

    Dia menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 juga disebut hakim wajib memperhatikan sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Hal ini juga sebagai salah satu acuan hakim dalam membuat hal memberatkan dan meringankan.

    “Serta melihat sifat yang baik dan yang jahat dari terdakwa sebagaimana diwajibkan Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, sehingga hakim melaksanakan ketentuan norma,” jelasnya.

    Halaman 2 dari 3

    (ygs/ygs)

  • MA Batal Lantik Rudi Suparmono jadi Hakim Tinggi Palembang Usai Tersandung Kasus Suap

    MA Batal Lantik Rudi Suparmono jadi Hakim Tinggi Palembang Usai Tersandung Kasus Suap

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menyatakan tersangka Rudi Suparmono belum sempat dilantik menjadi Hakim Tinggi Palembang.

    Juru Bicara MA, Yanto mengatakan alasan Rudi batal dilantik setelah kasus dugaan suap hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung).

    “Beliau [Rudi] dipromosikan sebelum ada peristiwa. Begitu ada peristiwa, kemudian pimpinan Mahkamah Agung melarang untuk melantik,” ujarnya di MA, Rabu (15/1/2025).

    Untuk itu, kata Yanto, saat penyidik pidsus Kejagung mulai mengendus kasus dugaan suap itu, seketika pimpinan MA melarang agar Rudi tidak dilantik sebagai hakim tinggi.

    “Tatkala ada peristiwa di Surabaya, pimpinan melarang untuk tidak dilantik. Belum dilantik sebagai Hakim Tinggi, jadi belum jadi promosi,” tambahnya. 

    Di sisi lain, Rudi dinilai telah melanggar SOP lantaran telah melakukan pertemuan dengan pihak yang berperkara. Dalam hal ini, Rudi bertemu dengan kuasa hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat.

    Singkatnya, dalam pertemuan itu, Rudi telah menyiapkan tiga hakim PN Surabaya mulai dari Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.

    Tiga hakim itu kemudian menyatakan bahwa Ronald Tannur tidak bersalah dan bebas dari tuduhan membunuh Dini Sera Afrianti.

    Di sisi lain, Yanto juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto agar Rudi Suparmono diberhentikan sementara dari profesinya sebagai hakim.

    “Ketua MA menunggu surat resmi tentang penahanan yang dilakukan kepada R dan selanjutnya akan mengusulkan pemberhentian sementara saudara R sebagai Hakim kepada Presiden,” pungkas Yanto.