Kasus: kasus suap

  • Intip Garasi Wakil Ketua DPRD Tersangka Korupsi Proyek Dinas PU

    Intip Garasi Wakil Ketua DPRD Tersangka Korupsi Proyek Dinas PU

    Jakarta

    KPK menetapkan tersangka baru kasus suap dan pemotongan anggaran pada proyek di Dinas PUPR Ogan Komering Ulu (OKU). Wakil Ketua DPRD OKU, Parwanto menjadi salah satu dari empat orang yang ditetapkan tersangka. Menilik sisi lain dari Parwanto, simak kekayaan dan isi garasinya.

    Dikutip dari Laporan Harta Penyelenggara Negara (LHKPN), Rabu (29/10/2025), Parwanto terakhir kali menyampaikan hartanya pada 21 Februari 2025 saat menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD OKU. Dia memiliki harta sebesar Rp 7.057.921.027 (Rp 7 miliaran).

    Isi Garasi Parwanto

    Sebagian besar hartanya merupakan aset tanah dan bangunan sebesar Rp 8,2 miliar, harta bergerak lainnya Rp 25 juta, isi garasi Rp 420 juta, kas dan setara kas Rp 9.118.503, dan hutang Rp 1,5 miliaran.

    Lebih rinci soal isi garasi, Parwanto tercatat hanya mendaftarkan dua kendaraan bermotor, antara lain:

    1. Mobil, Mitsubishi Pajero tahun 2017 senilai Rp 400 juta
    2. Motor, Yamaha B3F-F A/T tahun 2018 senilai Rp 20 juta

    Dua kendaraan bermotor itu statusnya diperoleh atas hasil sendiri.

    Wakil Ketua DPRD OKU ditetapkan tersangka

    Dikutip dari detikNews, ada empat tersangka baru kasus proyek di Dinas PUPR OKU:

    1. Wakil Ketua DPRD OKU, Parwanto
    2. Anggota DPRD OKU, Robi Vitergo
    3. Ahmad Thoha alias Anang, swasta
    4. Mendra SB, swasta

    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto membenarkan identitas keempat tersangka baru tersebut.

    “Benar,” kata Fitroh saat dimintai konfirmasi soal identitas para tersangka, Selasa (28/10/2025).

    Sebagai informasi, KPK awalnya menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan pemotongan anggaran pada proyek di Dinas PUPR OKU. Para tersangka terdiri atas anggota DPRD OKU, Kepala Dinas PUPR OKU dan pihak swasta. Keenam tersangka itu telah menjalani proses persidangan

    Kasus ini berawal saat tiga anggota DPRD OKU menagih fee proyek yang telah disepakati sejak Januari 2025 ke Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR OKU karena sudah mendekati Lebaran. Nopriansyah pun menjanjikan fee yang diambil dari sembilan proyek di OKU tersebut cair sebelum Lebaran.

    Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fauzi selaku pengusaha. Nopriansyah juga telah menerima Rp 1,5 miliar dari Ahmad. Uang itu diduga akan dibagikan kepada anggota DPRD OKU. Pada 15 Maret, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para tersangka itu. KPK mengamankan uang Rp 2,6 miliar dan mobil Fortuner dari OTT itu.

    (riar/dry)

  • Viral Tenaga Kerja Asing Tewas Dikeroyok, PT IMIP Buka Suara

    Viral Tenaga Kerja Asing Tewas Dikeroyok, PT IMIP Buka Suara

    Jakarta

    PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) buka suara terkait kabar pengeroyokan seorang mandor Tenaga Kerja Asing (TKA) di kawasan IMIP. Kabar tersebut beredar luas di media sosial beberapa hari terakhir.

    Direktur Komunikasi IMIP, Emilia Bassar, mengatakan kejadian tersebut terjadi pada Rabu, 22 Oktober lalu. Insiden ini melibatkan dua orang pekerja kontraktor berstatus TKA yang berselisih paham.

    “Peristiwa Rabu Oktober adalah kesalahpahaman dua pekerja kontraktor (sesama) TKA tenant, tidak ada yang meninggal,” ungkap Emilia kepada detikcom, Selasa (28/10/2025).

    Emilia memastikan kedua TKA tersebut telah kembali bekerja normal. Ia juga memastikan tidak ada korban meninggal akibat insiden tersebut, melainkan hanya mengalami memar.

    “Kedua TKA tersebut tidak lama setelah terjadi kesalahpahaman sudah bekerja kembali seperti biasa. TKA kontraktor yang bertikai, tidak ada yang terluka, hanya salah seorang dari mereka mengalami sedikit memar di pinggangnya,” pungkasnya.

    Kronologi Perkelahian TKA, Kabar Meninggal Hoax!

    Berdasarkan siaran pers yang dikeluarkan PT IMIP, narasi yang menyebut seorang TKA tewas adalah tidak benar alias hoax. Adapun perusahaan kontraktor tersebut PT Fajar Metal Industry, yakni salah satu tenant di IMIP.

    Head Media Relation Departemen IMIP, Dedy Kurniawan menjelaskan, dua TKA yang berkonflik adalah Li Chen (korban) dan Duan Xiaojun. Ia menyebut Li Chen hanya mengalami memar ringan di pinggangnya.

    Saat itu, terang Dedy, Duan Xiaojun hendak melakukan pengangkutan material konstruksi. Duan Xiaojun melihat sebuah derek atay crane yang sedang tidak terpakai, kemudian hendak menggunakan derek itu untuk mengangkat sebuah kotak kayu dari lantai dua.

    Li Chen kemudian menghampiri dan meminta Duan Xiaojun untuk segera melepas kait dan berhenti menggunakannya, karena departemennya yang harus lebih diutamakan. Namun kedua melakukan aksi saling dorong.

    Dedy menyebut, Li Chen kemudian berbalik dan mengambil tongkat kayu dari tanah, lalu memukul helm yang dikenakan Duan Xiaojun. Ia kemudian ditarik oleh rekan-rekannya di lokasi kejadian.

    Sambil menunggu mediasi dari para manajer kedua belah pihak, 15 TKA lainnya rekan Duan Xiaojun tiba di lokasi kejadian. Secara spontan, beberapa orang tersebut kemudian mengeroyok Li Chen hingga jatuh ke tanah.

    Pemukulan tersebut berlangsung sekitar 30 detik, hingga beberapa di antaranya pula ikut melerai aksi itu. Pasca insiden tersebut, petugas Teknik Sipil di Fajar Metal Industry mengawal Duan Xiaojun dan Li Chen dari lokasi kejadian ke Klinik IMIP.

    Li Chen didiagnosis mengalami luka ringan, berupa memar di pinggang dan telah kembali ke asramanya. Keduanya mendapat sanksi teguran keras. Namun sehari setelah kejadian, keduanya telah bekerja kembali.

    Narasi yang Beredar di Media Sosial

    Sebagai informasi, berdasarkan kabar beredar keributan tersebut terjadi antara seorang mandor TKA dengan sejumlah pekerja di kawasan IMIP. Video yang diunggah akun Instagram @j***********g menampilkan seorang mandor yang berselisih.

    Kemudian tak berselang lama, video tersebut menampilkan aksi pengeroyokan yang dilakukan sejumlah pekerja. Seorang yang disinyalir mandor pun tampak terbaring usai pengeroyokan tersebut.

    Dalam keterangan video tersebut, sang mandor TKA disebut kerapkali bersikap arogan terhadap pekerja. Insiden pengeroyokan pun disebut sebagai puncak kekesalan para pekerja.

    “Insiden ini merupakan puncak dari rasa kesal para pekerja yang selama ini menahan emosi akibat perilaku sang mandor. Tak kuasa menahan amarah, sekelompok pekerja akhirnya mengeroyok korban hingga terkapar tak berdaya,” tulis keterangan video tersebut.

    Tonton juga video “Menaker Yassierli Copot Pejabat yang Terlibat Kasus Suap Pengurusan TKA” di sini:

    (hns/hns)

  • Kasus Proyek RSUD Kolaka Timur, KPK Limpahkan Berkas ke PN Kendari

    Kasus Proyek RSUD Kolaka Timur, KPK Limpahkan Berkas ke PN Kendari

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan surat dakwaan dan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor pada PN Kendari, terkait kasus suap proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur (Koltim)

    Pelimpahan berkas menandakan perkara siap disidangkan. Dua orang yang disidang adalah Arif Rahman dan Deddy Karnady yang telah dipindahkan ke Rutan Kelas IIA Kendari. Mereka diduga memberikan suap kepada Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis.

    “Karena proses pelimpahan surat dakwaan dan berkas perkara Terdakwa Arif Rahman dkk ke Pengadilan Tipikor pada PN Kendari rampung, hari ini (27/10), telah selesai dilaksanakan proses pemindahan tempat penahanan dari kedua Terdakwa tersebut ke Rutan Kelas IIA Kendari,” kata Jaksa KPK Muhammad Albar Hanafi dalam keterangan tertulis, Senin (27/10/2025).

    Albar menyampaikan, berdasarkan informasi SIPP PN Kendari, sidang perdana pembacaan surat dakwaan dilakukan pada Rabu (29/10/2025) di Pengadilan Tipikor pada PN Kendari pukul 09.00 Wita dan para Terdakwa akan dihadirkan langsung di ruang sidang. 

    Selama proses pemindahan dari Jakarta ke Kendari, terdakwa dikawal ketat oleh Tim Jaksa dan pengawal internal KPK. Setibanya di Kendari, terdakwa dijemput menggunakan mobil tahanan milik Kejaksaan Negeri Kendari sekaligus pengawalan dari personil Kejari dan Brimob Polda Sulawesi Tenggara. 

    “Koordinasi intensif dengan pihak Kejari Kendari maupun Polda Sulawesi Tenggara turut dilaksanakan untuk mendukung kelancaran selama proses persidangan,” ucapnya. 

    Kasus Suap di Kolaka Timur

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu menjelaskan Kolaka Timur mendapatkan nilai proyek sebesar Rp126,3 miliar dari total anggaran alokasi Kemenkes atau Dana Alokasi Khusus (DAK) 2025 senilai Rp4,5 triliun untuk program peningkatan kualitas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tipe D menjadi tipe C.

    KPK mendeteksi adanya tindak pidana korupsi dan menggelar OTT di tiga wilayah yaitu Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Jakarta.

    Di Sulawesi Tenggara tepatnya di Kendari menangkap 4 orang yaitu Ageng Dermanto selaku PPK Proyek Pembangunan RSUD di Kolaka Timur, Harry Ilmar pejabat PPTK proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur, Nova Ashtreea pihak swasta dari staf PT PCP, dan Danny Adirekson Kasubbag TU Pemkab Kolaka Timur.

    Sedangkan di Jakarta, KPK menangkap Andi Lukman Hakim PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, Deddy Karnady pihak PT PCP, Nugoroho Budiharto pihak swasta PT PA, Arif Rahman-Aswin-Cahyana selaku KSO PT PCP.

    “Saudara ABZ [Abdul Azis] bersama GPA [Gusti Putu Artana] selaku Kepala Bagian PBJ Pemkab Koltim, DA, dan selaku Kepala Dinas Kesehatan Koltim, menuju ke Jakarta, diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT. PCP memenangkan lelang Pembangunan RSUD Kelas C Kab. Koltim, yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim,” kata Asep saat konferensi pers, Sabtu (9/8/2025).

    Asep menceritakan pada bulan Maret 2025, Ageng Dermanto menandatangani kontrak kerja pembangunan RSUD dengan PT PCP sebesar Rp126,3 miliar.

    Di bulan April 2025, Ageng Dermanto memberikan Rp30 juta kepada Andi Lukman di Bogor. Di sisi lain, sepanjang bulan Mei-Juni, Dedy Karnady menarik sekitar Rp2,09 miliar yang kemudian menyerahkan Rp500 juta kepada Ageng Demanto di lokasi pembangunan RSUD Kolaka Timur.

    Asep menjelaskan pada pertemuan itu, Deddy menyampaikan permintaan Ageng kepada PT PCP terkait komitmen fee sebesar 8%.

    Lalu, Deddy menarik cek Rp1,6 miliar pada bulan Agustus untuk diserahkan kepada Ageng dan Ageng menyerahkan kepada Yasin selaku staf dari Abdul AzAzis.

    Tak hanya itu, Deddy kembali memberikan Rp200 juta kepada Ageng. Sedangkan PT PCP juga melakukan pencarian cek Rp3,3 miliar.

    “Tim KPK kemudian menangkap Sdr. AGD [Ageng Dermanto] dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari komitmen fee sebesar 8% atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kab. Koltim sebesar Rp126,3 miliar,” terang Asep.

    Setelah melakukan pemeriksaan dan mengumpulkan dua alat bukti yang cukup, KPK menetapkan Abdul Azis, Andi Lukman, Ageng Dermanto, Deddy Karnady, dan Arif Rahman.

  • KPK Berencana Lagi Panggil Anak Menas Erwin Terkait Kasus Pengurusan Perkara di MA

    KPK Berencana Lagi Panggil Anak Menas Erwin Terkait Kasus Pengurusan Perkara di MA

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana kembali memanggil anak Menas Erwin Djohansyah yang merupakan tersangka kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA), Valentino Matthew. Langkah ini diambil penyidik karena ia tak memenuhi pemanggilan sebagai saksi pada Kamis, 23 Oktober.

    “Yang bersangkutan tidak hadir, penyidik akan berkoordinasi dan akan melakukan penjadwalan ulang untuk pemeriksaan yang bersangkutan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi, Jumat, 24 Oktober.

    “Karena keterangan saksi memang dibutuhkan untuk mengungkap perkara ini,” sambung dia.

    Adapun dalam pemeriksaan kemarin, penyidik juga memanggil saksi lainnya yakni Faryd Sungkar yang merupakan pembalap motor. Tapi, Budi belum memerinci hasil pemeriksaan yang dilakukan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

    Diberitakan sebelumnya, KPK sudah menjerat eks Sekretaris MA Hasbi Hasan karena menerima suap terkait pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA bersama bersama mantan Komisaris Independen Wijaya Karya (Wika) Dadan Tri Yudianto. Kasus ini kemudian dikembangkan, selain terkait suap tapi juga tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Belum dirinci komisi antirasuah soal tersangka kasus TPPU Hasbi Hasan. Tapi, dari informasi yang didapat mereka adalah Hasbi Hasan, penyanyi Windy Idol, dan Rinaldo Septariando B selaku wiraswasta yang juga merupakan kakak kandung Windy.

    Selain itu, KPK juga sudah menahan seorang tersangka yakni Direktur PT Wahana Adyawarna, Menas Erwin Djohansyah pada Kamis, 25 September. Upaya paksa dilakukan karena dia mengurusi sejumlah perkara lewat Hasbi Hasan dengan rincian:

    1. Perkara sengketa lahan di Bali dan Jakarta Timur;

    2. Perkara sengketa lahan Depok;

    3. Perkara sengketa lahan di Sumedang;

    4. Perkara sengketa lahan di Menteng;

    5. Perkara sengketa lahan Tambang di Samarinda.

    Akibat perbuatannya, Menas disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  • KPK Sita Hasil Kebun Sawit Rp1,6 miliar Milik Eks Sekretaris MA Nurhadi

    KPK Sita Hasil Kebun Sawit Rp1,6 miliar Milik Eks Sekretaris MA Nurhadi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita hasil panen kebun sawit senilai Rp1,6 miliar milik mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.

    Pasalnya, lahan sawit yang dibeli Nurhadi diduga berasal dari hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sehingga hasil panen sawit disita oleh penyidik.

    “Hari ini total nilai yang disita Rp1,6 miliar,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/10/2025).

    Budi menjelaskan sebelumnya penyidik lembaga antirasuah telah menyita hasil panen kebut sawit senilai Rp3 miliar sehingga total penyitaan sebesar Rp4,6 miliar.

    “Artinya kebun sawit yang disita ini dalam kondisi produktif sehingga secara rutin menghasilkan sawit, maka atas hasil sawit itu kemudian disita oleh penyidik,” ucap Budi.

    Lahan yang terletak di Padang Lawas, Sumatera Utara ini dilakukan setelah KPK memeriksa dua orang saksi, yakni Notaris dan PPAT, Musa Daulaen dan Pengelola Kebun Sawit, Maskur Halomoan Daulay, pada Kamis (23/10/2025).

    Penyitaan hasil panen akan menambah nilai asset recovery yang masuk ke kas negara. Menurut Budi, upaya ini merupakan terobosan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

    “Tentu satu untuk kebutuhan pembuktian yang kedua sebagai langkah awal KPK dalam mengoptimalkan asset recovery,” jelasnya.

    Sekadar informasi, Nurhadi kembali ditangkap KPK setelah mejalani hukuman atas kasus suap dan gratifikasi di lingkungan MA, Minggu (29/6/2025). 

    Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiono divonis bersalah karena menerima suap dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto dan menerima gratifikasi dari sejumlah pihak senilai total Rp49 miliar.

    Uang tersebut bertujuan untuk memuluskan dan mengatur sejumlah perkara. Keduanya divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta masing-masing penjara enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 12 tahun penjara untuk Nurhadi dan Rezky 11 tahun penjara.

  • Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta hingga Djuyamto Bakal Dituntut Rabu Depan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 Oktober 2025

    Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta hingga Djuyamto Bakal Dituntut Rabu Depan Nasional 22 Oktober 2025

    Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta hingga Djuyamto Bakal Dituntut Rabu Depan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, Hakim nonaktif Djuyamto, dan tiga terdakwa lainnya akan menghadapi tuntutan dalam kasus suap majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO) pada Rabu (29/10/2025).
    “Pemeriksaan dinyatakan selesai. Tuntutan satu minggu. Kami berikan kesempatan kepada JPU untuk mempersiapkan,” kata Hakim Ketua Effendi, dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).
    Sebelum palu hakim diketuk, salah satu pengacara dari kubu terdakwa sempat menyela.
    Ia meminta agar majelis hakim mempertegas kapan dan pukul berapa sidang tuntutan akan dimulai.
    Namun, majelis hakim berpendapat bahwa sidang kasus suap CPO ini sudah mulai memasuki babak akhir.
    Untuk itu, sidang akan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB pada hari yang ditentukan.
    “Insya Allah besok (sidang selanjutnya) sudah pembacaan tuntutan. Sidang kita buka kembali 1 minggu ke depan, Rabu tanggal 29 Oktober 2025,” kata Hakim Effendi, saat menutup persidangan.
    Jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan ini menerima suap dengan total nilai mencapai Rp 40 miliar.
    Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
    Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
    Atas suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
    Sementara itu, Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan terlibat dalam proses negosiasi dengan pengacara dan proses untuk mempengaruhi majelis hakim agar memutus perkara sesuai permintaan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ada Suap Audit BPK, Jual Beli Jabatan, hingga Proyek Fiktif BUMD!

    Ada Suap Audit BPK, Jual Beli Jabatan, hingga Proyek Fiktif BUMD!

    GELORA.CO – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kembali menyoroti maraknya praktik korupsi di daerah yang dinilai menghambat pembangunan nasional. 

    Ia menegaskan, masih banyak kepala daerah dan pejabat publik yang terjebak dalam praktik suap audit, jual beli jabatan, hingga proyek fiktif di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

    Purbaya menyebut sederet kasus tersebut sebagai bukti nyata bahwa reformasi tata kelola pemerintahan belum sepenuhnya berjalan optimal.

    “Data KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga mengingatkan kita dalam tiga tahun terakhir masih banyak kasus daerah, audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi sampai proyek fiktif BUMD di Sumatera Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai,” ungkap Purbaya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).

    Purbaya menekankan, praktik korupsi di daerah menjadi penyebab utama kebocoran anggaran dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ia juga menyinggung berbagai kasus yang sebelumnya telah diusut KPK sebagai bukti lemahnya tata kelola di tingkat daerah.

    Kasus Suap Audit BPK di Meranti

    Salah satu yang disorot Purbaya adalah kasus suap audit BPK di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Kasus ini menjerat Bupati Kepulauan Meranti kala itu, Muhammad Adil, yang ditangkap tangan oleh KPK pada 7 April 2023.

    Dalam kasus tersebut, Adil diduga menyuap auditor BPK agar laporan keuangan Pemkab Meranti mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

    Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan bahwa Adil bersama Kepala BPKAD Fitri memberikan uang senilai sekitar Rp1,1 miliar kepada Ketua Tim Pemeriksa BPK Riau, M. Fahmi Aressa. 

    Dalam putusan pengadilan, Adil dijatuhi hukuman 9 tahun penjara, denda Rp600 juta, serta diwajibkan mengembalikan uang pengganti sebesar Rp17 miliar. Sementara itu, Fahmi divonis 4 tahun 3 bulan penjara.

    Kasus Suap Audit BPK di Sorong

    Selain di Meranti, Purbaya juga menyoroti kasus serupa yang terjadi di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Kasus ini melibatkan mantan Penjabat (Pj) Bupati Sorong, Yan Piet Moso, bersama Kepala BPKAD Efer Segidifat dan stafnya, Maniel Syafle.

     

    Ketiganya didakwa memberikan uang sebesar Rp450 juta kepada tim BPK Papua Barat untuk menghilangkan temuan dalam hasil pemeriksaan keuangan tahun 2022–2023. 

    Pihak BPK yang diduga terlibat, termasuk Kepala BPK Perwakilan Papua Barat Daya Patrice Lumumba Sihombing, disebut menerima uang melalui perantara bernama Abu dan David. 

    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Manokwari pada April 2024, Yan Piet Moso dijatuhi hukuman 1 tahun 10 bulan penjara, sedangkan Efer dan Maniel masing-masing divonis 2 tahun penjara.

    Proyek Fiktif di BUMD Sumatera Selatan 

    Purbaya juga menyoroti praktik korupsi di BUMD Sumatera Selatan. Dugaan kasus ini menimpa PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (PT SMS), perusahaan daerah yang mengelola Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-api. Mantan Direktur Utama PT SMS, Sarimuda, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK pada September 2023. 

    Kasus ini berawal dari kerja sama PT SMS dengan PT KAI dalam pengangkutan batubara. Dalam periode 2020–2021, Sarimuda diduga membuat dokumen invoice fiktif untuk mencairkan dana perusahaan. Uang yang dikeluarkan atas dasar dokumen palsu itu sebagian digunakan untuk kepentingan pribadi dan ditransfer ke rekening keluarganya.

    Perbuatan tersebut menyebabkan kerugian negara sekitar Rp18 miliar. KPK menduga pelanggaran ini melibatkan pelanggaran berbagai peraturan, termasuk UU Keuangan Negara, UU Perseroan Terbatas, PP BUMD, serta UU Tindak Pidana Korupsi. Kasus ini masih dalam tahap penyidikan lanjutan.

    Sorotan terhadap Reformasi Tata Kelola 

    Purbaya menilai, sederet kasus korupsi di daerah mencerminkan bahwa reformasi birokrasi dan tata kelola anggaran belum sepenuhnya berjalan efektif di tingkat pemerintahan daerah. Ia menyoroti masih adanya pejabat yang menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi.

    Dalam pernyataannya, Purbaya menekankan pentingnya memperkuat transparansi dan pengawasan keuangan daerah agar pembangunan berjalan efektif. Ia juga mendorong perbaikan sistem akuntabilitas publik agar praktik korupsi serupa tidak terus berulang.

  • KPK Ungkap Kaitan Bisnis Tersangka Korupsi Katalis Chrisna Damayanto dengan Riza Chalid

    KPK Ungkap Kaitan Bisnis Tersangka Korupsi Katalis Chrisna Damayanto dengan Riza Chalid

    Jakarta

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap keterkaitan bisnis antara tersangka kasus suap pengadaan katalis Pertamina, Chrisna Damayanto (CD), dengan saudagar minyak Muhammad Riza Chalid (MRC). Keterkaitan itu ada saat Chrisna masih menjabat di perusahaan teresbut.

    “Berdasarkan informasi yang kami terima, terkait skema bisnisnya, karena Saudara CD ini kalau tidak salah di anak perusahaan atau cucu perusahaan Pertamina yang ada di Singapura,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/10/2025).

    Berdasarkan skema yang ada, memang ada bisnis dengan perushaan yang terkait Riza Chalid. KPK tengah mendalami hal tersebut.

    “Jadi tentunya dari skema yang kami lihat, itu memang ada bisnis dengan perusahaan-perusahaan di mana perusahaan tersebut ada namanya, ada namanya saudara MRC (Riza Chalid) di perusahaan tersebut,” ucap dia.

    “Jadi ini sedang kita dalami juga, terkait dengan skema bisnisnya tersebut. Anak perusahaan di mana KD ini kalau tidak salah menjadi direktur utamanya. Kemudian ada bisnis, bisnis minyak, tata laksana minyak mentah dan lain-lainnya,” tambahnya.

    “Dalam perkara ini, KPK juga telah menetapkan empat orang sebagai tersangka,” kata jubir KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Kamis (17/7).

    Sementara tiga tersangka lainnya adalah Gunardi Wantjik (GW), Direktur PT Melanton Pratama; Frederick Aldo Gunardi (FAG), pegawai pada PT Melanton Pratama; dan Alvin Pradipta Adiyota (APA), pihak swasta.

    Selain itu, KPK telah menyita uang senilai Rp 1,3 miliar dalam perkara ini. KPK juga menyampaikan telah melakukan penggeledahan mulai 8 Juli 2025 di rumah Chrisna Damayanto dan Alvin Pradipta Adiyota kawasan Kota Bekasi. Kemudian, pada Selasa (15/7), KPK menggeledah rumah Gunardi Wantjik dan Frederick Aldo Gunardi di wilayah Jakarta Utara.

    Dari hasil penggeledahan yang dilakukan, KPK menemukan dokumen hingga barang bukti elektronik yang diyakini memiliki kaitan dengan penerimaan gratifikasi Chrisna Damayanto.

    (ial/maa)

  • 4
                    
                        Kasus Suap Audit BPK yang Disoroti Menkeu Purbaya
                        Nasional

    4 Kasus Suap Audit BPK yang Disoroti Menkeu Purbaya Nasional

    Kasus Suap Audit BPK yang Disoroti Menkeu Purbaya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti kasus korupsi berkaitan dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Sorong Papua dan Meranti Riau sebagai contoh hambatan pembangunan. Kasus apa itu?
    “Data KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga mengingatkan kita dalam tiga tahun terakhir masih banyak kasus daerah, audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi sampai proyek fiktif BUMD di Sumatera Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai,” ucap Purbaya dalam Rapat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang digelar di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, pada Senin (20/10/2025).
    Kata Purbaya, masalah korupsi di daerah mengakibatkan kebocoran anggaran dan menghambat pembangunan.
    Berdasarkan catatan
    Kompas.com
    , kasus yang berkaitan dengan audit BPK di Meranti terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK tahun 2023.
    Bupati Kepualauan Meranti, Riau, Muhammad Adil, kena OTT KPK pada 7 April 2023 lalu.
    KPK menyampaikan sangkaan bahwa Muhammad Adil melakukan suap kepada BPK agar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti mendapat status Wajar Tanpa Pengecualian.
    “Lalu, agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti pada 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh wajar tanpa pengecualian (WTP), Adil dan Fitri (Kepala BPKAD) memberikan uang sejumlah sekitar Rp 1,1 miliar pada M Fahmi Aressa selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, 7 April 2023.
    Singkat cerita, dalam perkara pokoknya, Adil divonis 9 tahun penjara, denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 17 miliar.
    Auditor BPK Riau, M Fahmi Aressa divonis 4 tahun 3 bulan penjara dalam kasus suap Muhammad Adil.
    Kasus audit BPK di Sorong yang disinggung Purbaya adalah kasus yang menjerat mantan Penjabat (Pj) Bupati Sorong, Yan Piet Moso.
    Yan, Kepala BPKAD Efer Segidifat, serta staf BPKAD Maniel Syafle didakwa memberikan uuang sebanyak Rp 450 juta kepada tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Papua Barat untuk mengkondisikan hasil pemeriksaan keuangan Kapubaten Sorong 2022-2023.
    Perbuatan para pemeriksa BPK diduga melanggar Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
    Jaksa Penuntut Umum mendakwa para terdakwa melanggar Pasal 13 UU Nomor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tetang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
    Kasus ini bermula ketika ada pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau PDTT yang dilakukan BPK di Papua Barat Daya.
    Efer dan Maniel selaku pejabat Pemkab Sorong berkomunikasi dengan pihak BPK bernama Abu dan David pada Agustus 2023. Abu dan David adalah kepanjangan tangan dari Kepala BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya, Patrice Lumumba Sihombing.
    Menurut Ketua KPK teradahulu, Firli Bahuri, pertemun itu menyepakati penghilangan temuan BPK.
    “Adapun rangkaian komunikasi tersebut di antaranya pemberian sejumlah uang agar temuan dari tim pemeriksa BPK menjadi tidak ada,” papar Firli selaku Ketua KPK pada 13 November 2023.
    Kabar terbaru, mantan Pj Bupati Yan Piet Mosso dijatuhi hukuman 1 tahun 10 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Manokwari pada 23 April 2024.
    Ever Segidifat dan Menuel dijatuhi pidana pejara 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Satu Tahun Prabowo-Gibran: Daftar 10 Kasus Korupsi Ditangani Kejagung-Polri

    Satu Tahun Prabowo-Gibran: Daftar 10 Kasus Korupsi Ditangani Kejagung-Polri

    Bisnis.com, JAKARTA — Prabowo Subianto resmi satu setahun dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia (RI) sejak Minggu (20/10/2025).

    Sepanjang menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia, para penegak hukum baik itu Kejagung, KPK hingga Polri telah banyak mengungkap kasus tindak pidana korupsi (Tipikor).

    Salah satu penindakan korupsi yang paling disorot itu saat menetapkan saudagar minyak tersohor di Indonesia, yakni Riza Chalid dalam kasus tata kelola minyak dan produk kilang periode 2018-2023.

    Berikut daftar 10 kasus korupsi yang ditindak parat penegak hukum sepanjang satu tahun pemerintahan Prabowo

    1. Kasus Ronald Tannur dan Zarof Ricar

    Pasca tiga hari Prabowo jadi Presiden, Kejagung telah menetapkan tiga hakim PN Surabaya atas vonis bebas yang dijatuhkan dalam perkara penganiayaan hingga tewas Ronald Tannur terhadap kekasihnya Dini Sera.

    Tiga hakim yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Erintuah Damanik, dan Mangapul, dan Heru Hanindyo. Perkara ini berkembang hingga menetapkan tiga tersangka lainnya mulai dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja.

    Selanjutnya, pengacara Ronald Tannur Lisa Rachmat; mantan Hakim Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rudi Suparmono, dan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.

    Dalam perkara ini, pihak Ronald Tannur telah ‘kong kalikong’ dengan Rudi dalam mengatur majelis hakim dengan menunjuk Erintuah Cs. Singkatnya, usai adanya praktik suap ini majelis hakim menetapkan vonis bebas terhadap terdakwa Ronald Tannur.

    Hal itu terbukti usai mereka resmi divonis tujuh tahun untuk Erintuah dan Mangapul, serta Heru dihukum 10 tahun pidana. Sementara itu, Lisa Rachmat 11 tahun dan kini diperberat menjadi 14 tahun di PT DKI.

    Selanjutnya, Meirizka tiga tahun pidana dan Zarof Ricar divonis 16 tahun penjara dan diperberat menjadi 18 tahun penjara di PT DKI dalam sidang banding.

    Selain itu, saat proses penegakan hukum perkara ini, korps Adhyaksa telah menyita aset sebesar Rp920 miliar hingga emas 51 kg di kediaman Zarof di kawasan Senayan, Jakarta.

    Uang itu diduga dikumpulkan Zarof lantaran terkait kasus gratifikasi pengurusan perkara-perkara di Mahkamah Agung selama 2012-2022.

    2. Tom Lembong di Kasus Gula

    Masih di bulan yang sama saat Prabowo dilantik, eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara importasi gula di Kemendag pada periode 2015-2016.

    Dalam perkara ini Tom disebut telah melakukan praktik korupsi yang menguntungkan korporasi melalui kebijakannya untuk mengimpor gula saat menjadi Mendag. Total ada 11 tersangka termasuk dari sembilan bos swasta dan Mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) Charles Sitorus.

    Kemudian, Tom dinyatakan bersalah dan divonis 4,5 tahun pidana dalam perkara ini. Namun, bak tersambar petir di siang bolong, Tom telah mendapatkan pengampunan melalui abolisi yang diberikan Prabowo.

    Tom pun telah dibebaskan dari penjara menjelang HUT ke-80 RI atau tepatnya pada Jumat (1/8/2025). Dalam pernyataan perdananya usai keluar penjara, Tom menyampaikan apresiasi kepada Prabowo dan seluruh pihak yang terlibat dalam memberikan abolisi tersebut.

    “Saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Prabowo Subianto atas pemberian abolisi serta pimpinan serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat atas pertimbangan dan persetujuannya,” kata Tom Lembong di Lapas Cipinang, Jakarta Timur.

    3. Kasus Eks Dirjen Kemenkeu Isa

    Kejagung telah menetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata (IR) dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya pada Jumat (7/2/2025).

    Isa ditetapkan sebagai tersangka atas kaitannya sebagai Kepala Biro Asuransi pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) 2006-2012.

    Dalam dakwaannya, Isa terseret kasus ini lantaran telah selaku Kabiro Bapepam-LK telah memberikan persetujuan kepada Jiwasraya untuk memasarkan produk asuransi JS Saving Plan.

    Padahal, Isa mengetahui kala itu Jiwasraya tengah mengalami insolvensi atau kondisi perusahaan tidak sehat. Perbuatannya itu kemudian dinilai telah merugikan keuangan negara.

    Adapun, Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa eks Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata telah merugikan keuangan negara sebesar Rp90 miliar dalam kasus korupsi Jiwasraya.

    Kerugian keuangan negara itu dihitung berdasarkan reinsurance fund yang dibayarkan ke Provident Capital Indemnity sejumlah Rp50 miliar pada 12 Mei 2010.

    Kemudian, reinsurance fund ke Best Meridian Insurance Company sejumlah Rp 24 miliar pada 12 September 2012; dan reinsurance fund II ke Best Meridian Insurance Company sebesar Rp 16 miliar pada 25 Januari 2013.

    4. Tata Kelola Minyak dan Produk Kilang

    Pada awal tahun, publik dihebohkan oleh kasus tata kelola minyak pada Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) tahun 2018-2023.

    Bukan tanpa sebab, kasus ini disorot lantaran sempat ada isu bahwa praktik dugaan korupsi ini ada kegiatan mengoplos BBM. Namun, isu tersebut telah terbantahkan dalam dakwaan eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

    Total, ada 18 tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus ini mulai dari dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker, kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.

    Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp285,1 triliun.

    5. Riza Chalid jadi Tersangka

    Masih di kasus tata kelola minyak, pengusaha minyak kesohor Riza Chalid telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (10/7/2025). Riza termasuk pada 18 tersangka yang ditetapkan sebelumnya.

    Dia ditetapkan sebagai tersangka atas statusnya sebagai beneficiary owner PT Orbit Terminal Merak.

    Dalam kasus ini, Riza diduga telah melakukan intervensi kebijakan terhadap tata kelola minyak Pertamina dengan memberikan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM di Merak.

    Dalam dakwaan anaknya, Kerry Adrianto. Riza Chalid juga diduga telah diuntungkan dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 sebanyak Rp2,9 triliun bersama anak dan koleganya. Keuntungan itu diperoleh dari penyewaan terminal BBM.

    Adapun, korps Adhyaksa menyatakan bahwa pihaknya bersama Hubinter Polri telah berkoordinasi dengan Interpol pusat untuk menetapkan status red notice terhadap Riza. Proses red notice itu dilakukan setelah Riza Chalid ditetapkan sebagai buron dalam kasus ini.

    6. Kasus Dugaan Korupsi Sritex

    Masih dalam setahun Prabowo menjabat, Kejagung juga telah mengusut kasus Sritex. Secara total telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank ke Sritex Group.

    Belasan tersangka itu mulai dari, eks Dirut Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR); mantan Dirut Bank Jateng, Supriyatno (SP); eks Dirut Bank DKI Zainuddin Mappa (ZM) hingga duo Lukminto sebagai bos Sritex yakni Iwan Setiawan Lukminto (ISL) dan Iwan Kurniawan Lukminto (IKL).

    Dalam perkara ini, bos Sritex diduga telah ber kongkalikong untuk mendapatkan kredit dari sejumlah bank termasuk bank daerah. Namun, seharusnya izin kredit itu tidak bisa diterima. Pasalnya, berdasarkan informasi dari lembaga pemeringkatan kredit, Sritex berada di bawah standar perusahaan yang bisa diberikan pinjaman dana.

    Di samping itu, uang pinjaman ini juga diduga dibelanjakan untuk aset non produktif perusahaan seperti aset tanah di Solo dan Yogyakarta.

    Penyidik korps Adhyaksa juga menyatakan kerugian negara yang timbul dari kasus dugaan korupsi ini menjadi Rp1,08 triliun.

    7. Kasus Suap Vonis CPO Korporasi 

    Dalam perkara suap ini, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka. Mereka yakni eks Kepala PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanto dan panitera PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan.

    Kemudian, tiga hakim non-aktif di pengadilan PN Jakarta Pusat mulai dari dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharuddin juga turut dilimpahkan hari ini.

    Selain itu, advokat Ariyanto Bakri (AR) dan Marcella Santoso (MS), serta Head of Social Security and License Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY) turut menjadi tersangka.

    Kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng. Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar.

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan.

    Sejatinya, Syafei telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

    8. Kasus Obstruction of Justice

    Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam perkara perintangan ini. Empat tersangka, yakni advokat Marcella Santoso (MS); dosen sekaligus advokat Junaidi Saibih (JS); eks Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB); dan Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM).

    Dalam catatan Bisnis, terdapat tiga kasus yang baru diduga dirintangi oleh para tersangka. Mulai dari, kasus tata niaga timah dan kasus importasi gula Tom Lembong.

    Pada intinya, keempat tersangka itu bekerja sama dalam membuat narasi negatif untuk menyudutkan kinerja penyidik khususnya pada perkara korupsi timah, importasi gula dan fasilitas impor crude palm oil alias CPO.

    9. Nadiem Makarim di Kasus Chromebook

    Nadiem Makarim telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (9/10/2025) dalam kasus pengadaan terkait Chromebook periode 2019-2022.

    Nadiem ditetapkan sebagai tersangka karena perannya saat menjadi Mendikbudristek. Dia memiliki peran penting dalam dugaan korupsi. Pasalnya, pendiri Go-Jek tersebut diduga memerintahkan pemilihan Chromebook untuk mendukung program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.

    Secara terperinci perannya dalam kasus ini mulai dari melakukan pertemuan dengan pihak Google hingga akhirnya sepakat untuk menggunakan Chrome OS dalam proyek pengadaan TIK di Kemendikbudristek.

    Padahal, pada era Mendikbud Muhadjir Effendy, pengajuan produk Chromebook dari Google sudah ditolak karena tidak efektif jika digunakan untuk daerah 3T.

    Nadiem juga diduga telah mengunci Chrome OS melalui lampiran pada Permendikbud No.5/2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan TA.2021.

    Adapun, Nadiem juga telah melakukan upaya hukum untuk melepaskan status tersangkanya melalui gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Selasa (23/9/2025).

    Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan untuk menolak permohonan gugatan praperadilan dari mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim.

    Sebab, penetapan tersangka Nadiem oleh penyidik Kejagung telah sesuai dengan prosedur dan sah menurut hukum yang berlaku, artinya status tersangka Nadiem tetap sah dan tidak digugurkan.

    Selain Nadiem, Kejagung juga telah menetapkan tersangka lainnya yakni, Jurist Tan selaku Stafsus Mendikbudristek tahun 2020–2024 dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

    Kemudian, Sri Wahyuningsih (SW) selaku eks Direktur SD di Kemendikbudristek dan Mulyatsyah selaku eks Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kemendikbudristek.
    Sri dan Mulyatsyah merupakan KPA dalam proyek pengadaan pendidikan ini.

    Adapun, Kejagung juga telah menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun. Kerugian negara itu timbul dari perhitungan selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode ilegal gain. Perinciannya, item software Rp480 miliar, dan Mark up dari selisih harga kontrak diluar CDM senilai Rp1,5 triliun.

    10. Kasus PLTU Halim Kalla

    Polri melalui Kortastipidkor tengah mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018. Total ada empat tersangka dalam perkara ini mulai dari eks Dirut PLN Fahmi Mochtar.

    Kemudian, adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 sekaligus Direktur PT BRN Halim Kalla (HK), Dirut PT BRN berinisial RR dan Dirut PT Praba berinisial HYL.

    Kasus ini bermula saat PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan pembangunan PLTU 1 di Kalimantan Barat. PLTU itu nantinya akan memiliki output sebesar 2×50 MegaWatt.

    Dalam proyek itu, tersangka Fahmi Mochtar (FM) diduga melakukan pemufakatan jahat dengan pihak swasta untuk memenangkan salah satu penyedia.

    Modusnya, mulai dari panitia pengadaan PLN meloloskan KSO BRN-Alton-OJSEC meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis pembangunan PLTU tersebut.

    Pada 2009, KSO BRN justru mengalihkan pekerjaan kepada pihak ketiga yakni PT Praba Indopersada dengan kesepakatan pemberian imbalan. Hal itu dilakukan sebelum adanya tandatangan kontrak.

    Singkatnya, hingga berakhirnya kontrak KSO BRN maupun PT PI tidak mampu menyelesaikan pekerjaan dan hanya bisa menyelesaikan 57% pembangunan. Oleh karena itu, diberikan perpanjangan kontrak hingga 10 kali hingga Desember 2018.

    Namun, lagi-lagi KSO BRN dan perusahaan pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu dan hanya bisa mengeluarkan sampai 85,56%. Alasan mangkraknya proyek itu lantaran KSO BRN memiliki keterbatasan keuangan.

    Padahal, KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical electrical. Atas perbuatan tersangka itu telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,35 triliun (jika pengeluaran dollar PLN dihitung dengan kurs saat ini).

    Perinciannya, kerugian negara itu dihitung dengan pengeluaran dana PT PLN (Persero) sebesar Rp323 miliar dan US$62,4 (Rp1,03 triliun) yang tidak sesuai ketentuan dan tidak memberikan manfaat atas pembangunan PLTU 1 Kalbar yang mangkrak.