Yusril Perkirakan Jumlah Penerima Amnesti dan Abolisi Jilid II Akan Lebih Banyak
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyampaikan kemungkinan jumlah penerima amnesti dan abolisi jilid II bakal lebih banyak dari jilid I pada bulan Agustus 2025.
Diketahui, pemerintah berencana kembali memberikan
abolisi
,
amnesti
, dan rehabilitasi kepada sejumlah pihak yang terjerat perkara pidana. Sedangkan, pada Agustus 2025, Presiden Prabowo memberikan
amnesti dan abolisi
kepada 1.179 orang.
Menurut
Yusril
, perkiraan jumlah penerima bertambah karena akan terdapat beberapa kriteria terbaru dan ada wacana penambahan pemberian rehabilitasi.
“Nanti barangkali lebih dari jumlah sebelumnya. Harapan kami seperti itu,” kata Yusril dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/11/2025), dikutip dari
Antaranews
.
Namun, Yusril mengaku, belum bisa mengungkapkan perihal jumlah pasti narapidana yang akan diberikan amnesti, abolisi, maupun rehabilitasi. Sebab, pihaknya akan melakukan kajian dan verifikasi sebelum nama-nama calon penerima diserahkan ke Presiden Prabowo.
Selain itu, keputusan juga berada di tangan Presiden Prabowo, serta hasil pertimbangan dari DPR RI.
“Mungkin sejumlah nama akan diajukan kepada Pak Presiden tapi kan tentu beliau akan pertimbangkan mana yang mungkin ada yang beliau setuju, mungkin tidak setuju. Itu sepenuhnya adalah kewenangannya Pak Presiden dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yusril mengungkapkan, pihaknya tengah mengkaji rencana pemberian amnesti kepada narapidana yang merupakan pengguna dan pengedar narkoba dalam skala kecil.
Sementara untuk penerima abolisi, menurut dia, terdapat kemungkinan diberikan kepada tersangka maupun terdakwa yang masih dalam proses hukum atau dalam putusan yang belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu, Yusril menyebut, kemungkinan pemberian rehabilitasi terhadap para narapidana yang telah menerima amnesti sebelumnya.
“Jadi, kemungkinan orangnya diberi amnesti sekaligus dikasih rehabilitasi, itu mungkin,” kata Yusril.
Sebagaimana diketahui, pada 1 Agustus 2025, Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada 1.178 orang. Salah satunya, terdakwa kasus suap Harun Masiku, Hasto Kristiyanto.
Usai mendapat amnesti, Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut resmi dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih.
Sebelumnya, Hasto dijatuhi vonis 3,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus suap Harun Masiku.
Kemudian, pada hari yang sama, Prabowo memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Sama seperti Hasto, Tom Lembong langsung bebas dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur, usai mendapatkan abolisi dari Prabowo.
Sebelumnya, Tom Lembong diputus bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan dijatuhi hukuman pidana 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait kebijakan importasi Gula di Kemendag, sebagaimana dakwaan primair jaksa penuntut umum, yakni Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hanya saja, dalam putusannya, majelis hakim tidak menjatuhkan pidana uang pengganti karena Tom Lembong dinilai menikmati hasil tindak pidana korupsi dari kebijakan importasi gula di Kemendag tahun 2015-2016.
“Kepada terdakwa tidak dikenakan ketentuan Pasal 18 Ayat 1 Huruf b UU Tipikor karena faktanya terdakwa tidak memeroleh harta benda dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa,” kata hakim anggota Alfis Setiawan dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada 18 Juli 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: kasus suap
-
/data/photo/2025/11/13/6915d0cc8a39a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Yusril Perkirakan Jumlah Penerima Amnesti dan Abolisi Jilid II Akan Lebih Banyak
-

Bergerak ke Madiun, KPK Geledah Rumah Direktur RSUD dr Harjono Ponorogo
Madiun (beritajatim.com) – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Direktur RSUD dr Harjono Ponorogo, dr Yunus Mahatma, Kamis petang (13/11/2025). Penggeledahan dilakukan di rumah pribadinya yang berada di Jalan Sumatera Nomor 17, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun.
Pantauan di lokasi, enam anggota kepolisian bersenjata lengkap berjaga di depan pagar rumah bercat putih tersebut. Sejumlah petugas terlihat keluar-masuk membawa berkas dan beberapa barang dari dalam rumah.
Di halaman rumah, tampak satu unit Daihatsu Terios terparkir. Dua anggota polisi tampak berjaga di depan pintu ruang tamu dan area garasi. Sementara itu, dua mobil Avanza hitam sempat berhenti di depan rumah, namun sekitar pukul 18.17 WIB salah satunya meninggalkan lokasi.
Menariknya, petugas sempat memanggil seorang pria yang diduga ahli kunci. Pria tersebut datang menggunakan sepeda motor, namun tak lama kemudian meninggalkan lokasi tanpa diketahui alasannya.
Dari luar, tampak beberapa petugas naik-turun ke sejumlah ruangan di dalam rumah. Diduga, penyidik tengah mencari dokumen tambahan terkait dugaan kasus suap dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo.
Hingga Kamis malam, penggeledahan masih berlangsung di rumah milik dr Yunus Mahatma tersebut.
Sebelumnya, pada hari yang sama, KPK juga menggeledah rumah dinas Sekretaris Daerah (Sekda) Ponorogo di Jalan HOS Cokroaminoto serta ruang Sekretariat Dinas PUPKP Ponorogo sekitar pukul 11.00 WIB.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekda Agus Pramono, Dirut RSUD dr Harjono Ponorogo dr Yunus Mahatma, dan rekanan rumah sakit bernama Sucipto sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Keempatnya diamankan usai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Jumat (7/11/2025) lalu, dan resmi diumumkan sebagai tersangka sehari setelahnya, Sabtu (8/11/2025). (rbr/ian) -

KPK Endus Dugaan Korupsi Monumen Reog Ponorogo
Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mendalami dugaan korupsi proyek pembangunan Monumen Reog dan Museum Perdaban (MRMP) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
“Ini masih pendalaman, karena ada informasi dan petunjuk lainnya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dikutip Kamis (13/11/2025).
Dugaan ini setelah penyidik lembaga antirasuah melakukan operasi tangkap tangan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ponorogo pekan lalu. Menurutnya, melalui operasi senyap berbagai informasi lainnya dapat terkuak dan didalami oleh penyidik KPK.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu sempat menyinggung terkait dugaan korupsi Museum Reog di Kabupaten Ponorogo.
“Tidak hanya museum reog saja, setiap pengadaan barang dan jasa yang ada di Kabupaten Ponorogo tentunya sekaligus akan kami dalami terkait hal-hal tersebut, penyimpangan-penyimpangannya, bersamaan dengan kami melakukan penyidikan terkait dengan OTT pada kali ini,” kata Asep, Minggu (9/11/2025).
Asep menyampaikan dugaan ini akan didalami bersamaan dengan dugaan korupsi tiga klaster yang dilakukan oleh Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko yakni suap pengkondisian jabatan dan proyek RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo, serta gratifikasi.
Sugiri bersama Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo Yunus Mahatma, dan Sucipto selaku pihak swasta telah ditetapkan tersangka dan ditahan oleh KPK.
Pada kasus suap jabatan, Sugiri memperoleh total Rp900 juta dari Yunus. Uang dibayarkan Yunus sebanyak dua kali melalui ajudannya sebesar Rp400 juta dan teman Sugiri sebesar Rp500 juta. Adapun Agus Pramono menerima Rp325 juta.
Kemudian, Sugiri meminta lagi kepada Yunus Rp1,5 miliar. Namun uang yang baru diterima Sugiri sebesar Rp500 juta. Di momen ini lah Sugiri tertangkap tangan dan uang tersebut disita penyidik lembaga antirasuah. Uang tersebut agar Yunus tetap menjabat sebagai Direktur Utama RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo.
Pada proyek RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo, Sugiri diduga mendapatkan fee dari Sucipto selaku pihak swasta yang menangani proyek itu sebesar Rp1,4 miliar dari nilai proyek Rp14 miliar.
Kemudian Sugiri juga tersandung gratifikasi. Pada 2023-2025, Sugiri menerima Rp225 juta dari Yunus Mahatma. Lalu pada Oktober 2025, Sugiri menerima Rp75 juta dari Eko selaku pihak swasta.
-

Indah Bekti Pertiwi Gugat Cerai Suami di Tengah Kasus KPK Ponorogo
Ponorogo (beritajatim.com) – Badai yang menimpa Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko lewat dugaan kasus suap dan gratifikasi tampaknya ikut menyeret sejumlah nama lain dalam pusarannya. Salah satu yang kembali mencuri perhatian publik adalah Indah Bekti Pertiwi (IBP), sosok perempuan yang disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai teman dekat Direktur RSUD dr Harjono, Yunus Mahatma.
Namun kali ini, bukan soal politik atau proyek, melainkan urusan pribadi — gugatan cerai terhadap suaminya sendiri.
Data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) mencatat, perkara perceraian itu terdaftar di Pengadilan Agama (PA) Ponorogo dengan Nomor 1623/Pdt.G/2025/PA.PO. Gugatan tersebut diajukan oleh Indah terhadap suaminya berinisial PU pada 29 Oktober 2025, dan telah melalui dua kali persidangan, masing-masing pada 6 dan 12 November 2025.
Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Juru Bicara PA Ponorogo, Maftuh Basuni, yang membenarkan bahwa perkara tersebut memang tengah berjalan di lembaganya. “Benar, yang bersangkutan sudah mendaftarkan perkara. Namun untuk lebih lanjut kami belum bisa berkomentar karena perkara tersebut masih dalam proses,” kata Maftuh, Kamis (13/11/2025).
Maftuh menegaskan, perkara perceraian merupakan sidang tertutup sehingga detail isinya tidak dapat diakses oleh pihak luar. Penegasan ini sekaligus menepis berbagai spekulasi liar di media sosial yang mulai ramai membicarakan alasan perceraian Indah.
Nama Indah Bekti Pertiwi sendiri sudah lama menghiasi ruang publik Ponorogo, terutama setelah turut diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Jumat, 7 November 2025.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut Indah memiliki peran penting dalam pencarian dana sebesar Rp500 juta bersama seorang pegawai bank bernama Endrika (ED).
Dana itulah yang kemudian terendus tim KPK dan menjadi pintu masuk OTT. Indah pun disebut-sebut sebagai salah satu saksi kunci yang dapat membuka benang merah dugaan praktik gratifikasi di Ponorogo. Meski status hukumnya masih sebagai saksi, sorotan publik terhadap dirinya seolah tak kunjung reda. (end/kun)
-

KPK Geledah Sejumlah Kantor Pemkab Ponorogo, Sita Uang dan Dokumen Terkait Kasus Suap Bupati Sugiri
Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi di Kabupaten Ponorogo dalam rangka penyidikan dugaan korupsi yang menjerat Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, untuk periode 2021–2025 dan 2025–2030. Dalam penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah uang, dokumen, serta barang bukti elektronik.
“Dalam lanjutan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pengurusan jabatan, suap proyek pengadaan, serta gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Selasa (11/11/2025), penyidik melakukan penggeledahan,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Rabu (12/11/2025).
Penggeledahan berlangsung di enam lokasi berbeda, antara lain rumah dinas bupati, rumah tersangka Sucipto (pihak swasta rekanan RSUD), kantor bupati, kantor sekda, kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), serta rumah Elly Widodo yang merupakan adik Bupati Ponorogo.
Dari hasil penggeledahan tersebut, penyidik KPK mengamankan sejumlah dokumen penting dan barang bukti elektronik. Selain itu, di rumah dinas bupati juga ditemukan barang bukti uang. Namun, KPK belum merinci jumlah uang yang disita.
“Barang bukti yang diamankan akan menjadi petunjuk bagi penyidik dalam proses penanganan perkara ini,” ujar Budi.
Ia menegaskan, penggeledahan merupakan tindakan hukum yang sah sebagai bagian dari proses penyidikan sesuai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “KPK mengimbau agar para pihak bersikap kooperatif dan masyarakat Ponorogo terus mendukung efektivitas penegakan hukum dugaan tindak pidana korupsi ini,” tambahnya.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG) dan Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi. Selain keduanya, turut ditetapkan tersangka lainnya, yakni Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo, Yunus Mahatma (YUM), dan Sucipto (SC), pihak swasta rekanan RSUD.
Keempat tersangka telah ditahan selama 20 hari pertama sejak 8 November hingga 27 November 2025 di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih, KPK.
KPK mengungkapkan, perkara yang menjerat Sugiri terbagi dalam tiga klaster, yaitu suap pengurusan jabatan, suap proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo, dan penerimaan gratifikasi lainnya.
Dalam kasus tersebut, Sugiri diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi (TPK) untuk proyek di lingkungan Pemkab Ponorogo. Ia juga diduga bersama Direktur RSUD Yunus Mahatma melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b, dan/atau Pasal 11, dan/atau Pasal 12B UU TPK jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, dalam pengurusan jabatan, Yunus diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan/atau Pasal 13 UU TPK. Adapun Sugiri bersama Sekda Agus Pramono juga diduga melakukan pelanggaran sebagaimana Pasal 12 huruf a atau b, dan/atau Pasal 11, dan/atau Pasal 12B UU TPK jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [hen/beq]
-

KPK Limpahkan Kasus Suap PUPR Sumut ke PN Tipikor Medan, Topan Cs Siap Disidang
Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) melimpahkan berkas suap proyek Dinas PUPR Sumatra Utara ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan.
Pelimpahan berkas ini menandakan babak baru bagi tersangka Topan Obaja Ginting, Rasuli Efendi, dan Heliyanto siap disidang.
“Hari ini, Rabu (12/11), Tim JPU KPK melimpahkan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatra dan proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatra Utara, ke PN Tipikor Medan atas nama Tersangka Topan Obaja Ginting, Rasuli dan Heliyanto,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Rabu (12/11/2025).
Rasuli Efendi Siregar (RES) merupakan Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut dan Heliyanto merupakan PPK Satker PJN Wilayah I Sumut.
Budi mengatakan sidang berlangsung secara terbuka dan mengajak masyarakat mengawal persidangan tersebut, sebagai bentuk pelibatan publik dalam pemberantasan korupsi.
Pasalnya, kata dia, di hari yang sama telah berlangsung persidangan dengan agenda pledoi terhadap terdakwa di kasus suap proyek jalan itu, keduanya adalah M Akhirun Pilang (KIR) selaku Dirut PT DNG serta M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY) selaku Direktur PT RN.
Topan tertangkap tangan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 28 Juni 2025 atas dugaan suap dalam proyek pembangunan jalan di Sumut.
Dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan itu senilai Rp231,8 miliar di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut. Topan diduga mengatur untuk memenangkan perusahaan swasta guna menangani proyek tersebut. Dari pengkondisian ini, Topan mendapat janji fee Rp8 miliar.
-
/data/photo/2025/11/10/69112aba4f8cd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jejak OTT Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko: Dari Lokasi Penggeledahan hingga Barang Bukti
Jejak OTT Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko: Dari Lokasi Penggeledahan hingga Barang Bukti
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjaring Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Jumat (7/11/2025).
Adapun pada Minggu (9/11/2025),
KPK
resmi menetapkan Sugiri sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan jabatan, proyek RSUD
Ponorogo
, serta gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo.
Dalam OTT terhadap Sugiri, KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti seperti dokumen elektronik dan sejumlah uang.
Setidaknya, KPK menyita uang sebesar Rp 500 juta yang berasal dari Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Harjono Ponorogo, Yunus Mahatma agar posisinya sebagai Dirut tidak diganti oleh
Sugiri Sancoko
.
“Dalam rangkaian giat tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik. Selain itu, di rumah dinas bupati, penyidik juga mengamankan barang bukti uang,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi, Selasa (11/11/2025).
Setelah OTT pada Jumat (7/11/2025), KPK melakukan penggeledahan di enam lokasi pada (11/11/2025). Enam lokasi tersebut adalah:
Barang bukti dari hasil penggeledahan ini, kata Budi, akan menjadi petunjuk bagi penyidik dalam proses penanganan perkara.
“Penggeledahan yang dilakukan penyidik sebagai upaya paksa dalam rangkaian kegiatan penyidikan dibutuhkan untuk mencari dan menemukan barang bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP,” ujar Budi.
KPK sendiri telah menetapkan Sugiri Sancoko sebagai tersangka kasus suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemkab Ponorogo, pada Minggu (9/11/2025).
KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka, yaitu Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo, Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo, dan Sucipto selaku rekanan RSUD Ponorogo.
“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 4 orang sebagai tersangka, yaitu SUG (Sugiri Sancoko selaku Bupati Ponorogo), AGP (Agus Pramono selaku Sekda Ponorogo), YUM (Yunus Mahatma selaku Dirut RSUD Dr. Harjono Ponorogo), dan SC (Sucipto selaku Rekanan RSUD),” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu.
Kasus ini bermula pada awal 2025, ketika Yunus Mahatma selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Harjono Ponorogo mendapatkan informasi bahwa dirinya akan diganti.
Pergantian tersebut akan dilakukan oleh Sugiri selaku Bupati Ponorogo. Oleh karena itu, Yunus langsung berkoordinasi dengan Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada Sugiri Sancoko dengan tujuan agar posisinya tidak diganti.
“Pada Februari 2025, dilakukan penyerahan uang pertama dari YUM (Yunus) kepada SUG (Sugiri) melalui ajudannya, sejumlah Rp 400 juta,” ujar Asep.
Kemudian pada periode April-Agustus 2025, Yunus juga melakukan penyerahan uang kepada Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
KOMPAS.com/HARYANTI PUSPA SARI Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (kedua dari kanan memakai rompi nomor 88) sebagai tersangka kasus suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di lingkungan Pemkab Ponorogo pada Minggu (9/11/2025) dini hari.
Selanjutnya, pada November 2025, Yunus kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri Sancoko.
Dengan demikian, total uang yang telah diberikan Yunus dalam tiga klaster penyerahan uang tersebut mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian yaitu, untuk Sugiri Sancoko sebesar Rp 900 juta dan Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
Sebelum adanya operasi senyap, Sugiri meminta uang kepada Yunus senilai Rp 1,5 miliar pada 3 November 2025. Kemudian pada 6 November 2025, ia kembali menagih uang.
Selanjutnya pada 7 November 2025, teman dekat Yunus berkoordinasi dengan pegawai Bank Jatim untuk mencairkan uang senilai Rp 500 juta.
Para tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025 sampai dengan 27 November 2025.
Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam hal pengurusan jabatan, Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
Sedangkan terhadap Sugiri, bersama-sama dengan Agus Pramono, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sucipto, dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

KPK Geledah Rumah Dinas Bupati Ponorogo
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan enam lokasi penggeledahan yang dilakukan di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada Selasa (11/11/2025). Penggeledahan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menjelaskan, penggeledahan tidak hanya dilakukan di kantor bupati Ponorogo, tetapi juga di beberapa lokasi lain yang diduga terkait dengan perkara tersebut.
“Pada Selasa (11/11/2025), penyidik melakukan penggeledahan di enam lokasi. Penggeledahan dilakukan di rumah dinas bupati, rumah tersangka SC, kantor bupati, kantor sekda, kantor BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia), serta rumah ELW,” ujar Budi kepada para jurnalis di Jakarta, dikutip dari Antara pada Rabu (12/11/2025).
Dari hasil operasi tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik yang diyakini dapat memperkuat proses penyidikan. Budi menegaskan, tindakan ini merupakan upaya paksa sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk menemukan dan mengamankan alat bukti.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, SC merupakan salah satu dari empat tersangka yang ditetapkan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) beberapa waktu lalu. SC diketahui bernama Sucipto, seorang pihak swasta yang menjadi rekanan di RSUD dr Harjono Ponorogo. Sementara itu, ELW disebut sebagai Ely Widodo, adik dari bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko.
Budi mengimbau agar seluruh pihak yang terlibat bersikap kooperatif selama proses hukum berlangsung. Ia juga meminta masyarakat Ponorogo untuk mendukung langkah KPK dalam menegakkan hukum dan memberantas praktik korupsi di daerah tersebut.
Sebelumnya, pada 9 November 2025, KPK resmi menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan jabatan proyek pekerjaan di RSUD dr Harjono Ponorogo, serta dugaan gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo.
Keempat tersangka itu adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Direktur RSUD dr Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), dan Sucipto (SC) selaku pihak swasta atau rekanan RSUD.
Dalam klaster dugaan suap pengurusan jabatan, penerima suap disebutkan adalah Sugiri Sancoko bersama Agus Pramono, dengan Yunus Mahatma sebagai pemberinya.
Sementara itu, dalam klaster dugaan suap proyek di RSUD Ponorogo, Sugiri Sancoko bersama Yunus Mahatma diduga menerima suap dari Sucipto.
Adapun pada klaster dugaan gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo, penerima gratifikasi adalah Sugiri Sancoko, sedangkan pemberinya kembali disebut Yunus Mahatma.
Dengan penggeledahan di enam lokasi ini, KPK memperkuat penyidikan kasus suap dan gratifikasi di Ponorogo yang diduga melibatkan pejabat penting daerah serta pihak swasta.
-

Orang Dekat hingga Sepupu Bobby Nasution Berpeluang Diperiksa di Sidang Suap Jalan Sumut
GELORA.CO -Orang-orang terdekat Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, termasuk sepupu kandung, berpotensi besar dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan suap proyek jalan di Dinas PUPR Pemerintah Provinsi Sumut.
Dua sosok yang berpeluang diperiksa adalah Dedy Rangkuti (atau Dedy Iskandar Rangkuti/DIR), yang merupakan sepupu kandung Bobby Nasution, dan Muryanto Amin, Rektor Universitas Sumatera Utara (USU).
Plt. Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kedua tokoh ini belum sempat diperiksa dalam proses penyidikan karena sempat mangkir dari panggilan penyidik. Oleh karena itu, KPK membuka peluang untuk menghadirkan mereka langsung di persidangan.
“Nanti kalau tidak sempat di proses penyidikan, permintaan keterangan apabila keterangan yang diinginkan dari kedua orang ini belum ada, itu bisa nanti dihadirkan di persidangan,” terang Asep, dikutip RMOL di Jakarta, Selasa 11 November 2025.
Keterangan dari Dedy Rangkuti dan Muryanto Amin dianggap penting untuk melengkapi keterangan dalam persidangan.
Kasus suap proyek jalan ini disidangkan dengan beberapa terdakwa, termasuk; Topan Obaja Putra Ginting (Kadis PUPR Sumut dan orang dekat Bobby), Rasuli Efendi Siregar (Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut), dan Heliyanto (PPK Satker PJN Wilayah I Sumut).
Asep Guntur menjelaskan bahwa kasus ini berjalan dalam dua gelombang, termasuk gelombang untuk pihak pemberi suap yang sudah lebih dulu disidangkan, dan saat ini masuk ke tahap persidangan terdakwa Topan Ginting.
“Jadi ini ada dua gelombang, yang untuk pemberinya, pemberinya saudara KIR dan para pemberi lainnya, ini sudah disidangkan. Kemudian saudara TOP (Topan Ginting) ini juga sudah tahap dua ya, mungkin dalam waktu yang dekat juga akan disidangkan,” jelas Asep.
