Kader PDI-P Nangis Saat Cerita Diminta Hasto Mundur demi Harun Masiku
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P
Riezky Aprilia
menangis saat menceritakan dirinya diminta mundur sebagai calon anggota legislatif (caleg) terpilih di Dapil I Sumatra Selatan (Sumsel) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Peristiwa ini terjadi ketika Riezky dihadirkan sebagai saksi dugaan suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) DPR RI yang menjerat Sekretaris Jenderal PDI-P
Hasto Kristiyanto
di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
Riezky mengatakan, pada 27 September 2019, bertepatan dengan acara di DPP PDI-P, ia bertemu Hasto dan mempertanyakan undangan pelantikannya sebagai caleg terpilih.
“Terjadi dialog pada saat itu, bahwa saya akan diberikan undangan apabila saya bersedia mundur,” kata Riezky di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
“Saya mempertanyakan alasannya apa, apa alasan saya disuruh mundur pada saat itu karena saya juga kader partai, saya bekerja buat partai ini juga,” ujar Riezky sambil menangis.
Riezky mengaku saat itu sudah merasa emosi dan lelah karena terus dihadapkan dengan persoalan tersebut.
Pada saat yang bersamaan, menurut dia, Hasto juga lelah dan akhirnya menyatakan bahwa ia diminta mengundurkan diri atas perintah partai.
“Ini mohon maaf kalau saya agak mencoba mengingat, saya bilang, saya akan mundur apabila saya mendengar langsung dari ibu ketua umum pada saat itu,” ujar Riezky.
Hasto menjawab ucapan Riezky ini dengan menekankan bahwa ia merupakan sekretaris jenderal partai.
Pernyataan Hasto tersebut lantas membuat emosi Riezky memuncak.
“Saya berdiri, (dan mengatakan) ‘saya tahu Anda sekjen partai tapi Anda bukan Tuhan’, itu yang saya sampaikan,” ujar Riezky.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa menyuap anggota KPU Wahyu Setiawan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Padahal, hasil pemilu menunjukkan bahwa Riezky yang berhak untuk menjadi anggota DPR karena punya perolehan suara lebih besar dibanding Harun.
Di samping kasus suap, Hasto juga didakwa merintangi penyidikan terhadap Harun Masiku yang berstatus buron sejak 2020.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: kasus suap
-
/data/photo/2025/05/07/681aeb3bb1176.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Kader PDI-P Nangis Saat Cerita Diminta Hasto Mundur demi Harun Masiku Nasional
-

Kasus Ronald Tannur, Kejagung Limpahkan Berkas Rudi Suparmono ke PN Tipikor
Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) telah melimpahkan tersangka eks Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono ke PN Tipikor, Jakarta Pusat.
Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menyatakan berkas perkara dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur itu dinyatakan sudah lengkap.
“Telah melakukan pelimpahan berkas perkara terhadap terdakwa Rudi Suparmono selaku Eks Ketua Pengadilan Negeri Surabaya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (6/5/2025).
Dengan demikian, kata Harli, JPU pada Jampidsus Kejagung dan Kejari Jakarta Pusat saat ini menunggu jadwal pembacaan surat dakwaan dari PN Tipikor, Jakarta Pusat.
“Dan akan menghadiri agenda sidang pembacaan surat dakwaan setelah hari sidang ditetapkan,” pungkasnya.
Sekadar informasi, Rudi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada Selasa (14/1/2025). Peran Rudi sederhana, dia hanya menyiapkan tiga oknum Hakim PN Surabaya untuk menjadi hakim majelis di persidangan Ronald Tannur.
Tiga oknum hakim itu terpilih itu yakni Hakim Ketia Erintuah Damanik dan Hakim Anggota yaitu Heru Hanindyo dan Mangapul. Singkatnya, ketiga hakim itu memvonis bebas Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afrianti.
-

Jaksa Hadirkan Caleg yang Digantikan Harun Masiku jadi Saksi Sidang Hasto Hari ini
Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan dua saksi dalam sidang lanjutan kasus suap dan perintangan yang menyeret Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Jaksa KPK Budhi S mengatakan dua saksi itu yakni mantan Kader PDIP sekaligus eks narapidana, Saeful Bahri dan mantan anggota DPR RI Fraksi PDIP, Riezky Aprilia.
“Hari ini Tim Jaksa akan hadirkan saksi-saksi, sebagai berikut, Riezky Aprilia, Saeful Bahri,” kata Budhi dalam keterangan tertulis, Rabu (7/5/2025).
Adapun, Riezky merupakan Caleg Dapil I Sumatera Selatan pada 2019. Namun, dia diminta mundur dan digantikan oleh Kader PDIP lainnya yakni Harun Masiku.
Diberitakan sebelumnya, Hasto didakwa telah melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024.
Perbuatan merintangi proses hukum itu di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga diduga telah memberikan suap SGD 57.350 atau sekitar Rp600 juta kepada Wahyu. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina bisa menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku.
-
/data/photo/2025/01/02/67768c13f0493.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Berbeda dengan Hakim Lain, Heru Hanindyo Tegaskan Tak Terlibat Suap Vonis Bebas Ronald Tannur
Berbeda dengan Hakim Lain, Heru Hanindyo Tegaskan Tak Terlibat Suap Vonis Bebas Ronald Tannur
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya,
Heru Hanindyo
menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dan tidak menerima uang terkait dugaan suap vonis bebas Gregorius
Ronald Tannur
di PN Surabaya.
Pernyataan itu disampaikan Heru dalam duplik dalam kasus suap penanganan perkara yang menjerat tiga hakim PN Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/5/2025).
Adapun tiga hakim yang menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti itu adalah Erintuah Damanik sebagai ketua majelis serta Mangapul dan Heru Hanindyo selaku anggota.
“Bantahan atau keberatan saya di muka persidangan seharusnya terhadap keterangan Erintuah Damanik dan Mangapul adalah suatu keadaan yang sebenar-benarnya saya alami dan rasakan berdasarkan pancaindra yang saya miliki,” kata Heru dalam sidang, Senin.
Heru tetap membantah keberadaannya di kantor PN Surabaya sebagaimana peristiwa pembagian uang yang disebutkan oleh Erintuah dan Mangapul dalam perkara tersebut.
“Keberadaan saya pada
tempus
yang disebutkan Erintuah Damanik dan Mangapul sejatinya saya tidak berada di tempat sebagaimana dimaksud,
in casu
di ruangan kerja dan area PN Surabaya pada saat hari Senin tanggal 3 Juni 2024 dan Senin 17 Juni 2024,” ucap dia.
Heru bahkan menyebut memiliki bukti bahwa Erintuah memberikan keterangan yang tidak benar terkait keberadaannya pada hari Sabtu, 1 Juni 2024.
Pasalnya, tanggal tersebut, Erintuah berada di Surabaya untuk mengikuti upacaya. Hal ini berbeda dengan keterangan Erintuah yang mengaku bertemu dengan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat di Semarang.
“Saya dapat membuktikan bahwa keberadaan Erintuah Damanik pada hari Sabtu tanggal 1 Juni 2024 sejatinya Erintuah Damanik tidak berada di Semarang, tetapi berada di Surabaya, sehingga pada hari Sabtu tanggal 1 Juni 2024 tidak mungkin Erintuah Damanik bertemu dengan Lisa Rahmat, termasuk menerima uang SGD 140.000 pecahan SGD 1000 di Dunkin Donnuts Bandara A. Yani Semarang,” katanya.
Heru juga membantah disebut mengetahui atau menerima bagian dari uang sebesar SGD 140.000 sebagaimana keterangan para Erintuah maupun Mangapul.
Ia menegaskan bahwa keberatan atas keterangan dua saksi lainnya merupakan bagian dari hak konstitusional untuk membela diri.
“Bantahan atau keberatan diri saya dalam persidangan ini tidak serta merta tanpa suatu alasan yang rasional, bahkan tidak ada yang kontradiktif sebagaimana disebutkan penuntut umum di dalam replik, melainkan bantahan atau keberatan tersebut didasari argumentasi dan pembuktian bahkan adanya suatu peristiwa notoire feiten,” kata Heru.
“Oleh karenanya, pertahankan hak dan kewajiban di muka hukum,
in casu
, dalam persidangan ini dalam bentuk bantahan atau keberatan dan suatu pernyataan yang tidak mengakui, tidak turut serta, dan tidak menerima sejumlah uang sebagaimana perbuatan-perbuatan tersebut dituduhkan kepada diri saya haruslah jangan dipandang sebagai perbuatan yang bernilai negatif atau buruk bahkan dipertimbangkan sebagai hal memberatkan yaitu tidak kooperatif,” ucapnya.
Heru menekankan pentingnya menjalankan proses hukum secara benar dan menjunjung asas praduga tak bersalah terhadap siapapun yang duduk sebagai terdakwa.
Seyogianya, kata dia, dalam menjustifikasi seorang terdakwa, penuntut umum memahami esensi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan mengedepankan logika.
“Jika terdakwa harus mengakui perbuatan yang dituduhkan kepada dirinya maka apa gunanya hukum acara sebagai hukum prosedur yang menjalankan hukum materiil dan apa gunanya lembaga pengadilan dengan kewenangannya mengadili perkara
a quo
,” kata Heru.
Sebagaimana diketahui, tiga hakim PN Surabaya tersebut didakwa menerima suap senilai Rp 4,6 miliar untuk membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan jaksa.
Suap tersebut diberikan dalam pecahan Rp 1 miliar dan 308.000 dollar Singapura oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa uang suap itu bersumber dari ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur.
Ketiga hakim itu kemudian menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur.
Ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara Ronald Tannur, Erintuah Damanik dituntut sembilan tahun penjara.
Dalam proses persidangan, Erintuah memang mengakui menerima suap untuk membebaskan Ronald Tannur.
Kemudian, hakim anggota yang menyidangkan perkara Ronald Tannur, Mangapul juga dituntut sembilan tahun penjara oleh JPU.
Senada dengan Erintuah, Mangapul dalam proses persidangan juga mengakui bahwa dirinya menerima suap untuk membebaskan Ronald Tannur.
Sementara, hakim Heru Hanindyo yang dijatuhi tuntutan paling berat, yakni 12 tahun penjara setelah dianggap terbukti menerima suap untuk membebaskan pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.
Dalam proses persidangan, Heru Hanindyo memang bersikeras tidak menerima suap dari Lisa Rachmat untuk membebaskan Ronald Tannur.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Kejagung Periksa Biro Hukum Kemendag soal Kasus Suap Vonis CPO
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa Biro Hukum Kemendag berinisial FA dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan FA berkapasitas sebagai saksi saat diperiksa dalam kasus vonis lepas perkara minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) korporasi.
“Saksi yang diperiksa berinisial FA selaku Biro Hukum pada Kementerian Perdagangan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/5/2025).
Namun, Harli tidak memperinci lebih jauh mengenai pemeriksaan ini. Dia hanya menyebut bahwa pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi berkas perkara atas tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) Cs.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” katanya.
Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng.
Namun, Djuyamto kemudian dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar.
Uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan.
Syafei sejatinya telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para hakim tersebut memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa grup korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.
Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.
-

Ketua KPK Ungkap Isi Pertemuan dengan ICAC Hong Kong, Bahas Kasus Lintas Negara?
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima kunjungan lembaga antirasuah dari Hong Kong, Independent Commission Against Corruption (ICAC), ke Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (30/4/2025). Salah satu bahasan terkait dengan penanganan kasus lintas negara.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa kunjungan perwakilan ICAC Hong Kong ke Jakarta merupakan kunjungan balasan. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak sudah pernah berkunjung ke lembaga tersebut beberapa waktu lalu di Hong Kong.
Pada kunjungan ke Jakarta, Setyo menyebut KPK dan ICAC membicarakan soal peningkatan kerja sama koordinasi dan kolaborasi.
“Tentunya isunya yang kita bahas adalah bagaimana tentang masalah integritas, kemudian peningkatan kemampuan pegawai, kemudian situasi-situasi yang berkembang khususnya di South Asia gitu ya,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Kamis (1/5/2025).
Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Setyo mengaku bahwa kedua lembaga antirasuah di Asia itu turut membicarakan soal kasus korupsi lintas negara. Namun, pembicaraannya masih dalam level dasar.
“Iya [ada pembahasan kasus lintas negara], sementara belum lebih kepada tukar menukar informasi ya, tentu kami ingin tahu bagaimana penanganan di sana kan bukan hanya soal pemberantasan,” terang perwira tinggi Polri bintang tiga itu.
Menurut Setyo, apa yang dilakukan KPK dan ICAC tak jauh berbeda seperti misalnya pada hal pendidikan antikourpsi. Misalnya, kampanye penanaman nilai integritas sejak di rumah juga diterapkan di Hong Kong.
Di sisi lain, dalam kunjungan tersebut, KPK dan ICAC turut membicarakan soal nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) yang telah ditandatangani sebelumnya.
“Pak Johanis Tanak sudah ke Hongkong, ke ICAC untuk melakukan penandatanganan MoU. Jadi ini merupakan sebuah lawatan balasan lah kunjungan balasan dari komisonernya ICAC ke Jakarta gitu,” kata Setyo.
Untuk diketahui, KPK tengah mendorong penguatan dalam hal penanganan kasus suap kepada pejabat asing. Hal itu sejalan dengan peta jalan bagi Indonesia untuk masuk ke dalam Organization for Economic Cooperation dan Development (OECD).
Pada Februari 2025 lalu, misalnya, Indonesia juga bekerja sama dengan United Kingdom Serious Fraud Office atau UK SFO untuk menggelar lokakarya investigasi dan penuntutan kasus penyuapan kepada pejabat publik asing.
Penguatan dalam aspek tersebut dibutuhkan untuk Indonesia bisa melakukan aksesi ke Konvensi Anti Penyuapan OECD sebagai salah satu syarat keanggotaan di organisasi multilateral tersebut.
-

Erintuah Damanik Sentil Heru Hanindyo yang Dinilai Tak Koperatif sehingga Persidangan Tersendat – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hakim non aktif Pengadilan Negeri Surabaya Erintuah Damanik ‘menyentil’ terdakwa Heru Hanindyo karena dianggap tidak koperatif selama persidangan kasus suap dan gratifikasi vonis bebas Ronald Tannur.
Erintuah juga menyatakan akibat Heru tidak kooperatif berpengaruh dalam jalannya proses persidangan yang dianggapnya tersendat.
Adapun hal itu diungkapkan Erintuah saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang kasus suap dan gratifikasi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/4/2025).
“Saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang telah memimpin jalannya persidangan dalam perkara ini dengan tegas, Arif dan bijaksana sehingga persidangannya ini lancar,” kata Erintuah.
“Kalaupun agak tersendat itu karena salah satu pihak terdakwa yang kurang kooperatif,” sambungnya.
Tak hanya itu, Erintuah dalam pleioinya juga menyinggung Heru yang dianggapnya tidak mengaku telah menerima uang yang dibagikan oleh terdakwa Mangapul di ruang kerja di Pengadilan Negeri Surabaya.
Hal itu ditambah dengan berubah-ubahnya keterangan dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat pada saat tahap penyidikan hingga tahap pemeriksaan saksi di persidangan.
Padahal menurut Erintuah, dalam perkara ini Lisa berperan sebagai sosok pemberi uang suap kepada dirinya dan dua terdakwa lain yakni Mangapul dan Heru Hanindyo.
“Saksi mahkota Heru Hanindyo juga tidak mengakui perbuatannya menerima uang yang dibagikan di ruang kerja Mangapul pada hari Senin 10 Juni 2024 dengan alasan yang tidak masuk akal,” jelasnya.
Alasan Heru dianggap Erintuah tidak masuk akal lantaran dia beralasan tidak berada di PN Surabaya sejak 17 Juni 2024 hingga 24 Juni 2024.
Namun dilain sisi ketika penyidik Kejaksaan Agung menggeledah rumah Heru pada 23 Oktober 2024, uang yang dibagikan oleh Mangapul pada 10 Juni 2024 itu turut ditemukan.
“Hal ini merupakan alasan dan logika yang tidak masuk akal,” katanya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menyatakan terdakwa Erintuah Damanik Hakim PN Surabaya melakukan tindak pidana korupsi menerima gratifikasi dalam perkara vonis bebas Ronald Tannur.
Atas perbuatannya JPU menuntut terdakwa Erintuah Damanik dengan pidana penjara 9 tahun.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Erintuah Damanik oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 tahun dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan. Dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rumah tahanan negara,” ujar jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025)
Selain itu jaksa juga menuntut terdakwa Erintuah Damanik membayar denda Rp 750 juta.
“Menghukum terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” jelas jaksa.
Sebelumnya, Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang vonis bebas terpidana Ronald Tannur menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Dalam sidang tersebut ketiga Hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo didakwa telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau Rp 3,6 miliar terkait kepengurusan perkara Ronald Tannur.
Uang miliaran tersebut diterima ketiga hakim dari pengacara Lisa Rahmat dan Meirizka Wijaja yang merupakan ibu dari Ronald Tannur.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000,” ucap Jaksa Penuntut Umum saat bacakan dakwaan.
Pada dakwaannya, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut bahwa uang miliaran itu diterima para terdakwa untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.
“Kemudian terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan Penuntut Umum,” ucapnya.
Lebih lanjut Jaksa menuturkan, bahwa uang-uang tersebut dibagi kepada ketiga dalam jumlah yang berbeda.
Adapun Lisa dan Meirizka memberikan uang secara tunai kepada Erintuah Damanik sejumlah 48 Ribu Dollar Singapura.
Selain itu keduanya juga memberikan uang tunai senilai 48 Ribu Dollar Singapura yang dibagi kepada ketiga hakim dengan rincian untuk Erintuah sebesar 38 Ribu Dollar Singapura serta untuk Mangapul dan Heru masing-masing sebesar 36 Ribu Dollar Singapura.
“Dan sisanya sebesar SGD30.000 disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik,” jelas Jaksa.
Tak hanya uang diatas, Lisa dan Meirizka diketahui kembali memberikan uang tunai kepada terdakwa Heru Hanindyo sebesar Rp 1 miliar dan 120 Ribu Dollar Singapura.
“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” kata dia.
Akibat perbuatannya itu ketiga terdakwa pun didakwa dengan dan diancam dalam Pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
-

Kejagung Periksa Dua Hakim pada Kasus Suap Vonis CPO
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa dua hakim pada perkara dugaan suap terkait vonis bebas kasus ekspor crude palm oil atau CPO korporasi.
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan dua hakim yang diperiksa, yaitu Haris Munandar (HM) selaku Hakim pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Kemudian, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Herdiyanto Sutantyo (HS) juga turut diperiksa oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI.
“Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta HM dan HS selaku hakim PN Jakarta Pusat telah diperiksa,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4/2025).
Selain dua hakim itu, Kejagung juga telah memeriksa Konsultan Pembiayaan di PT Muara Sinergi Mandiri berinisial DSR dan Kasubag Kepegawai/Ortala pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, YW.
Namun, Harli tidak merinci secara detail terkait pemeriksaan ini. Dia hanya menyebut bahwa pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi berkas perkara atas tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) Cs.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkasnya.
Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng.
Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar.
Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan.
Sejatinya, Syafei telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.
Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

