Kasus: kasus suap

  • KPK Panggil 3 Ajudan Sugiri Sancoko Usut Dugaan Korupsi di Pemkab Ponorogo

    KPK Panggil 3 Ajudan Sugiri Sancoko Usut Dugaan Korupsi di Pemkab Ponorogo

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga ajudan Bupati nonaktif Ponorogo Sugiri Sancoko pada hari ini, 3 Desember. Mereka akan dimintai keterangan terkait pengurusan jabatan dan proyek serta gratifikasi di Pemerintah Kabupaten Ponorogo.

    “Pemeriksaan dilakukan di Polres Kota Madiun,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 3 Desember.

    Adapun tiga ajudan yang dipanggil itu adalah Ketiga ajudan tersebut yaitu Altof, Zufar Ali Akbar, dan Wildan.

    Lalu, turut dipanggil juga 12 saksi lainnya. Rinciannya adalah dua ajudan Sekda Ponorogo Agus Pramono, yaitu Faishal Rauf Ramadhani dan Dimas Sulton.

    Kemudian penyidik juga memanggil Kasi Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Patihan Wetan, Dwi Susilowati; Kasi Pemerintahan Umum Kelurahan Setono, Sur Wigiyanto; Kasi Tata Pemerintahan Kecamatan Jenangan, Lestriyana Riswandari; Kasubag Keuangan Penyusunan Program dan Pelaporan Kecamana Kauman, Maek Subekti; Kepala UPTD Labkesda Dinkes Ponorogo, Atis Wahyuni; Sekretaris Kelurahan Patihan, Suwandi; Sekretaris Kelurahan Singosaren, Mujiono; Bagian Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Sekretaris Daerah Ponorogo, Rizky Wahyu Nugroho; san Kepala BKD Ponorogo, Winarko Arif.

    Budi belum mengonfirmasi kehadiran belasan saksi ini. Dia juga masih menutup materi pemeriksaan yang akan digali dari sejumlah saksi tersebut.

    Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Agus Pramono yang merupakan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Ponorogo yang sudah menjabat sejak 2012; Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo; dan Sucipto yang merupakan pihak swasta rekanan RSUD Ponorogo dalam paket pekerjaan di lingkungan Kabupaten Ponorogo.

    Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat, 7 November. Ada tiga klaster korupsi yang ditemukan KPK.

    Pertama adalah dugaan suap pengurusan jabatan. Lalu suap proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya atau gratifikasi.

    Dalam kasus suap pengurusan jabatan, Yunus selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo tahu akan diganti oleh Sugiri sejak awal tahun. Sehingga, dia menyiapkan sejumlah uang dan menyerahkannya sebanyak tiga kali.

    Penyerahan pertama dilakukan Yunus kepada Sugiri pada Februari 2025 dengan nominal Rp400 juta yang diberikan melalui ajudan.

    Kemudian, pada periode April-Agustus, Yunus menyerahkan uang senilai Rp325 juta kepada Agus Pramono.

    Lalu, dia kembali menyerahkan uang sebesar Rp500 juta kepada Ninik yang merupakan kerabat Sugiri pada November. Sehingga, duit yang diterima Sugiri mencapai Rp900 juta.

    Tak sampai di situ, Sugiri juga mendapatkan Rp1,4 miliar dari proyek paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo dengan nilai Rp14 miliar. Duit ini disebut KPK awalnya lebih dulu diterima Yunus selaku Kepala RSUD.

    Sedangkan pada klaster terakhir, diduga ada penerimaan gratifikasi berupa uang ratusan juta dari pihak swasta oleh Sugiri.

  • Kasus Bupati Ponorogo, KPK Sita Senjata Api hingga Dokumen Usai Geledah 4 Kantor

    Kasus Bupati Ponorogo, KPK Sita Senjata Api hingga Dokumen Usai Geledah 4 Kantor

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan rangkaian penggeledahan di empat kantor dan beberapa rumah terkait kasus dugaan suap di lingkungan pemerintahan Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. 

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, penyidik KPK melakukan penggeledahan di Surabaya dengan menyasar salah satu rumah Bupati Ponorogo Sugiri dan adik Sugiri bernama Edy Widodo.

    Selain itu, KPK menggeledah kantor CV. Raya Ilmi dan CV. Rancang Persada. Dalam penggeledahan tersebut, penyidik KPK mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektornik.

    “Sedangkan dalam penggeledahan di kantor PT Widya Satria, selain mengamankan dokumen dan BBE, penyidik juga menyita senjata api yang kemudian dititipkan ke Polda Jawa Timur,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Senin (1/12/2025).

    Penyidik lembaga antirasuah juga melakukan penggeledahan di rumah Kokoh Prio Utama selaku Tenaga Ahli Sugiri di Bangkalan. Penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik.

    Lebih lanjut, di wilayah Ponorogo, penyidik menggeledah rumah Sugiri, rumah PPK proyek pembangunan Monumen Reog berinisial YSD. Kemudian MJB selaku PPK pembangunan RSUD dr. Harjono Ponorogo, serta rumah RLL yang merupakan Anggota DRPD Kab. Ponorogo, serta kantor CV. Wahyu Utama. 

    Penyidik KPK juga mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik. Barang bukti yang diamankan akan didalami penyidik untuk memperoleh informasi mengenai kasus suap proyek, jabatan, dan gratifikasi di Ponorogo.

    Pada perkara ini, KPK menetapkan tersangka dan menahan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo Yunus Mahatma, dan Sucipto selaku pihak swasta.

    Sugiri memperoleh total Rp900 juta dari Yunus Mahatma. Uang dibayarkan Yunus sebanyak dua kali melalui ajudannya sebesar Rp400 juta dan teman Sugiri sebesar Rp500 juta. Adapun Agus Pramono menerima Rp325 juta.

    Kemudian, Sugiri meminta lagi kepada Yunus Rp1,5 miliar. Namun uang yang baru diterima Sugiri sebesar Rp500 juta. Di momen ini lah Sugiri tertangkap tangan dan uang tersebut di sita penyidik lembaga antirasuah. Uang tersebut agar Yunus tetap menjabat sebagai Direktur Utama RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo.

    Pada proyek RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo, Sugiri diduga mendapatkan fee dari Sucipto selaku pihak swasta yang menangani proyek itu sebesar Rp1,4 miliar dari nilai proyek Rp14 miliar.

    Bukan itu saja, Sugiri juga tersandung gratifikasi. Pada 2023-2025, Sugiri menerima Rp225 juta dari Yunus Mahatma. Lalu pada Oktober 2025, Sugiri menerima Rp75 juta dari Eko selaku pihak swasta.

  • Heru Hanindyo Sang Hakim Pembebas Ronald Tannur Ajukan Kasasi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Desember 2025

    Heru Hanindyo Sang Hakim Pembebas Ronald Tannur Ajukan Kasasi Nasional 1 Desember 2025

    Heru Hanindyo Sang Hakim Pembebas Ronald Tannur Ajukan Kasasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo, mengajukan kasasi dalam kasus suap terhadap penanganan perkara yang berujung vonis bebas untuk terdakwa kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.
    Permohonan
    kasasi
    ini tercatat dengan nomor 10230 K/PID.SUS/2025 dan kini statusnya masih dalam pemeriksaan majelis hakim.
    Adapun, Jaksa Penuntut Umum juga mengajukan kasasi bersamaan dengan Heru.
    “Tanggal Diterima Kepaniteraan MA, Kamis, 21 Agustus 2025. Pemohon, Penuntut Umum, Terdakwa
    Heru Hanindyo
    ,” sebagaimana dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung pada Senin (1/12/2025).
    Berkas kasasi para pihak telah didistribusikan kepada majelis hakim pada Kamis (20/11/2025) lalu.
    Para majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara ini antara lain: Yohanes Priyana sebagai ketua majelis hakim, kemudian hakim anggotanya, Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.
     
    Sebelumnya, Heru Hanindyo divonis 10 tahun penjara karena terbukti menerima
    suap
    untuk memberikan vonis bebas pada
    Ronald Tannur
    .
    Putusan di pengadilan tingkat pertama ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
    Heru juga tetap dijatuhi denda Rp 500 juta subsidair tiga bulan kurungan sebagaimana putusan PN Tipikor Jakarta.
    Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Selain itu, ia dinilai menerima gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B UU yang sama.

    Sementara itu, majelis hakim pembebas Ronald Tannur lainnya, Erintuah Damanik dan Mangapul, telah menerima hukuman mereka.
    Bersama eks Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Rudi Suparmono, Erintuah dan Mangapul sama-sama tidak mengajukan banding.
    “Putusan Rudi Suparmono, Mangapul, dan Erintuah sudah berkekuatan hukum tetap, karena dari pihak JPU dan Terdakwa tidak mengajukan upaya hukum hingga batas waktu yang diberikan,” ujar Juru Bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, saat dikonfirmasi, Senin pagi.
    Diketahui, Rudi dihukum 7 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
    Rudi terbukti menerima suap senilai Rp 21,9 miliar.
    Sementara, Erintuah dan Mangapul masing-masing divonis 7 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara.
    Para hakim, termasuk Heru Hanindyo, terbukti menerima suap dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, sebesar Rp 4,6 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        KPK Sita Senjata Api Saat Geledah Kantor Kontraktor Museum Reog Ponorogo
                        Nasional

    8 KPK Sita Senjata Api Saat Geledah Kantor Kontraktor Museum Reog Ponorogo Nasional

    KPK Sita Senjata Api Saat Geledah Kantor Kontraktor Museum Reog Ponorogo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita senjata api saat menggeledah kantor PT Widya Satria di Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu (26/11/2025) kemarin.
    “Dalam
    penggeledahan
    di kantor PT Widya Satria, selain mengamankan dokumen dan barang bukti elektronik (BBE), penyidik juga menyita senjata api yang kemudian dititipkan ke Polda Jawa Timur,” kata Juru Bicara
    KPK
    Budi Prasetyo dalam keterangannya, Senin (1/12/2025).
    Penggeledahan tersebut dilakukan KPK terkait dengan
    kasus suap
    yang menjerat eks Bupati
    Ponorogo
    , Sugiri Sancoko.
    Budi mengatakan, KPK juga melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi di Surabaya, di antaranya rumah Sugiri Sancoko, Ely Widodo selaku adik Sugiri, serta kantor CV Raya Ilmi dan CV Rancang Persada.
    “Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik,” ujarnya.
    Budi mengatakan, KPK melanjutkan penggeledahan di Ponorogo, di antaranya rumah Sugiri Sancoko, rumah PPK proyek Pembangunan Monumen Reog berinisial YSD, MJB selaku PPK pembangunan RSUD dr Harjono Ponorogo, serta rumah RLL yang merupakan Anggota DPRD Kabupaten Ponorogo, serta kantor CV Wahyu Utama.
    “Dalam rangkaian penggeledahan ini, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik,” tuturnya.
    Selain itu, KPK juga menggeledah rumah Kokoh Prio Utama selaku Tenaga Ahli Bupati Ponorogo di daerah Bangkalan.
    Dari penggeledahan itu, KPK juga menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik.
    Budi mengatakan, seluruh barang bukti yang diamankan selanjutnya akan didalami penyidik untuk membantu mengungkap perkara dugaan tindak pidana korupsi, baik dugaan suap terkait jabatan, suap proyek, maupun penerimaan lainnya atau gratifikasi.
    KPK mengapresiasi dan berterima kasih kepada seluruh masyarakat, khususnya di wilayah Kabupaten Ponorogo – Jawa Timur, yang mendukung penuh pemberantasan korupsi.
    “Demi mendukung perwujudan birokrasi pemerintahan yang bersih, dan pengadaan proyek yang transparan dan akuntabel, sehingga hasilnya akan betul-betul kembali secara optimal untuk masyarakat melalui pembangunan daerah,” ucap dia.
    Diketahui, KPK menetapkan Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemkab Ponorogo pada Jumat (7/11/2025).
    Tiga tersangka lainnya adalah Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo; Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo; dan Sucipto selaku rekanan RSUD Ponorogo.
    Adapun keempat tersangka terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Ponorogo pada Jumat.
    Dalam perkara ini, KPK mengatakan, Sugiri menerima suap dari tersangka Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Harjono Ponorogo agar posisinya sebagai Direktur RSUD tidak diganti.
    KPK menemukan tiga kali penyerahan uang dari Yunus kepada Sugiri, yakni pada Februari 2025 sebesar Rp 400 juta, periode April-Agustus 2025 Rp 325 juta, dan uang Rp 500 juta yang diserahkan melalui kerabat Sugiri pada November 2025.
    KPK juga mengatakan, Sugiri menerima suap dalam paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo dengan menerima fee sebesar Rp 1,4 miliar dari Sucipto selaku rekanan RSUD Harjono.
    Selain itu, KPK menemukan bahwa Sugiri melakukan penerimaan lain atau gratifikasi sebesar Rp 225 juta selama periode 2023-2025 dari Yunus dan uang Rp 75 juta dari pihak swasta pada Oktober 2025.
    KPK telah menahan para tersangka untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025 sampai dengan 27 November 2025 di Rutan cabang Merah Putih.
    Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Yunus, dalam hal pengurusan jabatan, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
    Sedangkan terhadap Sugiri, bersama-sama dengan Agus Pramono, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sucipto, dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sang Istri Sebut Agus Pramono Baik-baik di Tahanan KPK, Tinggal Tunggu Proses Hukum

    Sang Istri Sebut Agus Pramono Baik-baik di Tahanan KPK, Tinggal Tunggu Proses Hukum

    Ponorogo (beritajatim.com) – Sunyi ruang tahanan KPK kini menjadi dunia baru bagi Sekda Ponorogo nonaktif Agus Pramono, yang terseret dalam pusaran kasus suap jabatan. Lebih dari tiga minggu ia menjalani hari-hari di balik dinding Merah Putih Jakarta, sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara yang mengguncang lingkar kekuasaan di Ponorogo tersebut.

    Kondisi Agus selama mendekam di tahanan diungkapkan langsung oleh sang istri, Besse Tenrisampeang, yang beberapa kali menjenguk suaminya. Dia menyebut suaminya di Jakarta dalam keadaan baik.

    “Beberapa kali kesana, baik kondisinya semuanya baik,” kata Tenri, panggilan Besse Tenrisampeang, ditulis Minggu (30/11/2025).

    Perempuan yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Ponorogo itu, menyebut bahwa pihak keluarga menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada KPK.

    Dia mengatakan perkara yang menjerat suaminya bersama Bupati Ponorogo nonaktif Sugiri Sancoko, Direktur RSUD dr. Harjono Yunus Mahatma, dan pihak swasta Cipto, masih terus berjalan.

    “Keluarga sehat kondisinya baik juga, kan ini masih berproses, kita tunggu saja seperti apa nanti hasilnya,” katanya.

    Sebagaimana diketahui, Agus ikut terjerat setelah OTT KPK terhadap Sugiri Sancoko. Dalam kasus dugaan suap jabatan Direktur RSUD dr. Harjono, Agus disebut menerima uang sekitar Rp325 juta dari Yunus Mahatma untuk mengamankan kursi direksi rumah sakit daerah tersebut.

    Perkembangan kasus ini terus menjadi sorotan publik, menanti arah penyelidikan KPK terhadap dugaan jual beli jabatan di Pemkab Ponorogo. KPK menegaskan bahwa OTT tersebut justru menjadi pintu masuk, untuk menelusuri dugaan praktik rasuah lain di berbagai dinas dan sektor pelayanan publik di Ponorogo.

    Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut proses penyidikan masih berkembang dan tim penyidik bergerak maraton di sejumlah titik. KPK kini bergerak lebih luas untuk memastikan apakah jaringan praktik suap, gratifikasi, atau fee proyek merembet ke dinas, bidang, maupun rekanan lain yang terlibat dalam proyek pemerintah.

    Sejak OTT digelar, KPK sudah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi di Ponorogo, Kota Madiun dan Surabaya.  [end/suf]

  • 7
                    
                        KPK Dalami Dugaan Korupsi Proyek 31 RSUD yang Masuk Program Kemenkes
                        Nasional

    7 KPK Dalami Dugaan Korupsi Proyek 31 RSUD yang Masuk Program Kemenkes Nasional

    KPK Dalami Dugaan Korupsi Proyek 31 RSUD yang Masuk Program Kemenkes
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan korupsi pada proyek pembangunan 31 RSUD yang masuk dalam program Quick Win Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi
    KPK
    Asep Guntur Rahayu mengatakan, langkah tersebut diambil KPK seiring dengan terkuaknya kasus suap dalam proyek pembangunan
    RSUD Kolaka Timur
    (Koltim) yang melibatkan eks Bupati Koltim
    Abdul Azis
    .
    “Kita juga mendalami untuk yang 31 rumah sakit yang lainnya, karena kami menduga juga tidak hanya di perkara yang Kolaka Timur ini, ada peristiwa pidana seperti ini,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (24/11/2025) malam.
    Asep juga mengatakan, KPK akan sejalan dengan apa yang dilakukan kedeputian pencegahan untuk mencegah terjadinya kasus
    korupsi
    yang mirip dengan RSUD Kolaka Timur.
    “Tetapi, tentunya sejalan dengan apa yang kami lakukan, bagian atau kedeputian lain, kedeputian pencegahan, itu juga sedang melakukan upaya-upaya pencegahan, seperti itu supaya proyek yang lainnya itu bisa berjalan dengan baik,” ujar dia.
    Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka korupsi proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, seusai operasi tangkap tangan pada awal Agustus 2025.
    “KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan lima orang sebagai tersangka,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, 9 Agustus 2025.
    Kelima tersangka itu adalah Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis; penanggung jawab dari Kementerian Kesehata untuk proyek RSUD Koltim, Andi Lukman Hakim; pejabat pembuat komitmen proyek RSUD Koltimi Ageng Darmanto; serta Deddy Karnady dan Arif Rahman selaku pihak swasta.
    Dalam perkara ini, Abdul, Andi Lukman, dan Ageng ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sedangkan Deddy dan Arif menjadi tersangka pemberi suap.
    Abdul Azis diduga menerima fee sebesar Rp 1,6 miliar terkait proyek RSUD Koltim tersebut.
    Abdul, Andi Lukman, dan Ageng diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sementara, Deddy dan Arif diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Buka Peluang Panggil Menkes BGS Terkait Kasus Korupsi RSUD Kolaka Timur

    KPK Buka Peluang Panggil Menkes BGS Terkait Kasus Korupsi RSUD Kolaka Timur

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang memanggil Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin terkait dugaan suap proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur. Kemungkinan ini terbuka karena penyidik akan mendalmi aliran duit dalam kasus ini.

    Hal ini disampaikan pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu usai pengumuman sekaligus penahanan tiga tersangka baru dalam kasus ini, Senin, 24 November. Kata dia, penyidik pasti mengikuti ke mana aliran duit suap mengalir.

    Adapun pembangunan rumah sakit ini dilakukan dengan menggunakan dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah pusat.

    “Kalau sudah waktunya dan memang juga ada keterangan-keterangan yang mengatakan bahwa aliran uang ataupun alur perintah, ya, dari top manajernya di Kementerian Kesehatan, tentu kami juga akan memanggil yang bersangkutan untuk dimintai keterangan,” kata Asep kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin malam, 24 November.

    Asep mengatakan kekinian penyidik memang masih mendalami pengetahuan sejumlah pihak.

    “Dari si pemberi di tingkat daerah, dalam hal ini dari Kolaka Timur kemudian nanti kepada ASN-nya, kepada Dirjen, dan selanjutnya,” tegasnya.

    Adapun pendalaman ini, kata Asep, dilakukan lewat beberapa pihak. Salah satunya, Sekretaris Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan Andi Saguni.

    “Karena kita, yang kita perolehkan sejauh ini adalah adanya uang kickback dari sana, tadi ada yang Rp1,5 miliar. Dari sana, diikuti sambil kita juga mencari atau mendalami alur perintahnya karena ada dua hal, alur perintah dulu biasanya itu yang lazimnya atau rumusnya itu,” tegasnya.

    Diberitakan sebelumnya, KPK menahan tiga tersangka baru dalam kasus kasus suap proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur. Salah satunya adalah Hendrik Permana selaku aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

    Berikut adalah daftar lengkap tersangka yang baru ditahan:

     

    Yasin selaku ASN di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Sulawesi Tenggara;Hendrik Permana selaku ASN di Kementerian Kesehatan; danAswin Griksa selaku pihak swasta atau Direktur Utama PT Griksa Cipta.

    Adapun penetapan tersangka ketiganya merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Bupati Kolaka Timur Abdul Azis bersama empat orang lainnya pada Agustus 2025 lalu.

     

  • KPK Tahan 3 Tersangka Baru dari Kasus Suap RSUD Kolaka Timur

    KPK Tahan 3 Tersangka Baru dari Kasus Suap RSUD Kolaka Timur

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dan menahan 3 tersangka setelah melakukan pengembangan kasus dugaan suap proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. 

    Mereka adalah Yasin selaku ASN di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Sulawesi Tenggara; Hendrik Permana selaku ASN di Kementerian Kesehatan; Aswin Griksa Direktur Utama PT Griksa Cipta.

    “Para Tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak 24 November sampai dengan 13 Desember 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (24/11/2025).

    Pada 2023, Hendrik menjadi perantara untuk meloloskan pagu Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi sejumlah Kota/ Kabupaten dengan syarat pemberian fee sebesar 2%.

    Kemudian pada tahun 2024, Hendrik bertemu dengan PPK proyek pembangunan RSUD, Ageng Dermanto, yang juga menjadi salah satu tersangka dalam perkara ini.

    Pertemuan bertujuan membahas desain rumah sakit sebagai bagian dari pengurusan DAK. Perlu diketahui, DAK proyek ini menggelembung dari Rp47,6 miliar menjadi Rp170,3 miliar.

    Hendrik menghubungi Yasin untuk meminta uang sebagai tanda keseriusan. Sebab, Yasin merupakan orang kepercayaan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis yang juga menjadi tersangka. Upaya ini agar DAK RSUD Kolaka Timur tidak hilang sehingga DAK tahun 2026 masih bisa didapatkan.

    Yasin memberikan Rp50 juta kepada Hendrik pada November 2024 sebagai bagian dari komitmen fee. Yasin juga memberikan Rp400 juga ke Ageng untuk urusan “di bawah meja” dengan Deddy Karnady, selaku pihak PT Pilar Cerdas Putra. Deddy telah ditetapkan tersangka lebih dulu.

    Pemberian uang terkait desain bangunan RSUD Koltim, yang diduga menjadi bagian proyek yang dikendalikan oleh Hendrik. Dalam rentang Maret-Agustus 2025, Yasin menerima Rp3,3 miliar dari Deddy melalui Ageng.

    Yasin memberikan uang ke Hendrik senilai Rp1,5 miliar. Dari uang tersebut, sejumlah Rp977 juta diamankan dari Yasin pada saat kegiatan tertangkap tangan pada Agustus 2025.

    Selain itu, Aswin sebagai perantara penghubung antara Deddy dan Ageng diduga menerima Rp365 juta, dari total senilai Rp500 juta yang diberikan oleh Ageng.

    Atas perbuatannya, ketiga tersangka tersebut disangkakan Pasal 12 huruf a atauPasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

  • Polemik Pelimpahan Kasus Minyak Mentah: Kejagung Bantah, KPK Sebut Masih Koordinasi

    Polemik Pelimpahan Kasus Minyak Mentah: Kejagung Bantah, KPK Sebut Masih Koordinasi

    Polemik Pelimpahan Kasus Minyak Mentah: Kejagung Bantah, KPK Sebut Masih Koordinasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) membuat pernyataan tegas bahwa masih menangani kasus dugaan korupsi minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Trading Limited (Petral)/Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES) periode tahun 2008-2015.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)
    Kejagung
    , Anang Supriatna menegaskan bahwa Korps Adhyaksa belum melimpahkan pengusutan
    kasus minyak mentah
    tersebut ke
    KPK
    .
    “Pertama, pelimpahan belum ada, belum ada pelimpahan sama sekali. Yang kedua, tidak ada istilah pertukaran atau tukar guling, enggak ada, enggak ada,” kata Anang ditemui di Gedung Kejagung, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
    Pernyataan Kapuspenkum Kejagung tersebut menimbulkan pertanyaan pasalnya KPK sebelumnya menyebut bahwa penyidikan kasus minyak mentah tersebut telah dilimpahkan ke lembaga antirasuah.
    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto lantas memberikan respons dengan mengatakan bahwa pelimpahan kasus minyak mentah baru dinyatakan secara informal.
    Menurut dia, proses pelimpahan resmi masih dikoordinasikan dengan Kejagung.
    “Iya, itu yang terjadi. Belum ada pelimpahan secara resmi. Komunikasi informal sudah,” kata Fitroh saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Jumat.
    Sembari menunggu pelimpahan resmi, KPK dan Kejagung dikabarkan sudah saling berkoordinasi dalam mengusut perkara-perkara yang saling beririsan.
    Semua berawal dari pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto yang menyebut bahwa Kejagung melimpahkan pengusutan kasus minyak mentah ke lembaga yang dipimpinnya.
    Sementara itu, Setyo menyampaikan, KPK melimpahkan kasus pengadaan Google Cloud ke Kejagung karena sangat beririsan dengan kasus pengadaan Laptop Chromebook yang tengah ditangani Kejaksaan.
    “Dari hasil koordinasi untuk (penyelidikan) Google Cloud itu, nanti penanganannya akan diserahkan kepada Kejaksaan Agung,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Bogor, Jawa Barat pada Selasa, 18 November 2025.
    Setyo mengatakan, pelimpahan penanganan kasus Google Cloud dilakukan mengingat perkara tersebut dan Chromebook terjadi dalam periode yang kurang lebih sama, yaitu sekitar masa pandemi Covid-19.
    “Dan karena konstruksi perkaranya, kemudian karena tempusnya dan lain-lain, semuanya memang harus diserahkan. Ya, itu yang terjadi,” ujarnya.
    Sementara itu, Setyo juga mengatakan, Kejagung telah melimpahkan kasus minyak mentah ke KPK karena periodenya sama.
    “Karena kan mereka (Kejagung) juga ternyata terinformasi mereka juga melakukan kegiatan yang sama. Nah, tapi karena tahu bahwa KPK sudah menerbitkan surat perintah penyidikan, sudah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, maka penanganannya dari Kejaksaan dilimpahkan,” kata Setyo.
    Namun akhirnya, pernyataan Ketua KPK tersebut dibantah Kejagung.
    Diketahui, KPK dan Kejagung memang tengah mengusut dua kasus dugaan korupsi yang saling beririsan.
    Pertama, kasus yang menyangkut PT Pertamina Persero dan anak perusahaanya.
    Kejagung diketahui tengah menyidik dugaan
    korupsi minyak mentah
    dan produk kilang di Pertamina Energy Trading Limited (Petral)/Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES) periode tahun 2008-2015.
    Kasus ini resmi naik ke penyidikan pada Oktober 2025 lalu.
    Sementara, KPK diketahui sudah lebih dahulu menyidik kasus seputar Petral. Namun, periodenya berbeda dengan Kejagung.
    KPK mengusut dugaan korupsi terkait pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang minyak oleh Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral) atau PT Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) periode 2009-2015.
    Kedua, kasus dugaan korupsi yang terjadi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menyeret nama eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.
    Kejagung tengah menyidik kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019–2022.
    Kasus ini bahkan sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat untuk segera disidangkan.
    Sementara itu, KPK diketahui tengah menyidik kasus dugaan korupsi terkait pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek.
    Periode kasus ini berdekatan dengan kasus yang tengah ditangani Kejagung. Bahkan, KPK mengklaim Nadiem merupakan calon tersangka dalam pengadaan Google Cloud.
    Nama Nadiem Makarim terseret di dua kasus berbeda, pengadaan laptop berbasis Chromebook dan pengadaan Google Cloud.
    Berdasarkan catatan
    Kompas.com
    , Kejagung lebih dahulu mengumumkan penyidikan kasus Chromebook.
    Pada 4 September 2025, Kejagung resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus pengadaan laptop berbasis Chromebook. Dia menyusul empat orang lainnya yang sudah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.
    Dalam kasus ini, Nadiem diduga telah melakukan sejumlah pengondisian agar produk Google ini bisa memenangkan pengadaan di kementerian yang dipimpinnya.
    Sementara terkait penyidikan Google Cloud, KPK belum menjelaskan lebih lanjut soal substansi kasusnya karena masih diselidiki.
    Namun, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, orang-orang yang terlibat di kasus Google Cloud dan Chromebook sama. Salah satunya, eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.
    KPK diketahui sudah cukup lama mengusut dugaan korupsi dalam pengadaan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Trading Limited (Petral)/Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES) periode tahun 2009-2015.
    Pada 2019, Lembaga Antirasuah sempat melakukan pemeriksaan lanjutan pada sejumlah saksi.
    Penyidikan masih dilaksanakan hingga 2025 ini. Hingga akhirnya, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru pada 3 November 2025.
    Kasus Petral yang kini diusut lagi merupakan pengembangan dari dua kasus. Pertama, kasus suap pengadaan katalis di PT Pertamina (persero) tahun anggaran 2012-2014 dengan salah satu tersangka Direktur Pengolahan PT Pertamina Chrisna Damayanto.
    Kedua, kasus pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang pada periode 2012-2014, dengan tersangka Bambang Irianto selaku Direktur Petral.
    Sementara itu, Kejagung juga melakukan penyidikan untuk kasus pengadaan minyak mentah pada periode 2008-2015. Sejauh ini, sudah ada 20 orang saksi yang diperiksa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Modus Lama Korupsi Pajak, Kongkalikong dengan Pengusaha Buat Kurangi Tagihan Pajak

    Modus Lama Korupsi Pajak, Kongkalikong dengan Pengusaha Buat Kurangi Tagihan Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mengusut kasus dugaan korupsi terkait pajak yang menyeret nama Direktur Utama PT Djarum Victor Hartono dan bekas Direktur Jenderal Pajak alias Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi. 

    Namun demikian, Kejagung memastikan pihaknya tidak mengusut terkait pengampunan pajak atau Tax Amnesty. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengatakan pihaknya hanya mengusut kasus terkait pembayaran pajak pada periode 2016-2020.

    “Yang kedua, itu bukan terkait Tax Amnesty, ya. Ini hanya memang pengurangan. Saya tegaskan, bukan Tax Amnesty, ya,” ujar Anang di Kejagung, Jumat (21/11/2025).

    Dia menambahkan kasus pembayaran pajak itu memiliki modus pengurangan kewajiban pembayaran dari wajib pajak maupun perusahaan.

    Dalam hal ini, pengurangan itu diduga dilakukan oleh oknum pada pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. “Perkara tindak pidana korupsi terkait dengan pengurangan kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak, periode 2016-2020, yang dilakukan oleh oknum atau pegawai perpajakan di Kementerian Keuangan,” jelasnya.

    Dalam catatan Bisnis praktik dugaan pengurusan pajak tersebut merupakan modus lama yang kerap terjadi di dalam perkara pajak. Salah satu yang lazim adalah praktik suap atau korupsi terkait pengurangan pajak. 

    Kejadian Berulang

    Pengungkapan kasus suap di Ditjen Pajak menambah daftar panjang kongkalikong antara petugas pajak dengan pengusaha. Kasus bekas Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Angin Prayitno Aji misalnya juga terkait dengan perkara pengurusan besaran pajak yang harusnya dibayarkan oleh wajib pajak. 

    Sementara itu pada 2019 lalu, misalnya, KPK juga telah mengungkap skandal suap pajak yang menyeret empat pegawai pajak dan seorang komisaris di PT Wahana Auto Ekamarga (WHE).

    Skandal tersebut juga menegaskan hipotesis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan bahwa restitusi sebagai salah satu titik rawan korupsi di sektor perpajakan.

    Sejak lama, proses pencairan restitusi memang menjadi sorotan. Tak hanya masalah administrasi. Bukan pula soal lama atau tidaknya pencairan restitusi. Pencairan restitusi justru kerap berujung suap antara petugas pajak dan pengusaha.

    Ada banyak kasus yang mencuat mulai dari PT WHE, skandal suap eks Ditgakum Ditjen Pajak Handang Soekarno, hingga kasus pemerasan terhadap PT EDMI yang juga terkait pencairan restitusi. Menariknya ketiga korporasi tersebut merupakan investor asing alias PMA.

    Khusus kasus PT WHE, sebelum diungkap KPK, pihak Kementerian Keuangan sebenarnya telah melakukan ‘penindakan’ terhadap empat orang pegawainya. Dua orang sudah dikenakan hukum disiplin,  sedangkan yang dua lainnya dibebastugaskan dan menunggu proses untuk mendapatkan sanksi.

    Namun, karena ada dugaan pidana korupsi berupa penyuapan dalam perkara empat pegawai pajak itu, lembaga antikorupsi kemudian turun tangan dan menetapkan empat pegawai pajak dan seorang komisaris PT WHE sebagai tersangka kasus pajak.

    “Alih-alih perusahaan membayar pajak ke negara, justru negara yang harus membayar klaim kelebihan bayar pada perusahaan,” ujar Saut Situmorang saat masih menjabat pimpinan KPK.

    Kasus Handang

    Terlepas bagaimana kasus ini berjalan nantinya. Bisa dibilang, upaya akal-akalan pajak PT WHE ini agak mirip dengan perkara penyuapan terhadap Handang Soekarno, eks Kasubdit Bukper Ditgakum Ditjen Pajak. 

    Handang ditangkap KPK seusai menerima ‘angpao’ dari Ramapanicker Rajamohanan Nair, Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia.

    Modusnya sama yakni dengan membantu permasalahan pajak korporasi. Di pengadilan, saat Handang disidang, dia tak hanya mengurus tax amnesty yang ditolak, dia juga mengurus pengajuan restitusi hingga bukper yang sebenarnya tengah dilakukan di KPP PMA Enam Kalibata.

    Bedanya dengan skandal PT WHE, dalam dokumen dakwaan KPK, kasus ini menyeret sejumlah pejabat di otoritas pajak dan orang dekat istana.

    Sebut saja dari eks Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, M. Haniv yang waktu itu menjabat Kakanwil DJP Jakarta Khusus, hingga ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo. Bahkan ketiganya dikabarkan pernah bertemu.

    Haniv, saat dihubungi Bisnis.com pada Februari 2017, pernah mengungkap adanya pertemuan antara ketiga tokoh tersebut. Pertemuan itu diinisiasi sendiri oleh Arif dan dia hanya membantu untuk menghubungkan dengan pejabat pusat.

    “Kalau soal apa yang dibicarakan saya tidak mau mengomentarinya. Karena saya hanya penghubung, tidak ikut pertemuan,” ungkapnya.

    Selain kasus Handang, perkara restitusi lainnya, yang sempat menjerat petugas pajak yakni pemerasan pajak PT EDMI salah satu penanaman modal asing (PMA) yang diungkap pada 2016.

    Bedanya dengan dua kasus di atas, posisi PT EDMI dalam perkara ini adalah korban pemerasan yang dilakukan oleh tiga pegawai pajak di KPP Kebayoran Baru Tiga. Ketiganya kini telah divonis karena memeras atau meminta uang lelah, setelah mengurus restitusi milik PT EDMI.