Kasus: kasus suap

  • 6 Fakta OTT KPK di Sumut Jerat 5 Tersangka

    6 Fakta OTT KPK di Sumut Jerat 5 Tersangka

    Jakarta

    KPK menetapkan lima dari enam orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara sebagai tersangka. Salah satu tersangka merupakan Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Ginting (TOP).

    Penetapan tersangka ini terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumut. Simak 6 poin fakta kasusnya dirangkum detikcom.

    Deretan Tersangka

    Lima orang tersangka yang ditetapkan KPK memiliki keterlibatan masing-masing dalam kasus ini. Mereka berasal dari pihak pemerintah dan pihak perusahaan swasta.

    “Menetapkan lima orang sebagai tersangka, yaitu satu TOP, selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut. Nomor dua, Saudara RES (Rasuli Efendi Siregar) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, merangkap pejabat pembuat komitmen atau PPK. Ini untuk perkara di Dinas PUPR,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

    Sementara tersangka kasus suap dari pihak swasta ialah Direktur Utama PT DNG, M Akhirun Efendi Siregar (KIR) dan Direktur PT RN, M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).

    “Kemudian Saudara HEL selaku PPK Kasatker PJN (Pelaksanaan Jalan Nasional) Wilayah I Provinsi Sumatera Utara ini untuk perkara yang di PJN. Saudara KIR selaku direktur utama PT DNG dan Saudara RAY selaku direktur PT RM, ini adalah pihak swasta yang memberikan suap kepada tiga orang tadi dari dua dinas yang berbeda,” lanjut Asep.

    Dua Klaster OTT

    KPK menjelaskan pihak-pihak yang diamankan ada dari ASN/Penyelenggara Negara dan swasta. Ada dua klaster dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan.

    Klaster pertama terkait dugaan korupsi pembangunan jalan proyek PUPR Sumut. Kemudian klaster berikutnya menyangkut proyek-proyek di Satker PJN (Pelaksanaan Jalan Nasional) Wilayah I Sumut.

    Ditahan di Rutan KPK

    KPK menahan Kadis PUPR Provinsi Sumut Topan Ginting dan empat tersangka lainnya terkait kasus korupsi proyek jalan di Sumut. Lima orang tersangka ini ditahan selama 20 hari ke depan.

    “KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap tersangka tersebut yaitu saudara TOP, RES, HEL, KIR, RAY untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 28 Juni hari ini sampai dengan 17 Juli 2025,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.

    Asep menjelaskan lima orang tersangka tersebut ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan.

    Kadis PUPR Sumut Atur Pemenang Proyek

    Salah satu tersangka merupakan Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Ginting. (Kurniawan/detikcom)

    Dalam kasus ini, Topan disebut telah mengatur perusahaan swasta pemenang lelang untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa Topan menginstruksikan kepada RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut yang juga pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek ini untuk menunjuk Dirut PT DNG, KIR, menjalankan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot dengan nilai total kedua proyek Rp 157,8 miliar.

    “Seharusnya pihak swasta itu tidak hanya sendirian yang diikutkan. Di sini sudah diikutkan Saudara KIR sebagai Direktur Utama PT DNG ini sudah dibawa sama Saudara TOP ini, Kepala Dinas PUPR. Kemudian juga TOP ini memerintahkan Saudara RES untuk menunjuk Saudara KIR. Di sini sudah terlihat perbuatannya,” kata Asep dalam konferensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

    Selanjutnya, kata dia, RES pun menelepon KIR tentang penayangan proyek yang akan dilakukan pada Juni 2025. RES sekaligus meminta KIR menyiapkan dan memasukkan penawaran sebagai pihak yang akan mengelola proyek jalan tersebut.

    Informasi dari RES kemudian ditindaklanjuti oleh KIR yang meminta stafnya, termasuk anaknya, RAY, untuk berkoordinasi mengenai penyiapan hal teknis mengenai proses e-katalog. Pada akhirnya, RES dan KIR pun berhasil mengatur proses e-katalog hingga PT DNG berhasil memperoleh proyek tersebut.

    “Atas pengaturan proses e-katalog di Dinas PUPR Provinsi Sumut tersebut, terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES yang dilakukan melalui transfer rekening. Jadi ada yang diberikan secara langsung tunai, ada yang diberikan juga melalui transfer, seperti itu,” ujar Asep.

    Asep mengungkapkan uang yang diduga diberikan KIR dan RAY ini kepada beberapa pihak untuk memuluskan pemenangan pengerjaan proyek sejumlah jalan di Sumut diketahui setelah adanya kegiatan penarikan tunai senilai Rp 2 miliar yang dilakukan keduanya.

    “Kami sudah mendapatkan informasi, ada penarikan uang sekitar Rp 2 miliar dari pihak swasta yang kemungkinan besar uang 2 miliar ini akan dibagi-bagikan kepada pihak-pihak tertentu, di mana pihak swasta ini berharap untuk memperoleh proyek ya terkait dengan pembangunan jalan,” pungkasnya.

    Alasan KPK Gercep OTT

    Asep menjelaskan pihaknya menerima adanya informasi soal praktik korupsi dari laporan masyarakat. Saat menerima laporan tersebut, dia mengatakan pihaknya dihadapkan pada dua pilihan.

    Pertama, pihaknya punya pilihan untuk menunggu hingga proses lelang pengerjaan proyek jalan ini selesai. Meskipun pada prosesnya, lelang proyek ini sudah ditentukan pemenangnya oleh Topan Ginting yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

    “Pembangunan jalan ini berjalan, dilakukan oleh pihak-pihak yang memang sudah di-setting menang. Kita akan menunggu nanti sejumlah uang, pada umumnya 10 sampai 20%,” kata Asep.

    Asep menyebut pada pilihan ini, KPK berpotensi mengamankan uang dari hasil praktik korupsi yang dilakukan ditaksir mencapai Rp 41 miliar atau sekitar 20 persen dari nilai proyek bernilai Rp 231,8 miliar. Kemudian dia menjelaskan pilihan kedua bisa diambil KPK yakni langsung melakukan OTT agar pihak perusahaan yang dipastikan menang proses lelang tidak bisa menjalankan proyek tersebut karena kecurangannya.

    Asep mengatakan dari dua pilihan yang bisa diambil, KPK memilih untuk langsung melakukan OTT meski dengan penyitaan uang dari barang bukti yang diperoleh jumlahnya tidak besar. Namun, kata dia, dalam pilihan kedua ini KPK dapat mencegah agar proyek jalan tidak dikerjakan dengan proses curang.

    “Karena kalau dibiarkan pihak-pihak ini mendapatkan proyek ini, tentu nantinya proyek yang atau hasil pekerjaannya, tidak akan maksimal. Karena sebagian dari uangnya tersebut paling tidak tadi, sekitar 46 miliar itu akan digunakan untuk menyuap memperoleh pekerjaan tersebut, tidak digunakan untuk pembangunan jalan,” ujar Asep.

    Peluang Panggil Bobby Nasution

    Foto: Gubsu Bobby Nasution. (Nizar Aldi/detikcom)

    Dalam jumpa pers KPK itu, wartawan menanyakan tentang kedekatan Topan dengan Gubernur Sumut Bobby Nasution. Topan pun pernah ditunjuk Bobby sebagai Plt Sekda Kota Medan semasa Pilkada 2024. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengaku akan mendalami hal tersebut.

    “Saat ini sedang dilakukan upaya follow the money, mengikuti ke mana uang itu. Kalau nanti ke siapapun, ke atasannya atau mungkin ke sesama kepala dinas atau ke gubernur, ke mana pun itu dan kami memang meyakini, kami tadi juga sudah sampaikan bahwa kita bekerja sama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak. Nah kita tentu akan panggil, akan kita minta keterangan, apa dan bagaimana sehingga uang itu bisa sampai kepada yang bersangkutan. Jadi tidak ada dalam hal ini yang akan kita kecualikan,” ucap Asep.

    “Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke gubernurnya, kita akan minta keterangan, kita akan panggil dan kita minta keterangan. Ditunggu saja ya,” imbuh Asep memberi penegasan.

    Bahkan, lanjut Asep, tak melulu soal aliran uang. Pemanggilan seseorang ke hadapan penyidik KPK bisa terkait dugaan adanya perintah-perintah tertentu.

    “Tidak harus selalu ada aliran uang termasuk ke gubernur, itu kita akan panggil tentunya. Misalkan hanya ada perintah, perintahkan untuk memenangkan pihak-pihak ini, uangnya belum dapat, tetap kita akan panggil dan kita akan minta pertanggungjawaban. Seperti itu,” ucap Asep.

    Halaman 2 dari 3

    (fca/fca)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pejabat PU Sumut Kena OTT KPK, Menteri Dody Evaluasi Seluruh Eselon 1

    Pejabat PU Sumut Kena OTT KPK, Menteri Dody Evaluasi Seluruh Eselon 1

    Jakarta

    Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo akan melalukan evaluasi terhadap seluruh jajaran eselon 1 dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di kementeriannya. Hal ini sebagai respons atas langkah Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap 5 pejabat Dinas PU Sumatera Utara.

    KPK sendiri telah menangkap setidaknya 5 orang pejabat Dinas PU Sumatera Utara (Sumut) dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumatera Utara terkait dengan kasus proyek jalan daerah.

    Dody merasa cukup terkejut dan sangat menyayangkan kejadian tersebut. Dengan menjunjung asas praduga tak bersalah, ia menyerahkan segala prosesnya kepada Aparat Penegak Hukum (APH) terkait. Ke depan, ia juga berencana untuk melakukan pembenahan internal.

    “Menanggapi OTT KPK ini mungkin mulai minggu depan, atas restu Pak Presiden (Prabowo) kami harus mulai mengevaluasi seluruh jajaran Kementerian PU, dari mulai eselon 1 sampai PPK, agar kejadian-kejadian seperti ini tidak turun lagi di masa depan,” kata Dody di Kantor Kementerian PU, Jakarta Selatan, Sabtu (27/6/2025).

    Dody pun mengutip pesan Presiden Prabowo Subianto di masa-masa awal dirinya menjabat sebagai menteri. Pada kala itu, Prabowo menekankan pentingnya membersihkan dan membenahi diri.

    “Saya kutip bahasa beliau, coba kalau saya tidak salah, segera benahi dirimu, segera bersihkan dirimu, karena yang tidak bersih akan disingkirkan tanpa pandang bulu. Semua penyelewengan wajib berhenti, atau yang bersangkutan diberhentikan dengan tidak hormat,” tegasnya.

    Namun saat dikonfirmasi lebih lanjut apakah evaluasi yang dimaksud membuka peluang untuk melakukan perombakan pada struktur kementeriannya, Dody enggan menjawab. Ia hanya menekankan bahwa segala langkah yang ia lakukan berdasarkan pada restu presiden.

    “Nanti. Gini saya ini kan hanya sekedar pembantu Presiden, jadi apapun yang saya kerjakan harus matur dulu ke Bapak Presiden sebagai atasan saya langsung, setelah restu diberikan,” ujarnya.

    Ia juga enggan mendetailkan langkah lanjutan dari hasil pemeriksaan KPK terkait OTT di Sumut ini. Namun sebagai pemimpin dari Kementerian PU, Dody menekankan bahwa dirinya menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

    “Saya akan tetap menjunjung asas Praduga tak bersalah, tapi bukan berarti kebenaran saya akan nutup-nutupi, tidak. Kalaupun ada yang nyangkut di Pattimura (Kantor PU Pusat) gara-gara itu, saya akan serahkan,” kata dia.

    “Makanya kemudian saya sampaikan juga, jika memang mendapatkan setuju Bapak Presiden, mulai minggu depan saya akan mengevaluasi semua eselon 1 sampai dengan pejabat pembuat komitmen saya yang paling rendah,” sambungnya.

    Sebagai informasi, Direktur Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu menyatakan, pihaknya menangkap 5 orang dalam OTT di kasus korupsi proyek jalan di Dinas PUPR Sumut. Salah satunya Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Ginting (TOP).

    Adapun tersangka berikutnya dari unsur pemerintahan yakni Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap PPK untuk perkara di Dinas PUPR Rasuli Efendi Siregar (RES), lalu PPK Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Provinsi Sumatera Utara Heliyanto (HEL).

    Sementara itu, tersangka berikutnya dari kasus suap yang berasal dari pihak swasta ialah Direktur Utama PT DNG, M Akhirun Efendi Siregar (KIR) dan Direktur PT RN, M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).

    Proyek jalan yang ditangani TOP dan empat tersangka lainnya di wilayah Kota Pinang, Gunung Tua hingga pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot, Sumatera Utara (Sumut) dengan total nilai Rp 231,8 miliar

    “TOP memerintahkan RES untuk menunjuk KIR sebagai rekanan penyedia tanpa mekanisme dan proses pengadaan barang dan jasa. KIR sudah dibawa TOP saat survei. ada kecurangan, tidak melalui proses lelang,” kata Asep, dikutip dari detikSumut.

    (shc/fdl)

  • Vonis Terdakwa Suap Hakim PN Surabaya Terlalu Ringan, JPU Ajukan Banding

    Vonis Terdakwa Suap Hakim PN Surabaya Terlalu Ringan, JPU Ajukan Banding

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung bakal mengajukan banding atas putusan terdakwa Lisa Rachmat dalam perkara suap atau gratifikasi hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menegaskan bahwa JPU telah menyatakan permohonan untuk langsung banding saat putusan dijatuhkan kepada terdakwa Lisa Rachmat oleh Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya.

    Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya hanya menjatuhkan vonis selama 11 tahun penjara terjadap terdakwa Lisa Rachmat, padahal JPU menuntut hukuman 14 tahun penjara atas kasus suap yang dilakukan terdakwa Lisa Rachmat.

    “Kita langsung menyatakan banding atas putusan terdakwa LS,” tuturnya di Jakarta, dikutip Jumat (27/6/2025).

    Dia menjelaskan bahwa JPU sudah memiliki banyak barang bukti terkait terdakwa Lisa Rachmat. Seharusnya, menurut Harli, hakim menjatuhkan vonis yang sesuai tuntutan JPU.

    “Terkait dengan banyak barang bukti yang menurut jaksa penuntut umum seharusnya sesuai dengan tuntutannya,” katanya.

    Menurut Harli, dari tiga terdakwa di kasus suap hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang sudah dijatuhi vonis, hanya Meirizka Wijaya yang mengambil langkah berbeda. Meirizka Wijaya diketahui merupakan ibu terpidana Ronald Tannur.

    Dari vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Meirizka, kata Harli, terdakwa sendiri sudah menyatakan menerima. Hal itu menjadi salah satu pertimbangan JPU untuk memutuskan tidak banding.

    “Terkait MW, kalau tidak salah, baik jaksa dan terdakwa menerima keputusan karena tidak ada alasan-alasan yang kuat untuk melakukan upaya hukum karena terdakwa sendiri juga sudah menerima keputusan,” ujar Harli.

  • Hasto Tak Restui Cara Kotor dalam PAW Harun Masiku, Saeful Bahri Pernah Ditegur Keras

    Hasto Tak Restui Cara Kotor dalam PAW Harun Masiku, Saeful Bahri Pernah Ditegur Keras

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan dirinya tidak pernah merestui adanya praktik kotor dalam proses Pergantian Antawaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 yang melibatkan Harun Masiku.

    Hal itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang kasus dugaan suap PAW DPR RI periode 2019–2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

    “Saya menerima laporan bahwa saudara Saeful meminta dana kepada Harun Masiku. Maka tindakan saya adalah memberikan teguran keras kepada saudara Saeful Bahri,” ujar Hasto dalam persidangan.

    Menurut Hasto, ia juga secara langsung memperingatkan Harun Masiku agar tidak memberikan uang dalam bentuk apapun kepada Saeful Bahri. Sebagai informasi, Saeful Bahri adalah mantan terpidana kasus suap Harun Masiku yang telah menjalani kurungan penjara selama 1 tahun 8 bulan.

    Setelah mendapat informasi adanya permintaan dana, Hasto kemudian memanggil Saeful ke Rumah Aspirasi PDI Perjuangan di Jalan Sultan Syahrir, Jakarta Pusat, untuk memberikan teguran langsung.

    “Saya sampaikan, ‘kamu kenapa minta-minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya sudah menegaskan dilarang meminta-minta dana’. Kemudian Saeful meminta maaf,” tutur Hasto, menirukan kembali ucapannya saat itu.

    Lebih lanjut, Hasto juga membantah adanya pembicaraan ataupun lobi-lobi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam proses PAW tersebut.

    “Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi dengan KPU,” ucap Hasto.

    Sebagai bentuk sanksi, Hasto menyebut Saeful Bahri tidak lagi diundang dalam kegiatan-kegiatan internal, termasuk acara yang digelar di Rumah Aspirasi setelah insiden tersebut. 

    “Setelah itu saya mengadakan acara di Rumah Aspirasi. (Saeful) tidak saya undang karena saya memberikan teguran keras kepada Saeful,” kata Hasto.

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku. 

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa. 

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Hasto Bantah Berikan Dana Talangan untuk Suap Proses PAW Harun Masiku

    Hasto Bantah Berikan Dana Talangan untuk Suap Proses PAW Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membantah tudingan dirinya memberikan uang talangan terkait dengan suap proses penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024. Uang itu diduga untuk meloloskan mantan caleg PDIP, Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I. 

    Bantahan itu disampaikan Hasto pada persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan yang menjeratnya sebagai terdakwa, Kamis (26/6/2025). Hal itu disampaikan olehnya ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta konfirmasinya atas keterangan sejumlah saksi di persidangan.

    Awalnya, salah seorang JPU bertanya apabila Hasto menalangi pemberian uang suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp1,5 miliar untuk meloloskan Harun ke Senayan. Hal tersebut berdasarkan kesaksian Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah. 

    “Mengenai percakapan Saeful dan Donny soal saudara terdakwa lah yang melakukan uang talangan untuk pengurusan HM [Harun Masiku] sebesar Rp1,5 miliar itu benar?,” tanya JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Namun, Hasto pun membantah. Dia menyebut kesaksian Saeful, yang sebelumnya sudah dijatuhi hukuman pidana pada kasus suap Harun Masiku, adalah saat dia berbohong kepada istrinya ketika pulang terlambat dan membawa nama Hasto. 

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful atau dari saya ke Donny atau saya ke Harun untuk mengatakan persetujuan saya dana talangan. Saya enggak tahu sama sekali dana operasional itu,” jawabnya. 

    Setelah itu, JPU kembali meminta konfirmasi Hasto soal penyerahan dana sebesar Rp400 juta darinya di kantor DPP PDIP, melalui perantara Staf PDIP, Kusnadi. Jaksa menyebut keterangan itu berasal dari Donny, kader PDIP sekaligus advokat, yang diduga merupakan kepercayaan Hasto. 

    “Ini keterangan Donny ya Pak. Diiyakan oleh Saeful Bahri,” ujar JPU kepada Hasto. 

    Meski demikian, Hasto tetap membantah. Dia menegaskan bahwa dana itu bukan berasal darinya. Dia membantah pemberian uang Rp400 juta ke Saeful melalui Kusnadi di kantor DPP PDIP. 

    “Tidak ada. [Saya] keberatan,” kata Hasto saat merespons pertanyaan JPU. 

    Sebelumnya, penyelidik KPK yang dihadirkan sebagai saksi, Arif Budi Raharjo menyebut di persidangan bahwa sebagian dari sumber dana untuk menalangi suap kepada Wahyu Setiawan berasal dari kantong Hasto. Nilainya sekitar Rp400 juta. 

    “Pada saat penulisan di notulen kami sampaikan bahwa ini saudara terdakwa harus masuk karena ada sebagian sumber dana yang pada saat itu ditalangi sekitar Rp400 juta. Itu harus dipertanggungjawabkan,” terang Arif di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025). 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta. 

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun. 

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum. 

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Momen Berpelukan Hasto Kristiyanto dan Said Didu di PN Tipikor Usai Sidang Diskors

    Momen Berpelukan Hasto Kristiyanto dan Said Didu di PN Tipikor Usai Sidang Diskors

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu terlihat mendatangi persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan yang menjerat Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa, Kamis (26/6/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Said terlihat menunggu di luar ruang sidang Hatta Ali sesaat sebelum Hasto memberikan keterangan kepada wartawan. Saat itu, sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa diskors selama satu jam oleh Majelis Hakim.

    Saat Hasto masih menunggu kuasa hukumnya untuk mendampingi saat keterangan pers, elite PDIP itu melihat Said berdiri bersama dengan wartawan yang mengerubunginya. 

    Sontak, Hasto langsung tersenyum dan menghampiri Said yang berada di tengah gerombolan wartawan. Keduanya sempat bersalaman dan berpelukan. 

    Said, yang pernah memegang jabatan di Kementerian BUMN era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), menunggu Hasto saat memberikan keterangan kepada wartawan mengenai persidangan yang dijalani olehnya. Dia turut mendengarkan pernyataan Hasto, sekaligus kuasa hukumnya yakni Ronny Talapessy dan Maqdir Ismail.

    Saat dihampiri, Said mengaku hari ini turut datang menyimak dua persidangan yang berbeda. Selain persidangan Hasto, dia turut menyaksikan jalannya persidangan perkara korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag), yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

    “Kan dua teman saya ini. Hasto sama Lembong. Memang, karena memang saya anggap untuk keadilan ya saya khusus datang,” ujarnya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).

    Said lalu tidak menampik anggapan bahwa perkara yang menjerat Hasto dan Tom bermuatan politis. Dia menuding bahwa sebagian besar perkara hukum yang ada saat ini berkaitan dengan politik.

    Dia mengaku sempat menghadiri sidang Tom yang juga bergulir di ruangan sebelah tempat persidangan Hasto. 

    “Ya saya yakin sebagian besar perkara sekarang kaitan politik sih. Susah dibantah,” tuturnya.

    Said menilai, anggapan soal muatan politik pada penanganan perkara hukum saat ini tidak lepas dari bekas pengaruh Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Untuk diketahui, Said merupakan salah satu tokoh publik yang kerap mengkritik Jokowi. 

    “Penegakan hukum yang pertama dibersihkan dulu deh. Untuk menghindari agar orang-orang menjadi merasa aman kalau menjadi penjilat kekuasaan,” ucapnya.

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 yang menjerat mantan caleg PDIP, Harun Masiku. Saat ini, Harun masih berstatus buron. Dia juga didakwa ikut memberikan suap untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR PAW 2019-2024. 

    Sementara itu, Tom didakwa menyebabkan kerugian keuangan negara dalam rangka impor gula. Audit BPKP menunjukkan terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp578 miliar. 

  • Hasto Jelaskan Makna Jawaban ‘Ok Sip’ saat Chat dengan Saeful Bahri – Page 3

    Hasto Jelaskan Makna Jawaban ‘Ok Sip’ saat Chat dengan Saeful Bahri – Page 3

    Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda menanggapi kata ‘ok sip’ yang diterjemahkan oleh ahli bahasa Frans Asisi Datang pada sidang sebelumnya, terkait kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan perkara perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.

    Menurut Chairul Huda, kata ‘ok sip’ tidak bisa dijadikan dasar dalam konteks terjadinya tindak pidana korupsi berupa suap.

    Awalnya, kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menyinggung hasil analisis ahli bahasa yang menyebutkan kata ‘oke sip’ dapat menjadi dasar untuk menjadikan seseorang sebagai terpidana.

    “Dalam persidangan karena saksi ini sudah diperiksa menyatakan tidak ada perbuatan dari terdakwa, maka, dihadirkan ahli bahasa untuk menerjemahkan percakapan, telepon, dan ahli bahasa sampaikan harus ditanyakan kepada subjek yang berkomunikasi, yang memberi pesan dan menerima pesan,” tutur Ronny di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (20/6/2025).

    “Pada saat persidangan kita munculkan bahwa saksi ini menyampaikan bapak itu bukan terdakwa, kemudian apakah dari keterangan ahli bahasa itu bisa membuat seseorang itu akan menjadi terpidana?” sambungnya.

    Chairul menjawab bahwa ahli bahasa hanya dapat menilai tentang teks dalam bentuk ujaran lisan. Sementara tidak bisa menyimpulkan terkait konteks di balik percakapan tersebut.

    “Tidak bisa menilai konteks, karena yang bisa menilai konteks itu adalah ahli hukum. Kalau ahli bahasa tidak bisa menilai konteks,” kata ahli hukum pidana itu.

    “Dia cuma menyatakan ‘ok sip’ artinya apa, tetapi konteksnya ini disampaikan dalam keadaan gimana, oleh siapa, dalam situasi apa, itu yang menilai ahli hukum. Jadi kalau ahli bahasa hanya melihat dari segi teks atau ujaran,” lanjutnya.

    Kasus Hasto Tidak Perlu Ahli Bahasa

    Chairul menilai, dalam penanganan kasus dugaan perintangan penyidikan maupun korupsi, tidaklah perlu melibatkan ahli bahasa, melainkan ahli pidana, lantaran dapat memberikan pandangan terkait ada tidaknya pelanggaran pidana.

    Pelibatan ahli bahasa disebutnya lebih cocok dalam penanganan kasus ujaran kebencian. Keahliannya pun tepat digunakan untuk membedah arti dari pernyataan, yang menjadi pokok permasalahan.

    “Nah, makanya yang diperlukan ahli bahasa itu tindak pidana, yang perbuatan di situ diwujudkan dalam ujaran pasal-pasal ujaran kebencian, hate speech, baru perlu ahli bahasa. Kalau perintangan penyidikan enggak ada perlunya ahli bahasa,” Chairul menandaskan.

  • Sidang Pemeriksaan Hasto Bakal Digelar pada Kamis Pagi Besok
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Juni 2025

    Sidang Pemeriksaan Hasto Bakal Digelar pada Kamis Pagi Besok Nasional 25 Juni 2025

    Sidang Pemeriksaan Hasto Bakal Digelar pada Kamis Pagi Besok
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Sekretaris Jenderal PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    bakal menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa kasus suap dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (26/6/2025) besok.
    Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Takdir Suhan, mengatakan bahwa pemeriksaan Hasto akan dimulai pada Kamis pagi sekitar pukul 09.00 WIB.
    “Pemeriksaan terdakwa Hasto sekitar pukul 09.00 WIB,” kata Takdir kepada
    Kompas.com
    , Rabu (25/6/2025).
    Seperti diketahui, Hasto adalah terdakwa kasus dugaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan yang menyeret nama Harun Masiku.
    Dihubungi terpisah, kuasa hukum Hasto,
    Ronny Talapessy
    , mengaku tidak ambil pusing dengan
    sidang pemeriksaan Hasto
    pada Kamis besok.
    Sebab, menurut dia, sepanjang proses persidangan ini tidak ada satu pun saksi yang memberikan keterangan memberatkan Hasto.
    “Pemeriksaan Mas Hasto besok kami serahkan penuh kepada Majelis Hakim mengingat dari sidang awal sampai sidang ke-17 tidak ada saksi yang memberatkan Mas Hasto,” kata Ronny.
    Ronny mengeklaim, sejumlah saksi kunci yang dihadirkan JPU KPK justru memberikan keterangan yang memperkuat posisi Hasto tidak terlibat dalam perkara Harun Masiku.
    Saksi yang dimaksud antara lain adalah eks kader PDI-P Saeful Bahri, eks pengacara PDI-P Donny Tri Istiqomah, eks staf PDI-P Kusnadi, eks Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina, serta ahli bahasa Frans Asisi.
    Ia mencontohkan, dugaan adanya perintah Hasto untuk memberikan suap terbantahkan dari saksi kunci yang dihadirkan KPK.
    Menurut Ronny, tuduhan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku melalui Satpam di kantor PDI-P, Nur Hasan, untuk menenggelamkan ponsel juga tidak pernah bisa dibuktikan oleh jaksa Komisi Antirasuah.
    “Mereka datang menjelaskan dalam persidangan bahwa uang suap KPU berasal dari Harun Masiku, dan maksud dari ‘bapak’ yang memerintahkan melakukan penenggelaman HP bukan Hasto Kristiyanto. Ini adalah keterangan saksi kunci Nur Hasan,” ucap dia.
    Berdasarkan rangkaian fakta persidangan, Ronny berpandangan bahwa kliennya sudah selayaknya dibebaskan dari seluruh tuntutan.
    “Oleh sebab itu, tanpa mendahului keputusan hakim, maka sudah selayaknya Mas Hasto diputus bebas dari semua tuntutan jaksa,” ujar Ronny.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa turut memberi suap kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI lewat skema PAW.
    Hasto juga diduga turut menghalangi penyidikan yang dilakukan lembaga antirasuah dalam membongkar dugaan suap
    kasus Harun Masiku
    tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sita Aset Tanah dan Bangunan Milik Anggota DPR Anwar Sadad Terkait Kasus Dana Hibah Jatim
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Juni 2025

    KPK Sita Aset Tanah dan Bangunan Milik Anggota DPR Anwar Sadad Terkait Kasus Dana Hibah Jatim Nasional 24 Juni 2025

    KPK Sita Aset Tanah dan Bangunan Milik Anggota DPR Anwar Sadad Terkait Kasus Dana Hibah Jatim
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menyita aset berupa dua bidang tanah dan bangunan milik anggota DPR RI sekaligus tersangka kasus
    dana hibah
    untuk Pokmas dari APBD Jawa Timur,
    Anwar Sadad
    , pada Senin (23/6/2025).
    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan KPK telah melakukan pemasangan tanda penyitaan terhadap dua aset yang berlokasi di Banyuwangi dan Kabupaten Probolinggo.
    “Penyidik juga melakukan pemasangan tanda penyitaan terhadap aset yang diduga milik Tersangka AS (Anwar Sadad) yang berlokasi di Banyuwangi dan Kabupaten Probolinggo yang diduga diperoleh dari hasil tindak pidana perkara dimaksud,” kata Budi dalam keterangannya, Selasa (24/6/2025).
    Budi juga mengatakan Anwar Sadad mangkir dari panggilan KPK pada Senin lalu dengan alasan adanya kegiatan selaku anggota DPR.
    “Saksi (Anwar Sadad) tidak hadir dengan alasan adanya kegiatan kedewanan. Ini sudah panggilan kedua, di mana pada panggilan pertama yang bersangkutan beralasan ada keperluan terkait partai,” ujarnya.
    Budi mengatakan penyidik mencatat semua alasan yang disampaikan Anwar Sadad dan akan mengambil langkah sesuai dengan aturan yang berlaku.
    Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 21 orang tersangka dalam kasus dugaan suap alokasi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim).
    Perkara ini merupakan pengembangan dari kasus suap alokasi dana hibah yang diusulkan melalui pokok pikiran (Pokir) dari kelompok masyarakat (Pokmas).
    “Dalam Sprindik tersebut, KPK telah menetapkan 21 tersangka, yaitu 4 tersangka penerima dan 17 lainnya sebagai tersangka pemberi,” kata Tessa saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (12/7/2024).
    Tessa mengatakan tiga dari empat tersangka penerima itu merupakan penyelenggara negara, sementara satu orang lainnya merupakan staf penyelenggara negara tersebut.
    Adapun dari 17 tersangka pemberi suap, sebanyak 15 di antaranya merupakan pihak swasta, sementara 2 orang lainnya adalah penyelenggara negara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Khofifah Tak Hadiri Panggilan KPK, Ini Alasannya

    Khofifah Tak Hadiri Panggilan KPK, Ini Alasannya

    FAJAR.CO.ID, SURABAYA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal mengorek keterangan Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa terkait dugaan korupsi dana hibah.

    Khofifah Indar Parawansa dipastikan tidak menghadiri panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi dana hibah, Jumat (20/6).

    Hal itu dikarenakan Khofifah mengajukan izin cuti untuk menghadiri wisydah putranya, Jalaluddin Mannagalli Parawansa, di Universitas Peking Cina.

    “Ibu Gubernur hari ini sampai Minggu cuti untuk menghadiri wisuda putranya di Cina,” kata Sekdaprov Jatim Adhy Karyono.

    Adhy memastikan izin cuti itu telah disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Selanjutnya, urusan pemerintahan diserahkan kepada Wakil Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak sebagai Plt Gubernur Jatim.

    “Izin dari Kemendagri sudah turun, dan Pak Wagub Jatim ditunjuk sebagai Plt Gubernur Jatim,” jelasnya.

    KPK memanggil Khofifah untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap dana hibah untuk kelompok masyarakat atau pokmas dari APBD Provinsi Jatim Tahun Anggaran 2019-2022 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat.

    Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo memastikan Khofifah tidak bisa memenuhi panggilan karena memiliki keperluan lain. “Saksi KIP tidak hadir, minta untuk dijadwalkan ulang. Ada keperluan lain,” kata Budi melalui keterangan tertulis.

    Sebelumnya, Eks Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Kusnadi yakin Khofifah mengetahui soal dana hibah dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2021-2022.
    Sebab, kata dia, pelaksana dari dana hibah tersebut adalah kepala daerah. “Orang dia (Gubernur Jatim Khofifah) yang mengeluarkan (dana hibah), masa dia enggak tahu,” kata Kusnadi, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (19/6).