Kasus: kasus suap

  • Hasto Pegal-pegal Tulis Pledoi, Lawan Surat Tuntutan Jaksa 1.300 Halaman

    Hasto Pegal-pegal Tulis Pledoi, Lawan Surat Tuntutan Jaksa 1.300 Halaman

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membacakan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan pidana penjara selama tujuh tahun terkait dengan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. 

    Pledoi itu dibacakan langsung oleh Hasto di hadapan Majelis Hakim di ruangan sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025). 

    Nota pembelaan yang dibacakan Hasto atas tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu terdiri dari 108 halaman, termasuk daftar pustaka. Dia menyebut pledoi itu disusun olehnya sendiri. 

    “Ini adalah pleidoi yang saya tulis tangan sendiri, sampai pegal-pegal, dan ini akan mengungkapkan suatu perjuangan di dalam mendapatkan keadilan berdasarkan kebenaran,” ujarnya kepada wartawan sebelum jalannya sidang. 

    Hasto menyinggung tudingan bahwa dakwaan dan tuntutan yang dilayangkan jaksa merupakan rekayasa hukum. Hal itu turut ditulisnya di dalam pledoi yang dia susun di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih, Jakarta. 

    Adapun, JPU dari KPK menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan. 

    Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah. 

  • Segera Sidang, Kejagung Limpahkan Marcella Santoso Cs ke Kejari Jakpus

    Segera Sidang, Kejagung Limpahkan Marcella Santoso Cs ke Kejari Jakpus

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyerahkan barang bukti dan tersangka atau tahap II kasus suap vonis lepas perkara crude palm oil (CPO) korporasi ke Kejari Jakarta Pusat.

    Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus Kejagung RI, Sutikno mengatakan jumlah tersangka yang dilimpahkan dalam perkara ini berjumlah lima orang.

    “5 orang tersangka dilakukan tahap 2,” ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (7/9/2025).

    Dia merincikan dari lima tersangka itu terdapat dua pengacara yakni Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR). Selain perkara suap, empat tersangka kasus perintangan sejumlah perkara di Kejagung juga telah dilimpahkan.

    Mereka yakni Marcella Santoso; dosen sekaligus advokat, Junaidi Saibih (JS); Direktur Pemberitaan Jak TV non-aktif Tian Bahtiar (TB); dan Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM).

    “Tersangka tahap II Tian Bahtiar, Adhiya Muzakki, Juanedi Saibih, Ariyanto, dan Marcella Santoso,” pungkasnya.

    Setelah dilakukan Tahap II, tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan Surat Dakwaan untuk pelimpahan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

  • 5 Fakta Terkait JPU KPK Bacakan Tuntutan Hasto Kristiyanto, Dituntut Penjara 7 Tahun dan Denda Rp600 Juta – Page 3

    5 Fakta Terkait JPU KPK Bacakan Tuntutan Hasto Kristiyanto, Dituntut Penjara 7 Tahun dan Denda Rp600 Juta – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto terkait kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan perkara perintangan penyidikan.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp600 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan,” tutur jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis 3 Juli 2025.

    Jaksa meyakini, Hasto Kristiyanto bersalah dengan terlibat upaya suap mantan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan untuk PAW anggota DPR RI Harun Masiku.

    “Menuntut agar supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan menyatakan terdakwa Hasto Kristiyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mencegah atau merintangi langsung atau tidak langsung penyidikan perkara korupsi dan melakukan korupsi,” kata jaksa.

    Sementara itu, JPU membacakan berkas tuntutan atas terdakwa Hasto Kristiyanto terkait kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan perkara perintangan penyidikan. Ada sejumlah poin perbuatan yang diyakini berkaitan dengan perkara tersebut.

    JPU pun hanya membacakan pokok-pokok isi dari tuntutan dalam 1.300 halaman berkas itu. Jaksa KPK Wawan Yunarwanto awalnya mengulas bahwa kebohongan yang terjadi di masa lalu merupakan utang kebenaran untuk saat ini dan yang akan datang.

    “Penuntut Umum tidak mengejar pengakuan terdakwa, tetapi lebih mengacu pada alat bukti yang telah terungkap di persidangan,” tutur Wawan di Pengadilan Tipikot Jakarta Pusat, Kamis 3 Juli 2025.

    “Bahwa tuntutan pidana ini bukanlah merupakan sarana balas dendam, melainkan suatu pembelajaran agar kesalahan-kesalahan serupa tidak terulang di kemudian hari,” sambungnya.

    Berikut sederet fakta terkait tuntutan JPU terdakwa Hasto Kristiyanto terkait kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan perkara perintangan penyidikan dihimpun Tim News Liputan6.com:

     

    Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto didakwa menjadi dalang penyuapan pergantian antar waktu anggota DPR periode 2019-2024 yang melibatkan Harun Masiku. Jaksa juga menyebut Hasto merintangi proses penyidikan dengan menghilangkan barang bukti.

  • Tom Lembong dan Hasto Kompak Dituntut 7 Tahun Penjara

    Tom Lembong dan Hasto Kompak Dituntut 7 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong dan Sekretarits PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto kompak mendapatkan tuntutan kurungan penjara 7 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    JPU telah menuntut Tom Lembong selama tujuh tahun pidana dalam perkara dugaan korupsi importasi gula periode 2015-2016. Jaksa menilai bahwa Tom Lembong telah dinyatakan secara sah dan bersalah karena terlibat dalam perkara korupsi impor gula saat menjabat sebagai Mendag periode 2015-2016.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama 7 tahun,” ujar jaksa di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

    Selain itu, Tom Lembong juga dituntut agar membayar denda Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

    “Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa sebesar Rp750 juta,” pungkas JPU.

    JPU menjelaskan faktor yang memberatkan tuntutan Mendag Tom Lembong selama tujuh tahun pidana. JPU menjelaskan hal yang memberatkan tuntutan itu adalah Tom Lembong dinilai tidak merasa bersalah dan menyesali perbuatannya dalam perkara importasi gula ini.

    “Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” ujar JPU.

    Jaksa menambahkan, faktor yang memberatkan lainnya karena Tom Lembong tidak mendukung program pemberantasan korupsi dari pemerintah.

    Di samping itu, jaksa juga mengungkap bahwa hal yang meringankan pejabat menteri di era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ini adalah tidak pernah dihukum.

    “Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,” pungkasnya.

    Hasto Dituntut 7 Tahun Penjara

    Sementara itu, pada kasus yang lain Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto dituntut hukuman penjara selama 7 tahun dalam perkara perintangan kasus suap Harun Masiku.

    Surat tuntutan dibacakan pada Kamis (3/7/2025), dalam persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus buron Harun Masiku, yang mana Hasto merupakan terdakwa.

    Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor r jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Adapun, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menjerat buron Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto turut didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

     Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguraikan alasan yang memberatkan sekaligus meringankan tuntutan pidana terhadap Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

    Pada sidang pembacaan surat tuntutan, Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan. 

    Tim JPU menyebut terdapat sejumlah hal yang memberatkan maupun meringankan tuntutan itu. 

    “Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). 

    Sementara itu, alasan dari pertimbangan JPU yang meringankan tuntutan kepada Hasto adalah perilakunya yang sopan selama persidangan, mempunyai tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum. 

  • soal Larung hingga Sri Rejeki Hastomo

    soal Larung hingga Sri Rejeki Hastomo

    Jakarta

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dituntut 7 tahun penjara dalam kasus dugaan suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku dan perintangan penyidikan. Sederet hal ini terungkap di persidangan.

    Hasto tiba di Pengadilan Tipikor Jakarta mengenakan rompi tahanan dengan nomor 18. Sebelum sidang dimulai, Hasto yakin kebenaran akan menang.

    “Saya kenakan dengan keyakinan bahwa kebenaran akan menang Satiam Eva Jayate. Karena itulah hari ini saya juga dengan penuh keyakinan untuk mengikuti persidangan dengan agenda mendengarkan tuntutan dari jaksa penuntut umum,” ujar Hasto, kepada wartawan, Kamis (3/7/2025).

    Dalam persidangan, jaksa KPK membeberkan tiga perbuatan Hasto yang diyakini merintangi penyidikan kasus suap Harun Masiku. Jaksa meyakini Hasto melanggar Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi tentang perintangan penyidikan.

    “Dengan demikian, kami berpendapat, unsur mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan telah dapat dibuktikan,” kata jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan analisa yuridis surat tuntutan Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Jaksa meyakini Hasto memerintahkan Harun Masiku menenggelamkan ponsel. Perintah itu, kata jaksa, membuat penyidik tidak dapat menemukan bukti komunikasi dan informasi terkait Harun.

    “Bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut, penyidik juga menjadi terintangi dalam melakukan penyidikan, yakni tidak dapat menemukan bukti komunikasi dan informasi terkait Harun Masiku dengan dihilangkannya HP yang berisi jejak kejahatan tersebut, maka penyidik tidak dapat merangkai fakta secara hukum terkait dengan penyidikan perkara Tersangka Harun Masiku,” ujarnya.

    Berikut 3 perbuatan Hasto yang diyakini jaksa KPK telah merintangi penyidikan kasus Harun Masiku:

    1. Pada 8 Januari 2020, Hasto melalui satpam di kantor DPP PDIP, Nurhasan, memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon seluler miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di kantor DPP PDIP dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK.

    2. Hasto Kristiyanto memerintahkan staf kesekretariatan DPP PDIP, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon selulernya sebagai upaya untuk menghilangkan bukti dalam keterlibatan dan keberadaan Harun Masiku sehingga tidak bisa ditemukan oleh penyidik.

    3. Pada 10 Juni 2024, Hasto menghadiri panggilan pemeriksaan sebagai saksi di KPK dan membawa HP merek Vivo 1713 warna putih dalam kondisi kosong sebagai upaya mengelabui penyidik dan menitipkan HP-nya yang lain kepada Kusnadi sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Jaksa Heran Hasto Urus Pakaian

    Hasto Kristiyanto. (Foto: Pradita Utama)

    Jaksa Takdir tergelitik oleh pengakuan Kusnadi yang menyebut perintah Hasto untuk ‘menenggelamkan’ dimaknai melarung pakaian, bukan terkait ponsel. Jaksa Takdir mengaku heran Hasto sebagai sekjen partai sampai mengurusi pakaian.

    Jaksa mengatakan perintah menenggelamkan tidak logis jika diartikan untuk melarung pakaian. Di mana, kata jaksa, ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, juga telah mengatakan maksud perintah menenggelamkan itu merujuk pada ponsel.

    “Dengan demikian, kata ‘itu’ pada kata yang ‘itu ditenggelamkan’ jelas mengacu pada HP dan kalau merujuk kepada baju menjadi tidak logis atau tidak masuk akal,” kata Takdir.

    Jaksa Takdir tergelitik dengan dalih Kusnadi yang menyebut Hasto memerintahkan melarung pakaian. Jaksa heran Hasto sebagai sekjen partai sampai mengurusi pakaian stafnya.

    “Untuk kepentingan apa Terdakwa, yang merupakan seorang sekjen partai, sampai mengurusi pakaian yang dikenakan stafnya setelah ritual melarung? Seberapa berharga pakaian tersebut sehingga Kusnadi diminta agar tidak sayang jika membuangnya?” kata Takdir.

    Jaksa Yakin Sri Rejeki Hastomo adalah Hasto

    Hasto Kristiyanto. (Foto: Pradita Utama)

    Jaksa meyakini Sri Rejeki Hastomo adalah Hasto, meski staf PDIP Kusnadi membantah hal itu. Jaksa KPK Takdir Suhan awalnya membacakan keterangan staf kesekretariatan DPP PDIP, Kusnadi yang menyebut nomor Sri Rejeki bukan Hasto melainkan nomor kesekretariatan.

    Jaksa Takdir menilai keterangan Kusnadi tak sesuai dengan data administrasi kependudukan Hasto. Jaksa mengatakan nama Hastomo berasal dari nama anak pertama Hasto yakni Ignatius Windu Hastomo.

    “Keterangan Kusnadi tersebut tidak berkesesuaian dengan bukti berupa data administrasi kependudukan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri atas nama Ir Hasto Kristiyanto, MM dalam kartu keluarga, izin majelis terlampir dalam tuntutan kami,” kata jaksa.

    “Di mana dalam data tersebut diketahui bahwa nama Hastomo sendiri berasal dari nama anak pertama terdakwa yaitu Ignatius Windu Hastomo,” tambah jaksa.

    Jaksa menyebut Hasto juga menggunakan nama profile pada WhatsApp dengan nama Sri Rejeki Hastomo. Jaksa menuturkan ada kontak istri Hasto, Maria Ekowati dalam nomor Sri Rejeki dengan nama Mama, Mama 1 hingga Mama 2.

    “Sedangkan Sri Rejeki adalah nama yang biasa digunakan oleh terdakwa sebagai nama profile WhatsApp seperti pada, satu, nomor contact 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0. Nomor contact 447401374259 dengan nama Sri Rejeki Hastomo. Di samping itu dalam phone book telepon genggam berisi nomor 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0 tersimpan nomor-nomor telepon Maria Ekowati yang merupakan istri terdakwa dengan nama Mama,” kata jaksa.

    “Kemudian nomor 081282238009 dengan nama contact Mama adalah milik Maria Ekowati sebagaimana informasi dalam aplikasi get contact. Kemudian nomor 0885776329518 dengan nama contact Mama 1 adalah milik Maria Ekowati, sebagaimana informasi dalam aplikasi get contact. Nomor 0812800008498 dengan nama contact Mama 2 adalah Maria Ekowati sebagaimana informasi dalam aplikasi get contact,” tambah jaksa.

    Jaksa meyakini nomor Sri Rejeki bukan milik kesekretariatan DPP PDIP, melainkan milik Hasto. Jaksa meminta majelis hakim mengesampingkan keterangan Kusnadi.

    “Fakta ini semakin menguatkan bahwa telepon genggam tersebut adalah milik Terdakwa bukan milik sekretariat sebagaimana bantahan terdakwa dan keterangan saksi Kusnadi. Dengan demikian keterangan saksi Kusnadi yang menerangkan bahwa nomor 447401374259 yang tersimpan dengan nama Sri Rejeki Hastomo dan nomor 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0 merupakan telepon genggam milik sekretariat DPP PDIP adalah tidak benar dan patut dikesampingkan,” tuturnya.

    Hasto Pakai Nomor HP Luar Negeri

    Hasto Kristiyanto. (Foto: Pradita Utama)

    Jaksa KPK mengatakan Hasto juga menggunakan nomor luar negeri. Jaksa menyebut hal itu agar Hasto menyamarkan jejak komunikasi dengan Harun Masiku.

    “Terdakwa dengan sengaja menggunakan nomor luar negeri sebagai tindakan antisipasi terhadap perkara atas nama Harun Masiku yang masih berproses yaitu adanya pemeriksaan saksi dan penggeledahan dengan maksud untuk menyamarkan jejak komunikasi dan menghindari pantauan penyidik KPK yang menangani perkara Harun Masiku,” kata Jaksa KPK Takdir.

    Jaksa mengatakan bukti di persidangan menunjukkan adanya komunikasi Hasto dengan Kusnadi menggunakan nama samaran Sri Rejeki Hastomo. Jaksa meyakini pemilik nomor dengan nama Sri Rejeki Hastomo itu merupakan Hasto.

    “Hal ini bersesuaian dengan alat bukti yang diajukan dalam persidangan berupa komunikasi antara Terdakwa dengan Kusnadi selaku ajudan yang menggunakan nama-nama samaran yang tidak terikat langsung dengan identitas asli Terdakwa maupun Kusnadi, seperti nama Gara Bhaskara yang digunakan Kusnadi untuk nomor 447455782005. Sedangkan Terdakwa menggunakan nama Sri Rejeki Hastomo untuk nomor 447401374259 dan nama Sri Rejeki 3.0 untuk nomor 4474747947808,” ujar jaksa.

    “Hal ini sengaja dilakukan Terdakwa dengan maksud untuk memutus rantai komunikasi antara Terdakwa dengan Harun Masiku yang seolah-olah tidak ada komunikasi langsung antara terdakwa sebagai pemberi perintah dengan Harun Masiku,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 4

    (idn/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Eks Jaksa Penilap Uang Kasus Robot Trading Bantah Bagi Duit ke Atasan

    Eks Jaksa Penilap Uang Kasus Robot Trading Bantah Bagi Duit ke Atasan

    Jakarta, Beritasatu.com – Mantan jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat Azam Akhmad Akhsya membantah membagi-bagikan uang kepada atasannya dalam kasus korupsi penilapan dan penggelapan barang bukti penanganan investasi bodong robot trading Fahrenheit senilai Rp 11,7 miliar.

    Hal ini disampaikan Azam saat menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi dalam kasus penilaian barang bukti terkait investasi bodong robot trading Fahrenheit di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Azam mengaku menyesal karena telah menyeret beberapa atasannya di Kejari Jakarta Barat. Azam meminta maaf kepada para saksi, terutama atasannya sebagai kepala seksi (kasi) dan kepala kejaksaan negeri (kajari) saat terdakwa berdinas sebagai jaksa fungsional di Kejari Jakarta Barat. 

    “Saya secara terbuka meminta maaf kepada para saksi, terutama kepada atasan-atasan selama menjabat (kajari Jakbar dan kasi pidum), karena merasa telah menyeret nama-nama baik mereka dalam perkara ini,” ujar Azam saat membacakan pleidoinya.

    Azam mengatakan tidak memberikan uang kepada Plh Kasi Pidum/Kasi BB Kejari Jakarta Barat Dodi Gazali, Kasi Pidum Kejari Jakbar Sunarto, Kajari Jakarta Barat Hendri Antoro, dan mantan Kajari Jakbar Iwan Ginting. 

    “Saya menyampaikan bahwa tidak pernah ada sedikit pun niat untuk mencemarkan nama institusi kejaksaan, apalagi membuat rekan-rekan atau atasannya ikut terseret dalam urusan yang tidak mereka ketahui,” tutur Azam. 

    Azam mengungkapkan suasana persidangan kerap kali menunjukkan nuansa batin yang sangat dalam. Karena itu, kata dia, tidak sedikit saksi termasuk atasannya yang meneteskan air mata saat memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan. Mereka merasa sedih dan terkejut Azam harus mengalami proses hukum yang berat ini dalam kasus dugaan korupsi terkait suap dan gratifikasi penilapan barang bukti. 

    “Reaksi tersebut menjadi cerminan bahwa terdakwa memang dikenal sebagai pribadi yang baik dan tidak pantas di posisikan sebagai pelaku kejahatan yang dilakukan secara sadar dan terbuka,” pungkas Azam.

    Sebelumnya, sejumlah saksi yang dihadirkan di persidangan membantah tuduhan pemberian uang kepada pejabat di Kejari Jakbar. Salah satunya Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Hendri Antoro membantah menerima Rp 500 juta dari terdakwa Azam dalam kasus suap dan gratifikasi penggelapan barang bukti perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit. 

    Mantan Kajari Jakarta Barat Iwan Ginting juga membantah menerima uang. Ia mengaku sudah pindah tugas sebagai asisten tindak pidana khusus (aspidsus) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara ketika kasus investasi bodong robot trading Fahrenheit sudah diputuskan di tingkat kasasi.

    Karena itu, Iwan mengaku tidak mengetahui adanya dugaan penggelapan barang bukti dalam kasus tersebut. Iwan sudah tidak lagi menjabat sebagai Kajari Jakbar sejak Oktober 2023. Sementara pelaksanaan eksekusi pada Desember 2023 setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. 

    “Kebetulan saya sudah pindah tugas, terakhir saya bertugas Oktober 2023,” kata Iwan Ginting menjawab pertanyaan JPU saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor  pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (3/6/2025).

    Diketahui, Azam Akhmad Akhsya dituntut 4 tahun penjara oleh tim jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa menyakini Azam terbukti melakukan korupsi dengan menerima uang atau janji terkait barang bukti perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit.

    “Menyatakan terdakwa Azam Akhmad Akhsya terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima pemberian atau janji dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya,” kata jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Azam Akhmad Akhsya berupa pidana penjara selama 4 tahun dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan,” sambung jaksa.

    Jaksa juga menuntut Azam membayar denda Rp 250 juta. Adapun jika denda tidak dibayar diganti dengan 3 bulan kurungan.

    “Menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp 250 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar jaksa. 

  • Momen Hasto Kepalkan Tangan dan Teriakkan Merdeka Usai Dituntut 7 Tahun Penjara

    Momen Hasto Kepalkan Tangan dan Teriakkan Merdeka Usai Dituntut 7 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto meminta agar para kader, anggota dan simpatisan partai untuk tenang usai dirinya dituntut 7 tahun penjara atas perkara suap dan perintangan penyidikan. 

    Usai sidang tuntutan, Hasto meminta agar seluruh elemen PDIP tetap tenang dan percaya hukum. 

    “Meskipun hukum sering diintervensi oleh kekuasaan, percayalah bahwa kebenaran akan menang dan sikap yang saya lakukan sejak awal sudah saya kalkulasi, risiko-risiko politiknya,” ujarnya di luar ruang sidang, Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). 

    Sekjen PDIP lebih dari 10 tahun itu menyebut tidak ada pengorbanan yang sia-sia. Dia menceritakan, kader Partai Nasional Indonesia (PNI) dulu tidak hanya dihukum apabila berteriak ‘Merdeka’ pada 1928. 

    “Jangankan menjalani hukuman, ketika berteriak merdeka, mereka, merdeka, saja, kader PNI pada 1928 bisa dikenakan oleh hukuman gantung, hukum kolonial, karena itu percayalah bahwa tidak ada pengorbanan yang sia-sia,” tuturnya. 

    Politisi asal Yogyakarta itu lalu mengepalkan tangannya sambil berucap ‘Merdeka’. Hal itu diikuti oleh para simpatisannya yang turut berada di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. 

    “Merdeka!,” ujar pria yang juga mantan anggota DPR itu. 

    Adapun JPU menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan. 

    Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah. 

  • Jaksa Beberkan Alasan yang Memberatkan Tuntutan Pidana Hasto Kristiyanto

    Jaksa Beberkan Alasan yang Memberatkan Tuntutan Pidana Hasto Kristiyanto

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguraikan alasan yang memberatkan sekaligus meringankan tuntutan pidana terhadap Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

    Pada sidang pembacaan surat tuntutan, Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan. 

    Tim JPU menyebut terdapat sejumlah hal yang memberatkan maupun meringankan tuntutan itu. 

    “Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). 

    Sementara itu, alasan dari pertimbangan JPU yang meringankan tuntutan kepada Hasto adalah perilakunya yang sopan selama persidangan, mempunyai tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum. 

    Adapun berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025)z 

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menjerat buron Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan kedua alternatif pertama, Hasto turut didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 yang setara Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Harapan Puan soal Sidang Tuntutan Hasto di Kasus Harun Masiku

    Harapan Puan soal Sidang Tuntutan Hasto di Kasus Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPR RI, Puan Maharani menanggapi soal sidang tuntunan terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

    Puan berharap sidang bisa berjalan dengan baik sesuai dengan hukum yang ada. Dia juga tidak ingin hasilnya tidak berkeadilan.

    “Ya, yang terbaik. Dan kita jalani proses hukumnya dengan sebaik-baiknya dan jangan sampai kemudian ada hal yang tidak berkeadilan,” katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Di lain sisi, Puan mengungkapkan masih belum ada keputusan pasti kapan Kongres PDIP akan digelar. Meskipun beredar dilaksanakan pada Agustus, Puan hanya menyebut belum tentu.

    “Sabar. Belum ya, belum ada spill,” tutupnya.

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menjerat buron Harun Masiku. 

    Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto turut didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Dituntut 7 Tahun Penjara pada Kasus Perintangan Harun Masiku

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Dituntut 7 Tahun Penjara pada Kasus Perintangan Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto hukuman pidana penjara selama tujuh tahun.

    Surat tuntutan dibacakan hari ini, Kamis (3/7/2025), pada persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus buron Harun Masiku, yang mana Hasto merupakan terdakwa.

    Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor r jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025)z

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.

    Adapun terdapat sejumlah hal memberatkan dan meringankan tuntutan kepada Hasto. Hal memberatkan yakni Hasto tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi serta tidak mengakui perbuatannya.

    Kemudian, hal meringankan yakni bersikap sopan selama persidangan, punya tanggungan keluarga serta belum pernah dihukum sebelumnya.

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menjerat buron Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto turut didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.