Kasus: kasus suap

  • Temuan Rp1 Triliun dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Cermin Kredibilitas Sistem Hukum

    Temuan Rp1 Triliun dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Cermin Kredibilitas Sistem Hukum

    Surabaya (beritajatim.com) – Indonesia dikejutkan dengan penemuan uang tunai hampir Rp 1 triliun dan 51 kilogram emas di rumah mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar. Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan tentang krisis hukum di negeri ini.

    Penemuan tersebut terjadi dalam penggeledahan oleh Kejaksaan Agung di dua lokasi, yaitu rumah Zarof di Senayan, Jakarta Selatan, dan sebuah penginapan di Bali pada 24 Oktober 2024, terkait dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur.

    Hardjuno Wiwoho, seorang pengamat hukum dan aktivis antikorupsi, menilai temuan ini mempertegas lemahnya pengawasan di lembaga peradilan. Ia menyebut kasus ini sebagai cermin buruknya integritas penegak hukum di Indonesia.

    “Ketika mantan pejabat peradilan ditemukan menyimpan uang dalam jumlah fantastis, ini tidak hanya menjadi peringatan, tetapi juga ancaman bagi kredibilitas sistem hukum kita,” kata Hardjuno di Surabaya, Minggu (27/10/2024).

    Selain uang rupiah, ditemukan pula lima jenis mata uang asing, termasuk dolar Amerika Serikat dan Singapura. Jika dikonversi, nilai keseluruhan uang yang disita mencapai Rp 920,9 miliar. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengakui bahwa penyidik pun terkejut dengan besarnya jumlah uang yang ditemukan.

    “Kami tidak menduga di dalam rumah ada uang hampir Rp 1 triliun dan emas seberat hampir 51 kilogram,” ungkap Qohar, Jumat (25/10).

    Hardjuno menekankan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi reformasi hukum yang lebih mendalam. Ia menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan kasus, terutama pada tahap kasasi yang sering melibatkan pejabat tinggi.

    “Kita butuh reformasi yang tidak hanya memperketat aturan, tetapi juga mekanisme pengawasan yang memungkinkan setiap praktik korupsi terdeteksi lebih dini,” tambahnya.

    Zarof, yang baru-baru ini memproduksi film “Sang Pengadil”, semakin memperparah ironi dengan terlibat dalam kasus korupsi. “Ketika seorang mantan pejabat peradilan yang memproduksi film berjudul Sang Pengadil justru terjerat kasus suap, ini menjadi paradoks memalukan bagi lembaga peradilan kita,” tegas Hardjuno.

    Menurutnya, reformasi hukum harus terus diperjuangkan agar kepercayaan publik tidak semakin runtuh. “Keberhasilan Kejagung dalam mengungkap kasus ini patut diapresiasi, namun ini baru permulaan. Penegak hukum di semua level harus diingatkan untuk tidak bermain-main dengan keadilan,” pungkasnya.[asg/ted]

  • Profil Zarof Ricar, Pensiunan MA hingga Produser Film yang Terseret Suap Kasasi Ronald Tannur

    Profil Zarof Ricar, Pensiunan MA hingga Produser Film yang Terseret Suap Kasasi Ronald Tannur

    Surabaya (beritajatim.com) – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Zarof Ricar, seorang pensiunan pejabat Mahkamah Agung (MA), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan kasasi yang melibatkan terdakwa Ronald Tannur.

    Bersama pengacara Ronald, Lisa Rachmat, Zarof diduga terlibat dalam upaya meloloskan vonis bebas di tingkat kasasi bagi Ronald Tannur, terdakwa kasus kematian Dini Sera, kekasihnya.

    Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya telah memutuskan vonis bebas untuk Ronald Tannur, namun hal ini diduga karena adanya praktik suap.

    Akibatnya, tiga hakim dari PN Surabaya telah dijerat sebagai tersangka karena diduga menerima suap tersebut. Jaksa kemudian melakukan kasasi atas putusan tersebut, dan diduga ada upaya agar vonis bebas tetap dijatuhkan di tingkat kasasi.

    Lisa Rachmat selaku pengacara Ronald diduga menjanjikan sejumlah uang kepada hakim kasasi untuk memperlancar vonis bebas ini.

    Disebutkan bahwa uang sebesar Rp5 miliar akan diberikan kepada hakim, sementara Rp1 miliar dijanjikan sebagai fee untuk Zarof Ricar. Kini, Kejagung telah menetapkan Zarof sebagai tersangka dan menahannya atas keterlibatan dalam kasus suap ini.

    Profil Zarof Ricar

    Zarof Ricar, pria kelahiran Sumenep pada 16 Januari 1962, dikenal memiliki karier panjang di Mahkamah Agung (MA) sebelum pensiun pada tahun 2022.

    Jabatan terakhirnya adalah Kepala Balitbang Diklat Kumdil (Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan) MA.

    Selain itu, Zarof juga pernah menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA dan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA.

    Keterlibatan di Dunia Perfilman

    Di luar bidang hukum, Zarof juga aktif dalam industri perfilman. Baru-baru ini, ia menjadi Executive Producer film berjudul Sang Pengadil, yang akan tayang di bioskop pada 24 Oktober 2024.

    Film ini, yang dibintangi oleh Arifin Putra dan Prisia Nasution, menggambarkan perjuangan seorang hakim muda bernama Jojo yang berintegritas dalam menangani kasus perdagangan manusia.

    Cerita film ini semakin menarik dengan adanya konflik batin yang dihadapi Jojo saat mengetahui bahwa kasus yang ditanganinya berhubungan dengan kematian ayahnya.

    Informasi tentang keterlibatan Zarof dalam film ini juga disampaikan melalui akun media sosial resmi film Sang Pengadil, @sangpengadilmovie, di mana nama Zarof Ricar disebut sebagai salah satu produser.

    Kolaborasi ini juga didukung oleh Humas MA, yang menunjukkan kedekatan Zarof dengan institusi tersebut meskipun ia telah pensiun.

    Saat ini, proses hukum terkait kasus suap pengurusan kasasi Ronald Tannur sedang berjalan, dengan Kejagung terus melakukan pendalaman terhadap keterlibatan Zarof dan pihak-pihak lainnya.

    Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan para petinggi dalam dunia peradilan yang diharapkan menjunjung tinggi keadilan dan integritas. (fyi/ian)

  • Suap Vonis Bebas Ronald Tannur Seret 3 Hakim Agung

    Suap Vonis Bebas Ronald Tannur Seret 3 Hakim Agung

    Jakarta (beritajatim.com) – Kejaksaan Agung menetapkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) sebagai tersangka baru dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur (RT). Beberapa nama Hakim Agung ikut terseret dalam kasus ini.

    “Jaksa penyidik pada Jampidsus menetapkan tersangka karena ditemukan bukti permulaan cukup adanya Tindak Pidana Korupsi yaitu yang pertama ZR selaku mantan pejabat Mahkamah Agung sebagai tersangka pemufakatan jahat suap dan gratifikasi,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar, Jumat (25/10/2024).

    Dia menambahkan, Zarof diduga melakukan persekongkolan dengan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat. Lisa meminta Zarof agar membantu kliennya tetap divonis bebas di tingkat kasasi. “LR meminta ZR agar ZR mengupayakan hakim agung pada MA tetap menyatakan RT tidak bersalah dalam kasasinya,” kata Qohar.

    Dia mengungkapkan, pihak pengacara Ronald Tannur telah menyiapkan uang Rp 5 miliar kepada Zarof yang akan dibagikan kepada hakim agung yang mengadili kasus ini pada tingkat kasasi. Zarof yang dijanjikan fee sebesar Rp1 miliar pun menyanggupi niat dari pengacara Ronald Tannur.

    “Kemudian di dalam bulan Oktober tahun 2024, LR menyampaikan pesan kepada ZR akan mengantarkan uang sebesar Rp 5 miliar. Uang tersebut sesuai catatan LR akan diperuntukkan atau diberikan kepada ZR adalah untuk hakim agung atas nama S, atas nama A, dan atas nama S,” kata Qohar.

    Namun, lanjutnya, karena jumlahnya sangat banyak, Zarof tidak mau menerima uang rupiah dan menyarankan agar ditukar mata uang asing di money changer di Blok M,

    Seperti diketahui, kasus ini berawal dar penangkapan terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH). Sedangkan Lisa Rahman ditangkap di Jakarta. Ke-empatnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan. [hen/ian]

  • Buntut Vonis Bebas Ronald Tannur, Kejaksaan Agung Sita Uang Rp920 Miliar dari Mantan Petinggi MA

    Buntut Vonis Bebas Ronald Tannur, Kejaksaan Agung Sita Uang Rp920 Miliar dari Mantan Petinggi MA

    Jakarta (beritajatim.com) – Kejaksaan Agung melakukan penyitaan barang bukti dari mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) berupa uang mencapai Rp920 miliar. Tidak hanya uang, Kejaksaan Agung turut menyita logam mulia yakni emas batangan seberat 51 Kg.

    “Selain perkara pemufakatan jahat untuk melakukan suap (vonis bebas Ronald Tannur) tersebut, Saudara ZR pada saat menjabat sebagai Kapusdiklat menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di Mahkamah Agung,” ungkap Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Jumat (25/10/2024).

    Dia memaparkan, selain terseret dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur, Zarof Ricar turut diduga menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara lainnya.

    “Seluruhnya jika dikonversikan Rp 920.912.303.714 dan emas batangan seberat 51 kilogram,” katanya.

    Dia menambahkan, Jaksa penyidik pada Jampidsus pada 24 Oktober 2024 telah melakukan penggeledahan di rumah Zarof yang berlokasi di Senayan, Jakarta Selatan.

    “Dan penginapan ZR di Hotel Le Meridien Bali,” ujar Qohar. [hen/ian]

  • Mahfud MD Puji Kejagung Tangkap 3 Hakim, Soroti Ketua PN Surabaya

    Mahfud MD Puji Kejagung Tangkap 3 Hakim, Soroti Ketua PN Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD memuji Kejaksaan Agung (Kejagung) atas penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam OTT terkait kasus suap.

    Mahfud menyebut sangkaan publik ke tiga hakim PN Surabaya yang sudah memvonis bebas terdakwa kasus pembunuhan, Ronald Tannur, dan membuat kehebohan ternyata benar.

    “Bravo untuk Kejaksaan Agung yang telah menangkap tiga hakim (Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo) di PN Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan keji terhadap kekasihnya,” tulis Mahfud di akun Instagram resminya dilihat beritajatim.com, Kamis (24/10/2024).

    Bahkan, Mahfud juga turut menyoroti sikap Ketua PN Surabaya Dadi Rachmadi yang sempat memuji ketiga hakim dengan menyebut patriotik. Kata Mahfud, penilaian ketua PN itu salah, perlu juga diperiksa.

    “Waktu itu Ketua PN Surabaya juga membela mati-matian bahwa putusan atas Tannur itu sudah benar. Bahkan dia menyebut ketua majelis hakim tersebut. sebagai patriotik karena pernah menghukum mati seorang isteri hakim yg membunuh suaminya. Ternyata penilaian Ketua PN tersebut salah, perlu juga diperiksa,” lanjutnya.

    Menurut Mahfud, Dadi melakukan pembelaan itu kepada tiga hakim pengadil Ronald Tannur, disampaikan saat menanggapi demo atas vonis bebas itu.

    “Ketua PN Surabaya yang memuji 3 hakim yang mengadili Tannur merupakan hakim-hakim yang patriotis dan bukan hakim-hakim sembarangan adalah Dadi Rachmadi. Dadi mengatakan itu pada 31 Juli 2024 ketika menanggapi demo-demo atas vonis itu,” urainya.

    Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan telah menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul. Selain mereka bertiga, salah seorang pengacara Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya juga turut diamankan.

    “Rabu (23/10/2024) siang, tim penyidik dari Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) telah melakukan penangkapan terhadap tiga orang hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya, serta satu orang pengacara. Tiga hakim ditangkap di Surabaya sedang pengacara ditangkap di Jakarta,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu (23/10/2024). [ram/beq]

  • Kejaksaan Agung Tahan Empat Tersangka Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur

    Kejaksaan Agung Tahan Empat Tersangka Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur

    Jakarta (beritajatim.com) – Kejaksaan Agung langsung melakukan penahanan terhadap empat tersangka dalam penyidikan kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi vonis bebas ke Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya. Mereka adalah tiga hakim yakni Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH). Sementara satu pengacara yang ditetapkan sebagai tersangka yakni Lisa Rahman (LR).

    “Tim Penyidik melakukan pemeriksaan kepada ketiga oknum hakim dan satu orang oknum pengacara tersebut, dan pada Rabu 23 Oktober 2024 ditetapkan tiga oknum Hakim ED, HH, M dan seorang oknum Pengacara LR sebagai Tersangka karena ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait adanya tindak pidana korupsi berupa suap dan/atau gratifikasi,” tegas Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar.

    Menurutnya, tiga oknum hakim menjadi tersangka penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Selanjutnya, penyidik melakukan penahanan terhadap para Tersangka untuk penerima suap dan/atau gratifikasi yaitu ED, HH dan M di Rumah Tahanan Negara Kelas I Surabaya pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur,” kata Qohar.

    Sedangkan, pemberi suap dan/atau gratifikasi yaitu Lisa Rahman diduga melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Terhadap tersangka LR ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” ujar Qohar. [hen/aje]

  • Eksaminasi Perkara Mardani H. Maming, Pakar Hukum: SK Bupati Tidak Langgar UU Minerba

    Eksaminasi Perkara Mardani H. Maming, Pakar Hukum: SK Bupati Tidak Langgar UU Minerba

    Jakarta (beritajatim.com) Putusan pengadilan terhadap terpidana kasus suap izin pertambangan, Mardani H Maming mendapat sorotan dari sejumlah pakar hukum. Mereka menyebut SK Bupati tidak melanggar UU Minerba.

    Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga menegaskan jika SK Bupati itu belum tentu melanggar UU Minerba. Karena itu, pengadilan yang akan menguji putusan tersebut.

    “SK Bupati itu harus diuji di PTUN apakah melanggar UU atau tidak? Nanti, PTUN akan menjelaskan bagian mana yang melanggar dan bagian mana yang tidak, itu terkait kewenangannya atau materinya. Jadi, memang belum tentu melanggar UU Minerba,” ungkapnya, Minggu (6/10/2024).

    Pada awal tahun 2024 ini, Centre for Local and Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) telah mengadakan eksaminasi kasasi MA atas perkara yang menjerat mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan itu.

    Ada sepuluh eksaminator yang hadir dan memberikan catatan di antaranya Hanafi Amrani, Ridwan, Mudzakkir Eva Achjani Zulfa, Mahrus Ali, Karina Dwi Nugrahati Putri, Ratna Hartanto, Ridwan Khairandy, Arif Setiawan, dan Nurjihad.

    Anotasi dari para pakar tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah karya buku berjudul “Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim Dalam Menangani Perkara Mardani H Maming’”.

    Saat acara bedah buku di Sleman, Yogyakarta pada Sabtu (5/10/2024), salah satu eksaminator sekaligus editor Mahrus Ali menilai perbuatan Mardani Maming yang mengeluarkan SK Bupati Nomor 296/2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dari PT BKPL kepada PT PCN, tidak melanggar aturan.

    “Norma pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba itu ditujukan kepada pemegang IUP, bukan pada jabatan Bupati. Sepanjang syarat dalam ketentuan tersebut terpenuhi, maka peralihan IUP diperbolehkan,” kata pengajar Hukum Pidana FH UII itu.

    Guru Besar Hukum Administrasi Negara FH UII, Ridwan mengatakan, permohonan peralihan IUP-OP itu tidak perlu melampirkan syarat administrasi, teknis, lingkungan, dan finansial. Pasalnya, persyaratan tersebut melekat pada izin yang telah dialihkan.

    Menurut eksaminator lainnya yang merupakan dosen Departemen Hukum Bisnis FH UGM, Karina Dwi Nugrahati Putri, jika dapat dibuktikan bahwa penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR murni berasal dari keuntungan pengoperasian pelabuhan PT ATU berdasar perjanjian yang sah, maka asumsi bahwa penerimaan tersebut berkaitan dengan peralihan IUP-OP melalui SK Bupati menjadi tidak berdasar.

    “Judex Facftie telah mengesampingkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan mengenai adanya penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR tidak ada kaitannya dengan peralihan IUP-OP dan bukan sebagai hadiah,” jelas Karina.

    Sebagaimana diketahui, dalam perkara ini, Mardani H Maming dijatuhi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.

    Mardani juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar. Dia dinyatakan bersalah melanggar pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor. [hen/aje]

  • Eks Presiden Korsel Jadi Tersangka, Diduga Cari Jabatan untuk Menantu

    Eks Presiden Korsel Jadi Tersangka, Diduga Cari Jabatan untuk Menantu

    Seoul

    Jaksa Korea Selatan (Korsel) mengidentifikasi mantan Presiden Moon Jae In sebagai tersangka dalam kasus suap. Kasus ini melibatkan dugaan perlakuan istimewa terhadap menantu laki-laki Moon dalam mendapatkan jabatan tinggi di sebuah maskapai penerbangan.

    Sebagai imbalan, pemerintahan era Moon diduga mengatur penunjukan penting terhadap seorang politisi Korsel yang mendirikan maskapai penerbangan yang menjadi tempat menantu Moon bekerja tersebut. Dugaan praktik suap itu terjadi beberapa tahun lalu, namun penyelidikannya masih berproses hingga kini.

    Seperti dilansir The Korea Herald dan Straits Times, Senin (2/9/2024), penyelidikan terhadap potensi keterlibatan Moon dalam kasus suap itu dipimpin oleh Divisi Kriminal 3 dari Kantor Kejaksaan Distrik Jeonju.

    Status Moon sebagai tersangka tercantum dalam surat perintah penggeledahan terhadap kediaman putrinya, Moon Da Hye. Perintah penggeledahan itu telah dilaksanakan jaksa distrik Jeonju pada 30 Agustus lalu. Saat ini, putri Moon dan suaminya, yang hanya disebut sebagai Seo, telah bercerai.

    Penggeledahan itu bermula dari aduan yang diajukan empat tahun lalu mengenai kecurigaan pelanggaran hukum dalam perekrutan Seo, atau menantu Moon, dalam menduduki jabatan direktur eksekutif pada maskapai Thai Eastar Jet.

    Maskapai berbujet rendah itu didirikan oleh seorang politisi bernama Lee Sang Jik, yang juga mantan anggota parlemen Korsel selama dua periode dari Partai Demokratik yang berkuasa pada era pemerintahan Moon.

    Penyelidikan kasus ini berfokus pada dugaan keterkaitan antara perekrutan Seo sebagai pejabat maskapai Thai Eastar Jet dengan penunjukan Lee sebagai Kepala Badan UKM dan Startup Korea, atau disebut juga sebagai Kosem.

    Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang kini berkuasa di Korsel dan kelompok sipil Justice People yang berbasis di Seoul mengajukan empat aduan antara September 2020 hingga April 2021, dengan tuduhan adanya dugaan praktik quid pro quo.

    Lee ditunjuk menjadi Presiden Kosme pada Maret 2018, beberapa bulan sebelum Seo bergabung dengan Thai Eastar Jet pada Juli tahun yang sama. Kurangnya pengalaman Seo dalam industri penerbangan, ditambah dengan kesulitan keuangan maskapai tersebut, telah menimbulkan kecurigaan adanya keterlibatan kantor kepresidenan dalam pengangkatannya.

    Jaksa-jaksa Korsel menduga penunjukan Lee sebagai Presiden Kosme mungkin telah diputuskan dalam pertemuan informal sekretariat kepresidenan pada akhir tahun 2017 lalu.

    Pihak kejaksaan menduga Moon dan istrinya telah memberikan dukungan finansial kepada keluarga putri mereka selama beberapa waktu, namun menghentikan dukungan finansial itu setelah Seo dipekerjakan oleh Thai Eastar Jet.

    Jika dukungan finansial itu dihentikan setelah Seo mendapatkan jabatan di maskapai itu, maka para jaksa Korsel meyakini bahwa tunjangan dari Thai Eastar Jet, termasuk gaji dan tempat tinggal, yang didapatkan Seo dapat dianggap sebagai suap kepada Moon.

    Para jaksa memperkirakan Seo menerima total sebesar 223 juta Won, atau setara Rp 2,5 miliar, sebagai gaji dan biaya relokasi ke Thailand antara Juli 2018 hingga April 2020, yang mereka anggap sebagai suap kepada Moon yang saat itu masih aktif menjabat Presiden Korsel.

    Oleh karena itu, para jaksa Korsel mengindikasikan dalam surat perintah penggeledahan rumah putri Moon bahwa sang mantan Presiden Korsel itu diduga menerima sejumlah uang tersebut sebagai suap dari Lee.

    Seo telah diinterogasi tiga kali oleh jaksa Korsel sepanjang tahun 2014 sebagai saksi, dan secara konsisten mempertahankan haknya untuk tetap diam.

    Cho Hyun Ock, yang merupakan mantan sekretaris kepresidenan senior bidang personalia para era pemerintahan Moon, telah didakwa atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan terkait kasus tersebut. Beberapa mantan pejabat kantor kepresidenan era pemerintahan Moon lainnya juga telah diinterogasi.

    Namun kritikan muncul yang menyebut penyelidikan kasus yang menyeret Moon itu bermotif politik. Cho, ketika menghadiri pemeriksaan di kantor Kejaksaan Distrik Jeonju pada 31 Agustus lalu, menuduh penyelidikan terhadap Moon dan keluarganya bertujuan mengalihkan perhatian dari kecurigaan seputar Presiden Yoon Suk Yeol dan istrinya, Kim Keon Hee.

    Belum ada tanggapan dari pemerintahan Yoon atas tuduhan itu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Hakim Erintuah Damanik yang Bebaskan Ronald Tannur Jejak Mengejutkan, Pernah Jatuhi Hukum Mati

    Hakim Erintuah Damanik yang Bebaskan Ronald Tannur Jejak Mengejutkan, Pernah Jatuhi Hukum Mati

    Surabaya (beritajatim.com) – Hakim ketua Erintuah Damanik yang membebaskan Ronald Tannur Terdakwa kasus pembunuhan terhadap kekasihnya Dini Sera Afrianti ternyata pernah memvonis mati terdakwa Zuraida Hanum. Terdakwa kasus pembunuhan hakim Jamaluddin di PN Medan pada 2019 silam.

    Erintuah Damanik juga pernah menolak Praperadilan yang diajukan empat tersangka kasus suap mantan Gubernur Sumut Gatot Pudjo Nugroho. Sidang itu digelar di PN Medan.

    Erintuah Damanik lahir pada 24 Juli 1961. Ia adalah seorang hakim yang ditempatkan di PN Surabaya.

    Dilansir dari situs PN Surabaya, Erintuah Damanik merupakan hakim Kelas 1A Khusus. Ia memiliki pangkat golongan Pembina Utama Madya.
    Pria berusia 63 tahun itu merupakan lulusan Universitas Tanjungpura. Ia mengambil studi Magister Hukum.

    Erintuah Damanik pernah menjabat Humas Pengadilan Negeri Medan pada tahun 2019. Setahun kemudian, pada tahun 2020, Erintuah Damanik dipindah ke Surabaya. [uci/ian]

  • Dugaan Korupsi Dana Hibah, MAKI Jatim Desak Fawaid Mundur Pilkada Jember

    Dugaan Korupsi Dana Hibah, MAKI Jatim Desak Fawaid Mundur Pilkada Jember

    Surabaya (beritajatim.com) – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Koordinator Wilayah Jawa Timur (Jatim) menunjukkan kepedulian tinggi terhadap perkembangan terbaru kasus dugaan korupsi dana hibah di Provinsi Jawa Timur yang melibatkan sejumlah pejabat DPRD Jatim. Ketua MAKI Jatim, Heru Satriyo, S.Ip, dalam konferensi pers pada Senin (15/7), mengungkapkan pengamatan terkait pencekalan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap empat anggota DPRD Jatim yang diduga terlibat dalam kasus suap pengelolaan dana hibah Pemprov Jatim.

    Heru Satriyo, yang juga dikenal dengan nama Heru MAKI, menyatakan bahwa KPK telah menetapkan pencekalan terhadap empat anggota DPRD Jatim, yakni Kusnadi (Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024), Anik Maslachah (Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024), Anwar Sadad (Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024), dan Achmad Iskandar (Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024). Heru menegaskan, pencekalan ini merupakan langkah penting untuk mendalami keterlibatan mereka dalam kasus dugaan suap yang juga melibatkan mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua P Simanjuntak.

    Heru Satriyo Mendesak Pemeriksaan Terhadap Gus Fawait

    Dalam kesempatan tersebut, Heru juga menyoroti kemungkinan keterlibatan Gus Fawait dalam kasus ini. Menurut Heru, Gus Fawait seharusnya diperiksa oleh KPK karena ada indikasi bahwa dia juga mungkin terlibat dalam skandal korupsi dana hibah Jatim.

    “Gus Fawait sebaiknya lebih fokus pada proses hukum yang sedang berlangsung dan mempertimbangkan untuk mundur dari pencalonan Bupati Jember,” ujar Heru.

    MAKI Jatim menganggap bahwa semua anggota DPRD Jatim berpotensi terlibat dalam kasus ini, mengingat dana hibah Jatim yang dinikmati oleh banyak pihak. Heru juga menekankan agar Sekda Pemprov Jatim dan Bappeda Jatim turut diperiksa untuk memastikan tidak ada pihak yang luput dari pengawasan KPK.

    Penetapan Tersangka dan Penggeledahan KPK

    Koordinator Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Jember, Muhammad Kustiono, menambahkan bahwa KPK telah menetapkan Kusnadi sebagai tersangka dan melakukan pencekalan terhadapnya. Kustiono juga mencatat bahwa satu tahun yang lalu, Gus Fawait bersama Kusnadi telah diperiksa oleh KPK dalam kasus yang sama.

    Selain itu, KPK juga melakukan penggeledahan rumah Mahfud, Bakal Calon Bupati Bangkalan yang juga merupakan anggota DPRD Jatim periode 2019-2024, pada Selasa (9/7). Setelah penggeledahan tersebut, Mahfud mundur dari pencalonan bupati serta dari keanggotaan DPRD Jatim yang baru terpilih dalam Pileg 2024.

    21 Tersangka Terlibat dalam Kasus Korupsi Dana Hibah Jatim

    KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019-2022. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengungkapkan bahwa dari 21 tersangka, empat orang adalah penerima suap dan 17 orang lainnya merupakan pemberi suap. Tessa menjelaskan bahwa penyidikan lebih lanjut akan dilakukan untuk mengungkap identitas lengkap tersangka dan perbuatan melawan hukum mereka.

    Kepedulian Publik Terhadap Kasus Korupsi di Jatim

    Kepedulian MAKI Jatim terhadap kasus ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana hibah pemerintah. Kasus ini tidak hanya melibatkan pejabat legislatif, tetapi juga mencakup aspek-aspek penting dalam pengawasan dana publik. MAKI Jatim mengajak masyarakat untuk terus mengikuti perkembangan kasus ini dan mendukung upaya KPK dalam menegakkan hukum.