Kasus: kasus suap

  • Manuver Politik Rio Capella dan Partai NasDem

    Manuver Politik Rio Capella dan Partai NasDem

    JAKARTA- Patrice Rio Capella menyayangkan manuver politik yang dilakukan Partai NasDem. Menurutnya, langkah Partai NasDem yang bertemu dengan PKS (telah menyatakan diri sebagai oposisi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin), adalah langkah yang melanggar etika. Apalagi, Partai NasDem merupakan bagian dari koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf dan manuver tersebut terjadi setelah Partai NasDem kehilangan kursi Jaksa Agung di kabinet Jokowi-Ma’ruf.

    “Manuver itu jelas melanggar norma dan etika berpolitik yang tidak mencerminkan adab ketimuran tentang sopan santun. Manuver itu sangat memalukan karena Partai NasDem seolah seperti perusahaan milik pribadi yang mengasong kepentingan politik,” kata Rio dalam pernyataannya yang diterima VOI, Sabtu 10 November.

    Rio merupakan pendiri dan ketua umum pertama partai tersebut. Kata dia, tindakan partai yang seperti ini sudah melenceng jauh dari semangat awal pendirian partai tersebut, pada 26 Juli 2011.

    Partai NasDem yang awalnya mengusung salam perubahan-restorasi Indonesia, katanya, sudah berubah menjadi restoran politik. Partai Nasdem kini menjadi restoran politik tempatnya masak-memasak dan goreng-menggoreng kepentingan politik yang bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan untuk memperjuangkan kepentingan partai, tapi hanya demi keuntungan elite tertentu, kelompok tertentu di internal Partai NasDem.

    Selain itu, Rio merasa janggal dengan ketidakhadiran Presiden Jokowi saat pembukaan Kongres Partai NasDem pada 8 November. Malahan, Partai NasDem mengundang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan diberikan tempat untuk berbicara di depan kader Partai NasDem. Padahal, Anies hanya terlibat dalam pendirian Ormas Nasdem, bukan Partai Nasdem.

    Dia juga terkejut saat mendengar Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengatakan ada pihak yang tidak Pancasilais karena menilai sinis pelukannya dengan Presiden PKS Sohibul Iman. Padahal, yang mengomentari pelukan Bang Surya dan Pak Sohibul adalah Presiden Jokowi. 

    “Apakah Bang Surya menuduh Presiden Jokowi tidak Pancasilais?” kata dia.

    Ditambahkan Rio, atas langkah-langkah yang diambil Partai NasDem tersebut, jangan salahkan publik yang berspekulasi bahwa manuver NasDem berkaitan dengan kebijakan Presiden memilih Jaksa Agung menggunakan hak prerogatifnya. Dan, jika manuver Partai NasDem itu diambil berdasarkan kekecewaan soal kabinet, wajar kalau Presiden Joko Widodo ‘jengah’ dengan langkah Partai NasDem tersebut.

    Pernyataan Rio ini dipertanyakan oleh sejumlah kader Partai NasDem. Sebab, Rio sudah dipecat Partai NasDem setelah menjadi tersangka kasus korupsi oleh KPK. 

    “Saya hanya ingin tahu saja, maksudnya Rio ini apa? Kalau dia bilang Nasdem sudah tidak lagi sejalan dengan restorasi Indonesia, bukankah dia yang sudah tidak sejalan dengan restorasi karena dia tertangkap kasus suap 250 juta.”

    Rio diduga menerima sejumlah uang terkait penanganan perkara di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung. Selain itu, KPK menjerat Patrice terkait kasus dugaan gratifikasi dalam proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah badan usaha milik daerah di Provinsi Sumatra Utara. Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang menimpa Gubernur Sumatra Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti. 

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Ia menyatakan mundur dari posisi Sekretaris Jenderal Partai NasDem sekaligus anggota DPR RI.

  • Kejagung Periksa Satu Pejabat MA, Dalami Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur

    Kejagung Periksa Satu Pejabat MA, Dalami Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur

    ERA.id – Kejaksaan Agung menyampaikan pihaknya memeriksa satu pejabat Mahkamah Agung (MA) untuk mendalami kasus suap vonis bebas Ronald Tannur pada Jumat (6/12) kemarin.

    “Adapun saksi yang diperiksa berinisial SHL selaku Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar kepada wartawan dikutip Sabtu (7/12/2024).

    Harli belum mau mengungkapkan materi pemeriksaan terhadap SHL. Dia hanya menyebut pemeriksaan terhadap SHL dilakukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka Zarof Ricar yang merupakan mantan pejabat MA dan pengacara Tannur, Lisa Rahmat.

    Sebelumnya tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka karena menerima suap untuk memberikan vonis bebas kepada Tannur atas kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti. Tiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Selain itu, Lisa Rahmat juga ditangkap karena menyuap tiga hakim itu.

    Pengembangan dilakukan dan Kejagung menangkap mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar terkait kasus dugaan pemufakatan jahat untuk menyuap hakim agung MA dalam menguatkan vonis bebas Ronald Tannur dari kasasi yang ditempuh.

    Hasil kasasi pun memutuskan jika Tannur dihukum penjara lima tahun. Usai putusan itu keluar, Tannur dieksekusi untuk menjalani proses hukumannya.

  • 6 Skandal Kim Keon Hee, Istri Presiden Korsel Yoon Suk Yeol: Manipulasi hingga Kasus Tas Dior – Halaman all

    6 Skandal Kim Keon Hee, Istri Presiden Korsel Yoon Suk Yeol: Manipulasi hingga Kasus Tas Dior – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Di tengah krisis politik Korea Selatan pasca-pengumuman darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol, sosok ibu negara Kim Keon Hee menjadi sorotan.

    Kim Keon Hee diketahui tersandung sejumlah skandal hingga menyebabkan adanya dorongan pemakzulan terhadap sang suami.

    Hal itulah yang mendorong Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, meski pada akhirnya dicabut lantaran mayoritas anggota DPR Korea Selatan menolak.

    Lalu, apa saja skandal yang menjerat Kim Keon Hee?

    1. Tak membayar pajak

    Pada 2019, sejumlah media Korea Selatan memberitakan dugaan Kim Keon Hee mengemplang pajak.

    Saat itu, ia juga diselidiki karena menerima suap untuk menyelenggarakan pameran seni, lapor The Times.

    2. Resume palsu

    Dua tahun setelahnya, pada 2021, Kim Keon Hee dihujat karena resume-nya tak sesuai, saat ia melamar posisi mengajar dalam kurun waktu 2007-2013.

    Kim Keon Hee disebut melebih-lebihkan, bahkan memalsukan kredensialnya.

    Atas hal itu, ia pun meminta maaf secara terbuka.

    3. Tuduhan plagiarisme

    Kim Keon Hee dituding melakukan plagariasme dalam tulisan akademisnya pada 2022.

    Di bulan Agustus, Universitas Kookmin, tempat Kim Keon Hee meraih gelar doktor, mengatakan tak ada pelanggaran dalam tulisan akademis istri Yoon itu.

    Pernyataan pihak universitas memicu sejumlah reaksi keras dari komunitas akademis.

    Panel yang terdiri dari 16 profesor dari berbagai institusi, meninjau tuduhan itu.

    Hasilnya, Kim Keon Hee diduga kuat melakukan plagiarisme saat membuat tesis magister di Universitas Wanita Sookmyung dan disertasi doktor di Universitas Kookmin.

    4. Manipulasi saham

    Kim Keon Hee disebut terlibat skema manipulasi saham senilai 63,6 miliar won, terkait Deutsche Motors, selama waktu 2020-2024.

    Tetapi, iya terbebas dari tuduhan tersebut karena kurangnya bukti yang cukup, menurut Straits Time.

    5. Kasus tas Dior

    Di awal 2024, beredar video yang memperlihatkan Kim Keon Hee menerima tas Christian Dior dan barang-barang mewah lainnya dari seorang pendeta.

    Publik pun mengecam Kim Keon Hee lantaran dianggap menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pelanggaran undang-undang anti-korupsi.

    Diketahui, dalam UU anti-korupsi Korea Selatan, ada batasan nilai hadiah yang dapat diterima pejabat publik dan pasangannya.

    Buntut hal tersebut, Yoon Suk Yeol pun meminta maaf atas “perilaku tidak bijaksana” Kim Keon Hee.

    Pada Oktober 2024, jaksa penuntut membatalkan tuntutan terkait kasus suap tas Dior itu.

    Jaksa penuntut beralasan hadiah tersebut bersifat pribadi dan tak terkait tugas resmi.

    6. Cawe-cawe politik pemerintahan

    Pada September 2024, Kim Keon Hee dan Yoon Suk Yeol dituduh menggunakan pengaruh mereka dalam pemilihan kandidat untuk pemilihan sela parlemen di tahun 2022, menurut sebuah laporan atas perintah lembaga survei Myung Tae Kyun.

    Dalam rekaman percakapan yang bocor, Kim Keon Hee dan Yoon Suk Yeol terindikasi terlibat dalam proses pencalonan.

    Tetapi, Yoon Seuk Yeol langsung membantah tuduhan tersebut, dan masalah itu masih menjadi perdebatan hingga saat ini.

    Siapakah Kim Keon Hee?

    Kim Keon Hee lahir pada 2 September 1972 di Yangpyeong, dengan nama Kim Myeong Sin.

    Semasa remaja, ia menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Perempuan Myungil.

    Ia kemudian masuk Universitas Kyonggi dan lulus dengan meraih gelar seni.

    Pada 2008, Kim Myeong Sin mengubah namanya menjadi Kim Keon Hee.

    Saat duduk di sekolah menengah pertama, ayah Kim Keon Hee meninggal dunia.

    Sementara, ibunya pernah diadili atas tuduhan mengoperasikan rumah sakit perawatan lansia tanpa izin medis dari tahun 2013-2015, namun dibebaskan.

    Namun, saat ini ibu Kim Keon Hee tengah menjalani hukuman satu tahun penjara atas kasus penipuan properti.

    Sejak 2009, Kim Keon Hee menjabat sebagai Kepala Eksekutif dan Presiden perusahaan pameran seni, Covana Contents.

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

  • KPK Terbitkan Lagi Status DPO Harun Masiku Lengkap dengan Foto Terbaru

    KPK Terbitkan Lagi Status DPO Harun Masiku Lengkap dengan Foto Terbaru

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan kembali Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap sosok politikus PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku.

    Dokumen DPO terbaru Harun Masiku ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, pada Kamis, 5 Desember 2024.

    Berbeda dari dokumen DPO sebelumnya pada 2020 yang hanya menampilkan satu foto, versi terbaru ini menampilkan empat foto terbaru Harun Masiku. Salah satu foto memperlihatkan Harun dengan penampilan berbeda, yakni mengenakan kacamata.

    Dokumen tersebut tetap mencantumkan informasi seperti nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, Nomor Induk Kependudukan (NIK), paspor, dan data lainnya. Namun, terdapat tambahan deskripsi pada bagian ciri khusus.

    Adapun, ciri khusus yang dituliskan adalah berkacamata, bertubuh kurus, suara sengau, dan logat Toraja/Bugis.

    Dokumen tersebut juga mencantumkan nama penyidik yang dapat dihubungi, yaitu Rossa Purbo Bekti.

    Sekadar informasi, Harun adalah buron KPK yang merupakan tersangka kasus suap penetapan anggota DPR Pergantian Antarwaktu (PAW) 2019-2024. Dia sudah buron sejak 2020. 

    Akhir-akhir ini, namanya kembali mencuat lantaran Politisi Gerindra, Maruarar Sirait blak-blakan menggelar sayembara untuk menangkap buronan KPK Harun Masiku. 

    Tak tanggung-tanggung, jumlah hadiah yang dirogoh dalam kantong pribadi mantan Politisi PDI Perjuangan (PDIP) untuk sayembara itu mencapai Rp8 miliar.

    “Orang itu kok hebat sekali sih? Berapa tahun nggak ketemu, nggak ada jejaknya. Nah dengan sekarang kan isu ini terbuka lagi, hangat lagi. Tentu wartawan juga bisa cari bantuan, bisa dapat Rp8 miliar loh, kalau bisa nangkap,” ujar pria yang disapa Ara itu.

  • Sayembara Rp8 Miliar Harun Masiku, Pengamat: Kebuntuan Sistem Hukum

    Sayembara Rp8 Miliar Harun Masiku, Pengamat: Kebuntuan Sistem Hukum

    Surabaya (beritajatim.com) – Keberadaan Harun Masiku, buronan dalam kasus suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, kembali menjadi perhatian setelah Maruarar Sirait mengumumkan sayembara senilai Rp8 miliar untuk yang mampu menemukan Harun Masiku.

    Pengamat hukum dan aktivis antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, menganggap langkah ini menunjukkan kebuntuan dalam penanganan kasus yang telah lama berlarut.

    Dia menyoroti lemahnya koordinasi antar-lembaga penegak hukum, yang menurutnya menjadi penyebab utama kegagalan menangkap Harun meskipun sudah ada informasi terkait keberadaannya.

    “Kasus Harun Masiku tidak hanya soal seorang individu, tetapi telah menjadi simbol persoalan mendasar dalam sistem hukum kita,” ujar Hardjuno kepada media di Surabaya, Kamis (5/12/2024).

    Sebagai kandidat doktor bidang Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Hardjuno menilai bahwa transparansi dan akuntabilitas merupakan dua elemen penting yang harus diperkuat untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.

    Dia juga menilai bahwa keterlibatan individu dalam menawarkan sayembara semacam ini merupakan bukti nyata kegelisahan masyarakat terhadap sistem hukum yang mandek.

    “Sayembara ini menunjukkan keprihatinan masyarakat. Namun, keadilan tidak boleh hanya bergantung pada inisiatif individu. Aparat penegak hukum harus mempercepat penyelidikan dan mengevaluasi kendala yang ada,” tegasnya.

    Momentum ini, menurut Hardjuno, harus dimanfaatkan oleh lembaga penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk meningkatkan efektivitas dan kredibilitas mereka dalam memberantas korupsi.

    Dia juga menyampaikan agar pemerintah menunjukkan komitmen nyata dalam melawan korupsi yang disebutnya sebagai “penyakit sistemik.”

    “Kasus ini adalah cerminan dari bagaimana kita memerangi korupsi, yang merupakan penyakit sistemik yang menggerogoti moralitas bangsa dan pembangunan nasional,” lanjut Hardjuno.

    Hardjuno menekankan pentingnya hukum ditegakkan tanpa pandang bulu untuk memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran hukum lainnya.

    “Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam menyelesaikan kasus Harun Masiku dan buronan lainnya. Ini bukan hanya tentang keadilan dalam satu kasus, tetapi tentang memperkuat sistem hukum negara,” pungkasnya. [asg/ian]

  • KPK Lelang Barang Rampasan dari 13 Kasus dari Rafael Alun hingga Rahmat Effendi

    KPK Lelang Barang Rampasan dari 13 Kasus dari Rafael Alun hingga Rahmat Effendi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melelang barang rampasan dalam momentum peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) pada 10 Desember 2024 mendatang. Barang-barang yang dilelang berasal dari berbagai penanganan kasus yang dilakukan KPK.

    Beberapa, di antaranya kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo hingga kasus suap dan pungli mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.

    “Sebanyak 13 perkara beragam, dari perkara Karen (eks Dirut Pertamina), perkara Abdul Latif, Eko Darmanto, Rafael Alun, Lenhart, Muchtar Effendi, Priyo Andi Gularso, Rahmat Effendi, Ricky Ham Pagawak, Beni Arianto, dan Edi Rahman,” kata jaksa eksekusi KPK Syarkiyah di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Barang Rampasan (Rupbasan) KPK, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

    Syarkiyah menyebut, barang rampasan yang paling banyak akan dilelang KPK dari Rafael Alun. Beberapa aset, di antaranya deretan tas mewah. “Paling banyak itu RAT, Rafael Alun. Itu asetnya paling banyak. Betul sekali. Untuk yang barang tidak bergeraknya sendiri itu semua dari Rafael Alun. Barangnya semua, asetnya semua yang disita dari perkara Rafael Alun,” ungkap Syarkiyah.

    Khusus untuk tas mewah, Syarkiyah mengungkapkan, pihaknya telah mengecek terlebih dahulu dengan para ahli. Tas-tas yang dinyatakan asli yang kemudian akan dilelang.

    “Jadi sebelum lelang kami tes dahulu, dicek dahulu sama ahlinya. Ada yang sudah kerja sama dengan kami untuk mengecek keaslian dari otentikasi dari barang-barang ini, tas-tas branded ini,” ujar Syarkiyah.

    “Yang dinyatakan asli itulah yang kami lakukan lelang. Sedangkan yang tidak dinyatakan asli atau palsu itu kami sudah musnahkan,” sambungnya.

    Diketahui, ada deretan tas mewah yang menjadi barang rampasan KPK. Tas-tas dimaksud terdiri dari berbagai merek ternama mulai dari Hermes, Yves Saint Laurent, hingga Dior.

    Ada satu tas termahal yang dipamerkan senilai Rp 241 juta merek Hermes warna abu-abu. Tas-tas mewah yang dirampas berasal dari kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rafael Alun Trisambodo.

    Ada juga perhiasan yang terdiri dari enam cincin, dua kalung beserta liontin, lima pasang anting, dan satu liontin yang nilai seluruhnya mencapai Rp 105,146 juta. Kemudian jam tangan Rolex senilai Rp 56,427 juta.

    KPK akan lelang barang rampasan koruptor dan dananya masuk ke kas negara. 

  • Kunci Penyelesaian Kasus Harun Masiku Adalah Transparansi

    Kunci Penyelesaian Kasus Harun Masiku Adalah Transparansi

    GELORA.CO – Kasus buronan Harun Masiku kembali menjadi perhatian publik setelah Maruarar Sirait mengumumkan sayembara senilai Rp8 miliar untuk menemukan keberadaannya.

    Bagi aktivis antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, langkah Maruarar ini mencerminkan adanya kebuntuan dalam penanganan kasus Harun Masiku yang telah berlarut-larut sejak 2020.

    “Kasus Harun Masiku tidak hanya soal seorang individu, tetapi telah menjadi simbol persoalan mendasar dalam sistem hukum kita,” kata Hardjuno kepada wartawan, Kamis, 5 Desember 2024.

    Hardjuno mengaku prihatin dengan lemahnya koordinasi antar-lembaga penegak hukum.

    Kondisi ini menyebabkan ketidakmampuan menangkap Harun Masiku meskipun sudah ada informasi terkait keberadaannya.

    Dia menegaskan bahwa transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dalam pencarian Harun Masiku.

    “Sayembara ini menunjukkan keprihatinan masyarakat. Namun, keadilan tidak boleh hanya bergantung pada inisiatif individu,” tuturnya.

    “Aparat penegak hukum harus mempercepat penyelidikan dan mengevaluasi kendala yang ada,” tandasnya.

    Harun Masiku adalah mantan calon legislatif dari PDI Perjuangan. Dia kini menjadi buronan dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.

  • Kejagung Periksa Saudara Kandung Ronald Tannur di Kasus Suap yang Seret Ibunya – Page 3

    Kejagung Periksa Saudara Kandung Ronald Tannur di Kasus Suap yang Seret Ibunya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa saudara kandung terpidana kasus pembunuhan, Ronald Tannur sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan korupsi berupa suap terhadap hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ibu Ronald Tannur sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap vonis bebas tersebut.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, tim jaksa penyidik Jampidsus telah memeriksa Fabrizio Revand Tannur (FRT) selaku anak dari tersangka Meirizka Widjaja (MW) yang merupakan ibu kandung Ronald Tannur.

    Selain itu, penyidik juga memeriksa tersangka Lisa Rahmat (LR) yang merupakan pengacara Ronald Tannur dan PW selaku Direktur PT Golden Trimulia Valasindo.

    Harli mengatakan, ketiga saksi tersebut diperiksa untuk tersangka Meirizka Widjaja. “Pemeriksaan saksi ini untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” ujarnya, seperti dikutip dari Antara, Rabu (4/12/2024).

    Diketahui, Meirizka Widjaja (MW) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap atau gratifikasi dalam vonis bebas perkara penganiayaan berat hingga menyebabkan kematian terhadap Dini Sera Afrianti yang menjerat putranya, Ronald Tannur.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan, tersangka Meirizka meminta tersangka Lisa Rahmat (LR) untuk menjadi penasihat hukum bagi putranya.

    Ia mengatakan bahwa Meirizka telah lama kenal dengan Lisa lantaran anak mereka dalam satu sekolah yang sama. Kemudian, Meirizka menemui Lisa sebanyak dua kali untuk membicarakan kasus putranya.

    “LR menyampaikan ke tersangka MW bahwa ada hal-hal yang perlu dibiayai dalam pengurusan kasus Ronald dan langkah-langkah yang ditempuh,” ucapnya.

     

  • Kejagung Periksa Adik Ronald Tannur Soal Kasus Suap dan Gartifikasi

    Kejagung Periksa Adik Ronald Tannur Soal Kasus Suap dan Gartifikasi

    JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus suap dan gratifikasi vonis bebas Ronald Tannur. Terkini, penyidik memeriksa dua saksi yang satu di antaranya adik dari Ronald Tannur.

    “Memeriksa FRT selaku adik dari Ronald Tannur,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar kepada VOI, Rabu, 4 Desember.

    Kendati demikian, tak dijelaskan secara rinci apa yang didalami dari anak tersangka Meirizka Widjaja tersebut.

    Hanya disampaikan satu saksi lainnya yang turut diperiksa yakni PW. Saksi tersebut merupakan Direktur PT Golden Trimulia Valasindo.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” kata Harli.

    Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan enam tersangka. Tiga di antaranya adalah hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

    Kemudian, dua tersangka lainnya adalah Lisa Rachmat, penasihat hukum Ronald Tannur, dan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar.

    Satu tersangka lainnya adalah Meirizka Widjaja, ibu dari Ronald Tannur, yang diduga berperan sebagai pendana suap. Meirizka menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar kepada Lisa Rachmat sebagai imbalan untuk mempengaruhi hakim agar memberikan vonis bebas kepada anaknya.

  • Kasus PMH Warga Pulosari vs PT Patra Jasa Terhambat, Buntut Damanik Ditangkap

    Kasus PMH Warga Pulosari vs PT Patra Jasa Terhambat, Buntut Damanik Ditangkap

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan oleh 41 warga Jalan Pulosari Surabaya melawan PT Patra Jasa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali tertunda. Penundaan ini terjadi karena hakim Damanik, yang sebelumnya memimpin persidangan, ditangkap oleh Tim Pidana Khusus Kejaksaan Agung atas kasus suap.

    Hingga kini, pengadilan belum mengumumkan siapa hakim pengganti untuk memimpin jalannya sidang. Penunjukan hakim baru tertunda karena banyak hakim, termasuk yang diusulkan untuk menggantikan Damanik, sedang mengikuti fit and proper test di Pengadilan Tinggi Jawa Timur.

    Kuasa hukum warga Pulosari, Ananta Rangkugo, SH, menyebut gugatan ini diajukan setelah proses mediasi dengan PT Patra Jasa gagal mencapai kesepakatan.

    “Mediasi sudah beberapa kali dilakukan, tetapi pihak PT Patra Jasa berbelit-belit. Bahkan, di mediasi terakhir, pimpinan mereka tidak hadir dan hanya mengirimkan perwakilan tanpa kewenangan mengambil keputusan,” ujar Ananta.

    Warga Pulosari yang menggugat menuntut ganti rugi atas rumah-rumah mereka yang dihancurkan secara sepihak oleh PT Patra Jasa saat eksekusi. Lima warga yang rumahnya dihancurkan telah disiapkan sebagai saksi dalam persidangan.

    Menurut Ananta, rumah warga yang diratakan menggunakan alat berat bukan bagian dari target eksekusi. “Warga ini tidak mengerti mengapa rumah mereka dihancurkan. Mereka tidak pernah menjadi pihak dalam perkara yang dijadikan dasar eksekusi,” tegasnya.

    Kuasa hukum lainnya, Luvino Siji Samura, SH, menambahkan bahwa gugatan ini mengungkap maladministrasi dan kejanggalan dalam eksekusi yang dilakukan PT Patra Jasa.

    “Berdasarkan SHGB nomor 434 yang sudah mati dan putusan pengadilan nomor 333, PT Patra Jasa mengeksekusi rumah secara sewenang-wenang. Padahal, 41 warga ini tidak pernah menjadi pihak dalam perkara nomor 333,” jelas Luvino.

    Selain itu, tim kuasa hukum menemukan bahwa dalam perkara tersebut terdapat ahli waris yang bukan sebenarnya, seperti anak menantu atau anak angkat, yang dijadikan subjek hukum.

    Luvino menegaskan, gugatan ini tidak berkaitan dengan sengketa tanah melainkan tindakan sewenang-wenang saat eksekusi.

    “Eksekusi salah sasaran ini harus dipertanggungjawabkan. Fakta ini menunjukkan adanya kemungkinan rekayasa yang menyebabkan rumah-rumah warga dihancurkan,” tambahnya.

    Meski persidangan tertunda, warga Pulosari berharap majelis hakim yang baru dapat bersikap obyektif dan adil dalam menangani perkara ini. Mereka juga terbuka untuk perdamaian jika PT Patra Jasa mengajukan permintaan yang layak.

    “Kami masih mau menerima perdamaian, tetapi harus dilihat dulu bagaimana permintaan tersebut,” ujar Ananta.

    Dengan banyaknya kejanggalan yang terungkap, perkara ini menjadi sorotan sebagai ujian bagi sistem peradilan dalam memberikan keadilan bagi masyarakat kecil. [uci/beq]