Kasus: kasus suap

  • KPK Kirim Surat Panggilan Pemeriksaan ke 3 Rumah Yasonna Laoly

    KPK Kirim Surat Panggilan Pemeriksaan ke 3 Rumah Yasonna Laoly

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirimkan surat panggilan pemeriksaan terhadap anggota DPR sekaligus mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly ke tiga rumahnya. 

    Untuk diketahui, Yasonna bakal diperiksa sebagai saksi oleh tim penyidik, Jumat (13/12/2024). Namun, lembaga antirasuah belum secara terbuka mengungkap terkait kasus apa pemeriksaan politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu. 

    “Tentunya penyidik memiliki informasi alamat-alamat yang dituju ya [untuk pengiriman surat]. Ada beberapa alamat, tetapi pastinya saya belum bisa sampaikan. Ada tiga kalau tidak salah baik itu di rumah jabatan maupun di rumah-rumah lain, termasuk rumah pribadi beliau,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (12/12/2024).

    Adapun pada keterangan sebelumnya, Tessa mengonfirmasi bahwa tim penyidik merencanakan pemeriksaan terhadap Yasonna sebagai saksi besok.

    Kabar rencana pemanggilan mencuat jelang selesainya kepemimpinan KPK periode 2019-2024. Dia dikabarkan bakal diperiksa esok hari terkait dengan kasus buron Harun Masiku. 

    Untuk diketahui, KPK masih terus mengejar dan mencari keberadaan Harun sejak 2020. Mantan caleg PDIP itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024. 

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, penyidik KPK dikabarkan menjadwalkan pemanggilan Yasonna pada pekan ini, Jumat (12/12/2024). Pria yang kini menjabat anggota DPR itu dijadwalkan untuk diperiksa sebagai saksi. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK telah menetapkan Harun sebagai buron sejak 2020 atau kala periode awal pimpinan masa jabatan 2019-2023 (diperpanjang hingga 2024 sebab putusan MK). Namun, hampir lima tahun berselang, Harun belum kunjung ditemukan. 

    Teranyar, KPK telah memperbaharui upaya penangkapan DPO tersebut. Salah satunya dengan memperbaharui surat pencarian Harun. Pada surat DPO terbaru bernomor R/5739/DIK.01.02/01-23/12/2024, ada empat buah foto Harun yang dilampirkan. 

    Ciri-cirinya yakni tinggi badan 172 cm, rambut berwarna hitam, warna kulit sawo matang serta berciri khusus yakni berkacamatan, suara sengau dengan logat Toraja/Bugis. 

    Kasus yang menjerat Harun masih sama, yakni dugaan pemberian suap kepada Anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan. Hal itu dilakukan olehnya bersama-sama dengan Saeful Bahri. Baik Wahyu dan Saeful telah menjalani hukuman pidana penjara. 

    Nama penyidik yang bisa dihubungi pada surat itu yakni Rossa Purbo Bekti, dan ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada 5 Desember 2024. 

    Lampiran DPO Harun yang diteken 5 Desember lalu itu berbeda dengan yang ditandatangani pada 17 Januari 2020 silam. Pada surat bernomor R/143/DIK.01.02/01-23/01/2020 itu, hanya ada satu foto Harun yang disertakan. Ciri-cirinya pun tidak terperinci sebagaimana surat terbaru, hanya ada rambut hita dan warna kulit sawo matang. 

    Nomor telepon penyidik yang disertakan juga masih bernama Wahyu Indrajaya, yang kini sudah tidak lagi bertugas di KPK. Di sisi lain, surat itu masih diteken oleh Firli Bahuri, Ketua KPK 2019-2024 yang sebelumnya mengundurkan diri usai ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan.

    Sebelumnya, usai dilantik menggantikan Firli Bahuri, Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango memastikan bahwa pihaknya akan memprioritaskan penangkapan Harun. 

    “Semua perkara yang berstatus seperti itu [penangkapan buronan seperti Masiku] menjadi prioritas daripada KPK,” katanya kepada wartawan di Istana Negara, Senin (27/11/2023). 

    Dalam perjalanannya, KPK telah memeriksa sejumlah saksi di lingkaran PDIP terkait dengan upaya pencarian Harun dan kasus suap PAW. Salah satu saksi yang telah diperiksa yakni Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. 

  • KPK Bakal Periksa Eks Menkumham Yasonna Laoly Jumat Besok (13/12)

    KPK Bakal Periksa Eks Menkumham Yasonna Laoly Jumat Besok (13/12)

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil politikus PDI Perjuangan (PDIP) sekaligus mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk diperiksa sebagai saksi, Jumat (13/10/2024). 

    Hal itu dikonfirmasi oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (12/12/2024). Namun, dia mengaku belum bisa mengungkap terkait perkara apa yang menjadi alasan pemanggilan Yasonna. 

    “Benar ada jadwal pemanggilan besok. Namun untuk perkaranya belum bisa disampaikan,” ungkap Tessa melalui pesan singkat. 

    Sebelumnya, kabar rencana pemanggilan mencuat jelang selesainya kepemimpinan KPK periode 2019-2024. Dia dikabarkan bakal diperiksa esok hari terkait dengan kasus buron Harun Masiku. 

    Untuk diketahui, KPK masih terus mengejar dan mencari keberadaan Harun sejak 2020. Mantan caleg PDIP itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024. 

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, penyidik KPK dikabarkan menjadwalkan pemanggilan Yasonna pada pekan ini, Jumat (12/12/2024). Pria yang kini menjabat anggota DPR itu dijadwalkan untuk diperiksa sebagai saksi. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK telah menetapkan Harun sebagai buron sejak 2020 atau kala periode awal pimpinan masa jabatan 2019-2023 (diperpanjang hingga 2024 sebab putusan MK). Namun, hampir lima tahun berselang, Harun belum kunjung ditemukan. 

    Teranyar, KPK telah memperbaharui upaya penangkapan DPO tersebut. Salah satunya dengan memperbaharui surat pencarian Harun. Pada surat DPO terbaru bernomor R/5739/DIK.01.02/01-23/12/2024, ada empat buah foto Harun yang dilampirkan. 

    Ciri-cirinya yakni tinggi badan 172 cm, rambut berwarna hitam, warna kulit sawo matang serta berciri khusus yakni berkacamatan, suara sengau dengan logat Toraja/Bugis. 

    Kasus yang menjerat Harun masih sama, yakni dugaan pemberian suap kepada Anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan. Hal itu dilakukan olehnya bersama-sama dengan Saeful Bahri. Baik Wahyu dan Saeful telah menjalani hukuman pidana penjara. 

    Nama penyidik yang bisa dihubungi pada surat itu yakni Rossa Purbo Bekti, dan ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada 5 Desember 2024. 

    Lampiran DPO Harun yang diteken 5 Desember lalu itu berbeda dengan yang ditandatangani pada 17 Januari 2020 silam. Pada surat bernomor R/143/DIK.01.02/01-23/01/2020 itu, hanya ada satu foto Harun yang disertakan. Ciri-cirinya pun tidak terperinci sebagaimana surat terbaru, hanya ada rambut hita dan warna kulit sawo matang. 

    Nomor telepon penyidik yang disertakan juga masih bernama Wahyu Indrajaya, yang kini sudah tidak lagi bertugas di KPK. Di sisi lain, surat itu masih diteken oleh Firli Bahuri, Ketua KPK 2019-2024 yang sebelumnya mengundurkan diri usai ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan.

    Sebelumnya, usai dilantik menggantikan Firli Bahuri, Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango memastikan bahwa pihaknya akan memprioritaskan penangkapan Harun. 

    “Semua perkara yang berstatus seperti itu [penangkapan buronan seperti Masiku] menjadi prioritas daripada KPK,” katanya kepada wartawan di Istana Negara, Senin (27/11/2023). 

    Dalam perjalanannya, KPK telah memeriksa sejumlah saksi di lingkaran PDIP terkait dengan upaya pencarian Harun dan kasus suap PAW. Salah satu saksi yang telah diperiksa yakni Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. 

  • Kejagung Temukan Info Berharga di Kasus Ronald Tannur, Singgung Dissenting Opinion Hakim MA

    Kejagung Temukan Info Berharga di Kasus Ronald Tannur, Singgung Dissenting Opinion Hakim MA

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku mendapat informasi berharga terkait kasus dugaan suap Gregorius Ronald Tannur terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Apa informasi tersebut?

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menyampaikan, informasi tersebut berkaitan dengan sikap dissenting opinion hakim Mahkamah Agung (MA), Soesilo. Sikap Soesilo tersebut telah tertuang dalam salinan putusan kasasi yang diajukan oleh pihak Ronald Tannur.

    “Saya kira informasi ini menjadi informasi yang berharga,” ujar Harli kepada wartawan Selasa (11/12/2024).

    Harli menyebut, sikap Soesilo tersebut merupakan hak setiap hakim agung saat memutus kasasi perkara. 

    Namun, dia mempertanyakan dissenting opinion Soesilo lantaran sikapnya sama dengan tiga hakim PN Surabaya yang memutus bebas Ronald Tannur.

    “Walaupun berdasarkan hasil Bawas tidak ada masalah dalam pertemuan tersebut, tetapi dalam putusan ternyata ybs sependapat dengan hakim di PN Surabaya untuk membebaskan Ronald Tannur,” katanya.

    Harli menambahkan, bahwa pihaknya tak menutup peluang untuk memeriksa Soesilo buntut sikapnya tersebut. Dia menyebut, kepastian pemanggilan Soesilo masih menunggu penyidik.

    “Apakah penyidik ini menganggap ini sebagai informasi yang sangat urgent untuk dilakukan pendalaman, saya kira kita tunggu,” kata Harli terkait kasus suap Ronald Tannur.

  • Kejaksaan Menyatakan tak Punya Kewenangan Menghentikan Kasus Firli Bahuri

    Kejaksaan Menyatakan tak Punya Kewenangan Menghentikan Kasus Firli Bahuri

    GELORA.CO – Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta tak punya kewenangan dalam menghentikan perkara korupsi atas tersangka mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasie Penkum) Kejati Jakarta Sahron Hasibuan mengatakan, pihaknya hingga kini masih menunggu pelimpahan berkas kembali dari tim penyidik Polda Metro Jaya untuk meneruskan kasus tersebut ke pendakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

    “Jadi bukan kita tidak hadir (di sidang praperadilan). Tetapi lebih kepada konteks, kejaksaan sebagai tergugat kedua. Dan materi gugatannya (praperadilan) itu, kan dihentikan (perkaranya). Dihentikan itu, bukan kewenangan kejaksaan untuk menjawabnya,” ujar Sahron saat ditemui di Kejati Jakarta, Rabu (11/12/2024).

    Sahron menerangkan hal tersebut merespons soal absennya tim kejaksaan dalam praperadilan ajuan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait dengan nasib kasus yang menjerat Firli Bahuri di Polda Metro Jaya. Menurut Sahron dalam praperadilan kedua MAKI itu, menjadikan Kejati Jakarta sebagai turut tergugat kedua setelah Polda Metro Jaya. Dan kata Sahron, salah-satu objek praperadilan MAKI itu terkait dengan tudingan adanya penghentian perkara kasus suap dan gratifikasi, disertai pemerasan tersebut.

    Sahron menjelaskan, tanggung jawab kejaksaan dalam penuntasan sebuah perkara, salah-satunya memeriksa kelengkapan berkas dan barang-barang bukti yang disorongkan penyidik sebelum diajukan pendakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan terbuka.  Terkait itu, pemeriksaan berkas Firli Bahuri yang sudah pernah diajukan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya dikembalikan lantaran belum lengkap.

    Menurut Sahron, dalam setiap pengembalian berkas perkara itu, selalu disertai petunjuk jaksa agar penyidik melengkapi. Dan kata Sahron, proses tersebut terakhir kali dilakukan pada Februari 2024.

    “Nah kewenangan untuk melanjutkan perkara itu, saat ini, atau untuk memenuhi petunjuk-petunjuk oleh jaksa penuntut umum tersebut, itu ada di Polda,” kata Sahron.

    Sebab itu, kata Sahron, soal praperadilan yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) bukan kewenangan kejaksaan untuk menjawab. Pun kata Sahron, kejaksaan tak punya kewenangan untuk menghentikan perkara Firli Bahuri.

    “Jadi dari mana kira-kira kita ada kewenangan untuk menghentikan yang sesuai dengan materi gugatan (praperadilan). Nggak ada. Yang punya kewenangan itu, adalah teman-teman di Polda Metro Jaya. Jadi nggak ada kewenangan kita menghentikan,” kata Sahron.

    Kasus korupsi yang menjerat Firli Bahuri saat ini mangkrak tanpa kelanjutan yang jelas. Firli Bahuri sudah ditetapkan tersangka sejak November 2023 lalu. Dan hingga kini, kasus tersebut tak kunjung diajukan ke persidangan.

    Firli Bahuri, pun tak dilakukan penahanan, sementara berkas perkaranya masih di tangan tim penyidikan dan belum dilimpahkan kembali ke kejaksaan untuk pelimpahan ke persidangan. Pekan lalu, Polda Metro Jaya menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap Firli Bahuri untuk pelengkapan berkas, akan tetapi Firli Bahuri tak datang.

    Pengacara Firli Bahuri, Ian Iskandar pekan lalu menyampaikan, mangkraknya perkara kliennya itu karena tim penyidikan di Polda Metro Jaya memang tak memiliki bukti-bukti tentang perbuatan korupsi, suap-gratifikasi, pun pemerasan yang dituduhkan. Karena itu, kata Ian, agar penyidikan kasus tersebut semestinya dihentikan.

    Ian mengaku sudah menyurati Kapolri Listyo Sigi Prabowo, pun Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto agar kasus yang menjerat Firli Bahuri tersebut dihentikan. Sementara MAKI pekan lalu kembali mengajukan praperadilan ke PN Jaksel terkait dengan mangkraknya penanganan perkara tersebut.

  • Kasus Harun Masiku, KPK Dikabarkan Bakal Periksa Yasonna Laoly Jumat (13/12)

    Kasus Harun Masiku, KPK Dikabarkan Bakal Periksa Yasonna Laoly Jumat (13/12)

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan bakal memanggil Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) sekaligus mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku.

    Untuk diketahui, KPK masih terus mengejar dan mencari keberadaan Harun sejak 2020. Mantan caleg PDIP itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, penyidik KPK dikabarkan menjadwalkan pemanggilan Yasonna pada pekan ini, Jumat (13/12/2024). Pria yang kini menjabat anggota DPR itu dijadwalkan untuk diperiksa sebagai saksi.

    Saat dimintai konfirmasi, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengaku belum mendapatkan informasi mengenai rencana kegiatan penyidikan itu.

    “Saya belum mendapat informasi mengenai hal itu. Nanti akan saya cek terlebih dahulu,” ujarnya kepada Bisnis melalui pesan singkat, Rabu (10/12/2024).

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK telah menetapkan Harun sebagai buron sejak 2020 atau kala periode awal pimpinan masa jabatan 2019-2023 (diperpanjang hingga 2024 sebab putusan MK). Namun, hampir lima tahun berselang, Harun belum kunjung ditemukan.

    Teranyar, KPK telah memperbaharui upaya penangkapan DPO tersebut. Salah satunya dengan memperbaharui surat pencarian Harun. Pada surat DPO terbaru bernomor R/5739/DIK.01.02/01-23/12/2024, ada empat buah foto Harun yang dilampirkan.

    Ciri-cirinya yakni tinggi badan 172 cm, rambut berwarna hitam, warna kulit sawo matang serta berciri khusus yakni berkacamatan, suara sengau dengan logat Toraja/Bugis.

    Kasus yang menjerat Harun masih sama, yakni dugaan pemberian suap kepada Anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan. Hal itu dilakukan olehnya bersama-sama dengan Saeful Bahri. Baik Wahyu dan Saeful telah menjalani hukuman pidana penjara.

    Nama penyidik yang bisa dihubungi pada surat itu yakni Rossa Purbo Bekti, dan ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada 5 Desember 2024.

    Lampiran DPO Harun yang diteken 5 Desember lalu itu berbeda dengan yang ditandatangani pada 17 Januari 2020 silam. Pada surat bernomor R/143/DIK.01.02/01-23/01/2020 itu, hanya ada satu foto Harun yang disertakan. Ciri-cirinya pun tidak terperinci sebagaimana surat terbaru, hanya ada rambut hita dan warna kulit sawo matang.

    Nomor telepon penyidik yang disertakan juga masih bernama Wahyu Indrajaya, yang kini sudah tidak lagi bertugas di KPK. Di sisi lain, surat itu masih diteken oleh Firli Bahuri, Ketua KPK 2019-2024 yang sebelumnya mengundurkan diri usai ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan.

    Sebelumnya, usai dilantik menggantikan Firli Bahuri, Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango memastikan bahwa pihaknya akan memprioritaskan penangkapan Harun.

    “Semua perkara yang berstatus seperti itu [penangkapan buronan seperti Masiku] menjadi prioritas daripada KPK,” katanya kepada wartawan di Istana Negara, Senin (27/11/2023).

    Dalam perjalanannya, KPK telah memeriksa sejumlah saksi di lingkaran PDIP terkait dengan upaya pencarian Harun dan kasus suap PAW. Salah satu saksi yang telah diperiksa yakni Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

  • Ketua KPK Sebut Banyak LHKPN Abal-abal, MAKI: Harusnya Dikejar dan Teliti!

    Ketua KPK Sebut Banyak LHKPN Abal-abal, MAKI: Harusnya Dikejar dan Teliti!

    Jakarta

    Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) mengkritik pernyataan Ketua sementara KPK, Nawawi Pamolango, yang mengatakan banyak yang tak sesuai data pengisian laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN). MAKI menilai bukan hanya LHKPN abal-abal bahkan ada juga pejabat yang tidak mengisi LHKPN.

    “Memang pejabat kita itu bukan hanya tidak mengisi dengan benar atau bahkan berbohong atau ada yang disembunyikan. Tapi banyak juga pejabat yang nekat tidak mengisi (LHKPN),” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, kepada wartawan, Selasa (10/12/2024).

    Dia menyoroti soal tak ada sanksi jika seorang pejabat tak mengisi atau melaporkan LHKPN. Menurutnya, ada pihak yang mengisi LHKPN jika dalam kondisi terpaksa karena diperintah.

    “Bahkan dari penegak hukum ada yang tidak mengisi LHKPN. Itu dilakukan karena tidak ada sanksi bagi orang yang tidak ngisi LHKPN. Itu hanya semata-mata dilaporkan atasannya untuk tidak dipromosi misalnya, atau dicopot jabatannya baru sebatas itu. Sehingga ada keberanian bukan hanya ngisi tidak benar, tapi sampai pada level tidak mengisi dan tidak melapor aja terjadi,” katanya.

    Menurut Boyamin, semestinya KPK bisa menindaklanjuti LHKPN yang dinilai abal-abal untuk ditelusuri kebenarannya. Namun, kata Boyamin, KPK tidak mengejar dan lebih banyak menyerah.

    “Jadi ini yang memang memprihatinkan. Kalau soal kebenaran lebih ngeri lagi, ngisi yang dikecil-kecilin yang disembunyikan harta-hartanya. Dan itu dari proses itu KPK bisa menindaklanjuti, tapi KPK tidak bisa apa-apa, lebih banyak menyerahnya, tidak mengejar tidak melakukan treatment. Sehingga orang semau-maunya aja,” ujarnya.

    “Jadi dari kejadian ini bukan disalahkan dari orang pejabatnya, tapi KPK nya juga salah kenapa tidak pernah mengejar dan meneliti lebih jauh terhadap semua laporan LHKPN? Sehingga orang makin berani sampai saat ini, sehingga nganggep ah KPK juga nggak bisa apa-apa, diremehkan. KPK harusnya lebih hebat melacak satu persatu sehingga nanti orang akan berusaha mengisi dengan benar,” ucapnya.

    Boyamin menilai KPK hanya menindaklanjuti suatu kasus apabila ramai di media. Dia mencontohkan kasus suap terhadap Rafael Alun yang diproses ketika anaknya pamer (flexing) di media sosial.

    KPK Soroti LHKPN Abal-abal

    Sebelumnya, Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango menyoroti pengisian Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN) yang dilakukan dengan tidak jujur. Nawawi mengatakan pengisian yang tidak jujur itu lantas membuat KPK akan mengobservasi ke lapangan.

    Hal itu disampaikan Nawawi dalam acara Penyerahan Sertifikat SMAP, Penganugerahan Insan Antigratifikasi, dan Seminar Nasional Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, di gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Senin (9/12). Nawawi mengatakan LHKPN menjadi salah satu instrumen untuk menjalankan tugas pencegahan korupsi.

    Namun, Nawawi menyayangkan pihak-pihak yang tidak jujur dalam pengisian LHKPN. Nawawi mengatakan pengisian LHKPN tidak jujur itu kerap menjadi persoalan lain dalam upaya pencegahan korupsi.

    “Hanya saja ada yang kita sebutkan tadi, kita minta perhatian dari pemerintah bahwa ternyata pengisiannya (LHKPN) itu lebih banyak abal-abal daripada benarnya. Fakta pengisian (LHKPN) itu nggak bener lebih banyak gitu,” kata Nawawi.

    Nawawi mengatakan ketidakjujuran dalam pengisian LHKPN, akan menimbulkan kecurigaan. Hal itu, kata dia, akan membuat KPK melakukan observasi terkait harta sebenarnya yang dimiliki oleh pejabat tersebut.

    “Pengisian LHKPN kan lebih banyak amburadulnya, ada Fortuner diisi harganya Rp 6 juta, kita nanya ke dia gitu di mana dapat Fortuner Rp 6 juta? Kita pengen beli juga 10 gitu kan, itu kan kondisi yang ada,” ungkapnya.

    “Pada pelaporan yang agak janggal, justru itu kemudian menimbulkan ini (kecurigaan) kepada KPK untuk menindaklanjuti, dengan mengobservasi di lapangan. Jadi jangan kaget ada beberapa subjek lapor LHKPN ini, itu yang kami datangi, kami survei,” imbuh dia.

    (dek/jbr)

  • Terima 115 Gugatan Pilkada, MK Diharap Jaga Integritas

    Terima 115 Gugatan Pilkada, MK Diharap Jaga Integritas

    Jakarta (beritajatim.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 115 gugatan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024. Rinciannya, sebanyak 86 terkait pemilihan calon bupati dan wakil bupati, dan 29 permohonan terkait pemilihan calon wali kota dan wakil wali kota.

    Anggota Komisi II Fraksi PKB DPR RI Indrajaya mengingatkan agar tidak ada hakim MK yang bermain mata dengan pihak yang berperkara. Hakim MK harus bekerja secara profesional dan menjaga integritas dalam menangani perselisihan pilkada.

    “Integritas harus dijaga. Jangan ada lagi hakim MK yang tersangkut kasus suap penanganan perkara pilkada,” tegasnya.

    Indrajaya mengatakan, semua pihak yang mengajukan gugatan persilisihan pilkada harus diterima dengan baik oleh MK. Para pasangan calon mempunyai hak itu mengajukan gugatan ke MK, jika mereka tidak menerima hasil pilkada yang telah diumumkan KPU di daerah masing-masing.

    “Kalau ada yang tidak puas dengan hasil pilkada, silahkan tempuh jalur hukum ke MK, karena itu dijamin oleh konstitusi,” katanya.

    Di lain sisi, menurutnya, MK harus imparsial dalam menerima gugatan perselisihan pilkada. Tidak pilih kasih dalam menangani perkara pilkada. Semua pasangan calon memiliki hak yang sama dan setara di mata hukum.

    Selalin itu, lanjutnya, dalam menangani perkara gugatan pilkada MK juga transparan. “MK harus transparan dalam setiap perkara. Jangan ada perkara yang ditutup-tutupi. Masyarakat berhak mengetahui proses penanganan perselisihan pilkada,” ujarnya.

    Indrajaya pun mengajak para pendukung pasangan calon untuk menahan diri dan tidak terprovokasi. Mereka harus mentaati aturan yang telah ditetapkan. Jika mereka tidak puas, karena dinilai ada kecurangan, mereka bisa melaporkan kepada pihak terkait.

    “Kalau soal perselisihan hasil pilkada, mereka bisa mengajukan gugatan ke MK dengan batasan waktu yang telah ditentukan,” kata Indrajaya. [hen/but]

  • Suap Eksekusi Lahan, Uang Rp 202 Juta Dari Eks Panitera PN Jakarta Timur Sempat Dibelikan Mobil – Halaman all

    Suap Eksekusi Lahan, Uang Rp 202 Juta Dari Eks Panitera PN Jakarta Timur Sempat Dibelikan Mobil – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Saksi Dede Rahmana mengaku menerima uang Rp 202,5 juta dari eks panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rina Pertiwi terkait kasus suap eksekusi lahan milik PT Pertamina.

    Dede menganggap uang tersebut sebagai rezeki untuk anak.

    Hakim Anggota Suparman Nyompa awalnya curiga dengan nilai uang yang diterima Dede dari Rina.

    Menurut hakim uang Rp 202,5 juta yang diterima Dede cukup besar.

    “Kok bisa terlalu besar 200 juta, biasanya orang kalau diberikan, istilahnya cuma buat uang-uang rokok atau apa, ini kok besar sekali 200 juta?” tanya Hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).

    Mendengar pertanyaan tersebut, Dede yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum sebagai saksi untuk terdakwa Rina Pertiwi mengaku tak tahu.

    “Ndak tahu Pak,” ucap Dede.

    Tak berhenti di situ, Hakim kembali mencecar Dede soal peranya dalam perkara sehingga bisa menerima uang ratusan juta dari Rina.

    Hakim bahkan membandingkan uang yang terima Dede dengan jasa makelar tanah yang biasanya mendapatkan fee 2,5 persen.

    “Atau memang saudara punya jasa besar untuk urusan ini, karena kalau hitung-hitungan besar sekali loh 200 juta. Kalau hitung-hitungan Rp 1 miliar, berarti 200 juta, 20 persen. Kalau jasa jual tanah saja, misalnya makelar kan 2,5 persen, ini 20 persen besar sekali loh?” tanya Hakim.

    Dede menyebut pada saat itu dirinya menganggap uang-uang yang diterimanya merupakan rejeki untuk anak-anaknya.

    “Rezeki saja pak. Tak tahu karena saya berdoa mudah-mudahan itu rezeki anak-anak, itu saja mikirnya,” kata dia.

    Dede pun menyebut uang tersebut sempat ia belikan mobil meskipun pada akhirnya dijual kembali.

    Setelah kasus tersebut mencuat, Dede mengaku telah menyerahkan uang yang diterimanya kepada pihak penyidik Kejaksaan.

    Adapun dari total Rp 202.500.000 yang diterimanya, Rp 200 juta di antaranya telah dikembalikan.

    “Diserahkan ke penyidik berapa?” tanya Hakim.

    “Rp 200 juta,” ucapnya.

    Dalam perkara ini sebelumnya, Mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rina Pertiwi didakwa telah menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp 1 miliar terkait kepengurusan eksekusi lahan milik PT Pertamina.

    Sidang pembacaan dakwaan tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/11/2024).

    Adapun dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Rina disebut telah menerima Rp 797,5 juta dari total suap Rp 1 Miliar.

    Jaksa menilai Rina selaku Pegawai Negeri Sipil (PN) patut diduga telah menerima suap dan atau gratifikasi disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.

    “Yang bertentangan dengan kewajibannya jika diantara beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut,” kata Jaksa Arief Setia Nugroho saat bacakan berkas dakwaan Rina di ruang sidang.

    Perkara itu bermula atas adanya gugatan secara perdata berupa ganti rugi yang diajukan ahli waris di Pengadilan Negeri Jakarta Timur terhadap PT Pertamina atas lahan yang terletak di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.

    Terkait gugatan ini, ahli waris pun menunjuk kuasa terhadap seseorang bernama Ali Sofyan.

    Kemudian gugatan itu pun telah diputus PN Jakarta Timur sampai dengan putusan di tingkat peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    “Yang pada pokoknya menghukum PT Pertamina Persero membayar ganti rugi sebesar Rp 244.604.172.000,” kata Jaksa.

    Setelah ada putusan PK tersebut, Ali Sofyan selaku kuasa ahli waris pada November 2019 menghubungi seseorang bernama Yohanes Jamburmias dan Sareh Wiyono untuk meminta bantuan persoalan tanahnya.

    Di mana kata Jaksa, Ali Sofyan meminta bantuan kepada Yohanes untuk menyelesaikan proses eksekusi ganti rugi yang belum dibayarkan PT Pertamina.

    Ketiganya pun sempat menggelar pertemuan beberapa kali untuk membicarakan hal tersebut di sebuah hotel di wilayah Bogor, Jawa Barat.

    Singkatnya, atas permintaan bantuan Ali Sofyan, Sareh menghubungi Rina yang saat itu menjabat Panitera PN Jakarta Timur untuk turut membantu proses eksekusi putusan PK tersebut.

    “Atas permintaan Sareh Wiyono tersebut kemudian terdakwa menyetujuinya,” ucap Jaksa.

    Setelah itu Sareh, Ali, dan Rina pun melakukan pertemuan di rumah Sareh di Cibinong, Kabupaten Bogor.

    Dari hasil pertemuan tersebut Ali Sofyan pun kemudian membuat surat kuasa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk melakukan kepengurusan eksekusi putusan PK.

    Ketika memasukkan permohonan surat kuasa itu di PTSP PN Jakarta Timur, Ali Sofyan pun bertemu dengan terdakwa Rina Pertiwi.

    Sebelum adanya pertemuan antara Ali dan Rina, Sareh Wiyono kata Jaksa telah menghubungi Rina terlebih dahulu.

    “Dan saat itu Sareh Wiyono menyampaikan bahwa yang akan memasukkan permohonan eksekusi putusan PK perkara perdata adalah saksi Ali Sofyan agar dibantu terkait permohonan eksekusi dari saksi Ali Sofyan,” tutur Jaksa.

    Surat permohonan eksekusi itu pun kemudian diteruskan ke meja Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan dilakukan disposisi kepada Rina selaku panitera.

    Setelah menerima disposisi, Rina kemudian membuat resume nomor 11 di mana salah satu isi dari resume tersebut adalah bahwa PT Pertamina selaku termohon eksekusi merupakan BUMN, maka penyitaan tidak bisa dilakukan.

    Hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara.

    “Karena itu, maka pelaksanaan eksekusi tidak didahului dengan sita eksekusi dan pelaksanaan eksekusi membebankan pemenuhan isi putusan tersebut untuk dimasukkan dalam anggaran DIPA Pada para termohon eksekusi tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya,” jelas Jaksa.

    Namun, lanjut Jaksa, pada faktanya Rina selaku Panitera tidak menjalankan aturan yang tertera dalam resume tersebut.

    Di mana kata Jaksa Rina tetap melakukan proses eksekusi keputusan PK tersebut dengan menyita rekening sebesar Rp 244.604.172 milik PT Pertamina.

    “Bahwa pada tanggal 2 Juni 2020 juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama Asmawan mendatangi BRI Jakarta Veteran untuk melakukan sita eksekusi berdasarkan surat tugas Nomor 05 tgl 29 Mei 2020 dan Berdasarkan berita acara eksekusi tgl 2 Juni 2020 nomor 5 Jo Nomor 11 Jo 127 Jo 162 Jo 1774 K Jo Nomor 79 PK telah dilakukan blokir rekening atas nama PT Pertamina Persero yang tersimpan di BRI Cabang Jakarta Veteran Jakarta Pusat sebesar Rp 244.604.172,” terang Jaksa.

    Setelah adanya penyitaan, tahap selanjutnya adalah proses pencairan uang ganti rugi yang kemudian diserahkan kepada Ali Sofian.

    Usai menerima uang ganti rugi, Ali Sofian kemudian memberikan uang kepada para pihak yang telah membantu proses eksekusi tersebut termasuk Rina.

    Adapun dalam dakwaannya, Jaksa menyebut bahwa Rina telah menerima suap total Rp 1 miliar dari Ali Sofyan selaku pemberi hadiah.

    “Maka total uang yang diterima terdakwa dari saksi Ali Sofian melalui saksi Dede Rahmana yaitu sebesar Rp 1 miliar dengan rincian sebesar Rp 797.500.000 diterima oleh terdakwa dan sisanya sebesar Rp 202.500.000 diberikan oleh terdakwa kepada saksi Dede Rahmana,” pungkasnya.

  • Foto Terbaru DPO KPK Harun Masiku Disebar di Terminal hingga Pasar di Purworejo  – Halaman all

    Foto Terbaru DPO KPK Harun Masiku Disebar di Terminal hingga Pasar di Purworejo  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, PURWOREJO – Foto Harun Masiku yang merupakan buronan KPK tersebar di sejumlah lokasi strategis di Purworejo, Jawa Tengah. 

    Langkah itu dilakukan Polres Purworejo sebagai betuk dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mencari Harun Masiku yang merupakan tersangka kasus suap.

    Bertahun-tahun jadi DPO, Harun Masiku tak diketahui keberadaannya hingga kini.

    Kapolres Purworejo, AKBP Edy Bagus Sumantri, menjelaskan, poster-poster tersebut dipasang di tempat pelayanan umum seperti terminal, stasiun, perkantoran, hingga pasar-pasar.  

    “Langkah ini merupakan bentuk kolaborasi dengan masyarakat. Kami mengajak seluruh elemen untuk melaporkan jika mengetahui keberadaan Harun Masiku. Informasi sekecil apa pun sangat berharga dalam proses ini,” ujar Edy melalui keterangan tertulis, Minggu (8/12/2024) siang.

    Bhabinkamtibmas juga aktif memberikan sosialisasi kepada warga tentang pentingnya peran masyarakat dalam mendukung keamanan dan ketertiban.

    Polres Purworejo berharap langkah ini, yang melibatkan pemasangan poster dan sosialisasi, dapat membantu memperoleh informasi terkait keberadaan Harun Masiku.  

    “Masyarakat diimbau untuk tidak ragu melapor melalui layanan hotline Polres Purworejo atau langsung ke Polres Purworejo atau polsek jajaran terdekat apabila memiliki informasi terkait DPO tersebut. Kami juga menjamin kerahasiaan identitas pelapor,” tutup Kapolres.

    Harun menjadi salah satu dari empat tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.

    Kader PDI Perjuangan itu diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan senilai Rp 1,5 miliar.

    Uang itu juga awalnya disiapkan untuk dibagikan ke komisioner KPU lainnya. Tujuannya agar KPU menetapkannya sebagai anggota DPR RI. 

    Foto daftar pencarian orang Harun Masiku di website KPK. Harun ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap PAW anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan pada 9 Januari 2020. (Sumber: KPK.go.id) (Via Kompas.TV)

     

    KPK Membarui Informasi DPO Eks Caleg PDIP Harun Masiku

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membarui informasi mengenai Daftar Pencarian Orang (DPO) mantan caleg PDIP Harun Masiku.

    Dalam informasi terdahulu, KPK hanya memajang satu foto Harun Masiku dalam warna monokrom. 

    Kini KPK memasang empat foto Harun Masiku dan semuanya berwarna.

     “DPO tersebut merupakan update atas DPO yang diterbitkan awal tahun 2020,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Jumat (6/12/2024).

    Dalam lampiran terbaru DPO Harun Masiku, tertulis Harun lahir di Ujung Pandang, 21 Maret 1971, berjenis kelamin laki-laki, dan berkewarganegaraan Indonesia.

    Harun Masiku disebut beralamat di JI. Limo Komp. Aneka Tambang IVi8, RT. 8 RW. 2, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Pekerjaan tertulis sebagai wiraswasta.

    KPK merinci ciri-ciri Harun Masiku dengan tinggi badan 172 cm, rambut hitam, dan kulit sawo matang.

    Ciri khusus Harun yaitu berkacamata, kurus, suara sengau, serta memiliki logat Toraja/Bugis.

    Apabila masyarakat ada yang merasa melihat orang dengan ciri-ciri seperti itu, bisa menghubungi penyidik bernama Rossa Purbo Bekti di email Rossa.bekti@kpk.go.id maupun di nomor telepon 021-25578300 dan 08119043917.

    Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019–2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

    Harun menjadi tersangka kasus suap terhadap Komisioner KPU 2017–2022 Wahyu Setiawan. 

    Aktivis dari Indonesia Corruption Watch melakukan aksi teatrikal terkait gagalnya KPK menangkap Harun Masiku di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024). Aksi tersebut untuk mengkritisi KPK yang telah r tahun belum dapat menangkap Harun Masiku yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus suap terhadap Komisioner KPK Wahyu Setiawan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

    Suap ini ditengarai agar Harun dapat menjadi anggota DPR dari fraksi PDIP, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal pada Maret 2019. 

    Namun, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan sebagai DPO sejak 17 Januari 2020.

    Dalam pelariannya, Harun Masiku diduga berada di luar negeri, seperti Filipina dan Malaysia.

    Interpol bahkan sudah menerbitkan red notice surat perintah penangkapan internasional atas nama Harun Masiku pada Juni 2022, tetapi keberadaan eks kader PDIP ini masih misterius.

    Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya sudah mengirim tim penyidik untuk mengejar Harun ke Malaysia dan Filipina pada 2023.

     

     

    Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Foto Harun Masiku Disebar di Terminal dan Pasar di Purworejo, Langkah Polisi Bantu KPK,  https://jabar.tribunnews.com/2024/12/08/foto-harun-masiku-disebar-di-terminal-dan-pasar-di-purworejo-langkah-polisi-bantu-kpk?utm_source=headline-4

  • KPK Mau Punya Pimpinan Baru, Harun Masiku Masih Belum Ketemu

    KPK Mau Punya Pimpinan Baru, Harun Masiku Masih Belum Ketemu

    Bisnis.com, JAKARTA — Sudah empat tahun berlalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum kunjung menemukan Harun Masiku. Dia merupakan buron kasus suap penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024 hingga jelang selesai masa kepemimpinan komisioner jilid V. 

    Untuk diketahui, KPK telah menetapkan Harun sebagai buron sejak 2020 atau kala periode awal pimpinan masa jabatan 2019-2023 (diperpanjang hingga 2024 sebab putusan Mahkamah Konstitusi). Namun, hampir lima tahun berselang, mantan caleg PDI Perjuangan (PDIP) itu tak kunjung ditemukan. 

    Jelang pergantian tahun ke 2025, lima orang calon pimpinan baru KPK pun sudah terpilih. Mereka akan segera dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto setelah sebelumnya mendapatkan persetujuan DPR, Kamis (5/12/2024). 

    Pergantian pimpinan KPK hingga presiden dan DPR sudah dilewati oleh KPK jilid V. Namun, Harun belum berhasil dibawa ke proses hukum. 

    Teranyar, KPK telah memperbaharui upaya penangkapan DPO tersebut. Salah satunya dengan memperbaharui surat pencarian Harun. Pada surat DPO terbaru bernomor R/5739/DIK.01.02/01-23/12/2024, ada empat buah foto Harun yang dilampirkan. 

    Ciri-cirinya yakni tinggi badan 172 cm, rambut berwarna hitam, warna kulit sawo matang serta berciri khusus yakni berkacamatan, suara sengau dengan logat Toraja/Bugis. 

    Kasus yang menjerat Harun masih sama, yakni dugaan pemberian suap kepada Anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan. Hal itu dilakukan olehnya bersama-sama dengan Saeful Bahri. Baik Wahyu dan Saeful telah menjalani hukuman pidana penjara. 

    Nama penyidik yang bisa dihubungi pada surat itu yakni Rossa Purbo Bekti, dan ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada 5 Desember 2024. 

    Lampiran DPO Harun yang diteken 5 Desember lalu itu tentu cukup berbeda dengan yang ditandatangani pada 17 Januari 2020 silam. Pada surat bernomor R/143/DIK.01.02/01-23/01/2020 itu, hanya ada satu foto Harun yang disertakan. Ciri-cirinya pun tidak terperinci sebagaimana surat terbaru, hanya ada rambut hita dan warna kulit sawo matang. 

    Nomor telepon penyidik yang disertakan juga masih bernama Wahyu Indrajaya, yang kini sudah tidak lagi bertugas di KPK. Di sisi lain, surat itu masih diteken oleh Firli Bahuri, Ketua KPK 2019-2024 yang sebelumnya mengundurkan diri usai ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan bahwa tim penyidik masih terus mencari Harun. Dia menyebut siapapun bisa menangkap dan menyerahkan buron tersebut ke KPK apabila mengetahui keberadaannya.

    “Bagi siapapun yang mengetahui keberadaannya dapat melaporkan ataupun menangkap dan menyerahkan kepada KPK. Pada daftar pencarian orang tersebut ada update terkait foto terbaru saudara HM maupun nomor kontak yang bisa dihubungi,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Minggu (8/12/2024).

    Sebelumnya, usai dilantik menggantikan Firli Bahuri, Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango memastikan bahwa pihaknya juga akan memprioritaskan penangkapan Harun. 

    “Semua perkara yang berstatus seperti itu [penangkapan buronan seperti Masiku] menjadi prioritas daripada KPK,” katanya kepada wartawan di Istana Negara, Senin (27/11/2023). 

    Perbesar

    DPR Serahkan Calon Pimpinan Baru untuk Dilantik 

    Sejalan dengan proses pencarian Harun, rangkaian seleksi hingga penetapan pimpinan KPK terpilih untuk lima tahun ke depan juga sudah selesai. Pada Kamis (5/12/2024), DPR melalui rapat paripurna menyetujui lima orang pimpinan KPK terpilih jilid VI.

    Ketua Komisi 3 DPR Habiburokhman membacakan bahwa berdasarkan hasil voting, maka lima orang pimpinan KPK 2024-2029 dengan susunan ketua dan wakil ketua yakni Setyo Budiyanto, Johanis Tanak, Fitroh Rohcahyanto, Agus Joko Pramono dan Ibnu Basuki Widodo. 

    “Calon pimpinan KPK masa jabatan 2024-2029 terpilih adalah sebagai berikut: Pertama Setyo Budiyanto sebagai ketua, Johanis Tanak sebagai wakil ketua, Fitroh Rohcahyanto sebagai wakil ketua, Agus Joko Pramono sebagai wakil ketua, Ibnu Basuki Widodo sebagai wakil ketua,” ujar Habiburokhman di Ruang Paripurna DPR, Jakarta, Kamis (5/12/2024). 

    Ketua KPK terpilih Setyo Budiyanto pun mengatakan lima pimpinan lembaga antirasuah yang baru nantinya akan menerapkan prinsip kolektif kolegial, serta bakal kompak dan solid.

    “Kami minta dukungan seluruh masyarakat, mudah-mudahan pimpinan yang 2024-2029 ini betul-betul bisa mengembalikan marwah KPK. Terima kasih, saya minta dukungan,” pungkasnya. 

    Di sisi lain, Ketua DPR Puan Maharani berharap agar sosok pimpinan KPK yang baru tidak melakukan politisasi dalam penegakan tindak pidana korupsi. Puan berpesan agar pimpinan KPK jilid VI nantinya bisa memitigasi dan mengantisipasi korupsi. 

    “Kemudian jangan ada politisasi dalam penegakan korupsi. Jadi sebesar-besarnya, sebaik-baiknya adalah untuk memberantas korupsi,” ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/12/2024).