Kasus: HAM

  • HUT Korpri, Sekjen Kemenimipas: ASN penggerak transformasi digital

    HUT Korpri, Sekjen Kemenimipas: ASN penggerak transformasi digital

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Asep Kurnia pada momentum Hari Ulang Tahun Ke-54 Korps Pegawai Republik Indonesia atau Korpri mengatakan aparatur sipil negara (ASN) merupakan penggerak utama transformasi digital.

    Asep saat menjadi inspektur upacara di lingkungan kementerian di bawah Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Jakarta, Senin, menyebut ASN juga mesti fokus pada penegakan netralitas dan keandalan layanan publik.

    “Saya ingin ASN menjadi penggerak utama transformasi digital pemerintahan, bukan sekedar pelaksanaan, gunakan teknologi untuk mempermudah pelayanan, memperkuat transparansi, dan membangun kepercayaan rakyat,” kata asep sebagaimana dalam keterangan tertulisnya.

    Korpri, imbuh Asep, perlu fokus pada penegakan etika dan integritas.

    Menurut ia, ASN harus berdiri di atas semua kepentingan politik dan menjunjung etika jabatan.

    Ia mengajak ASN untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, disiplin, kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, kerja tuntas, dan kerja tuntas. ASN juga berperan menjadi teladan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Asep menekankan peran esensial Korpri sebagai penyedia layanan. Ia mengajak seluruh bagian dari Korpri untuk bersama-sama mendorong Indonesia ke arah yang lebih baik.

    “Korpri harus senantiasa hadir sebagai penggerak layanan publik yang andal, wadah persatuan ASN di seluruh Indonesia, serta pilar penting dalam perjalanan menuju Indonesia yang maju dan bermartabat,” ucapnya.

    Peringatan HUT Ke-54 Korpri mengusung tema “Bersatu, Berdaulat, Bersama Korpri Mewujudkan Indonesia Maju”. Dalam momentum ini, Kemenimipas meneguhkan komitmen untuk menghadirkan ASN yang semakin profesional, bersih, dan berintegritas.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Desak Tragedi Banjir dan Longsor Sumatra Harus Jadi Bencana Nasional, Beberkan Alasannya

    Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Desak Tragedi Banjir dan Longsor Sumatra Harus Jadi Bencana Nasional, Beberkan Alasannya

    Liputan6.com, Aceh Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah segera menetapkan status bencana banjir dan longsor yang terjadi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, sebagai bencana nasional, mengingat skala kerusakan dan jumlah korbannya.

    Crisna Akbar, perwakilan dari koalisi yang mengatasnamakan diri Masyarakat Sipil Aceh, mengatakan, saat ini masih banyak daerah di Aceh yang masih belum dijangkau oleh penanganan darurat diakibatkan karena kesulitan akses.

    “Misalnya dengan cara menggerakkan seluruh sumber daya yang ada agar tim penyelamat dapat menembus daerah-daerah yang masih terisolir, sehingga bantuan segera sampai kepada warga yang membutuhkan,” kata dia dalam keterangannya, seperti dikutip, Senin (1/12/2025).

    Crisna juga menyoroti pentinganya mengaktifkan pusat informasi terpadu yang dapat mengakomodir seluruh kebutuhan mendesak masyarakat terdampak. Pusat informasi ini dapat dijadikan saluran komunikasi resmi agar tidak terjadi kebingungan di lapangan.

    “Kita juga mendesak Pemerintah Pemerintah Aceh agar mengalihkan Anggaran Pendapat Belanja Aceh (BPBA) yang belum terpakai untuk penanganan darurat bencana sehingga setiap rupiah benar-benar digunakan untuk menyelamatkan nyawa dan memulihkan kehidupan warga,” ungkap dia.

    Penanganan bencana banjir dan longsor di provinsi paling utara pulau Sumatra itu menurut Crisna harus memastikan adanya pemenuhan kebutuhan utama, mulai dari pangan, air bersih, hingga obat-obatan, dapat terpenuhi. Agar tidak ada lagi korban jiwa tambahan pasca bencana.

    “Kami menekankan bahwa keselamatan warga harus menjadi prioritas utama. Penetapan status bencana nasional akan membuka akses lebih luas terhadap sumber daya, memperkuat koordinasi lintas sektor, serta memungkinkan dukungan internasional bila diperlukan,” tegas Crisna.

    Crisna juga menegaskan bahwa masyarakat sipil di Aceh siap bergandengan tangan dengan seluruh pihak, mulai dari pemerintah, lembaga kemanusiaan, hingga masyarakat luas. Ini guna memastikan adanya penanganan bencana yang berjalan efektif, transparan, dan berorientasi pada kemanusiaan.

    Koalisi Masyarakat Sipil Aceh terdiri dari Forum LSM Aceh, Koalisi NGO HAM, WALHI Aceh, Flower Aceh, SEI, GeRAK Aceh, KontraS Aceh, Balai Syura, P2LH, dan Sekolah HAM Perempuan Flower Aceh. Selanjutnya, Mafindo Aceh, Bentala Aceh, Kamu Demres, MAHA, Lifeguard Aceh, Forhati Wilayah Aceh, AWPF, SeIA, SP Aceh, YBHI, JKMA Aceh, MaTA, Lentera Habibi, dan P2TP2 RPA.

     

  • Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Desak Tragedi Banjir dan Longsor Sumatra Harus Jadi Bencana Nasional, Beberkan Alasannya

    Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Desak Tragedi Banjir dan Longsor Sumatra Harus Jadi Bencana Nasional, Beberkan Alasannya

    Liputan6.com, Aceh Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah segera menetapkan status bencana banjir dan longsor yang terjadi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, sebagai bencana nasional, mengingat skala kerusakan dan jumlah korbannya.

    Crisna Akbar, perwakilan dari koalisi yang mengatasnamakan diri Masyarakat Sipil Aceh, mengatakan, saat ini masih banyak daerah di Aceh yang masih belum dijangkau oleh penanganan darurat diakibatkan karena kesulitan akses.

    “Misalnya dengan cara menggerakkan seluruh sumber daya yang ada agar tim penyelamat dapat menembus daerah-daerah yang masih terisolir, sehingga bantuan segera sampai kepada warga yang membutuhkan,” kata dia dalam keterangannya, seperti dikutip, Senin (1/12/2025).

    Crisna juga menyoroti pentinganya mengaktifkan pusat informasi terpadu yang dapat mengakomodir seluruh kebutuhan mendesak masyarakat terdampak. Pusat informasi ini dapat dijadikan saluran komunikasi resmi agar tidak terjadi kebingungan di lapangan.

    “Kita juga mendesak Pemerintah Pemerintah Aceh agar mengalihkan Anggaran Pendapat Belanja Aceh (BPBA) yang belum terpakai untuk penanganan darurat bencana sehingga setiap rupiah benar-benar digunakan untuk menyelamatkan nyawa dan memulihkan kehidupan warga,” ungkap dia.

    Penanganan bencana banjir dan longsor di provinsi paling utara pulau Sumatra itu menurut Crisna harus memastikan adanya pemenuhan kebutuhan utama, mulai dari pangan, air bersih, hingga obat-obatan, dapat terpenuhi. Agar tidak ada lagi korban jiwa tambahan pasca bencana.

    “Kami menekankan bahwa keselamatan warga harus menjadi prioritas utama. Penetapan status bencana nasional akan membuka akses lebih luas terhadap sumber daya, memperkuat koordinasi lintas sektor, serta memungkinkan dukungan internasional bila diperlukan,” tegas Crisna.

    Crisna juga menegaskan bahwa masyarakat sipil di Aceh siap bergandengan tangan dengan seluruh pihak, mulai dari pemerintah, lembaga kemanusiaan, hingga masyarakat luas. Ini guna memastikan adanya penanganan bencana yang berjalan efektif, transparan, dan berorientasi pada kemanusiaan.

    Koalisi Masyarakat Sipil Aceh terdiri dari Forum LSM Aceh, Koalisi NGO HAM, WALHI Aceh, Flower Aceh, SEI, GeRAK Aceh, KontraS Aceh, Balai Syura, P2LH, dan Sekolah HAM Perempuan Flower Aceh. Selanjutnya, Mafindo Aceh, Bentala Aceh, Kamu Demres, MAHA, Lifeguard Aceh, Forhati Wilayah Aceh, AWPF, SeIA, SP Aceh, YBHI, JKMA Aceh, MaTA, Lentera Habibi, dan P2TP2 RPA.

     

  • Larangan Jual Rokok di Dekat Sekolah Tak Masuk Ranperda KTR, Dianggap Tidak Kondusif
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        30 November 2025

    Larangan Jual Rokok di Dekat Sekolah Tak Masuk Ranperda KTR, Dianggap Tidak Kondusif Megapolitan 30 November 2025

    Larangan Jual Rokok di Dekat Sekolah Tak Masuk Ranperda KTR, Dianggap Tidak Kondusif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Aturan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan taman bermain tidak akan dimasukkan ke dalam Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR).
    Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (
    Bapemperda
    ) DPRD Jakarta Abdul Aziz mengatakan, aturan tersebut sulit diterapkan di Jakarta karena kondisi kota yang sangat padat dan banyak pedagang yang keberatan jika aturan itu dipaksakan.
    “Setelah melihat kondisi Jakarta, tidak kondusif kalau diterapkan di Jakarta padat ini. Kami sepakat bahwa pedagang, UMKM tetap bisa melakukan jualan rokok. Yang kami batasi adalah orang yang merokok. Bukan penjualannya,” kata Aziz dalam keterangan tertulis, Minggu (30/11/2025).
    Aziz menjelaskan ketentuan soal radius sebenarnya sudah diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2024, sehingga tidak perlu lagi dimasukkan dalam Perda.
    “Jika pasal ini tetap dimasukkan, akan memberatkan. Oleh karena itu kami memutuskan bahwa pasal ini kami biarkan tetap menjadi bagian dari undang-undang di atasnya. Tidak diperdakan karena sudah ada PP Nomor 28 Tahun 2024,” ujar Aziz.
    Aziz berharap
    Ranperda KTR
    yang sudah disempurnakan bisa diterapkan dengan baik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui peraturan gubernur (Pergub).
    “Mudah-mudahan perda ini sudah mengakomodir semua aspirasi masyarakat. Dan juga bisa diimplementasikan dengan baik melalui Pergub,” tambah Aziz.
    Anggota Bapemperda dari Fraksi PDI-P Rio Sambodo juga menilai aturan radius 200 meter tidak mungkin dijalankan di Jakarta.
    Menurut dia, kondisi pemukiman yang padat membuat ketentuan tersebut tidak sesuai dengan situasi faktual di lapangan.
    “Cukup ada di PP No 28/2024 karena efeknya terlampau luas sehingga banyak tidak adaptif dan faktual dengan situasi di lapangan,” ungkap Rio.
    Rio menjelaskan pembahasan Ranperda KTR masih berjalan dan harus melewati beberapa tahapan lanjutan.
    Setelah evaluasi di Bapemperda, proses berikutnya meliputi sinkronisasi dengan Biro Hukum, Kementerian Hukum dan HAM, serta pembahasan di Rapat Pimpinan (Rapim) Internal Paripurna.
    Ranperda kemudian akan diajukan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendapatkan persetujuan.
    “Setelah tahap sinkronisasi, agenda akan dilanjutkan dengan Rapat Pimpinan Internal Lanjutan Paripurna, sebelum akhirnya menuju tahap persetujuan oleh Kementerian Dalam Negeri,” ujar Rio.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • HNW: Hari Solidaritas Internasional momen solidaritas untuk Palestina

    HNW: Hari Solidaritas Internasional momen solidaritas untuk Palestina

    Peringatan dan seruan yang disampaikan oleh Sekjen PBB seharusnya bukan hanya slogan atau peringatan seremonial belaka, mestinya menjadi aksi yang lebih konkret lagi dari PBB

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid (HNW) berharap Hari Solidaritas Internasional tidak hanya sekadar seremonial belaka, namun melahirkan aksi yang lebih konkret dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mewujudkan solidaritas global membela rakyat Palestina untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Palestina.

    “Hari Solidaritas Internasional bersama Rakyat Palestina (29/11) sangat penting tidak hanya untuk terus diperingati tapi untuk aksi-aksi yang lebih nyata, karena sejak PBB menjadikan tanggal 29 November sebagai Hari Solidaritas Internasional terhadap bangsa Palestina, nasib mereka tidak semakin baik, bahkan cita-cita menghadirkan negara Palestina merdeka dengan pola two state solution pun semakin jauh dari harapan, terbukti dengan terus berlanjutnya kejahatan genosida oleh Israel terhadap bangsa Palestina yang terus berlanjut di jalur Gaza bahkan kejahatan terhadap warga Palestina di Tepi Barat maupun di Masjid al-Aqsha di Jerusalem,” kata HNW dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

    HNW mengapresiasi keputusan PBB menjadikan dan memperingati tanggal 29 November sebagai Hari Solidaritas Internasional dan menyampaikan adanya peringatan Hari Solidaritas Internasional bersama bangsa Palestina yang kembali disampaikan oleh Sekjen PBB Antonio Guterres ini memang harus terus digaungkan, untuk mengingatkan semua pihak bahwa rakyat Palestina seperti bangsa-bangsa yang lain memiliki hak atas martabat, keadilan dan penentuan nasib sendiri.

    Namun, sebagaimana disampaikan Sekjen PBB, terutama selama 2 tahun terakhir, hak-hak ini telah dilanggar oleh Israel dengan mengabaikan semua hukum internasional. Peringatan itu juga penting untuk menyerukan agar segera dihormatinya hak-hak bangsa Palestina dengan diakhirinya pendudukan ilegal di wilayah Palestina.

    “Peringatan dan seruan yang disampaikan oleh Sekjen PBB seharusnya bukan hanya slogan atau peringatan seremonial belaka, mestinya menjadi aksi yang lebih konkret lagi dari PBB,” ujarnya.

    HNW menegaskan bahwa kejahatan Israel terhadap Bangsa Palestina tidak berhenti, meski kesepakatan gencatan senjata telah ditandatangani oleh berbagai pihak.

    Bahkan, kejahatan tersebut semakin parah dan semakin banyak korban rakyat sipil Palestina. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Palestina, setidaknya sudah lebih 280 warga sipil Palestina yang dibunuh, dan setidaknya 67 dari jumlah tersebut anak-anak, pasca gencatan senjata yang disepakati pada 10 Oktober 2025.

    “PBB seharusnya tidak hanya memperingati hari solidaritas bersama bangsa Palestina, tetapi juga melaksanakan semua resolusi yang sudah dibuatnya dan juga keputusan Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional yang sudah diambil, untuk menghadirkan perdamaian dan menghentikan kejahatan kemanusiaan terhadap bangsa Palestina, serta mewujudkan solusi dua negara,” ujarnya.

    Bahkan, kata HNW, Hari Solidaritas Internasional ini juga perlu diperingati dan diingatkan bahwa ada ribuan warga dan anak-anak Palestina yang ditahan oleh Israel secara semena-mena, dan tidak beralasan secara hukum.

    “Ini seharusnya yang jadi pekerjaan rumah PBB sebagai bukti konkret solidaritas terhadap bangsa Palestina, mengeluarkan solidaritas yang sudah dilakukan oleh masyarakat global, agar ada kejujuran solidaritas dari negara-negara anggota PBB terhadap bangsa Palestina betul-betul diwujudkan agar masalah Palestina bisa diselesaikan dengan baik, sehingga rakyat Palestina dapat dipenuhi HAM-nya dan dapat menentukan nasib sendiri, guna membentuk negara Palestina yang merdeka dan berdaulat,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Banjir Sumatera dan Pentingnya Hak Asasi Manusia
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 November 2025

    Banjir Sumatera dan Pentingnya Hak Asasi Manusia Nasional 30 November 2025

    Banjir Sumatera dan Pentingnya Hak Asasi Manusia
    Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis
    BARU
    -baru ini, banjir bandang dan longsor melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, menelan ratusan korban jiwa, memutus akses vital, melumpuhkan jaringan komunikasi, serta memaksa puluhan ribu warga mengungsi.
    Dalam hitungan hari, wilayah yang selama ini hidup berdampingan dengan gunung, sungai, dan hutan itu berubah menjadi lanskap kedaruratan: jembatan runtuh, rumah tersapu arus, dan keluarga-keluarga terpisah tanpa kabar.
    Bencana ini bukan sekadar fenomena alam yang datang tiba-tiba—melainkan tragedi kemanusiaan yang memperlihatkan betapa rapuhnya pelindungan negara terhadap warganya.
    Di balik deretan angka korban, sesungguhnya ada pertanyaan mendasar mengenai hak asasi manusia. Hak untuk hidup, hak atas rasa aman, hak untuk tidak kehilangan tempat tinggal, hak atas bantuan kemanusiaan, hingga hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, semuanya diuji dalam bencana ini.
    Ketika akses jalan terputus, listrik padam berhari-hari, dan makanan sulit ditemukan, kita melihat jelas bagaimana pemenuhan hak-hak dasar warga tidak hanya ditentukan oleh cuaca ekstrem, tetapi oleh kesiapan, tata kelola, dan pilihan kebijakan negara.
    Tragedi banjir di Sumatra bagian Utara memperlihatkan bahwa bencana alam—terutama yang semakin dipicu oleh kerusakan lingkungan dan perubahan iklim—tidak bisa lagi dipahami sebagai peristiwa “alamiah” semata.
    Ini berkaitan erat dengan tanggung jawab negara untuk mencegah, memitigasi, dan memastikan penanganan yang cepat serta efektif.
    Maka, lebih dari sekadar upaya tanggap darurat, bencana ini menuntut kita untuk melihat kembali bagaimana negara menjalankan kewajiban
    HAM
    -nya dalam melindungi jutaan warganya dari ancaman yang sebenarnya dapat diantisipasi.
    Kewajiban HAM negara mengharuskan hadirnya kebijakan yang mampu mencegah hilangnya nyawa, bukan sekadar merespons ketika bencana telah terjadi.
    Prinsip
    due diligence
    menuntut negara memastikan bahwa wilayah rawan memiliki pelindungan memadai: sistem peringatan dini yang berfungsi, tata ruang yang patuh pada risiko geologis, hingga pengawasan ketat terhadap aktivitas yang mengubah bentang alam.
    Ketika banjir bandang di Sumatra menghantam daerah yang secara ilmiah telah diidentifikasi rentan—tetapi tetap dibiarkan mengalami deforestasi, eksploitasi industri, dan pembangunan yang mengabaikan daya dukung—maka jelas terlihat adanya kelalaian negara dalam menjalankan kewajiban preventif yang merupakan inti dari pelindungan HAM.
    Krisis ini pun sejatinya menunjukkan bagaimana kebijakan publik yang tidak berpijak pada analisis risiko telah menggerus hak warga untuk hidup aman.
    Akses terputus, jembatan runtuh, hingga kegagalan jaringan komunikasi adalah indikator bahwa infrastruktur dasar tidak dibangun atau dirawat dengan perspektif pelindungan HAM.
    Hak atas informasi, yang sangat penting pada situasi darurat, ikut terabaikan ketika tidak semua warga mendapatkan peringatan dini atau sarana komunikasi alternatif.
    Dalam situasi seperti ini, warga tidak hanya menghadapi bencana alam, tetapi juga bencana kebijakan—karena pilihan pembangunan yang tidak sensitif terhadap risiko secara langsung meningkatkan ancaman terhadap keselamatan manusia.
    Pola penanganan bencana yang berulang kali lambat dan fragmentaris mencerminkan persoalan struktural dalam pemenuhan HAM.
    Korban yang berhari-hari tanpa akses bantuan, keterlambatan evakuasi, kelangkaan makanan dan air bersih, serta kondisi pengungsian yang minim layanan dasar, menunjukkan bahwa negara belum benar-benar menempatkan hak atas bantuan kemanusiaan sebagai prioritas.
    Padahal, standar HAM internasional, seperti
    Guiding Principles on Internal Displacement
    , menegaskan bahwa negara harus menjamin pelindungan yang efektif bagi setiap orang yang terdampak.
    Ketika negara tidak mampu memastikan pemulihan cepat dan bermartabat, maka kegagalan ini bukan sekadar administrasi, melainkan bentuk nyata pelanggaran kewajiban HAM yang paling mendasar.
    Deforestasi, alih fungsi hutan, dan praktik industri ekstraktif telah menghilangkan fungsi-fungsi alam yang selama ini menjadi pelindung alami warga: penyangga air, penahan tanah, hingga penyerap limpasan.
    Ketika hutan hilang, risiko bencana meningkat secara eksponensial, dan warga menjadi kelompok pertama yang menanggung dampaknya.
    Hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat bukanlah konsep abstrak; melainkan prasyarat bagi terpenuhinya hak-hak lain seperti hak atas hidup, kesehatan, dan tempat tinggal.
    Jika melihat
    banjir Sumatera
    , kerusakan lingkungan bukan hanya memperburuk skala bencana, tetapi memperbesar potensi pelanggaran HAM secara sistematis.
    Di banyak daerah terdampak, banjir dan longsor menghantam kawasan yang selama ini berada di sekitar wilayah konsesi tambang, perkebunan, atau proyek pembangunan besar yang mengubah bentang alam.
    Ketidaksesuaian tata ruang, lemahnya pengawasan, dan mudahnya izin lingkungan dikeluarkan menunjukkan bagaimana kepentingan ekonomi sering kali ditempatkan di atas keselamatan warga.
    Padahal, negara wajib memastikan bahwa setiap aktivitas yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan tidak boleh mengorbankan hak asasi manusia.
    Ketika negara membiarkan praktik-praktik yang menurunkan daya dukung lingkungan, maka negara turut berperan dalam menciptakan kondisi yang membuat warga hidup dalam risiko permanen.
    Bencana kali ini membuktikan bahwa degradasi lingkungan tidak berdiri sendiri; melainkan memperparah kerentanan masyarakat dan memperlebar ketidakadilan.
    Warga yang hidup di sekitar hulu sungai, kawasan bukit, atau daerah rawa yang telah dikeringkan adalah mereka yang paling rentan kehilangan rumah, mata pencaharian, bahkan nyawa.
    Kerentanan ini bukan hal yang muncul tiba-tiba, melainkan hasil dari keputusan kebijakan yang selama bertahun-tahun mengabaikan perspektif HAM dalam tata kelola lingkungan.
    Karena itu, pemulihan pascabencana tidak boleh berhenti pada pembangunan infrastruktur, tetapi harus mencakup pemulihan fungsi ekosistem dan reformasi tata ruang untuk memastikan bahwa hak warga tidak terus-menerus digadaikan demi kepentingan ekonomi jangka pendek.
    Bencana yang berulang di Sumatera menunjukkan bahwa persoalan utamanya bukan semata cuaca ekstrem, melainkan kegagalan sistemik dalam tata kelola risiko.
    Setiap tahun, pola yang sama terulang: banjir besar, longsor, korban jiwa, pengungsian massal, dan infrastruktur yang lumpuh. Namun, kebijakan publik tidak pernah berubah secara signifikan untuk menjawab akar permasalahannya.
    Tanpa reformasi struktural yang menjadikan HAM sebagai fondasi utama—bukan hanya daftar norma legal—situasi ini akan terus membahayakan jutaan warga yang hidup di wilayah rawan.
    Reformasi tersebut meliputi penguatan tata ruang, transparansi izin lingkungan, audit menyeluruh terhadap industri ekstraktif, serta modernisasi sistem peringatan dini yang berorientasi pada keselamatan warga.
    Pendekatan berbasis HAM pun sejatinya menuntut adanya mekanisme akuntabilitas atas setiap kelalaian kebijakan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan penderitaan warga.
    Negara tidak boleh bersembunyi di balik narasi “bencana alam” ketika sebagian besar faktor risikonya merupakan hasil dari keputusan-keputusan manusia dan kelalaian institusional.
    Investigasi independen, pengawasan publik, serta keterlibatan masyarakat sipil menjadi kunci agar perbaikan kebijakan tidak berhenti pada slogan atau instruksi sesaat.
    Banjir Sumatera harus dibaca sebagai peringatan bahwa tanpa akuntabilitas, kerusakan lingkungan dan tata kelola yang timpang akan terus diproduksi, dan pelanggaran HAM akan menjadi konsekuensi yang tak terelakkan.
    Mencegah bencana pada masa depan bukan hanya soal membangun tanggul atau memperbanyak alat berat, tetapi membangun negara yang memprioritaskan martabat manusia.
    Pemulihan pascabencana harus dirancang untuk memulihkan hak-hak warga, bukan sekadar infrastruktur.
    Negara harus memastikan bahwa setiap warga, terutama kelompok paling rentan, mendapatkan pelindungan, bantuan, dan ruang hidup yang aman.
    Banjir Sumatera bagian Utara ini menjadi pengingat keras bahwa ketika HAM diabaikan dalam kebijakan lingkungan dan pembangunan, maka bencana bukanlah sebuah kejutan—melainkan konsekuensi yang dapat diprediksi.
    Reformasi kebijakan berbasis HAM bukan hanya urgensi moral, tetapi syarat mutlak untuk memastikan tragedi serupa tidak terus menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Statistik dan Kondisi Terkini Penggawa The Reds

    Statistik dan Kondisi Terkini Penggawa The Reds

    JAKARTA – Liverpool akan bertandang ke markas West Ham United, London Stadium, pada Minggu, 30 November 2025, malam WIB.

    Ketersediaan pemain The Reds menjadi sorotan, terutama empat pemain penting mereka, Alisson Becker, Hugo Ekitike, Joe Gomez, dan Florian Wirtz.

    Alisson Becker dijadwalkan kembali untuk Liverpool akhir pekan ini, sementara Florian Wirtz juga kemungkinan kembali berlatih menjelang pertandingan melawan West Ham United.

    Kiper Alisson absen dalam kekalahan Liga Champions pada Kamis, 27 November 2025, dini hari WIB, melawan PSV Eindhoven karena sakit.

    Masalah otot membuat Wirtz juga absen pada pertandingan itu setelah sebelumnya absen pada kekalahan melawan Nottingham Forest.

    “Ali (Alisson) berlatih lagi bersama tim. Jadi, kami berharap dan mengantisipasinya akan tersedia pada akhir pekan.”

    “Florian akan menjalani hari terakhir rehabilitasinya pada Jumat (28 November 2025). Jadi, jika semuanya berjalan lancar, dia bisa berlatih bersama tim pada Sabtu,” ujar Manajer Liverpool, Arne Slot, pada Kamis, 27 November 2025, waktu setempat.

    Hugo Ekitike menjadi starter dalam pertandingan melawan PSV, tetapi terpaksa ditarik keluar di awal babak kedua karena masalah punggung.

    “Mereka tidak berharap itu akan menjadi masalah besar, tetapi pertandingan datang dengan cepat, jadi mari kita lihat saja nanti di akhir pekan.”

    “Namun, seharusnya itu tidak menjadi masalah besar,” kata Arne Slot tentang pemain asal Perancis itu.

    Sementara itu, Joe Gomez juga bisa menjadi alternatif Liverpool di laga melawan West Ham. Arne Slot mengatakan sang bek sudah siap, tergantung nanti kebutuhan strategi.

    “Dia hampir siap. Dia bisa saja terlibat kemarin dalam hal menit bermain. Namun, ketika kami tertinggal 1-2 atau 1-3, saya cenderung melakukan pergantian pemain di posisi penyerang.”

    “Baginya, untuk menjadi starter juga merupakan kemungkinan. Namun, (Ibrahima) Konate tidak berlatih dua hari sebelum pertandingan, dia agak (berisiko) dua hari sebelumnya.”

    “Lalu, jika Anda tidak punya banyak bek sejak awal, dua pemain yang mungkin tidak bisa bermain penuh selama 90 menit, itu juga berisiko.”

    “Saya memutuskan untuk mempertahankannya di sana jika Ibou cedera dan tidak perlu melakukan dua pergantian pemain. Kalau begitu, kami mungkin hanya akan bermain dengan satu atau dua bek,” kata Arne Slot.

    Statistik West Ham vs Liverpool

    Ada beberapa statistik menarik menjelang kunjungan Liverpool ke kandang West Ham yang dihimpun Opta.

    The Reds hanya kalah satu kali dari 18 pertandingan Liga Inggris terakhir melawan The Hammers (14 kemenangan, tiga seri). Kekalahan satu-satunya dengan skor 2-3 terjadi pada November 2021.Liverpool telah mencetak 25 gol dalam sembilan kunjungan Liga Inggris ke Stadion London untuk menghadapi West Ham, termasuk kemenangan 5-0 dalam pertandingan ini musim lalu. Manchester City (28 gol) dan Arsenal (26 gol) adalah tim tamu dengan lebih banyak gol di stadion tersebut.West Ham telah meraih tujuh poin dari tiga pertandingan Liga Inggris pada November 2025 (menang dua kali, seri satu kali), hampir dua kali lipat dari total poin yang mereka raih pada Agustus, September, dan Oktober 2025 (empat poin–menang satu kali, seri satu kali, kalah tujuh kali).The Hammers telah memenangi dua pertandingan kandang terakhir di Liga Inggris, setelah sebelumnya tanpa kemenangan dalam sembilan pertandingan sebelumnya. Terakhir kali mereka menang tiga kali berturut-turut di kandang sendiri dalam satu musim ialah pada Oktober 2022.Hanya melawan Nottingham Forest (tujuh–enam gol, satu assist) yang mana Alexander Isak terlibat dalam lebih banyak gol di Liga Inggris daripada yang ia lakukan melawan West Ham (enam–lima gol, satu assist).West Ham telah kalah 13 kali dari 15 pertandingan Liga Inggris terakhir melawan juara bertahan (imbang dua kali) sejak kemenangan kandang 1-0 atas Chelsea pada Desember 2017.Mohamed Salah adalah pencetak gol terbanyak dalam sejarah Liverpool vs West Ham dengan 13 gol (dalam 18 penampilan) di semua ajang.Hanya melawan Manchester United (16 gol) dan Tottenham Hotspur (14 gol) Salah mencetak lebih banyak gol untuk The Reds di semua ajang.Liverpool telah mengalahkan West Ham sebanyak 37 kali di Liga Inggris secara total, jumlah terbanyak yang mereka menangi melawan tim mana pun di era tersebut, bersama dengan Newcastle United.The Reds telah mencetak gol melawan The Hammers dalam 17 pertandingan liga berturut-turut, yang merupakan rekor klub, dan dalam sembilan pertandingan di Stadion London.Liverpool telah memenangi tujuh pertandingan terakhir pada 30 November, dengan kekalahan terakhir terjadi di West Ham (1-4) di Piala Liga pada 1988.Delapan dari 15 gol liga West Ham musim ini tercipta dalam tiga pertandingan terakhir.

  • Gugatan Warga Pulau Pari Ditolak PTUN meski Sertifikat Dinilai Cacat Administrasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        29 November 2025

    Gugatan Warga Pulau Pari Ditolak PTUN meski Sertifikat Dinilai Cacat Administrasi Megapolitan 29 November 2025

    Gugatan Warga Pulau Pari Ditolak PTUN meski Sertifikat Dinilai Cacat Administrasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Bobby, warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, mengungkapkan masyarakat setempat pernah mengajukan gugatan terhadap penerbitan sertifikat lahan. Namun, gugatan yang diajukan ke PTUN Jakarta Timur itu akhirnya ditolak.
    “Dan baru kemarin, kalau nggak salah, putusan kami untuk PTUN. Ya, kami waktu itu berharap bahwa dengan kami menggugat ke PTUN di Jakarta Timur itu, kami mendapatkan, dikabulkan atau dimenangkan,” kata Bobby dalam sesi diskusi publik Peringatan Hari HAM di LBH Jakarta, Sabtu.
    “Ternyata kami kalah. Enggak tahu sebabnya apa, karena kalah gitu kan,” sambung dia.
    Bobby menjelaskan, langkah hukum tersebut diambil karena warga menduga penerbitan sertifikat
    hak milik
    (SHM) yang berada di
    Pulau Pari
    cacat administrasi.
    Temuan serupa sebelumnya juga disampaikan Ombudsman Jakarta setelah melakukan investigasi selama dua tahun.
    “Bahwa terbitnya SHM atau SGB di Pulau Pari, yang dimiliki oleh perusahaan itu, malaadministrasi cacat hukum,” ujar Bobby.
    Ia menyebut, warga telah menyerahkan bukti-bukti selama proses persidangan. Karena itu, penolakan gugatan membuat masyarakat Pulau Pari semakin khawatir terhadap masa depan ruang hidup mereka.
    Menurut dia, aktivitas yang dulu bebas dilakukan, seperti menepi ke pulau kosong, kini tidak lagi bisa dilakukan.
    “Sekarang pun enggak bisa lagi. Dan ruang-ruang gerak itu sudah dibatasi oleh mereka,” kata dia.
    Ia menambahkan, kondisi itu berdampak langsung pada penghasilan para nelayan di Pulau Pari. Hasil tangkapan disebut turun drastis dalam beberapa tahun terakhir.
    “Yang tadinya hasil tangkapan kami, misalkan 100.000, bisa dikatakan cuma 30.000, artinya mengurang,” ujar Bobby.
    Selain persoalan gugatan yang ditolak, Bobby juga mengaku pernah mengalami kriminalisasi saat memperjuangkan hak warga. Ia pernah ditahan selama 19 hari akibat penolakannya terhadap dugaan perampasan lahan dan laut di Pulau Pari.
    “Bahkan saya sendiri, orang yang sudah pernah ditahan di Polres Jakarta Utara selama 19 hari,” kata dia.
    Sebelumnya, Bobby, warga Pulau Pari di Kepulauan Seribu, menyampaikan bahwa masyarakat di pulau tersebut telah mengalami dugaan perampasan ruang hidup selama puluhan tahun.
    “Bukan cuma di daratannya, di Jakarta lah khususnya gitu kan. Tapi saya, kami di Pulau Seribu pun sama mengalami hal yang sama,” kata Bobby dalam sesi diskusi, Sabtu (29/11/2025).
    Warga yang sudah menetap selama delapan generasi itu sejak lama memiliki girik dan membayar ipeda sebagai bukti administrasi lahan. Namun pada awal 1990-an, dokumen tersebut ditarik oleh pemerintah dengan janji akan diganti sertifikat hak milik.
    Sertifikat yang dijanjikan tak pernah diberikan, sementara kemudian diketahui justru berpindah ke pihak lain dan menjadi dasar legalitas perusahaan.
    “Di tahun 90-an, kalau enggak salah, 1992, itu ditarik oleh pemerintahan yang katanya bakal diganti dengan SHM,” kata dia.
    Warga melakukan perlawanan dan mengadukan kasus tersebut ke berbagai lembaga, termasuk Ombudsman Jakarta, yang kemudian menemukan adanya dugaan malaadministrasi dalam penerbitan sertifikat lahan.
    “Bahwa terbitnya SHM di Pulau Pari, yang dimiliki oleh perusahaan itu, malaadministrasi cacat hukum,” kata Bobby.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gugatan Warga Pulau Pari Ditolak PTUN meski Sertifikat Dinilai Cacat Administrasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        29 November 2025

    Tolak Perampasan Ruang Hidup, Warga Pulau Pari Akui Pernah Ditahan 19 Hari Megapolitan 29 November 2025

    Tolak Perampasan Ruang Hidup, Warga Pulau Pari Akui Pernah Ditahan 19 Hari
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Bobby
    , warga
    Pulau Pari
    , Kepulauan Seribu, mengungkapkan pengalaman
    kriminalisasi
    yang pernah ia alami saat memperjuangkan ruang hidup masyarakat setempat dari dugaan
    perampasan lahan
    dan laut oleh oknum pemerintahan.
    Ia mengaku pernah ditahan selama 19 hari dan kerap menerima tekanan maupun bujukan agar menghentikan perjuangannya. Bobby menceritakan pengalamannya dalam sesi Diskusi Publik Peringatan Hari HAM di LBH Jakarta, Sabtu.
    “Bahkan saya sendiri, orang yang sudah pernah ditahan di Polres Jakarta Utara selama 19 hari,” kata Bobby dalam sesi diskusi Publik Peringatan Hari HAM di LBH Jakarta, Sabtu.
    Ia menyebutkan, berbagai ancaman sempat diterimanya dari pihak yang diduga terlibat dalam konflik lahan di Pulau Pari. Namun tekanan tersebut tidak membuatnya mundur. Bobby menilai tindakan represif justru semakin memperkuat tekad warga untuk menolak perampasan ruang hidup mereka.
    “Saya justru semakin berani, semakin tahu kebusukan-kebusukan mereka,” ujar dia.
    Selain ancaman, Bobby menuturkan adanya upaya persuasif bernuansa suap yang ditujukan kepadanya agar tidak lagi menolak proyek yang dipersoalkan warga. Ia mengaku pernah ditawari uang hingga fasilitas pribadi bernilai besar.
    “Saya pernah mau digaji Rp16 juta per bulan. Saya mau dibuatkan rumah yang mewah, mau dikasih uang. Sampai saat ini, saya masih ditawarkan. Mau berapa sudut,” ungkapnya.
    Bobby juga menggambarkan penyempitan ruang gerak warga, terutama nelayan Pulau Pari. Aktivitas sederhana seperti menepi ke pulau kosong kini tidak lagi bebas dilakukan.
    “Sekarang pun enggak bisa lagi. Dan ruang-ruang gerak itu sudah dibatasi oleh mereka,” katanya.
    Dampak lain dari terbatasnya akses ruang hidup adalah turunnya hasil tangkapan ikan secara drastis.
    “Yang tadinya kita hasil tangkapan kita, misalkan 100 ribu, bisa dikatakan cuma 30 ribu, artinya mengurang,” ujar Bobby.
    Dalam kesempatan yang sama, Bobby kembali menegaskan bahwa dugaan perampasan ruang hidup itu sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Warga Pulau Pari, yang telah menetap selama delapan generasi, sejak lama memiliki girik dan membayar ipeda sebagai bukti administrasi lahan.
    Namun, pada awal 1990-an, dokumen tersebut ditarik pemerintah dengan janji akan diganti sertifikat hak milik (SHM). Sertifikat yang dijanjikan tidak pernah diberikan. Sebaliknya, warga justru mengetahui bahwa hak atas lahan itu berpindah ke pihak lain dan menjadi dasar legalitas perusahaan.
    “Di tahun 90-an, kalau nggak salah, 1992, itu ditarik oleh pemerintahan yang katanya bakal diganti dengan SHM,” kata dia.
    Warga kemudian melaporkan persoalan itu ke berbagai lembaga, termasuk Ombudsman Jakarta. Lembaga tersebut, kata Bobby, menemukan adanya dugaan maladministrasi dalam penerbitan sertifikat lahan.
    “Bahwa terbitnya SHM di Pulau Pari, yang dimiliki oleh perusahaan itu, maladministrasi cacat hukum,” ujar Bobby.
    Upaya hukum juga pernah ditempuh melalui gugatan ke PTUN Jakarta Timur. Namun, gugatan itu ditolak.
    “Ternyata kami kalah. Engggak tahu sebabnya apa, karena kalah gitu kan,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Orang yang Berurusan dengan KPK Dapat Pengampunan, Ini Respons KPK

    4 Orang yang Berurusan dengan KPK Dapat Pengampunan, Ini Respons KPK

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi membebaskan mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, bersama dua mantan direksi lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Muhammad Adhi Caksono, pada Jumat 28 November 2025.

    Pembebasan itu dilakukan setelah KPK mengeksekusi putusan inkrah dan menerima salinan Keputusan Presiden (Keppres) mengenai rehabilitasi untuk ketiga mantan petinggi BUMN tersebut.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pembebasan dilakukan usai berakhirnya masa pikir-pikir pascaputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 20 November. Masa tersebut berakhir pada 27 November, sehingga putusan berkekuatan hukum tetap mulai berlaku pada 28 November.

    “Pascainkrah, kemudian kami melaksanakan keputusan rehabilitasi tersebut,” kata Budi di Gedung KPK, Jumat 28 November 2025.

    Menurutnya, proses administratif dimulai sejak pagi ketika Keppres rehabilitasi tiba di KPK. Setelah seluruh dokumen diproses dan berita acara ditandatangani, ketiganya keluar dari rutan pada sore hari.

    “Tadi seluruh prosesnya berjalan dengan baik, dengan lancar. Didampingi juga oleh kuasa hukum. Ada beberapa berita acara yang sudah dibaca dan ditandatangani. Artinya seluruh prosedur sudah dilalui dengan baik, dan kepada Ibu Ira, Bapak Adhi, dan juga Bapak Yusuf, sudah kami keluarkan dari Rutan KPK pada sore hari ini,” ujar Budi.

    Budi menyampaikan bahwa tahapan rehabilitasi selanjutnya kini menjadi kewenangan Kementerian Hukum dan HAM sesuai mekanisme yang berlaku.

    “Untuk selanjutnya, rehabilitasi dilakukan oleh Kementerian Hukum dengan berkoordinasi dengan instansi terkait, sebagaimana disebutkan dalam keputusan presiden,” imbuhnya.