Kasus: HAM

  • Uni Eropa Perkuat Sanksi dan Deportasi Demi Batasi Migrasi

    Uni Eropa Perkuat Sanksi dan Deportasi Demi Batasi Migrasi

    Brussels

    Jika merujuk kepada strategi keamanan terbaru Amerika Serikat (AS), yang mengkritik kebijakan migrasi Eropa mengarah pada “penghapusan peradaban,” hal yang mungkin terpikirkan adalah Uni Eropa (UE) sedang membuka lebar pintu perbatasan.

    Faktanya, keberadaan imigran ilegal terus menurun. Terlebih, Uni Eropa baru saja memperbarui kebijakan migrasi menjadi yang paling ketat sepanjang sejarah. Tujuannya, antara lain, untuk memudahkan negara-negara anggota menahan dan mendeportasi para pencari suaka yang ditolak.

    Menteri Imigrasi Denmark Rasmus Stoklund mengatakan bahwa langkah tersebut adalah reformasi baru untuk memperbaiki sistem yang “disfungsional” dan memulihkan “kontrol” negara.

    Namun, langkah ini menuai protes dari organisasi hak asasi manusia (HAM). Amnesty Internasional menuduh bahwa keputusan tersebut serupa dengan, “penangkapan masal, penahanan, dan deportasi yang mengerikan, serta tidak manusiawi di Amerika Serikat.”

    Rencana kirim imigran ke pusat detensi luar negeri

    Pada Senin (08/12), para menteri dalam negeri Uni Eropa mendukung serangkaian reformasi yang mencakup pengesahan hukum atas gagasan yang disebut “pusat pemulangan.” Hal itu bisa berarti pusat penahanan di luar Uni Eropa, tempat para migran dikirim untuk memproses permohonan suaka atau bahkan sebagai bagian dari tiket sekali jalan keluar dari Eropa.

    Namun, revisi aturan ini masih harus dinegosiasikan dengan Parlemen Eropa. Aturan tersebut memungkinkan negara anggota Uni Eropa membuat kesepakatan dengan negara di luar blok dan mengirim migran ke sana, meskipun mereka tidak memiliki keterkaitan dengan negara tersebut.

    Denmark mulai mempertimbangkan cara untuk mengirim migran ke Rwanda pada 2021, tapi negara anggota Uni Eropa pertama yang mencoba menerapkannya secara nyata adalah Italia.

    Pemerintahan sayap kanan di Roma telah mendirikan pusat penanganan migran di negara tetangga non-Uni Eropa, Albania, tahun 2024, tetapi pusat penanganan tersebut menghadapi tantangan hukum dan akhirnya ditangguhkan.

    Namun, pengamat kebijakan migrasi Helena Hahn mengatakan bahwa “masih belum jelas” bagaimana bentuk pusat pemulangan di luar model Italia dan terutama, negara-negara non-UE mana yang bersedia menampung migran yang ditujukan ke Eropa.

    Pengabaian tanggung jawab?

    Lembaga HAM dan Think Tank seperti Human Rights Watch dan Oxfam, mengecam Uni Eropa karena dianggap “mengabaikan tanggung jawab” karena mencoba mendelegasikan proses suaka.

    “Uni Eropa berusaha semakin mendorong tanggung jawabnya kepada negara-negara yang sudah menampung mayoritas pengungsi dengan sumber daya yang jauh lebih terbatas,” kata koalisi masyarakat sipil, pada tahun 2024.

    Pernyataan mereka menegaskan bahwa janji Uni Eropa untuk menegakkan hak-hak migran hanyalah “omong kosong.”

    Menteri Imigrasi Denmark Rasmus Stoklund menolak tuduhan tersebut. “Jika kami mengirim seseorang ke pusat pemulangan, kami akan bertanggung jawab untuk menghormati hak asasi mereka,” ujarnya kepada wartawan setelah pertemuan di Brussels.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Percepat deportasi dengan mendeklarasikan negara ‘aman’

    Negara anggota Uni Eropa juga mendukung proposal rancangan untuk mempercepat deportasi, yang menetapkan hukuman lebih berat bagi para migran yang mengabaikan perintah pengusiran. Dukungan terhadap aturan-aturan ini adalah tindak lanjut dari kesepakatan Uni Eropa dalam rencana untuk mengurangi kerjasama dengan negara-negara yang gagal diajak kerjasama dalam mendukung kebijakan deportasi.

    Para menteri dari negara-negara Uni Eropa juga memberi lampu hijau untuk daftar negara-negara yang dianggap “aman”. Kelompok tersebut adalah negara yang bisa mempercepat pengambilan keputusan untuk menolak izin tinggal bagi mereka yang kecil kemungkinannya untuk mendapat suaka.

    Contohnya, hanya 4% pencari suaka asal Bangladesh yang diterima di Uni Eropa tahun 2024. Bangladesh adalah negara teratas dalam daftar negara yang dianggap “aman” oleh Belgia. Negara-negara lain yang masuk daftar tersebut adalah India, Kolombia, Mesir, Maroko, dan Tunisia.

    Para menteri Uni Eropa sepakat bahwa negara-negara yang menjadi kandidat untuk tergabung di persekutuan seperti Montenegro, Moldova, atau Serbia perlu diberi status aman kecuali saat berada dalam situasi konflik atau pembatasan terhadap hak asasi manusia.

    Tampung para migran atau bayar denda

    Menurut Helena Hahn, Uni Eropa telah menyepakati satu rencana yang sedikit bertentangan dengan tren menuju pembatasan yang lebih ketat.

    Hal yang mereka sebut sebagai “pengumpulan solidaritas” akan membuat negara-negara anggota Uni Eropa di Eropa Utara dan Timur berada dalam posisi menerima lebih banyak migran dari negara-negara Selatan atau turut menyumbang dana untuk mendukung negara-negara seperti Cyprus, Spanyol, Italia, atau Yunani.

    Bagi Hahn, hal tersebut adalah “mekanisme untuk mengorganisir dan mengoordinasikan pembagian tanggung jawab terhadap para pencari suaka di antara negara-negara anggota.” Hal tersebut, menurutnya, dianggap sebagai “langkah besar.”

    “Pertanyaan-pertanyaan seputar relokasi, kuota, dan distribusi pencari suaka di seluruh Eropa dengan cara yang adil sudah selalu menjadi pembicaraan politis yang paling sensitif, yang menghambat implementasi sistem pencarian suaka di Eropa,” ucap Hahn.

    Penentuan soal negara-negara mana yang akan membayar, masih dibicarakan. Akan tetapi, Hungaria, salah satu anggota negara Uni Eropa telah menolak kewajiban denda. Hal ini bisa memunculkan sengketa hukum antara Brussels dan Budapest.

    Rasa khawatir masyarakat dan dinamika kelompok sayap kanan

    Semakin banyak warga Uni Eropa menganggap keberadaan para imigran sebagai masalah besar. Sebuah survei di awal tahun 2025 menunjukkan isu imigran menempati peringkat kedua setelah perang Rusia di Ukraina dalam daftar tantangan terbesar yang dihadapi Uni Eropa. Itu semua berada di atas kekhawatiran warga atas biaya hidup, perubahan iklim, keamanan, dan pertahanan.

    Partai-partai sayap kanan yang menekankan pesan anti-imigran semakin populer di banyak negara Uni Eropa, sementara kekuatan politik sentris berusaha merebut kembali dukungan suara.

    “Kami melihat agenda imigrasi yang sangat restriktif,” kata Helena Hahn kepada DW. Dia juga mencatat semakin banyak negara berupaya merumuskan “solusi inovatif” untuk mencegah, menahan, dan mendeportasi imigran.

    “Namun, sejauh ini hasilnya sangat sedikit,” paparnya. “Jadi, menurut saya, hal itu juga menunjukkan kelayakan politik dari beberapa gagasan yang tampaknya menyiratkan bahwa akan sangat mudah untuk memindahkan orang dari tempat A ke tempat B, tanpa memperhatikan pertimbangan politik, diplomatik, atau praktis apa pun.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Joan Aurelia Rumengan

    Editor: Muhammad Hanafi

    Tonton juga video “Trump soal Uni Eropa Denda X: Itu Bukan Hal yang Benar!”

    (nvc/nvc)

  • Dapat Penangguhan Penahanan, Dua Aktivis Walhi dan Kamisan Semarang Menikah di Madiun

    Dapat Penangguhan Penahanan, Dua Aktivis Walhi dan Kamisan Semarang Menikah di Madiun

    Madiun (beritajatim.com) – Pasangan aktivis lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM), Adetya Pramandira alias Dera dan Fathul Munif, resmi melangsungkan akad nikah di Dukuh Seloaji, Dusun Slaji, Desa Randualas, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, pada Kamis (11/12/2025). Momen sakral ini terlaksana setelah keduanya mendapatkan penangguhan penahanan terkait kasus hukum yang sedang berjalan di Polrestabes Semarang.

    Prosesi akad nikah yang digelar di kediaman keluarga mempelai perempuan tersebut berlangsung sederhana, tertib, dan khidmat mulai pukul 09.00 WIB. Acara ini dihadiri oleh keluarga besar kedua mempelai yang datang dari Madiun dan Semarang.

    Kasi Kesra Desa Randualas, Suratno, membenarkan bahwa seluruh rangkaian acara berjalan sesuai ketentuan tanpa hambatan teknis di lapangan.

    “Alhamdulillah semua proses lancar. Tidak ada kendala atau hambatan apa pun sejak persiapan hingga acara selesai,” ujar Suratno.

    Terkait status hukum kedua mempelai yang sempat menjadi sorotan publik, Suratno menegaskan bahwa pihak desa hanya berfokus pada kelancaran administrasi dan pelaksanaan hajatan warganya.

    “Untuk urusan hukum saya tidak tahu menahu. Kami hanya menangani pelaksanaan pernikahan di desa,” imbuhnya.

    Pernikahan ini menjadi perhatian khusus karena status Dera dan Munif yang saat ini tengah berhadapan dengan proses hukum. Seorang anggota keluarga yang enggan disebutkan namanya mengonfirmasi bahwa Dera dan Munif telah mendapatkan surat penangguhan penahanan, yang memungkinkan mereka untuk melaksanakan akad nikah secara sederhana di tengah proses penyidikan.

    Sebagai informasi, Dera merupakan staf advokasi Walhi Jawa Tengah, sementara Munif dikenal sebagai penggerak Aksi Kamisan di Semarang. Keduanya diproses hukum oleh Polrestabes Semarang atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait unggahan di media sosial saat momentum aksi massa Agustus 2025 lalu.

    Pasangan ini sebelumnya ditangkap di sebuah rumah kos di kawasan Tlogosari, Pedurungan, Semarang, pada 27 November 2025. Penahanan mereka memicu gelombang solidaritas dari berbagai elemen masyarakat sipil.

    Tercatat sedikitnya 200 orang, mulai dari tokoh agama, akademisi, hingga aktivis, mengajukan diri sebagai penjamin untuk permohonan penangguhan penahanan. Dua nama tokoh nasional yang turut menjadi penjamin adalah Alissa Wahid dan Inayah Wahid.

    Meskipun masih berstatus sebagai terlapor dalam kasus tersebut, akad nikah keduanya di Randualas berjalan tenang tanpa gangguan. Saksi keluarga hadir lengkap dan seluruh rangkaian acara ditutup dengan doa bersama, menandai resminya pasangan aktivis ini sebagai suami istri. [rbr/beq]

  • Tongkonan 300 Tahun di Toraja Dirobohkan: Sorotan Cacat Prosedur hingga Pelecehan Budaya
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Desember 2025

    Tongkonan 300 Tahun di Toraja Dirobohkan: Sorotan Cacat Prosedur hingga Pelecehan Budaya Regional 11 Desember 2025

    Tongkonan 300 Tahun di Toraja Dirobohkan: Sorotan Cacat Prosedur hingga Pelecehan Budaya
    Penulis

    TANA TORAJA, KOMPAS.com
    – Eksekusi Tongkonan -rumah adat Toraja- beberapa waktu lalu menuai sorotan.
    Bangunan yang diperkirakan sudah
    berusia 300 tahun
    itu disebut bukan merupakan objek sengketa.
    Bagi
    Lembaga Adat
    Toraja,
    tongkonan
    merupakan
    identitas budaya
    . Jika identitas ini disentuh tanpa keadilan, maka bisa dianggap sebagai pelecehan.
    Tongkonan Ka’pun -tongkonan yang dieksekusi- ini berada di Kecamatan Kurra, Tana Toraja. 
    Akar masalah berawal ketika terjadi sengketa di Tongkonan Tanete, rumah adat lain yang berdiri sekitar sepuluh meter di selatan Tongkonan Ka’pun.
    Masalah itu sudah bergulir sejak tahun 1988 dan sudah menjalani proses hukum hingga pada 2018, Mahkamah Agung menetapkan kemenangan keluarga Tanete secara inkrah.
    Perselisihan kemudian sempat dianggap selesai. Namun keadaan berubah pada Jumat (5/12/2025) lalu.
    Pengadilan Negeri (PN) Makale melakukan eksekusi tidak pada Tongkonan Tanete, melainkan Tongkonan Ka’pun — objek yang disebut tidak pernah tercantum dalam perkara-.
    Puing-puing Tongkonan Ka’pun pun berserakan di tanah usai dirobohkan.
    Hendrik Kusnianto, dari Kantor Hukum HK & Associates selaku kuasa hukum keluarga menilai eksekusi pada 5 Desember 2025 itu sarat kejanggalan, cacat prosedur, dan berpotensi melampaui kewenangan.
    “Peristiwa ini telah menimbulkan gejolak sosial, budaya, dan kemanusiaan,” tutur Hendrik Kusnianto kepada wartawan, Rabu (10/12/2025).
    Hendrik menjelaskan bahwa pihaknya telah melaporkan dugaan kejanggalan itu kepada Bawas MA dan Komnas HAM.
    Pada 4 Desember, mereka melapor karena indikasi eksekusi tetap dipersiapkan meski masih ada perlawanan di PN Makale.
    Eksekusi kemudian batal dilakukan hari itu. Keesokan harinya, pada Jumat (5/12/2025), eksekusi benar-benar dilaksanakan.
    Hendrik menilai eksekusi tidak dilaksanakan sesuai jadwal yang tertera dalam penetapan PN Makale Nomor W22-U10/1080/HPDT/12/2025 yang menetapkan waktu pelaksanaan 4 Desember 2025.
    Eksekusi pada 5 Desember itu dianggap dilakukan tanpa pemberitahuan ulang kepada para pihak.
    Selain itu, objek yang dieksekusi juga disebut tidak sesuai dengan perkara berkekuatan hukum tetap dan berpotensi masuk kategori ultra petita.
    Keanehan lain yang menjadi sorotan kuasa hukum adalah status obyek yang dalam SIPP tercatat telah diserahkan secara sukarela pada 5 Agustus 2024.
    Namun, objek yang sama kembali dieksekusi pada 5 Desember 2025.
    Hendrik mengatakan, pihaknya sudah meminta klarifikasi kepada PN Makale, namun tidak mendapatkan penjelasan.
    “Eksekusi ini dilakukan dengan konflik kepentingan, cacat administrasi, dan tidak berdasarkan hukum. Bahkan dilakukan dengan tindakan represif terhadap masyarakat adat Toraja,” jelasnya.
    Ia pun meminta Bawas MA dan Komnas HAM melakukan pemeriksaan menyeluruh atas dugaan pelanggaran prosedur, administratif, dan penggunaan kekuatan berlebihan.
    “Kami meminta agar proses hukum dilakukan secara transparan, akuntabel, dan menghormati hak konstitusional klien kami,” ujar Hendrik.
    Ia menegaskan keluarga akan menempuh seluruh langkah hukum untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan serupa. “Kami berharap semua pihak dapat menghormati proses hukum dan adat Toraja. Penyelesaian harus dilakukan secara adil dan beradab,” katanya.
    Bagi orang Toraja, tongkonan bukan hanya bangunan, tetapi tempat lahirnya nama, silsilah, dan martabat.
    “Tongkonan ini identitas yang diakui dunia. UNESCO mencatatnya sebagai warisan budaya. Jika identitas ini disentuh tanpa keadilan, itu namanya pelecehan,” kata Ketua Lembaga Adat Toraja, Benyamin Ranteallo.
    Ia menilai ada “tangan-tangan tak terlihat” yang ikut bermain. “Ada dugaan mafia hukum dan mafia adat yang memanfaatkan celah,” ucapnya.
    “Ini bukan soal papan dan tiang kayu yang dirobohkan. Ini soal napas kami sebagai orang Toraja. Jika tongkonan bisa dihapus begitu saja, apa lagi yang tersisa?” ujar Benyamin.
    (Penulis: Kontributor Kompas TV Luwu Palopo, Amran Amir)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anggota DPR Maruli Siahaan Sebut Masyarakat Tak Punya Hak Tuntut Penutupan PT TPL

    Anggota DPR Maruli Siahaan Sebut Masyarakat Tak Punya Hak Tuntut Penutupan PT TPL

    Anggota DPR Maruli Siahaan Sebut Masyarakat Tak Punya Hak Tuntut Penutupan PT TPL
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi XIII DPR Maruli Siahaan mengatakan, masyarakat tidak mempunyai hak untuk meminta penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
    Hal tersebut disampaikan Maruli dalam rapat dengar pendapat (RDP) Direktorat Jenderal (Dirjen) Penguatan HAM Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) dan
    PT TPL
    , pada Rabu (26/11/2025).
    “Jadi tidak ada hak masyarakat mengatakan tutup TPL, ya itu tidak ada haknya. Adalah hukum yang berbicara, itu harus betul-betul kita patuhi,” ujar Maruli dalam siaran langsung di akun Youtube
    Komisi XIII DPR
    , dikutip (Kamis (11/12/2025).
    Politikus Partai Golkar itu menyebut, PT TPL telah memaparkan proses perizinan hingga tindakan nyata terhadap kesejahteraan masyarakat setempat.
    Namun, ia menyorot adanya unjuk rasa yang menuntut
    penutupan PT TPL
    yang seharusnya didorong dengan bukti yang kuat.
    “Yang bermasalah sekarang adalah unjuk rasa yang besar-besaran, bahkan mengatakan ‘tutup TPL, tutup TPL’. Ini juga sebenarnya ini suara masyarakat banyak, tapi kita harus bisa membuktikan fakta apa sebenarnya yang menutup TPL ini,” ujar Maruli.
    Maruli mengatakan, sampai saat ini belum ada putusan berkekuatan hukum atau inkrah yang menyatakan PT TPL merusak lingkungan dan melanggar Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
    “Bahkan laporan-laporan yang ditangani polisi adalah dari pihak TPL dan itu sudah juga mendapat hukuman. Nah ini, apakah TPL pernah dilaporkan oleh masyarakat mengenai kerusakan lingkungan? itu dulu,” ujar Maruli.
    “Kalau memang ada dan sejauh mana prosesnya. Karena apa? menutup pabrik yang sudah mempunyai izin pemerintah, mengeluarkan izin, tidak sembarangan ini untuk mengatakan tutup,” sambungnya menegaskan.
    Anggota DPR daerah pemilihan (Dapil) I Sumatera Utara itu menduga, adanya pihak tertentu yang menunggai
    tuntutan penutupan PT TPL
    .
    “Saya terus terang saya adalah putra daerah, saya miris dengan keributan ini. Sepertinya ada pihak-pihak lain yang menunggangi ini. Ini perlu jadi catatan buat kita dari kementerian juga,” ujar Maruli.
    ANTARA FOTO/Yudi Manar Sejumlah masyarakat suku batak berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Sumatera Utara, Medan, Senin (10/11/2025). Dalam aksi tersebut mereka menuntut agar Gubernur Sumatera Utara menutup PT. Toba Pulp Lestari (TPL) karena dianggap sudah merusak tanah suku batak di Kabupaten Toba.
    Pada Senin (10/11/2025), ribuan orang menuntut agar Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang beroperasi di Kabupaten Toba, Sumatera Utara.
    Direktur Program Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Rocky Pasaribu, menegaskan bahwa mereka ingin memastikan Bobby menutup PT TPL.
    “Kita ingin memastikan Gubernur menutup TPL. Sampai gubernur datang menjumpai kita,” kata Rocky Pasaribu dari atas mobil komando, di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara.
    Ia menambahkan bahwa gerakan ini merupakan aksi kolektif dari warga yang telah menderita akibat intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan PT TPL.
    Massa aksi tidak hanya terdiri dari mahasiswa, tetapi juga melibatkan masyarakat sekitar Danau Toba dan warga Tapanuli Selatan.
    Terbaru pada Senin (24/11/2025), Bobby mengatakan akan menandatangani surat rekomendasi penutupan PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) pada Senin (1/12/2025).
    Bobby menyampaikan hal itu seusai rapat dengan Sekretariat Bersama Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis, Ephorus HKPB, Pdt. Dr. Victor Tinambunan, dan Masyarakat Adat di Kantor Gubernur Sumut, Senin (24/11/2025).
    “Satu minggu ini. Tadi kita sepakat, jadi minggu depan biar bisa saya teken,” kata Bobby saat diwawancarai wartawan usai rapat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • LPDB Koperasi Dorong Pemenuhan Hak Asasi Manusia melalui Penguatan Pembiayaan Koperasi

    LPDB Koperasi Dorong Pemenuhan Hak Asasi Manusia melalui Penguatan Pembiayaan Koperasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Koperasi menegaskan kembali komitmennya dalam mendukung pemenuhan hak-hak dasar masyarakat melalui penyaluran pinjaman atau pembiayaan dana bergulir kepada koperasi di seluruh Indonesia. Sebagai lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk memperkuat sektor koperasi, LPDB Koperasi memandang bahwa praktik berkoperasi bukan hanya kegiatan ekonomi, tetapi juga merupakan bagian dari pelaksanaan hak asasi manusia, terutama hak berserikat dan berkumpul dalam wadah yang demokratis.

    Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengatakan, melalui koperasi, masyarakat memiliki ruang untuk berpartisipasi, meningkatkan kesejahteraan, serta memperbaiki kondisi ekonomi secara kolektif.

    “Hak Asasi Manusia bukan hanya soal perlindungan, tetapi juga tentang pemberdayaan. Koperasi memiliki peran strategis sebagai instrumen demokrasi ekonomi yang mampu memperluas kesempatan masyarakat untuk mendapatkan penghidupan yang layak,” ujar Menkop Ferry.

    Ia pun mengapresiasi LPDB Koperasi yang senantiasa konsisten menyalurkan pembiayaan dana bergulir untuk memperkuat koperasi di seluruh Indonesia.

    “Pembiayaan ini menjadi fondasi penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat, membuka lapangan kerja, serta memerangi kemiskinan. Pada momentum Hari HAM ini, pemerintah menegaskan kembali bahwa penguatan koperasi adalah penguatan hak-hak dasar masyarakat seperti visi besar Presiden Prabowo Subianto,” tambahnya.

    Menteri Koperasi Ferry Juliantono. – (LPDB/Istimewa)

    Sementara itu, Direktur LPDB Koperasi Krisdianto mengatakan bahwa LPDB Koperasi sangat mendukung peringatan Hari Hak Asasi Manusia.

    “Sejak dibentuk, LPDB Koperasi memiliki mandat untuk menyokong pertumbuhan ekonomi rakyat melalui pemberian pinjaman kepada koperasi,” ujar Krisdianto.

    Menurutnya, dalam konteks HAM, pembiayaan LPDB kepada koperasi memiliki keterkaitan yang kuat dengan upaya pemenuhan hak dasar manusia.

    “Dampak pembiayaan ini memungkinkan koperasi tumbuh sehat dan memberikan manfaat langsung seperti akses terhadap pekerjaan, penghidupan yang layak, pendidikan, hingga partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi. Dengan menjunjung nilai-nilai hak asasi manusia, koperasi tidak hanya meningkatkan kesejahteraan anggotanya, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar,” pungkasnya.

  • Forum Tapol/Napol Jatim Desak Negara Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

    Forum Tapol/Napol Jatim Desak Negara Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

    Surabaya (beritajatim.com) – Menjelang peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia pada 10 Desember, Forum Tapol/Napol Jawa Timur kembali menyerukan agar Pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas dan final dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

    Seruan ini ditegaskan para penyintas yang menilai bahwa momentum pemerintahan saat ini menjadi peluang penting untuk membuka lembaran baru dalam perjalanan bangsa.

    Forum Tapol/Napol Jatim menilai bahwa berbagai tragedi di era Orde Baru tidak hanya menjadi catatan kelam sejarah, tetapi juga bukti kegagalan negara dalam melindungi warganya. Selama keadilan belum ditegakkan, Indonesia dinilai masih memikul beban moral dan politik yang menghambat kemajuan nasional.

    “Pada peringatan Hari HAM Internasional kali ini kami mengundang secara terbuka bagi semua pihak—pemerintah, militer, masyarakat sipil, dan terutama mantan pelaku—untuk duduk bersama. Mari ubah narasi konflik menjadi narasi rekonsiliasi, dari kebenaran yang dipaksakan menuju kebenaran yang disepakati. Bersama-sama kita ubah kesadaran menjadi tindakan,ˮ ujar Koordinator Forum Tapol/Napol Jawa Timur, Trio Marpaung, di Surabaya, Selasa (10/12/2025).

    Rekonsiliasi Bermartabat: Tidak Melupakan, tetapi Memulihkan

    Para penyintas menegaskan bahwa penyelesaian kasus HAM bukan sekadar membuka luka lama. Rekonsiliasi disebut harus dilakukan secara bermartabat, dengan menyeimbangkan keberanian negara mengakui kesalahan dan kebijaksanaan dalam memulihkan masa depan korban.

    Menurut Forum Tapol/Napol Jatim, penyelesaian pelanggaran HAM berat tidak boleh dilakukan dengan mengubur sejarah demi impunitas ataupun membongkar kembali trauma tanpa mekanisme yang jelas. Mereka menawarkan tiga tahapan kunci dalam proses rekonsiliasi:

    Pengungkapan Kebenaran (Truth-Telling)

    Pemulihan Hak dan Reparasi Penuh kepada Korban

    Penegakan Akuntabilitas Bertingkat yang Pragmatis

    Keadilan Masa Lalu untuk Indonesia Emas 2045

    Forum menilai bahwa penyelesaian pelanggaran HAM berat—baik melalui mekanisme non-yudisial berbasis kebenaran dan pemulihan maupun melalui proses hukum yang independen—merupakan investasi strategis untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

    Setidaknya terdapat tiga dampak positif yang akan diperoleh jika negara menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu:

    1. Membangun Moralitas Bangsa
    Penyelesaian kasus HAM tidak hanya memberi keadilan bagi korban, tetapi juga memperkuat integritas moral, supremasi hukum, serta membangun institusi pemerintahan yang bersih dan berkeadaban.

    2. Meningkatkan Stabilitas dan Kepercayaan Publik
    Mengakhiri konflik historis dinilai penting untuk mencegah potensi gesekan sosial. Sebaliknya, ketidakjelasan penyelesaian kasus hanya menumpuk ketidakpercayaan publik yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional menjelang 2045.

    3. Mewariskan Demokrasi yang Sehat
    Generasi muda yang akan memimpin Indonesia pada 2045 berhak mewarisi negara yang telah menuntaskan pelanggaran masa lalunya. Penyelesaian HAM disebut sebagai fondasi penting bagi budaya demokrasi.

    Desakan agar Negara Bergerak Cepat

    Forum Tapol/Napol Jatim menyebut Hari HAM Sedunia sebagai pengingat bahwa perjuangan untuk menjaga martabat manusia bersifat universal dan tidak boleh berhenti. Karena itu, mereka meminta pemerintah mempercepat langkah untuk menjamin kebenaran, keadilan, dan pemulihan bagi para korban.

    “Indonesia Emas 2045 tidak mungkin diwujudkan dengan kaki yang terantai pada ketidakadilan masa lalu. Kami meminta agar Komnas HAM, Kejaksaan Agung, dan Presiden menjadikan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebagai agenda prioritas negara. Ini bukti bahwa kita bangsa yang berani menghadapi kebenaran demi masa depan. Semangat ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya cita-cita pertama: memperkokoh Ideologi Pancasila, Demokrasi, dan HAM,” pungkas Trio Marpaung. (ted)

  • 10 Skandal Korupsi Terbesar yang Bikin Dunia Gempar

    10 Skandal Korupsi Terbesar yang Bikin Dunia Gempar

    Jakarta, Beritasatu.com – Korupsi menjadi salah satu ancaman paling serius bagi stabilitas ekonomi dan politik di berbagai negara. Praktik penyalahgunaan kekuasaan ini tidak hanya menggerogoti keuangan negara, tetapi juga melemahkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi hukum.

    Dalam beberapa dekade terakhir, berbagai skandal besar mencuat dan membuka mata dunia tentang betapa luas serta dalamnya jaringan korupsi dapat bekerja saat pengawasan melemah.

    Fenomena ini menunjukkan korupsi tidak mengenal batas wilayah maupun tingkat kemajuan ekonomi. Baik negara maju maupun negara berkembang dapat terjerat dalam praktik gelap yang melibatkan pejabat tinggi, korporasi besar, hingga lembaga internasional.

    Dampak destruktif yang ditimbulkan membuat setiap pengungkapan kasus selalu menjadi perhatian global dan sering kali mendorong perubahan kebijakan besar-besaran.

    Berikut ini skandal korupsi terbesar di dunia yang pernah terungkap serta bagaimana kasus-kasus tersebut menjadi pelajaran penting bagi upaya pemberantasan korupsi global.

    Daftar Skandal Korupsi Terbesar di Dunia

    Transparency International merangkum berbagai skandal besar yang terjadi sejak 1993 hingga 2019. Beragam kasus tersebut menyeret politisi, pejabat pemerintahan, bahkan pengusaha besar, hingga menjatuhkan rezim di beberapa negara.

    Banyak di antaranya menjadi contoh nyata bagaimana korupsi dapat menyebar luas dan merusak tata kelola negara.

    1. Skandal suap Siemens – Jerman

    Kasus korupsi Siemens pada 2008 menjadi salah satu skandal korporasi terbesar di dunia. Perusahaan teknologi raksasa ini diketahui membayar suap sebesar US$ 1,4 miliar kepada pejabat di berbagai negara untuk memenangkan kontrak bisnis.

    Investigasi otoritas Jerman dan Amerika Serikat (AS) menemukan praktik ini berlangsung bertahun-tahun di berbagai sektor, mulai dari telekomunikasi, listrik, transportasi, hingga alat medis. Suap dilakukan secara sistematis dan terstruktur di banyak lini perusahaan.

    Pada akhir 2008, Siemens mengakui kesalahan dan menyetujui pembayaran denda sebesar US$ 1,6 miliar salah satu denda penindakan korupsi terbesar dalam sejarah.

    2. Sani Abacha menguras aset Nigeria

    Sani Abacha, presiden Nigeria (1993–1998), dikenal sebagai salah satu tokoh paling korup di Afrika. Ia dan kroninya menguras miliaran dolar dari kas negara melalui kontrak fiktif, pencucian uang, dan pengalihan dana bantuan internasional.

    Dana hasil korupsi disimpan melalui jaringan bank internasional dan perusahaan cangkang di Swiss, Luksemburg, hingga Kepulauan Cayman.

    Setelah Abacha meninggal pada 1998, pemerintah Nigeria dan komunitas internasional menelusuri aset yang digelapkan dan menemukan nilai penyelewengan mencapai US$ 3 miliar hingga US$ 5 miliar. Sebagian dana berhasil dipulangkan, meski jumlahnya masih jauh dari total yang hilang.

    3. Korupsi dan pelanggaran HAM era Alberto Fujimori – Peru

    Alberto Fujimori, presiden Peru (1990–2000), dicatat sebagai salah satu pemimpin paling korup dalam sejarah modern. Selain pelanggaran HAM, ia dituduh menggelapkan sekitar US$ 600 juta.

    Tokoh penting lainnya dalam skandal ini adalah Vladimiro Montesinos, penasihat keamanan Fujimori, yang terbukti terlibat dalam praktik suap besar-besaran. Skandal memuncak ketika video Montesinos menyuap anggota parlemen bocor ke publik pada 2000.

    Fujimori melarikan diri ke Jepang sebelum akhirnya ditangkap di Chili dan diekstradisi ke Peru. Pada 2007, ia dijatuhi hukuman 25 tahun penjara.

    4. Dana rahasia Ramzan Kadyrov – Chechnya, Rusia

    Ramzan Kadyrov, pemimpin Chechnya sejak 2007, menjadi sorotan internasional karena dugaan korupsi dan pelanggaran HAM. Ia disebut menerima dana US$ 648 juta–US$ 864 juta per tahun dari pungutan tidak resmi masyarakat.

    Sebagian dana digunakan untuk pembangunan, tetapi sebagian lainnya dipakai untuk kepentingan pribadi, termasuk pesta mewah dan hadiah untuk tokoh ternama. Meski mendapat kritik tajam, Kadyrov tidak pernah diadili.

    5. Monopoli bisnis keluarga Ben Ali – Tunisia

    Pada masa pemerintahan Presiden Ben Ali (1987–2011), Tunisia dikuasai secara ekonomi oleh 220 bisnis milik keluarganya. Pemerintah menerapkan aturan izin khusus bagi perusahaan, sehingga banyak usaha lokal maupun internasional terhambat.

    Keluarga Ben Ali menguasai berbagai sektor industri dan mengumpulkan kekayaan hingga US$ 13 miliar. Setelah Ben Ali digulingkan pada 2011, pemerintah bergerak menyita dan melelang aset keluarga tersebut.

    6. Penyelewengan dana oleh Viktor Yanukovych – Ukraina

    Viktor Yanukovych, presiden Ukraina yang terguling pada 2014, dituduh menggelapkan dana negara sebesar US$ 40 miliar. Uang tersebut dialirkan melalui perusahaan cangkang yang tersebar di berbagai negara.

    Hingga kini, pemerintah Ukraina baru memulihkan sekitar US$ 1,5 miliar, sementara sebagian besar dana masih sulit dilacak.

    7. Skandal Ricardo Martinelli – Panama

    Ricardo Martinelli, presiden Panama (2009–2014), diekstradisi pada 2018 karena tuduhan penyalahgunaan dana publik, pelanggaran privasi, dan penyalahgunaan wewenang.

    Ia diduga memanipulasi tender proyek pemerintah serta menggunakan dana negara untuk memata-matai lebih dari 150 tokoh publik, termasuk jurnalis dan oposisi.

    8. Skandal 1MDB – Malaysia

    Skandal 1MDB menjadi salah satu korupsi keuangan terbesar di Asia. Lembaga investasi ini dibentuk pada 2009 oleh Najib Razak namun kemudian terbukti disalahgunakan.

    Investigasi internasional menemukan penyelewengan lebih dari US$ 4,5 miliar melalui transaksi ilegal yang melibatkan pejabat, pengusaha, dan pelaku industri keuangan. Kasus ini mengguncang politik Malaysia hingga Najib akhirnya dijatuhi hukuman penjara pada 2020.

    9. Skema pencucian uang Russian Laundromat – Rusia

    Russian Laundromat merupakan skema pencucian uang lintas benua dengan nilai hingga US$ 20 miliar–US$ 80 miliar. Modusnya menggunakan perusahaan cangkang di Inggris serta jalur bank di Moldova dan Latvia sebelum dana masuk ke Eropa Barat. Kasus ini memicu penyelidikan internasional dan menyeret sejumlah bank besar.

    10. Skandal korupsi Gurtel – Spanyol

    Skandal Gurtel pada 2009 melibatkan jaringan besar yang melakukan suap, penggelapan dana publik, dan transaksi ilegal dalam skala luas. Tokoh utama, Francisco Correa, dijatuhi 51 tahun penjara, sementara mantan bendahara Partai Rakyat Luis Bárcenas, dihukum 33 tahun penjara.

    Daftar korupsi terbesar di dunia menunjukkan betapa kompleks dan sistematisnya penyalahgunaan kekuasaan di berbagai negara. Dari skema pencucian uang lintas benua hingga penyelewengan dana publik oleh pejabat tinggi, setiap kasus membuktikan korupsi merusak perekonomian, demokrasi, dan kepercayaan masyarakat.

  • Terungkap Rencana Aksi 3 Pemuda Bikin Rusuh di Hari HAM, Siapkan Bom Molotov dan Serang Kantor Polisi

    Terungkap Rencana Aksi 3 Pemuda Bikin Rusuh di Hari HAM, Siapkan Bom Molotov dan Serang Kantor Polisi

    Liputan6.com, Jakarta – Polisi membongkar rencana aksi tiga pemuda berinisial BDM, TSF dan YM membuat kerusuhan saat demo Hari Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta, pada Rabu (10/12) mendatang.

    Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus mengatakan, para terduga pelaku ditangkap petugas di tiga lokasi berbeda.

    “Pelaku ditangkap di tiga wilayah, yang pertama di Jakarta Pusat, yang kedua di Bekasi dan di Bandung,” kata Fian, Selasa (9/12).

    Dalam penangkapan terhadap ketiganya tersebut, pihaknya ternyata menemukan barang bukti berupa bom molotov. “Ditemukan beberapa bukti yang mengarah kepada rencana untuk membuat rusuh. Ada beberapa bom Molotov yang sudah dipersiapkan untuk tujuan tersebut,” ujar Fian.

    Ketiga orang yang itu terhubung lewat sebuah grup bernama A-JKT di aplikasi Session. Dalam percakapan di grup tersebut, para terduga pelaku tersebut menyusun rencana kerusuhan termasuk membuat bom molotov.

    Bahkan, mereka juga berencana membuat bom pipa, menyerang kantor polisi hingga menjebak polisi ke tempat yang sudah disiapkan.

    “Salah satunya adalah dengan memposting pembuatan bom pipa merencanakan penyerangan ke kantor polisi, dan menjebak polisi ke tempat yang sudah dipersiapkan,” ujar Kasubdit III Ditressiber Polda Metro Jaya AKBP Rafles Marpaung.

  • Tiga Pemuda Ditangkap Diduga Rencanakan Penyerangan Kantor Polisi saat Demo Hari HAM

    Tiga Pemuda Ditangkap Diduga Rencanakan Penyerangan Kantor Polisi saat Demo Hari HAM

    Rafles menjelaskan, pengungkapan kasus ini bermula saat polisi melakukan patroli siber. Dalam patroli tersebut, ditemukan sejumlah akun media sosial yang mengunggah foto disertai narasi ancaman. Salah satunya yakni akun Instagram @bahanpeledak yang dimiliki oleh terduga pelaku BDM.

    “Peran tersangka BDM yaitu pemilik penguasa akun media sosial Instagram dengan nama pengguna @bahanpeledak yang aktif sejak November 2025,” jelasnya.

    Sementara itu, tersangka TSF merupakan pemilik akun Instagram @verdatius yang aktif sejak Juni 2025. Akun ini dianggap kerap menyuarakan aksi-aksi kerusuhan.

    “Akun ini awalnya merupakan akun yang memposting tentang sejarah maupun konspirasi tapi belakangan berubah menjadi akun-akun yang menyuarakan aksi-aksi rusuh,” ungkapnya.

  • Konten Ferry Irwandi Dianggap Mempolitisasi Derita Korban Bencana

    Konten Ferry Irwandi Dianggap Mempolitisasi Derita Korban Bencana

    GELORA.CO -Ketua Pusat Studi Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Gender (Pusdeham Institut), Risnauli Siahaan, mengecam keras pernyataan Konten Kreator Ferry Irwandi dalam siaran konten YouTube-nya yang menyebut telah terjadi kasus pemerkosaan di lokasi bencana alam di Sumatera serta menyiratkan seolah negara tidak hadir dalam proses pemulihan.

    Risnauli menilai pernyataan tersebut tidak hanya berpotensi menyesatkan publik, tetapi juga melukai perasaan para korban bencana, khususnya perempuan yang saat ini sedang berada dalam kondisi trauma, kehilangan, dan ketidakpastian.

    “Kami sebagai kaum perempuan, terlebih sebagai perempuan Batak, sangat lirih dan terpukul mendengar ucapan tersebut. Di tengah situasi duka dan upaya pemulihan, justru dilempar narasi yang belum tentu benar, yang bisa menambah beban psikologis korban,” tegas Risnauli dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Minggu, 7 Desember 2025.

    Menurutnya, isu kekerasan seksual adalah persoalan serius yang tidak boleh dijadikan komoditas konten, apalagi digunakan untuk membangun opini seolah negara abai terhadap rakyatnya. 

    Jika memang terdapat dugaan tindak pidana, seharusnya ditempuh melalui mekanisme hukum dan pelaporan resmi, bukan diviralkan tanpa dasar yang jelas.

    “Jangan karena sudah membantu lalu merasa bebas bicara dan membuat konten seenaknya. Bantuan kemanusiaan tidak boleh dijadikan tiket untuk membangun narasi provokatif. Ini menyangkut martabat korban, nama daerah, serta kepercayaan publik terhadap institusi negara,” ujarnya.

    Risnauli juga menegaskan bahwa negara saat ini nyata hadir melalui berbagai unsur, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, TNI-Polri, relawan, hingga organisasi kemanusiaan yang terus bekerja dalam evakuasi, distribusi bantuan, layanan kesehatan, serta dukungan psikososial bagi korban bencana.

    “Menyebut negara tidak hadir adalah simplifikasi yang menyesatkan. Upaya pemulihan bencana adalah kerja besar dan kolektif. Ada proses yang berjenjang dan melibatkan banyak pihak. Mengerdilkan semua itu hanya demi framing konten adalah bentuk ketidakadilan informasi,” ungkapnya.

    Dari perspektif demokrasi dan HAM, Risnauli mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi bukan kebebasan tanpa batas. Setiap pernyataan di ruang publik harus mempertimbangkan akibat sosial, psikologis, dan hukum, terlebih dalam situasi darurat bencana.

    “Demokrasi bukan berarti bebas melukai. HAM bukan alat untuk menjustifikasi framing. Dan gender justice mengajarkan bahwa perempuan harus dilindungi dari narasi yang memperparah kerentanan,” tambahnya.

    Ia pun mengajak seluruh konten kreator, influencer, dan figur publik untuk lebih berempati, bertanggung jawab, dan mengedepankan verifikasi dalam menyampaikan informasi terkait bencana.

    “Korban bencana butuh empati, bukan sensasi. Mereka butuh penguatan, bukan ketakutan baru. Jangan jadikan penderitaan rakyat sebagai panggung personal,” tutup Risnauli. 

    Ferry Irwandi menyebut bahwa dirinya mendengar cerita-cerita horor di tengah bencana, salah satunya banyak perempuan yang mengalami pemerkosaan.

    “Ceritain aja lah, tadi aku dikasih voice note, dikasih cerita horor ada pemerkaosan ya. Manusia dalam kondisi yang social culture, situasi kelompok masyarakat yang udah separah itu ya dan dalam situasi seburuk itu,” ucap Ferry dikutip dalam akun Tiktok dimwise.