Kasus: HAM

  • Gus Yahya Tegaskan Masih Ketum PBNU Sah, Serukan Islah demi Keutuhan Jam’iyyah

    Gus Yahya Tegaskan Masih Ketum PBNU Sah, Serukan Islah demi Keutuhan Jam’iyyah

    Jakarta (beritajatim.com) – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, secara resmi menegaskan posisi hukumnya sebagai pemegang mandat sah kepemimpinan PBNU periode 2021-2026. Dalam pernyataan sikap yang dirilis pada Sabtu (13/12/2025), Gus Yahya merespons dinamika internal organisasi dengan menyerukan jalan islah atau rekonsiliasi demi menjaga keutuhan jam’iyyah, alih-alih memperuncing konflik pasca munculnya klaim pemberhentian dirinya.

    Gus Yahya menyatakan bahwa dirinya bersama Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar adalah pemimpin yang dipilih secara sah melalui Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung pada 2021. Mandat tersebut bersifat mengikat selama lima tahun dan dilindungi oleh Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi. Ia menilai Rapat Pleno pada 9 Desember 2025 yang menunjuk pejabat pengganti dirinya tidak memiliki dasar konstitusional.

    “Keputusan yang lahir dari Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025 tidak memiliki landasan hukum yang sah. Dengan demikian, seluruh keputusan turunan yang dihasilkan dari proses tersebut, termasuk penunjukan Pejabat Ketua Umum PBNU, tidak sah dan ilegal,” tegas Gus Yahya dalam dokumen resmi bernomor 4811/PB.23/A.II.07.08/99/12/2025.

    Menurutnya, pemberhentian ketua umum di tengah masa jabatan memiliki mekanisme ketat yang hanya bisa dilakukan melalui Muktamar Luar Biasa (MLB) jika terbukti ada pelanggaran berat. Hingga detik ini, Gus Yahya juga memastikan namanya masih tercatat sebagai Ketua Umum PBNU dalam Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

    Meski memegang legitimasi hukum yang kuat, Gus Yahya memilih pendekatan persuasif untuk meredam gejolak. Ia menegaskan komitmennya untuk menempuh jalur damai sesuai arahan para ulama senior (kiai sepuh) yang sebelumnya telah bertemu di Pondok Pesantren Ploso, Kediri, dan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.

    Sikap islah ini diambil untuk mencegah perpecahan di akar rumput dan menjaga marwah Nahdlatul Ulama sebagai ormas Islam terbesar. Gus Yahya meminta seluruh jajaran pengurus, mulai dari tingkat Wilayah (PWNU), Cabang (PCNU), hingga Anak Ranting, untuk tetap tenang dan solid.

    “Saya mengimbau agar untuk sementara waktu tidak mengindahkan instruksi yang mengatasnamakan Pejabat Ketua Umum PBNU demi menghindari kebingungan organisasi,” imbaunya.

    Gus Yahya juga mengingatkan pihak eksternal, termasuk pemerintah dan mitra strategis PBNU, untuk berhati-hati dalam merespons situasi ini. Ia meminta agar tidak ada tindak lanjut atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak yang tidak memiliki otoritas sah, guna menghindari potensi sengketa hukum di kemudian hari.

    Menutup pernyataannya, Gus Yahya mengajak seluruh warga Nahdliyin untuk mendoakan agar badai internal ini segera berlalu dengan solusi yang bermartabat. Ia menekankan pentingnya menjaga persatuan dan mempererat tali silaturahmi di tengah ujian organisasi. [beq]

  • Pegiat HAM dan Jurnalis jadi Target Peretas, Produsen Spyware Terlibat

    Pegiat HAM dan Jurnalis jadi Target Peretas, Produsen Spyware Terlibat

    Bisnis.com, JAKARTA  – Laporan investigasi bersama bertajuk “Intellexa Leaks” mengungkap ancaman spyware terhadap para pegiat hak asasi manusia dan jurnalis. Serangan siber tersebut turut melibatkan produsen pembuat spyware Intellexa.

    Investigasi ini, yang dilakukan oleh Inside Story, Haaretz, dan WAV Research Collective dengan analisis teknis dari Amnesty International, mengungkap operasi internal Intellexa—perusahaan yang terkenal menjual spyware invasif bernama Predator.

    Spyware adalah perangkat lunak berbahaya (malware) yang dirancang untuk menyusup ke perangkat secara diam-diam, mengumpulkan informasi pribadi (seperti riwayat penjelajahan, detail login, data perbankan) tanpa izin, dan mengirimkannya ke pihak ketiga untuk tujuan jahat, iklan, atau keuntungan finansial, seringkali menyebabkan perangkat lambat dan mengganggu privasi.

    Amnesty International mendokumentasikan kemampuan teknis Intellexa dan berbagai kasus penyalahgunaan spyware mereka dalam “Predator Files” pada 2023.

    Investigasi lanjutan tentang kampanye serangan di Pakistan dan kasus-kasus lain akan dirilis dalam serangkaian laporan Amnesty International mendatang.

    Teknolog di Security Lab Amnesty International Jurre van Bergen mengatakan dalam beberapa kasus, Intellexa menggunakan kemampuan akses jarak jauh ke log pelanggan Predator, yang memungkinkan staf perusahaan melihat detail operasi pengawasan dan individu yang menjadi target. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang proses due diligence hak asasi manusia perusahaan tersebut.

    “Jika perusahaan spyware bayaran ditemukan terlibat langsung dalam pengoperasian produknya, maka menurut standar hak asasi manusia, mereka berpotensi menghadapi tuntutan tanggung jawab atas penyalahgunaan dan pelanggaran hak asasi yang disebabkan oleh spyware,” kata van Bergen dikutip dalam laporan Amnesty International, Sabtu (13/12/2025).

    Spyware Predator sebelumnya terlibat dalam serangan pengawasan pada 2021, seperti terhadap jurnalis Yunani Thanasis Koukakis, berdasarkan penelitian forensik digital oleh Citizen Lab.

    Dokumen bocor kini menambah bukti yang menghubungkan produk Intellexa dengan pelanggaran hak asasi, termasuk hak privasi dan kebebasan berekspresi.

    Pengungkapan ini muncul di tengah kasus-kasus baru penyalahgunaan Predator, yang menunjukkan bahwa produk Intellexa terus digunakan untuk mengawasi aktivis, jurnalis, dan pembela hak asasi secara ilegal di seluruh dunia.

    Security Lab Amnesty International menemukan serangan terhadap seorang pengacara hak asasi dari provinsi Balochistan, Pakistan, melalui WhatsApp pada musim panas 2025. Temuan ini membuktikan bahwa Predator aktif digunakan di Pakistan, yang secara serius melanggar hak privasi dan kebebasan berekspresi.

    Ilustrasi peretasan data

    Ancaman bagi Indonesia

    Sementara itu, Chief Technology Officer (CTO) PT ITSEC Asia Tbk. Marek Bialoglowy mengatakan keadaan ini menunjukkan bahwa arsitektur serangan telah bergerak jauh melampaui malware konvensional.

    Ancaman yang dihadapi direncanakan terus-menerus, dan tertanam di seluruh rantai nilai digital. Ancaman ini menjadi alarm bagi masyarakat Indonesia.

    “Sebagai salah satu negara dengan ekonomi digital terbesar di kawasan APAC, Indonesia tidak dapat hanya bereaksi ketika insiden sudah terjadi. Kita membutuhkan kapabilitas pertahanan yang mampu mengantisipasi dan mengelola risiko ini secara berkelanjutan,” kata Marek.

    Marek juga menekankan pentingnya memperkuat ketahanan siber nasional serta peran platform pertahanan tingkat lanjut seperti IntelliBroń dalam membantu organisasi di Indonesia untuk mendeteksi, merespons, dan memitigasi ancaman mercenary spyware secara berkelanjutan.

    Kasus-kasus terbaru menunjukkan bahwa mercenary spyware tidak hanya menargetkan pejabat tinggi, tetapi juga individu serta kelompok yang dianggap sensitif secara politik, hukum, atau strategis. Di balik setiap indikator, terdapat pola yang harus menjadi perhatian para pembuat kebijakan dan pemimpin keamanan siber Indonesia:

    Pertama, cakupan penargetan telah meluas. Kelompok berisiko kini tidak lagi terbatas pada lingkar pemerintahan, tetapi juga jurnalis investigasi, pembela HAM, advokat kebijakan publik, dan profesional hukum. Ancaman ini tidak lagi sekadar isu intelijen sempit, tetapi berimplikasi pada institusi demokrasi dan kepercayaan publik.

    Kedua, permukaan serangan semakin beragam. Kampanye kini menggabungkan eksploitasi zero-day pada browser dan sistem mobile, menginjeksi threats pada operator telekomunikasi dan ISP, serta penyalahgunaan iklan digital, melebihi pola phishing tradisional.

    Ketiga, kekhawatiran terkait tata kelola dan akuntabilitas semakin meningkat. Dalam beberapa investigasi, vendor spyware komersial diduga mempertahankan akses jarak jauh atau visibilitas terhadap sistem pelanggan. Artinya, vendor spyware turut terlibat,

    “Hal ini menimbulkan pertanyaan serius terkait kedaulatan data dan risiko lintas batas,” kata Marek.

    Marek menekankan bahwa pengungkapan spyware ini  harus dipandang sebagai peringatan dini bagi Indonesia, bukan isu yang berada jauh di luar negeri. Jika aktor mercenary spyware mampu menargetkan jurnalis, aktivis, dan pembela HAM di yurisdiksi lain, tidak ada alasan untuk berasumsi bahwa Indonesia akan sepenuhnya terhindar.

    “Kita adalah pasar digital besar, mengelola pemilu berskala luas, dan memiliki proyek strategis nasional yang menarik bagi banyak kepentingan,” kata Marek.

    ITSEC Asia mendorong kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan yang memahami implikasi strategis dari ancaman mercenary spyware, termasuk kementerian dan lembaga pemerintah yang ingin memperkuat kebijakan dan ketahanan siber.

    Regulator, operator telekomunikasi, dan Internet Service Provider yang berperan sebagai gerbang utama lalu lintas digital dan berpotensi mendeteksi serta mengganggu aktivitas berbahaya. (Nur Amalina)

  • Kompleksitas Persoalan di Sultra Perlu Penanganan Berkelanjutan

    Kompleksitas Persoalan di Sultra Perlu Penanganan Berkelanjutan

    Dari target 82.000 aparatur negara, sudah 20.993 yang mengikuti penguatan.

    Untuk kategori masyarakat, capaian bahkan melampaui target, dari 9.505 menjadi 10.905 peserta.

    Pada komunitas, target 15 meningkat jauh hingga 45 komunitas, sementara pada pelaku usaha, realisasi mencapai 130 dari target awal 15.

    Bukan hanya memaparkan capaian, Daniel juga kembali menegaskan perlunya pembentukan Kanwil KemenHAM di Sulawesi Tenggara.

    Kata dia, karakter geografis Sultra yang didominasi wilayah kepulauan membuat layanan HAM belum dapat dijangkau secara cepat maupun merata.

    “Kompleksitas persoalan di wilayah Sultra, mulai dari pertambangan nikel, konflik agraria, tenaga kerja, perlindungan anak dan perempuan, hingga isu lingkungan, memerlukan penanganan langsung dan berkelanjutan,” Daniel menuturkan.

    “Kehadiran Kanwil HAM akan mempercepat koordinasi, memperkuat respon pengaduan, memantau proyek pembangunan, serta memastikan kebijakan daerah lebih berperspektif HAM,” jelasnya.

    Ketua Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi XIII DPR RI, Rinto Subekti, memberikan apresiasi atas paparan tersebut.

    Ia menyampaikan dukungan penuh terhadap pembentukan Kanwil KemenHAM di Sultra, sekaligus mendorong percepatan pembahasannya di tingkat kementerian.

    Rinto juga meminta jajaran Kanwil KemenHAM Sulsel untuk menjaga momentum peningkatan kinerja pada 2026.

    Khususnya terkait inovasi layanan, peningkatan kualitas respon pengaduan, serta kolaborasi dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya.

    (Muhsin/fajar)

  • 3
                    
                        Kritis Integritas: Pembangkangan Polri atas Putusan MK
                        Nasional

    3 Kritis Integritas: Pembangkangan Polri atas Putusan MK Nasional

    Kritis Integritas: Pembangkangan Polri atas Putusan MK
    Penyuluh Antikorupsi Sertifikasi | edukasi dan advokasi antikorupsi. Berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya integritas dan transparansi di berbagai sektor
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    DI TENGAH
    upaya memperkuat supremasi hukum di Indonesia, keputusan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 menjadi sorotan tajam.
    Langkah ini muncul setelah Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas melarang anggota Polri aktif menjabat di kementerian dan lembaga sipil.
    Tindakan yang seolah tak mengindahkan keputusan MK ini menggugah pertanyaan mendalam tentang komitmen institusi penegak hukum dalam menjaga integritas dan netralitasnya.
    Pembangkangan terhadap putusan MK bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi juga ancaman terhadap prinsip dasar negara hukum.
    Dengan tetap mengizinkan anggota Polri menjabat di instansi sipil, Kapolri tidak hanya merendahkan kewibawaan hukum, tetapi juga berpotensi memicu konflik kepentingan.
    Situasi ini mengaburkan batas antara kekuasaan sipil dan aparat, di mana polisi seharusnya menjadi penegak hukum yang independen, justru terjerat dalam kebijakan politik sipil.
    Tindakan pemerintah dalam menanggapi situasi ini sangat krusial. Di saat masyarakat mendesak agar integritas hukum ditegakkan, langkah berani untuk menarik anggota Polri dari jabatan sipil dan menghentikan implementasi Perpol 10/2025 menjadi penting dan mendesak.
    Hanya dengan mematuhi putusan MK dan menjalankan prinsip-prinsip profesionalitas, kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dapat dipulihkan, serta memastikan bahwa Indonesia tetap berkomitmen pada supremasi hukum, bukan pada kekuasaan semata.
    Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang mengizinkan anggota Polri aktif menjabat di 17 kementerian dan lembaga sipil terasa seperti tamparan bagi integritas institusi negara.
    Aturan ini muncul hanya sebulan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas melarang praktik semacam itu melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang menyatakan bahwa anggota Polri hanya boleh menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.
    Putusan MK tersebut bukanlah hal sepele. MK membatalkan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    Alasan utamanya adalah untuk menjaga netralitas Polri sebagai penegak hukum, mencegah konflik kepentingan, dan menghindari politisasi institusi kepolisian.
    Sebelum putusan ini, polisi aktif sering ditempatkan di posisi strategis sipil, seperti di kementerian atau lembaga negara, yang menurut para pemohon uji materi termasuk aktivis hak asasi manusia, merusak prinsip pemisahan kekuasaan.
    Pakar hukum tata negara pun menilai putusan ini berlaku serta merta, mengharuskan polisi aktif yang sedang menjabat segera mundur.
    Namun, respons Kapolri justru sebaliknya. Perpol baru tersebut secara eksplisit mengatur bahwa anggota Polri dapat bertugas di 17 instansi sipil, termasuk Kementerian Kehutanan, Kementerian Hukum dan HAM, hingga lembaga seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Intelijen Negara (BIN), KPK.
    Ini bukan hanya kontradiktif dengan putusan MK, tapi juga mengabaikan seruan dari DPR RI yang mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menarik polisi dari jabatan sipil demi menghormati keputusan konstitusi.
    Tidak salah jika banyak masyarakat beranggapan bahwa tindakan ini merupakan bentuk pembangkangan hukum yang jelas, yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap Polri dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penjaga konstitusi.
    Jika keputusan MK, yang seharusnya final dan mengikat, tidak dianggap serius, maka persepsi publik terhadap institusi tersebut bisa runtuh.
    Pertanyaan yang muncul adalah, untuk apa adanya Mahkamah Konstitusi jika putusannya tidak dihormati?
    Di sisi lain, pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM berargumen bahwa putusan MK tidak berlaku surut. Artinya, larangan hanya untuk pengangkatan baru, sementara yang sudah menjabat boleh tetap.
    Pendapat ini didukung oleh sebagian kalangan, termasuk dari Nahdlatul Ulama (NU), yang melihatnya sebagai cara untuk menghindari kekacauan administratif mendadak.
    Namun, argumen ini lemah secara hukum. Putusan MK bersifat final dan mengikat, dan prinsip non-retroaktif biasanya tidak berlaku untuk isu konstitusional yang menyangkut prinsip dasar negara.
    Jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden berbahaya: lembaga eksekutif bisa mengabaikan MK dengan dalih interpretasi sendiri.
    Menurut saya, tindakan Kapolri mencerminkan masalah lebih rumit dan ruwet dalam
    reformasi Polri
    . Reformasi polri juga tampaknya tak berdaya. Benarlah adanya bahwa reformasi Polri itu sekadar
    omon-omon
    di warung kopi.
    Indonesia bukan negara polisi, tapi negara hukum di mana supremasi konstitusi harus diutamakan.
    Dengan membiarkan anggota Polri tetap menjabat di instansi sipil, Kapolri tidak hanya melemahkan netralitas Polri, tapi juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
    Tentu saja hal Ini bisa memicu konflik kepentingan, di mana polisi yang seharusnya independen justru terlibat dalam kebijakan sipil, potensial menimbulkan korupsi atau penyalahgunaan wewenang. Inilah yang menjadi kekhawatiran saya.
    Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi, Presiden Prabowo memiliki peran sentral dalam memastikan kepatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
    Tanggung jawab ini tidak hanya bersifat otoritatif, tetapi juga mencerminkan kewajiban moral untuk menjaga agar seluruh lembaga negara, termasuk Polri, tunduk pada konstitusi.
    Dalam konteks ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mendesak pemerintah untuk menarik personel Polri dari jabatan sipil. Tindakan ini diharapkan dapat menghormati dan menegakkan keputusan MK yang telah ada.
    Langkah yang seharusnya diambil oleh pemerintah bukanlah mempertahankan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 (Perpol 10/2025), melainkan melakukan penataan transisi yang sesuai dengan hukum. Beberapa langkah penting yang dapat dilakukan antara lain:
    Pertama, menghentikan sementara implementasi Perpol 10/2025 sampai proses harmonisasi dengan putusan MK selesai. Langkah ini akan memberikan waktu yang cukup bagi pemerintah untuk mengevaluasi dan menyesuaikan regulasi yang ada guna mematuhi keputusan MK.
    Kedua, segera menarik anggota Polri aktif dari jabatan sipil yang jelas bertentangan dengan putusan MK. Hal ini esensial untuk menghindari konflik kepentingan dan memastikan bahwa penegakan hukum tetap profesional dan bebas dari intervensi.
    Ketiga, melakukan audit transparan terhadap seluruh bentuk penugasan personel aktif di luar struktur kepolisian. Dengan adanya audit ini, publik akan mendapatkan gambaran jelas tentang penggunaan sumber daya Polri dan menjamin keadilan dalam penugasan.
    Keempat, membangun mekanisme transisi yang memungkinkan jabatan-jabatan yang ditinggalkan diisi oleh unsur Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pejabat sipil lain. Ketersediaan layanan publik tidak boleh terganggu selama masa transisi ini.
    Mekanisme yang baik akan memastikan kelangsungan pelayanan masyarakat tanpa menyalahi ketentuan hukum.
    Langkah-langkah ini tidak hanya menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga integritas konstitusi, tetapi juga merupakan bentuk upaya untuk mencegah erosi terhadap prinsip profesionalitas dan netralitas Polri.
    Dengan mengedepankan kepatuhan terhadap hukum, pemerintah dapat memperkuat legitimasi institusinya di hadapan publik, serta menciptakan kepercayaan yang lebih besar terhadap lembaga-lembaga negara
    Pelanggaran terhadap konstitusi tidak selalu terjadi secara frontal. Sering kali ia berlangsung lewat regulasi teknis, keputusan administratif, atau penafsiran yang memelintir makna putusan peradilan.
    Dalam kasus ini, Perpol 10/2025 menjadi contoh bagaimana aturan internal dapat menggeser batas-batas konstitusional secara perlahan, tapi signifikan.
    Ketika MK telah mengeluarkan putusan final, yang dibutuhkan bukanlah perdebatan panjang, melainkan kepatuhan. Mengabaikannya berarti membiarkan marwah negara hukum terkikis sedikit demi sedikit.
    Polri membutuhkan kepercayaan publik untuk menjalankan tugasnya. Kepercayaan itu hanya dapat bertahan jika institusi kepolisian menunjukkan komitmen terhadap prinsip dasar negara hukum.
    Indonesia bukan negara polisi. Indonesia adalah negara hukum. Karena itu, langkah apa pun yang berpotensi mengaburkan batas antara kekuasaan sipil dan aparat harus dihentikan.
    Tugas negara hari ini bukan hanya memperkuat supremasi hukum, tetapi juga memastikan bahwa tidak ada lembaga yang berdiri di atas konstitusi.
    Dalam setiap langkah kita menuju keadilan, sangat jelas bahwa hukum harus menjadi penuntun, bukan sekadar aturan yang bisa diabaikan.
    Ketika lembaga-lembaga negara mulai mengabaikan putusan hukum, kita bukan hanya menghadapi ancaman terhadap integritas institusi, tetapi juga mengorbankan kepercayaan masyarakat yang telah dibangun dengan susah payah.
    Masyarakat berhak mendapatkan penegakan hukum yang adil dan bijaksana, serta aparat yang mampu menjaga netralitasnya dalam setiap keputusan.
    Pada akhirnya, saatnya bagi kita semua untuk bersuara, menantang setiap bentuk pembangkangan hukum yang merusak fondasi konstitusi.
    Marilah kita bergerak bersama, mendorong pemerintah dan lembaga terkait untuk kembali pada prinsip-prinsip yang mendasar, demi masa depan yang lebih baik dan berkeadilan. Polisi kembalilah mengayomi bukan menguasai.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bupati Tuban Terima Penghargaan atas Dukungan Pembentukan Posbankum

    Bupati Tuban Terima Penghargaan atas Dukungan Pembentukan Posbankum

    Tuban (beritajatim.com) – Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky menerima penghargaan sebagai kepala daerah yang mendukung percepatan pembentukan Pos Bantuan Hukum (Posbankum) di desa dan kelurahan di Kabupaten Tuban.

    Program Posbankum ini merupakan inisiatif Kementerian Hukum dan HAM RI dan telah diresmikan di seluruh desa dan kelurahan di Jawa Timur. Peresmian turut dihadiri Menteri Hukum dan HAM RI Supratman Andi Agtas serta Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Kamis (11/12/2025).

    Mas Lindra, sapaan akrab Bupati Tuban, menyampaikan bahwa penghargaan tersebut merupakan wujud apresiasi atas semangat pemerintah desa dan masyarakat dalam memperkuat layanan hukum di tingkat akar rumput.

    “Penghargaan ini kami dedikasikan untuk seluruh pemerintah desa dan masyarakat yang menjaga semangat guyub rukun,” ujarnya, Jumat (12/12/2025).

    Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky saat menerima penghargaan pembentukan Pos Bantuan Hukum (Posbankum).

    Menurutnya, Posbankum adalah bentuk komitmen bersama dalam menghadirkan layanan hukum yang mudah diakses dan adil bagi seluruh warga, termasuk penyelesaian persoalan di tingkat desa. Keberadaan Posbankum juga sejalan dengan komitmen Kemenkumham untuk memperkuat akses keadilan yang berbasis nilai moral, etika, dan kearifan lokal.

    “Desa menjadi pusat penyelesaian persoalan hukum masyarakat. Pemerintah Kabupaten Tuban konsisten mendukung langkah tersebut,” imbuhnya.

    Posbankum berfungsi menyelesaikan berbagai konflik seperti sengketa tanah, perselisihan antarwarga, hingga persoalan keluarga sebelum meluas ke ranah pidana. Di Jawa Timur, telah terbentuk 8.494 Posbankum, menjadikannya satu dari 29 provinsi yang mencapai cakupan 100 persen.

    Selain itu, Posbankum juga memperkuat peran 91 Organisasi Pemberi Bantuan Hukum (PBH) terakreditasi, serta meningkatkan kapasitas paralegal desa. Sebanyak 42 kepala desa dan lurah dinyatakan lulus sebagai Non Litigation Peacemaker, dan enam di antaranya meraih Peacemaker Justice Award 2025.

    Secara nasional, jumlah Posbankum telah mencapai 71.773 lokasi atau 85,50 persen dari total desa/kelurahan, dengan lebih dari 3.800 kasus yang telah ditangani, mulai persoalan pertanahan hingga perlindungan anak. [dya/but]

  • Diduga Kirim Bocah Ukraina ke Korut, Rusia Banjir Kecaman

    Diduga Kirim Bocah Ukraina ke Korut, Rusia Banjir Kecaman

    Jakarta

    Dua anak Ukraina disebut-sebut dikirim ke sebuah kamp untuk anak-anak elite Korea Utara. Kedua anak itu dipandang sejumlah analis sebagai pion dalam perang propaganda yang dijalankan Moskow dan Pyongyang. Sementara itu, seorang aktivis HAM mengatakan kedua anak tersebut adalah korban kejahatan perang.

    Pemindahan keduanya terungkap dalam kesaksian di hadapan subkomite Kongres AS pada 3 Desember yang disampaikan Kateryna Rashevska, pakar hukum dari Regional Center for Human Rights (RCHR) Ukraina.

    Kedua anak tersebut adalah Misha, 12 tahun, dari wilayah Donetsk yang diduduki Rusia, dan Liza, 16 tahun, dari Simferopol, ibu kota Krimea. Mereka termasuk di antara lebih dari 19.500 anak Ukraina yang menurut Kyiv ‘diculik’ dari wilayah Ukraina yang berada di bawah kendali Rusia.

    Sebagian besar dari 165 kamp anak yang didokumentasikan RCHR berada di Rusia dan Belarus. Namun, kedua negara tampak mempererat hubungan mereka sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.

    Sebagai bagian dari persekutuan baru antara kedua negara, Korea Utara memasok amunisi dan pasukan untuk perang di Ukraina, sementara Rusia membalas dengan bantuan pangan, bahan bakar dan teknologi militer.

    Aktivis HAM kecam langkah ‘propaganda’

    Rashevska mengatakan kepada DW bahwa kedua anak yang sempat tinggal di Songdowon International Children’s Camp, dekat kota pelabuhan Wonsan di Korea Utara, kemudian dipulangkan ke wilayah Ukraina yang diduduki Rusia.

    “Mereka menggunakan anak-anak kami untuk membangun kemitraan strategis dengan negara yang oleh AS ditetapkan sebagai sponsor terorisme, dan pada kenyataannya, ikut dalam kejahatan agresi terhadap tanah air anak-anak ini, terhadap Ukraina. Itu sama sekali tidak bisa diterima.”

    Kamp Songdowon yang dibangun pada 1960 awalnya ditujukan untuk menampung anak-anak dari negara-negara blok Komunis, dengan fasilitas seperti taman air, pantai, lapangan sepak bola, gimnasium, akuarium dan berbagai kegiatan, serta asrama di dalam kompleks.

    Setelah Uni Soviet runtuh, kamp ini bergeser menjadi tempat menginap anak-anak pejabat tinggi Korea Utara. Sejak hubungan Moskow dan Pyongyang kembali menghangat, kamp ini juga menerima anak-anak dari luar negeri.

    Kamp menanamkan propaganda sejak dini

    “Bentuknya sedikit mirip seperti kamp pramuka, tetapi dengan keluarga Kim sebagai pusatnya,” kata Dan Pinkston, profesor hubungan internasional di Troy University kampus Seoul, yang pernah mengunjungi fasilitas itu pada 2013.

    “Bagi anak-anak Korea Utara, kamp ini hampir seperti ritus kedewasaan. Mereka bisa melakukan berbagai aktivitas rekreasi, tetapi semua itu dibarengi porsi besar propaganda dan indoktrinasi. Ada poster, papan informasi dan slogan yang menyerang imperialisme.”

    “Tetapi, yang menarik adalah bagaimana Korea Utara dan Rusia kini semakin sering bekerja sama, termasuk mengatur kunjungan wisatawan, pebisnis, dan kini pelajar,” tambahnya.

    Pinkston menilai dua anak Ukraina yang dikirim ke Korea Utara mungkin bagian dari percobaan untuk melihat dampak indoktrinasi yang dibungkus sebagai ‘penghargaan’ atas perilaku baik mereka.

    “Ini semua bagian dari proses ‘Russifikasi’ terhadap anak-anak ini dan saya memperkirakan kunjungan serupa bisa bertambah ke depannya,” katanya.

    Analis lain melihatnya hanya sebagai propaganda. Andrei Lankov, profesor sejarah dan hubungan internasional asal Rusia di Kookmin University, Seoul, menyebut kunjungan itu sebagai “manipulasi yang sangat terang-terangan.”

    Apa pun motif Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin, Rashevska menegaskan komunitas internasional perlu berbuat lebih banyak untuk melindungi anak-anak Ukraina.

    ‘Perlakuan tidak manusiawi’

    “Bagi rezim Kim Jong Un, ini adalah cara yang lebih halus dan dapat diterima publik untuk memperdalam ‘kemitraan strategis’ dengan Rusia melalui ‘diplomasi anak’,” katanya.

    “Bagi Rusia, langkah ini efektif karena anak-anak dibawa ke negara yang kondisi hak asasi manusianya bahkan lebih buruk daripada Rusia. Tidak ada internet, tidak ada ponsel, tidak ada kemungkinan tetap menjalin kontak setelah pulang.”

    “Bahkan jika hanya satu anak yang terdampak. Bahkan jika hanya dua anak yang terdampak. Karena mereka adalah anak-anak kami. Anak bukan angka statistik. Anak bukan alat untuk mengguncang opini publik,” kata Rashevska.

    “Anak adalah masa depan kita. Dan masa depan itu seharusnya milik kita, tetapi telah dicuri. Itu perlu disuarakan.”

    Desakan pengembalian anak-anak Ukraina

    Majelis Umum PBB pekan lalu menyerukan pengembalian segera dan tanpa syarat anak-anak Ukraina yang “dipindahkan secara paksa” ke Rusia.

    Majelis mengadopsi resolusi tidak mengikat yang menuntut “Federasi Rusia menjamin pemulangan segera, aman dan tanpa syarat semua anak Ukraina yang telah dipindahkan atau dideportasi secara paksa.”

    Resolusi itu juga mendesak Moskow untuk menghentikan tanpa penundaan praktik pemindahan paksa, deportasi, pemisahan dari keluarga dan wali, perubahan status pribadi termasuk melalui kewarganegaraan, adopsi, atau penempatan di keluarga asuh, serta indoktrinasi terhadap anak-anak Ukraina.

    Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan resolusi tersebut memuat tuduhan yang mereka nilai berlebihan terhadap Rusia dengan menuduhnya mendeportasi anak-anak Ukraina, berbicara tentang ‘adopsi paksa’ dan upaya menghapus identitas mereka.

    “Rusia kembali menegaskan bahwa tuduhan deportasi anak-anak Ukraina tidak berdasar dan menyesatkan,” menurut pernyataan kementerian itu.

    “Ini sepenuhnya soal mengevakuasi anak-anak dari zona pertempuran ketika nyawa mereka terancam.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara
    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • Tambang di Konawe buat Ekonomi Turun dan Kesehatan Memburuk

    Tambang di Konawe buat Ekonomi Turun dan Kesehatan Memburuk

    Jakarta, Beritasatu.com –  Terjadi perubahan besar pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan tambang di Kabupaten Konawe dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Para nelayan kini menghadapi sedimentasi serta pencemaran wilayah pesisir. Kondisi ini membuat area penangkapan ikan semakin jauh sehingga mereka harus melaut hingga 2–3 hari.

    Hal ini diungkapkan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari, Yani Taufik dalam diskusi yang digelar bersama Setara Institute, Kamis (11/12/2025). 

    “Di wilayah daratan, alih fungsi lahan pertanian menyebabkan luas sawah produktif merosot dari 5.000 hektare menjadi hanya 1.500 hektare, membuat banyak petani kehilangan mata pencaharian,” ujarnya dikutip dari Antara, Jumat (12/12/2025).

    Yani juga menuturkan kasus ISPA, iritasi kulit, hingga paparan debu merah meningkat, terutama di sekolah-sekolah yang berada di dekat area izin usaha pertambangan (IUP).

    Ia menambahkan perubahan struktur sosial akibat aktivitas pertambangan turut menggerus tradisi lokal, termasuk hilangnya praktik budaya seperti metanduale.

    “Penelitian ini juga menemukan adanya pekerja anak, lemahnya standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta kecelakaan kerja fatal yang tidak dilaporkan. Ketimpangan antara tenaga kerja lokal dan pekerja dari luar daerah sangat terlihat, di mana masyarakat lokal kebanyakan hanya menempati posisi buruh kasar,” katanya.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, mengungkapkan hampir seluruh wilayah penelitian menunjukkan adanya pencemaran air dan laut, debu tambang yang berlebihan, sedimentasi yang tidak terkontrol, serta meningkatnya masalah kesehatan masyarakat.

    Ia menyampaikan berbagai fasilitas pengelolaan limbah seperti sediment pond banyak yang tidak berfungsi. Kegiatan reklamasi pascatambang juga tidak berjalan, meskipun tercantum dalam dokumen perusahaan.

    “OPD dan warga setempat juga melaporkan hilangnya tutupan vegetasi yang berdampak pada kenaikan suhu mikro. DLH Konawe bahkan menemukan kandungan berbahaya dalam sampel air di sekitar kawasan smelter,” tuturnya.

    Berdasarkan temuan tersebut, Halili memberikan sejumlah rekomendasi. Untuk pemerintah pusat, ia menyarankan harmonisasi kebijakan nasional melalui revisi regulasi dalam UU Minerba yang rentan disalahgunakan, penyelarasan aturan antar-kementerian, peningkatan transparansi industri ekstraktif dengan mewajibkan pengungkapan informasi minimum, serta penerapan uji tuntas HAM sesuai amanat Perpres 60/2023—yang akan digantikan oleh peraturan baru mengenai Penilaian Kepatuhan HAM untuk pelaku usaha.

    Untuk pemerintah daerah, rekomendasi mencakup penguatan koordinasi pengawasan antara provinsi, kabupaten, dan masyarakat; peninjauan ulang RTRW; percepatan penetapan regulasi LP2B; evaluasi ulang izin IUP berdasarkan prinsip pertambangan yang bertanggung jawab; serta pembentukan mekanisme pengaduan publik melalui kantor pengaduan lokal dan petugas penghubung desa.

    “Sedangkan bagi organisasi masyarakat sipil, riset ini mendorong perluasan pemantauan independen, advokasi, pendokumentasian kasus, serta program pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat. Untuk perguruan tinggi, diperlukan penelitian lanjutan mengenai dampak sosial-lingkungan serta penyusunan pedoman ilmiah untuk pengendalian sedimentasi, rehabilitasi pesisir, dan perumusan program PPM yang lebih partisipatif,” jelas Halili.

  • Pidato Pigai Pidato Terbaik Anak Buah Prabowo Sepanjang 2025

    Pidato Pigai Pidato Terbaik Anak Buah Prabowo Sepanjang 2025

    GELORA.CO -Pidato Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai di peringatan Hari HAM Dunia ke-77 bikin publik melek. Banyak yang angkat topi. Tegas, visioner dan bukan seremonial.

    “Anak buah Prabowo ada di kabinet dan parlemen. Tapi yang berpidato mewakili pemerintahan Prabowo, pidato Pigai di acara peringatan Hari HAM menjadi pidato paling top sepanjang tahun ini,” kata tokoh demokrasi Adhie M. Massardi kepada rmol.id tadi malam, Kamis, 12 Desember 2025.

    Pidato Pigai, sebut Adhie, menembak langsung isu fundamental HAM terutama saat menempatkan HAM sebagai pilar utama tata kelola negara. Peringatan Pigai soal potensi pelanggaran HAM oleh negara juga merupakan alarm keras yang tidak pernah disampaikan oleh pejabat aktif. Bahkan Pigai meminta masyarakat melawan jika negara melanggar HAM.

    “Soal human right, pelanggaran hukum (potensial) dilakukan oleh negara dan Pigai sebagai menteri justru mengkritik itu,” ujar Adhie lagi.

    Adhie membaca pidato Pigai bukan sebagai retorika diplomatik, tapi sebagai seruan moral. Sekaligus secara politik, kata dia, menjadi sinyal tegas ke internal pemerintahan bahwa Kementerian HAM tidak mau diparkir sebagai kantor administrasi. Pigai siap membongkar sistem yang dianggapnya rusak.

    “Pigai mau ruh pemerintahan Prabowo ada di Kementerian HAM, sehingga meneguhkan posisi menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat. Begitupun sebaliknya,” tegas Adhie.

    Pigai menyebut HAM sebagai intangible asset paling mahal yang dimiliki bangsa Indonesia. Berpidato tanpa teks, mantan komisioner Komnas HAM itu juga menyorot kondisi HAM nasional yang dia bilang sedang rusak di bebarapa hal dan harus diperbaiki.

    Pigai ikut mengingatkan pejabat pemerintah agar menghormati aktivis pergerakan, aktivis HAM hingga demonstran yang disebutnya “pahlawan tanpa gaji” yang bekerja untuk negara.

    “Pembeda paling jelas adalah ucapan-ucapan Pigai dalam pidatonya keluar dari hati, dari kesadaran batin, karena memang dia punya DNA human right. Inilah pidato paling hidup,” tambah Adhie.

    “Sementara pejabat lain membaca teks yang tidak ada di dalam hatinya, membaca yang ada di kertas tapi tidak ada dalam pikirannya sehingga kata-katanya lemah, tidak hidup, dan tidak mungkin dikerjakan,” tutup Adhie Massardi

  • Viral Natalius Pigai Mau Ubah Tatanan Dunia dan Rebut Posisi Presiden HAM PBB, Netizen: Serius Nih?

    Viral Natalius Pigai Mau Ubah Tatanan Dunia dan Rebut Posisi Presiden HAM PBB, Netizen: Serius Nih?

    GELORA.CO –  Pidato Natalius Pigai pada Peringatan Hari HAM Dunia ke77 berubah menjadi salah satu momen paling panas, paling berani, dan paling viral tahun ini.

    Di hadapan para menteri, duta besar, hingga pejabat tinggi negara, Pigai tibatiba melontarkan pernyataan yang membuat ruangan bergemuruh.

    Indonesia siap mengubah tatanan dunia dan merebut kursi Presiden Dewan HAM PBB.

    Pernyataan itu tidak mainmain, tidak basabasi, dan disampaikan Pigai dengan nada penuh api.

     Pigai menyebut langkah Indonesia ini sebagai terobosan yang belum pernah dilakukan bangsa mana pun.

    “Itu berarti kami adalah negara pertama yang akan merubah tatanan dunia,” tegasnya disambut tepuk tangan panjang.

    Menurut Pigai, Indonesia tidak sekadar ingin menjadi pemain global, tetapi siap menjadi arsitek tatanan baru dunia, terutama dalam isuisu hak asasi manusia.

    Ia membeberkan bahwa belum pernah ada negara yang berani menggagas konvensi internasional baru di bawah PBB terkait

    Human Rights Corruption, Environment, Election (free and fair election) dan Development.

    Jika Indonesia memegang tongkat kepemimpinan Dewan HAM PBB, seluruh konvensi itu akan lahir dari tangan bangsa sendiri.

    Sebuah lompatan yang di level global dianggap sangat prestisius dan sangat langka.

    Misi Rahasia Indonesia Rebut Kursi Presiden HAM PBB Terbongkar

    Bagian paling mengejutkan dari pidato itu muncul ketika Pigai mengungkap langkah konkret pemerintah.

    “Hari ini kami akan rebut Presiden Dewan HAM PBB,” ujarnya lantang.

    Menurut Pigai, baik Kementerian HAM, Kementerian Luar Negeri, hingga Wakil Kepala Bappenas sudah bergerak mendekati negaranegara sahabat.

    Diplomasi dilakukan secara intens, dari Laos, Kamboja, hingga Australia.

    Ia membeberkan bahwa Indonesia telah menyampaikan langsung kepada Presiden Dewan HAM PBB.

    Bahwa Indonesia siap mengambil posisi pemimpin tertinggi di badan global tersebut.

    Pigai bahkan kembali menegaskan:

    “Sudah saatnya Indonesia memimpin dunia.”

    Nada suaranya tegas, tak ragu, seperti seseorang yang sudah melihat masa depan bangsa di depan mata.

    Mengubah Dunia Mulai Sekarang, Bukan 2045

    Pigai juga menolak gagasan bahwa Indonesia harus menunggu 2045 untuk menjadi kekuatan global. Menurutnya, era itu harus dimulai hari ini, sekarang juga.

    “Jangan tunggu 2045 untuk memimpin dunia. Hari ini kita mulai.”

    Baginya, Indonesia sudah memiliki modal lengkap kekuatan politik, komitmen kemanusiaan, dan pengalaman diplomatik.

    Yang dibutuhkan hanya satu keberanian mengambil langkah besar.

    Pigai menyebut langkah Indonesia bukan sekadar ambisi, tetapi strategi jangka panjang. Kepemimpinan Indonesia di Dewan HAM PBB akan membuka peluang besar untuk

    Menetapkan standar baru HAM dunia, menciptakan konvensi internasional yang belum pernah ada, dan memberikan pengaruh langsung pada kebijakan global.

    Ia percaya bahwa Indonesia memiliki posisi unik sebagai negara besar, demokratis, beragam, dan memiliki tradisi kuat dalam perjuangan kemanusiaan.

    “Kami komunitas human rights ini tahu kalau tongkat kepemimpinan ada di kita, banyak konvensi bisa kita hasilkan,” ucapnya pada 

    Pidato Pigai bukan hanya membakar semangat, tetapi juga mengirim pesan keras kepada dunia.

    Indonesia tidak lagi hanya mengikuti tatanan global  Indonesia siap membentuknya. Tapi apakah ini akan terealisasi kedepannya?***

  • JDIH Gresik Hadirkan Fitur AI, Akses Produk Hukum Kini Lebih Mudah dan Cepat

    JDIH Gresik Hadirkan Fitur AI, Akses Produk Hukum Kini Lebih Mudah dan Cepat

    Gresik (beritajatim.com) — Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) menjadi salah satu sumber resmi yang banyak dicari masyarakat untuk mengetahui berbagai produk hukum pemerintah, mulai dari undang-undang, peraturan daerah, peraturan kepala daerah, hingga keputusan penting lainnya. Namun, tidak sedikit warga yang masih belum mengetahui cara mengakses layanan ini.

    Guna mendorong warga melek hukum, Pemda Gresik lebih intensif lagi melakukan sosialisasi mengenai seputar produk hukum lewat platform digital supaya bisa diakses secara luas.

    “Dokumentasi hukum wajib diketahui masyarakat secara masif. Itu merupakan salah satu tugas kami, memberikan informasi yang benar dan mudah dijangkau,” ujar Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Gresik, M. Rum Pramudya, Kamis (11/12/2025).

    Ia menjelaskan saat ini ada sejumlah fitur baru yang bisa diakses melalui kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) di dalam JDIH Gresik. Baik itu mengakses KUHP Asisten, Policy Briefing, Pos Bantuan Hukum Desa/Kelurahan, serta Lexapedia, dan berbagai inovasi lainnya.

    “Dengan fitur-fitur ini diharapkan mampu membantu masyarakat memahami produk hukum dengan lebih cepat dan efisien,” paparnya.

    Sementara itu, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Gresik, Khoirul Huda, menuturkan pentingnya sinkronisasi antara Perda dan Peraturan Bupati (Perbup). Politisi PPP ini mengungkapkan bahwa sejak 1974 hingga 2025 terdapat 530 Perda yang perlu ditinjau, diperbarui, atau bahkan dicabut karena sudah tidak relevan.

    “Banyak Perda yang sudah berubah substansinya, tetapi belum dilakukan perubahan atau pencabutan. Ini menjadi PR besar bagi kami dengan Bagian Hukum,” tuturnya.

    Menurut Huda, beberapa Perda yang dibutuhkan masyarakat tidak dapat berjalan optimal karena Perbup sebagai aturan teknis belum diterbitkan. Kondisi ini menurutnya menjadi tantangan dalam tata kelola produk hukum daerah.

    “Keberadaan JDIH penting bagi pemerintah desa terkait menyusun perdes yang memiliki peran penting dalam administrasi dan layanan masyarakat tingkat desa,” urainya.

    Biro Hukum Provinsi Jawa Timur, Intan Isna Hidayatullah, menambahkan bahwa JDIH merupakan wadah untuk menghimpun dokumen hukum secara tertib, terpadu, dan berkesinambungan. Seluruh sistem JDIH nasional terhubung dengan satu data yang dikoordinasikan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM.

    “JDIH hadir agar masyarakat memperoleh pelayanan informasi hukum yang lengkap, akurat, mudah, dan cepat. Semua instansi pemerintah memiliki JDIH yang terintegrasi secara nasional,” pungkasnya. (dny/kun)