Kasus: HAM

  • DJP dan Kejaksaan Ungkap Skema Pencucian Uang Terpidana Pajak Rp58,2 Miliar

    DJP dan Kejaksaan Ungkap Skema Pencucian Uang Terpidana Pajak Rp58,2 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh terpidana TB, pelaku penggelapan pajak yang telah divonis bersalah. Kasus ini kini resmi dibawa ke pengadilan.

    Terpidana TB diketahui menjalankan berbagai skema pencucian uang atas hasil tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain dengan menempatkan uang tunai ke sistem perbankan, mengonversi ke mata uang asing, mentransfer dana ke luar negeri, serta membelanjakannya dalam bentuk aset.

    Sebagai bagian dari proses hukum, aset senilai sekitar Rp58,2 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana pajak telah dilakukan pemblokiran dan penyitaan, meliputi uang dalam rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah.

    TB sebelumnya terbukti sebagai salah satu beneficial owner dari Wajib Pajak PT UP. Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 19 September 2024. TB dijatuhi hukuman penjara tiga tahun dan denda sebesar Rp634,7 miliar.

    Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) setelah MA membatalkan vonis bebas pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 3 Agustus 2023. Pengungkapan kasus TPPU menjadi tindak lanjut dari vonis tersebut, menyusul penelusuran aset hasil kejahatan pajak yang dilakukan lintas yurisdiksi.

    DJP menjelaskan bahwa keberhasilan pengungkapan kasus ini merupakan hasil sinergi lintas lembaga penegak hukum, dengan melibatkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kepolisian (Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Upaya itu turut didukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kementerian Hukum dan HAM RI. Selain itu, DJP juga berkoordinasi dengan otoritas perpajakan dari Singapura, Malaysia, British Virgin Islands, dan sejumlah negara lainnya, mengingat adanya transaksi keuangan lintas negara dalam perkara ini.

    Untuk menindaklanjuti hasil penyidikan, DJP menempuh mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) atau Timbal Balik dalam Masalah Pidana dengan pemerintah Singapura. Langkah ini ditempuh untuk meminta penyitaan aset dan dana yang diduga disembunyikan oleh terpidana TB di luar negeri.

    Mekanisme MLA tersebut menjadi bagian dari upaya penegakan hukum lintas yurisdiksi sekaligus memperkuat kerja sama internasional dalam pemulihan aset negara yang berasal dari tindak pidana perpajakan.

    DJP menegaskan, kolaborasi penegakan hukum ini merupakan bentuk komitmen menjaga penerimaan negara dan menegakkan keadilan bagi wajib pajak yang patuh. 

    “Tidak ada ruang bagi pelaku tindak pidana pajak untuk menikmati hasil kejahatannya, dan seluruh langkah penegakan hukum ini diambil demi memastikan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berintegritas,” ujar Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jakarta Pusat Muktia Agus Budi Santosa dalam keterangannya, Jumat (31/10/2025).

  • Terbongkar! Modus Cuci Uang Rp 58 M dari Kasus Pajak Lintas Negara

    Terbongkar! Modus Cuci Uang Rp 58 M dari Kasus Pajak Lintas Negara

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kanwil DJP Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berhasil mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh terpidana TB senilai Rp 58,2 miliar. TB sebelumnya telah divonis bersalah dalam perkara penggelapan pajak.

    Terpidana TB diketahui melakukan berbagai skema pencucian uang atas hasil tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain dengan menempatkan uang tunai ke sistem perbankan, mengonversi ke mata uang asing, mentransfer dana ke luar negeri, serta membelanjakannya dalam bentuk aset.

    Sebagai bagian dari proses penegakan hukum, sejumlah aset senilai sekitar Rp 58,2 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana pajak telah dilakukan pemblokiran dan penyitaan, mencakup uang dalam rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah.

    “Kasus baru ini kini telah resmi dibawa ke pengadilan,” tulis DJP lewat keterangan tertulis, Sabtu (1/11/2025).

    Terkait aset dan dana yang diduga disembunyikan oleh Terpidana TB di luar negeri, DJP saat ini sedang menempuh mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) atau Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura untuk meminta penyitaan aset terkait.

    Terpidana TB sebelumnya terbukti sebagai salah satu Beneficial Owner dari Wajib Pajak PT UP. Ia telah dijatuhi hukuman berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tanggal 19 September 2024, yang telah berkekuatan hukum tetap.

    Mahkamah Agung juga telah menjatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun serta denda sebesar Rp 634,7 miliar, setelah membatalkan vonis bebas pada pengadilan tingkat pertama di PN Jakarta Pusat tanggal 3 Agustus 2023.

    Keberhasilan pengungkapan kasus TPPU ini merupakan hasil sinergi lintas lembaga penegak hukum antara DJP, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kepolisian (Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri), serta PPATK, dengan dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kementerian Hukum dan HAM RI.

    Selain itu, DJP juga berkoordinasi dengan otoritas perpajakan dari Singapura, Malaysia, British Virgin Islands, dan beberapa negara lainnya, mengingat adanya transaksi keuangan lintas negara dalam perkara ini.

    Sebagai informasi, ada pada tahun 2023 silam DJP Jakarta Pusat telah menyerahkan tersangka tindak pidana perpajakan berinisial TB kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (29/3). Dirinya dikabarkan menyebab kerugian negara hingga Rp 317 miliar.

    Adapun pelanggaran pidana yang dimaksud terkait Wajib Pajak PT Uniflora Prima (PT UP) yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan untuk tahun 2014. Sedangkan tersangka TB sendiri merupakan beneficial owner atau penerima manfaat dari PT UP.

    Sementara itu, dijelaskan bahwa kasus ini bermula pada 2014 saat PT UP menjual asetnya sebesar US$ 120.000.000 yang hasil penjualannya dilarikan ke luar negeri. Akibat dari aksi tersebut mengakibatkan kerugian negara setidaknya Rp 317 miliar.

    (shc/fdl)

  • Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Penghinaan Korban Orba

    Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Penghinaan Korban Orba

    GELORA.CO -Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung menolak rencana pemerintah yang memasukkan nama mantan Presiden Soeharto dalam daftar calon penerima gelar pahlawan nasional.

    Kadiv Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas menilai, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan bentuk pengabaian terhadap sejarah kelam bangsa, terutama berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama Orde Baru alias Orba.

    “Memberikan gelar pahlawan kepada sosok dengan rekam jejak pelanggaran HAM adalah penghinaan terhadap para korban dan keluarganya yang hingga kini masih memperjuangkan keadilan,” kata Prabowo dikutip dari RMOLLampung, Sabtu 1 November 2025.

    Ia mencontohkan peristiwa Talangsari pada 7 Februari 1989 di Lampung Timur, di mana ratusan warga sipil menjadi korban operasi militer yang menewaskan dan menahan warga secara paksa. Hingga kini, kata dia, banyak keluarga korban belum mendapat pemulihan dan keadilan.

    Selain Talangsari, LBH juga menyinggung tragedi UBL Berdarah yang menewaskan dua mahasiswa, serta berbagai tindakan represif lainnya terhadap masyarakat dan aktivis selama masa pemerintahan Soeharto.

    “Rezim Soeharto menggunakan kekuatan negara untuk membungkam kritik dan menciptakan ketakutan sistemik. Luka sejarah itu belum sembuh, negara tidak boleh melupakannya,” kata Prabowo.

    LBH Bandar Lampung menegaskan, gelar pahlawan hanya pantas disematkan kepada tokoh yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, moralitas, dan keberanian membela rakyat.

  • Kemenkum Sebut 500 Napi Menunggu Eksekusi Mati

    Kemenkum Sebut 500 Napi Menunggu Eksekusi Mati

    Kemenkum Sebut 500 Napi Menunggu Eksekusi Mati
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Hukum mengungkapkan setidaknya ada 500 orang narapidana di Indonesia yang menunggu eksekusi hukuman mati.
    Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkum Dhahana Putra mengatakan para napi tersebut masih menunggu eksekusi pidana mati lantaran belum adanya aturan kejelasan waktu pelaksanaan hukuman mati.
    “Bisa dibayangkan orang terpidana mati yang tidak ada waktu kapan (eksekusinya) ya, ini penantian yang luar biasa dan menjadi suatu masalah besar,” ucap Dhahana dalam Webinar Uji Publik Rancangan Undang-Undang tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati di Jakarta, Jumat (31/10/2025), melansir
    Antara
    .
    Maka dari itu, kata dia, pemerintah saat ini sedang memproses RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, yang dalam waktu dekat akan disampaikan Presiden Prabowo Subianto kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani.
    Dalam RUU tersebut, Dhahana menyampaikan, diatur bahwa pelaksanaan pidana mati tidak lebih dari 30 hari sejak penetapan pelaksanaan putusan.
    Adapun eksekusi akan akan dilaksanakan di tempat tertutup dan terbatas, serta diutamakan di daerah tempat terpidana mati menjalani pembinaan.
    Saat pelaksanaan putusan hukuman mati, pemberitahuan disampaikan kepada terpidana mati dan keluarga, presiden, advokat, Mahkamah Agung, menteri luar negeri, menteri hukum, menteri imigrasi dan pemasyarakatan, kepolisian, serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
    Pemberitahuan itu disertai informasi upaya hukum, hasil pemeriksaan dan penilaian terpidana mati, dan keputusan penolakan permohonan grasi.
    Ia menuturkan presiden dapat memberikan pertimbangan pelaksanaan pidana mati dan harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    “Apabila dalam 90 hari sejak keputusan pelaksanaan pidana mati diterima oleh presiden telah lewat dan presiden tidak menetapkan keputusan perubahan pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup, usulan perubahan pidana mati dianggap dikabulkan secara hukum,” jelasnya.
    Dengan demikian, tambah Dhahana, RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati akan memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan hukuman mati.
    Meski begitu, Dhahana menekankan dengan adanya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026, pidana mati ke depannya akan menjadi upaya terakhir dalam pemberian hukuman oleh pengadilan.
    Dalam KUHP Nasional, diatur bahwa pidana mati bukan lagi pidana pokok yang diberikan kepada narapidana, melainkan pidana alternatif yang disepadankan dengan hukuman penjara seumur hidup maupun 20 tahun.
    “Inilah politik hukum, sejatinya pidana mati itu kita terapkan asas
    ultimum remedium
    . Bahkan ada kecenderungan tidak dilaksanakan,” imbuh Dhahana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Seluruh Kelurahan di Jakarta Kini Miliki Pos Bantuan Hukum Gratis

    Seluruh Kelurahan di Jakarta Kini Miliki Pos Bantuan Hukum Gratis

    JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi memiliki Pos Bantuan Hukum (Posbankum) di seluruh kelurahan. Fasilitas layanan hukum gratis ini diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI Supratman Andi Agtas pada Jumat, 31 Oktober.

    Dengan peresmian ini, sebanyak 297 Posbankum Kelurahan di seluruh wilayah Jakarta telah beroperasi penuh dan siap melayani masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum tanpa biaya.

    Pramono menjelaskan, keberadaan Posbankum akan menjadi bagian penting dari sistem pelayanan publik di tingkat kelurahan. Menurutnya, layanan hukum selama ini masih menjadi aspek yang belum tersentuh secara merata, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

    “Kehadiran Posbankum, Pos Bantuan Hukum ini, secara signifikan akan mempengaruhi itu dan maka saya akan minta kepada semua kelurahan kita untuk membuat Posbankum ini betul-betul efektif berjalan di lapangan,” kata Pramono di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat, 31 Oktober.

    Ia menilai, keberadaan Posbankum melengkapi struktur pelayanan publik yang selama ini dijalankan berbagai pasukan operasional Pemprov DKI seperti Pasukan Oranye, Biru, dan Hijau.

    “Kalau ini bisa, maka sebenarnya di Jakarta semuanya sampai dengan di bawah ini sudah diurus. Kenapa demikian? Kemarin saya meluncurkan Pasukan Putih, jumlahnya adalah 584. Maka orang-orang inilah yang kemudian bertugas untuk itu. Lebih bersifat kemanusiaan,” ujae Pramono.

    Menurutnya, Posbankum hadir sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap warga yang kesulitan mendapatkan akses keadilan. Pramono menambahkan, pembentukan ratusan Posbankum ini menjadi bagian dari transformasi Jakarta menuju kota global yang inklusif dan berkeadilan sosial.

    “Pemprov DKI Jakarta menyampaikan rasa syukur dan terimakasih dengan telah dibentuknya Posbankum berjumlah 267 sehingga akan ada di setiap kelurahan dan itu melengkapi semua infrastruktur yang ada di Jakarta. Ini akan menguatkan Jakarta sebagai Kota Global dan sebagai Ibu Kota mudah-mudahan akan berdampak secara langsung bagi masyarakat,” tuturnya.

    Melanjutkan, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menyebut keberadaan 267 Posbankum yang difasilitasi pemerintah daerah akan mempermudah warga dalam mengakses konsultasi hukum, termasuk pendampingan hingga proses pengadilan.

    “Dengan Gubernur difasilitasi pembentukan Pos Bantuan Hukum (Posbankum) di seluruh kelurahan se-Jakarta ada 267. Walaupun kelihatan jumlahnya kecil dibandingkan provinsi yang lain, DKI itu dengan jumlah penduduk yang luar biasa karena semua orang berkumpul,” ujar Supratman.

    “Mudah-mudahan dengan difasilitasi dengan pembentukan Posbankum, masyarakat semakin mudah mendapatkan akses layanan baik segi konsultasi hingga kalau terpaksa sampai ke pengadilan jadi ada wadahnya,” sambungnya.

    Seluruh layanan Posbankum diberikan secara gratis bagi masyarakat miskin. Pemerintah pusat juga bekerja sama dengan 52 organisasi bantuan hukum terakreditasi di DKI Jakarta untuk memberikan pendampingan hukum yang terjamin.

    “Semua gratis, kalau ada masyarakat yang membutuhkan layanan ke depan kita ada kerjasama dengan organisasi bantuan hukum ada 52 organisasi bantuan hukum yang kita bantu di DKI Jakarta sudah terakreditasi itu satu perkara dari Kementerian Hukum kita bantu Rp5 juta buat warga miskin,” ungkap Supratman.

  • Pembantaian Massal Gelagat Munculnya Genosida Baru di Sudan?

    Pembantaian Massal Gelagat Munculnya Genosida Baru di Sudan?

    Jakarta

    Laporan bahwa “korban sakit dan terluka dieksekusi secara kejam,” ditulis Koordinasi Komite Perlawanan Sudan (Sudanese Coordination of Resistance Committees), sebuah organisasi nonpemerintah, dua hari setelah Pasukan Dukungan Cepat atau Rapid Support Forces (RSF) menguasai El-Fasher, ibu kota Darfur Utara, Sudan.

    Menurut organisasi tersebut, para milisi RSF telah membunuh hampir semua orang atau membiarkan mereka mati di Rumah Sakit Al Saudi di kota itu.

    Citra satelit yang dianalisis Humanitarian Research Lab, Yale School of Public Health, mengonfirmasi bahwa sejak akhir pekan lalu muncul “kumpulan objek yang konsisten dengan ukuran tubuh manusia dan perubahan warna tanah kemerahan” di luar rumah sakit-rumah sakit di El-Fasher.

    Beberapa sumber menyebut hingga 2.000 warga sipil telah tewas dalam tiga hari terakhir. Laporan dari lapangan masih sulit diperoleh karena RSF mematikan komunikasi satelit bagi penduduk.

    Seorang perempuan yang berhasil melarikan diri dari El-Fasher kepada DW pada hari Rabu (29/10) mengatakan, “RSF mengambil semua yang kami miliki, mereka bahkan menggeledah pakaian dalam kami dan meninggalkan kami tanpa apa-apa — tanpa uang, tanpa ponsel.”

    “Mereka melakukan uji coba militer terhadap orang-orang, dan jika mengetahui seseorang memiliki pengetahuan atau keterkaitan dengan urusan militer, mereka langsung dieksekusi,” tambahnya.

    Konflik Sudan: Apa yang perlu diketahui

    Pembunuhan massal terbaru ini merupakan eskalasi terbaru dari konflik Sudan yang meletus pada April 2023. Saat itu, Angkatan Bersenjata Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF) di bawah komando Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, dan RSF, pimpinan Mohamed Hamdan Dagalo alias Hemeti, berselisih terkait integrasi milisi ke dalam angkatan nasional.

    Setelah merebut El-Fasher, kendali wilayah RSF kini mencakup Darfur dan sebagian selatan, sementara SAF menguasai ibu kota Khartoum serta wilayah utara dan tengah negara itu.

    Apa kata RSF?

    Organisasi kemanusiaan internasional menuntut RSF membuka koridor kemanusiaan bagi sekitar 177.000 orang yang tak bisa meninggalkan kota.

    “Dengan SAF mundur, terutama warga sipil yang mendukung SAF kini mencoba melarikan diri, RSF memiliki kepentingan untuk menghina SAF dengan melampiaskan kekerasan pada warga sipil,” ujar Hager Ali, peneliti di GIGA Institute for Global and Area Studies, Jerman, kepada DW. “RSF juga berusaha menakut-nakuti warga sipil agar patuh di wilayah yang mereka kuasai.”

    Pada Maret lalu, RSF dan kelompok bersenjata lain membentuk Sudan Founding Alliance (TASIS), dengan mandat membentuk “Pemerintahan Perdamaian dan Persatuan” untuk Darfur dan sebagian selatan. TASIS menegaskan di X (Twitter):

    “Kami menegaskan posisi kami mengecam segala pelanggaran dan bekerja terus-menerus untuk menghentikannya. Namun perlu diluruskan: banyak video pelanggaran di media sosial adalah rekayasa dari media gerakan Islam, tentara bayaran dari pasukan gabungan, dan lainnya.”

    Namun menurut Leena Badri, peneliti kebijakan Sudan, pernyataan itu tak lebih dari upaya TASIS “mendapat legitimasi politik untuk mendirikan struktur pemerintahan paralel mereka.”

    RSF: Akar kekerasan dan genosida

    Kedua belah pihak dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia(HAM) sepanjang konflik. Pemerintahan AS di bawah Presiden Joe Biden menjatuhkan sanksi kepada kedua jenderal. RSF dituduh melakukan genosida dan pelanggaran HAM berat, sementara SAF dituduh menyerang warga sipil dan menghambat transisi demokratis.

    “RSF tidak lebih brutal daripada kekuatan lain di dunia. Namun perbedaannya adalah kebijakan mereka bersifat sistematis dan genosidial,” ujar Shayna Lewis, spesialis Sudan dan penasihat senior PAEMA, sebuah LSM di AS yang fokus pencegahan kekejaman.

    “Pembunuhan tanpa batas pasien dan staf medis di rumah sakit adalah modus operandi RSF,” tambahnya. RSF berkembang dari milisi Janjaweed yang terkenal dengan kekerasan ekstrem di Darfur antara 2003–2005, membunuh sekitar 300.000 warga sipil yang dianggap bukan Arab, melainkan Afrika.

    Posisi dunia Arab dan peran emas

    Para pengamat menekankan bahwa sekutu internasional dari pihak yang bertikai menentukan apakah perang Sudan berakhir atau berlanjut. RSF diduga mendapat dukungan senjata dari Uni Emirat Arab (UEA) melalui Chad. SAF mendapat dukungan Mesir dan Qatar, sementara Arab Saudi menyatakan netral.

    Darfur menjadi prioritas RSF, tidak hanya karena ini wilayah asal mereka, tetapi juga karena sumber daya penting seperti emas. Emas dibutuhkan untuk menghindari sanksi dan membeli senjata. Kedekatan Darfur dengan perbatasan Libya dan Chad memungkinkan RSF mengendalikan populasi sipil untuk mempermudah pengadaan senjata dan amunisi.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    Lihat juga Video: Serangan Bom-Penembakan di Sudan Tewaskan 127 Orang

    (ita/ita)

  • Muslimat NU Tuban Gandeng LBH KP Ronggolawe Beri Bantuan Hukum bagi Kelompok Marginal

    Muslimat NU Tuban Gandeng LBH KP Ronggolawe Beri Bantuan Hukum bagi Kelompok Marginal

    Tuban (beritajatim.com) – Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Cabang Tuban, Hj. Siti Sarofah, menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Direktur LBH KP Ronggolawe, sebagai langkah konkret untuk memberikan layanan bantuan hukum kepada kelompok marginal di Kabupaten Tuban.

    Sarofah menjelaskan, kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari pelatihan paralegal serentak se-Indonesia yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Muslimat NU pada 19–21 Juni 2025 lalu. Dalam kegiatan tersebut, Muslimat NU Tuban mengirimkan 34 peserta dari berbagai Pimpinan Anak Cabang (PAC).

    “Setelah pelatihan paralegal selama tiga hari, mereka melakukan tugas aktualisasi di lapangan seperti pendampingan masyarakat dalam bentuk drafting dokumen dan mediasi kasus hukum, contohnya kasus KDRT,” ujar Sarofah, Jumat (31/10/2025).

    Ia menambahkan, kasus-kasus yang harus diselesaikan melalui jalur hukum akan dirujuk langsung ke LBH KP Ronggolawe, lembaga yang telah mendapat mandat resmi dari Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah Jawa Timur.

    “Sebab, Direktur LBH KP Ronggolawe, Nunuk Fauziyah, selain menjadi pemateri saat pelatihan, juga berperan sebagai mentor pendampingan paralegal di Jawa Timur,” terang Sarofah.

    Menurut Sarofah, selama proses aktualisasi, LBH KP Ronggolawe turut memfasilitasi Focus Group Discussion (FGD) untuk meningkatkan kapasitas intelektual para paralegal. FGD tersebut difokuskan pada pendampingan hukum non-litigasi serta pemahaman tentang alur layanan bantuan hukum, terutama bagi perempuan, anak, dan korban kekerasan.

    “Penandatanganan kerja sama ini bertujuan melanjutkan program Muslimat NU, khususnya bidang advokasi dan HAM yang dikomandoi oleh Wakil Ketua sekaligus Koordinator Bidang Advokasi, Khazanah Hidayati SP., MP,” imbuhnya.

    Ia berharap para paralegal yang telah mengikuti pelatihan dan lolos kualifikasi dapat bekerja sama secara optimal dengan LBH KP Ronggolawe. Dengan demikian, ketika terjadi persoalan hukum di masyarakat, pengurus Muslimat NU Tuban dapat memberikan pendampingan langsung, terutama dalam kasus KDRT dan perlindungan anak.

    Sementara itu, Siti Anikoh, paralegal dari PAC Kecamatan Jenu, menyatakan komitmennya menjalankan amanah organisasi dalam memberikan bantuan hukum bagi kelompok rentan. “Itu sebabnya saya dengan serius mengikuti proses belajar dengan LBH KP Ronggolawe yang selama ini sudah kafah dalam kerja-kerja advokasi dan pendampingan hukum bagi kelompok marginal. Saya bangga bisa menjalankan tugas mulia ini,” tutur Anikoh. [dya/beq]

  • Politisi PSI Setuju Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Sindir PDI-P Belum Berdamai dengan Sejarah

    Politisi PSI Setuju Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Sindir PDI-P Belum Berdamai dengan Sejarah

    Politisi PSI Setuju Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Sindir PDI-P Belum Berdamai dengan Sejarah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bestari Barus mengatakan, bangsa Indonesia perlu menilai Presiden ke-2 Soeharto secara utuh, bukan hanya dari sisi kontroversinya.
    Bestari pun sepakat Soeharto layak mendapat gelar Pahlawan Nasional.
    “Soeharto adalah bagian dari sejarah bangsa yang tidak bisa dihapus. Ia membawa Indonesia menuju stabilitas ekonomi, swasembada pangan, dan pembangunan infrastruktur besar-besaran. Itu fakta sejarah yang tidak bisa disangkal,” ujar Bestari dalam keterangannya, Kamis (30/10/2025).
    Bestari kemudian mengkritik sejumlah politisi PDI-P yang menolak usulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional.
    Menurutnya, penilaian subjektif tidak sepatutnya mempengaruhi keputusan pemerintah dalam menentukan siapa yang layak menerima gelar pahlawan nasional.
    “Pernyataan sikap satu atau dua orang dari PDI-P tentu tidak akan mempengaruhi keputusan pemerintah. Saya yakin pemerintah memiliki mekanisme dan pendalaman yang komprehensif. Tim penilai gelar pahlawan sudah meneliti dengan matang, dan siapapun yang akan ditetapkan nantinya pasti telah memenuhi kriteria,” jelasnya.
    Lalu, Bestari menilai, komentar negatif yang disertai kalimat merendahkan terhadap Soeharto menunjukkan pandangan yang tidak objektif terhadap sejarah.
    Dia bahkan menyinggung PDI-P yang belum siap berdamai dengan sejarah.
    “Kalimat seperti ‘apa hebatnya Soeharto?’ itu sangat tidak bijak. Justru kami melihat Soeharto sebagai sosok yang hebat karena berhasil menumpas gerakan 30 September yang menelan banyak korban jiwa dan mengancam keutuhan bangsa. Tanpa langkah tegas itu, mungkin arah sejarah Indonesia akan berbeda,” kata Bestari.
    “Kalau PDI-P masih menilai Soeharto dari luka politik 1965 dan Orde Baru, berarti mereka belum siap berdamai dengan sejarah. Reformasi sudah dua dekade lebih berjalan, saatnya kita melihat sejarah dengan kepala dingin,” sambungnya.
    Sebelumnya, Kepala Badan Sejarah Indonesia DPP PDI-P, Bonnie Triyana, menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.
    Diketahui, Soeharto menjadi salah satu dari 40 nama yang diusulkan untuk mendapat gelar pahlawan nasional.
    “Menurut hemat saya, ya kita harus tolak, saya sendiri menolak,” katanya, dilansir dari Kompas.id.
    Dia mengatakan, selama ini masyarakat ingin standar jelas tentang sosok pemimpin.
    Di antaranya tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia maupun praktik korupsi.
    Namun, kata dia, jika seorang yang berkuasa selama 30 tahun dijadikan pahlawan, maka generasi muda bisa kehilangan acuan tentang pemimpin yang baik.
    “Selama ini, kan, kita selalu ingin ada satu standar tentang bagaimana sih menjadi pemimpin publik yang demokratis, yang menghargai manusia, sehingga ketika seorang menjadi pemimpin publik, ya tidak ada pelanggaran HAM, tidak ada korupsi, itu sudah clear. Kalau tokoh yang berkuasa selama 30 tahun dijadikan pahlawan, anak muda akan kehilangan ukuran. Mereka bisa berpikir, ‘Oh, yang seperti ini pun bisa jadi pahlawan’,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Top 3 News: Gara-Gara Catcalling Wanita di Trotoar Kebayoran Baru, Polisi Ini Kena Sanksi Disiplin

    Top 3 News: Gara-Gara Catcalling Wanita di Trotoar Kebayoran Baru, Polisi Ini Kena Sanksi Disiplin

    Liputan6.com, Jakarta – Seorang polisi diduga melakukan catcalling kepada wanita yang melintas di trotoar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Aksi itu direkam korban dan viral di media sosial. Itulah top 3 news hari ini.

    Dalam rekaman yang beredar, korban terlihat membentak polisi yang diduga menggoda dirinya. Dengan nada kesal, dia menantang polisi tersebut untuk mendekat.

    Polisi itu pun tak bisa berkutik. Sambil menyampaikan permohonan maaf, dia terus berjalan. Dalam penjelasannya, si wanita mengaku sering berjalan kaki setiap pulang pilates. Namun hari itu, di jalur yang sama, ada sejumlah polisi berjaga. Salah satunya diduga melontarkan godaan.

    Korban mengaku tak habis pikir bagaimana masyarakat bisa merasa aman jika polisi yang seharusnya melindungi malah melakukan tindakan yang tak pantas.

    Sementara itu, sebanyak 1.072 personel gabungan dikerahkan untuk mengawal jalannya aksi unjuk rasa di Jakarta Pusat, pada Rabu 29 Oktober 2025. Kasi Humas Polres Metro Jakpus Iptu Ruslan Basuki megatakan pengamanan dilakukan di tiga titik berbeda.

    Aksi pertama digelar oleh Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Jabodetabek di kawasan Sahid Sudirman Center.

    Tak hanya itu, massa mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa Peduli Sosial dan HAM bersama sejumlah elemen masyarakat akan menggelar aksi di Silang Selatan Monas.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Presiden Prabowo Subianto menyaksikan pemusnahan barang bukti narkoba seberat 214,84 ton senilai Rp 29,37 triliun yang dilakukan oleh Polri, Rabu 29 Oktober 2025. Ada pun barang bukti narkoba tersebut berhasil disita Polri dari Oktober 2024 sampai Oktober 2025.

    Berdasarkan pantauan Liputan6.com, Prabowo tiba di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta Selatan pada pukul 13.20 WIB. Kedatangan Prabowo tampak disambut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

    Prabowo lalu meninjau tumpukan narkoba yang berhasil disita oleh aparat. Berbagai jenis narkoba mulai dari ekstasi, sabtu, ganja hingga etomidate itu dibungkus rapi dengan plastik dan kardus.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Rabu 29 Oktober 2025:

    Prabowo Depan Kapolri-Menteri Bicara ‘Orang Titipan’

    Presiden Prabowo Subianto menghadiri pemusnahan narkotika seberat 214,84 ton senilai Rp29,37 triliun di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/10). Dalam pidatonya, ia menegaskan keseriusannya memberantas narkoba, penyelundupan, …

  • Cara Cek Online Penerima Bantuan PIP, PKH, dan KIS Aktif Atau Tidak

    Cara Cek Online Penerima Bantuan PIP, PKH, dan KIS Aktif Atau Tidak

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah memiliki beragam bantuan yang disalurkan kepada masyarakat. Bantuan ini beragam dan berasal dari berbagai bidang.

    Misalnya Program Indonesia Pintar (PIP), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

    Semua bantuan tersebut memiliki ketentuan. Ada yang diberikan empat kali atau dalam periode tertentu.

    Masyarakat juga bisa mengecek sendiri penerima bantuan masih aktif atau tidak. Pengecekan dilakukan secara online pada masing-masing website yang sudah disediakan.

    Untuk mengecek keaktifan bantuan, masyarakat perlu menyiapkan informasi detil seperti Nomor Induk Kependudukan dan data terkaitnya.

    Berikut cara mengecek apakah bantuan pemerintah masih aktif atau tidak:

    Cara cek status Program Indonesia Pintar (PIP)

    PIP merupakan bantuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Besaran bantuan berbeda bergantung dari tingkatan pendidikan penerima.

    Mulai dari Rp 225 ribu hingga Rp 450 ribu untuk SD/SDLB/Program Paket A, Rp 375 ribu hingga Rp 750 ribu untuk siswa SMP/SMPLB/Program Paket B, serta Rp 1,8 juta per tahun untuk SMA, SMALB/Program Paket C.

    Khusus untuk kelas 10 semester 1 dan kelas 12 Semester 2 tidak mendapatkan nominal yang sama dan akan mendapatkan sebesar Rp 900 ribu.

    Pembagian PIP dilakukan dalam tiga periode, Februari-April, Mei-September, dan Oktober-Desember. Sementara untuk mengecek apakah sebagai penerima bantuan, berikut caranya:

    Masuk laman pip.kemendikdasmen.go.id atau klik link berikut
    Masukkan data Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK)
    Masukkan angka hasil penjumlahan
    Tekan opsi Cek Penerima PIP
    Jika siswa sebagai penerima PIP, maka akan ada informasi dan status dana bantuan

    Cara cek status Program Keluarga Harapan (PKH)

    PKH merupakan bantuan tunai untuk keluarga kurang mampu yang diberikan sebanyak empat kali. Besarannya juga berbeda, misalnya ibu hamil Rp 3 juta/tahun, anak usia dini Rp 3 juta per tahun, siswa SD Rp 900 ribu/tahun, siswa SMP Rp 1,5 juta/tahun, siswa SMA Rp 2 juta/tahun, disabilitas berat Rp 2,4 juta/tahun, lanjut usia di atas 60 tahun Rp 2,4 juta/tahun dan korban pelanggaran HAM berat Rp 10,8 juta per tahun.

    Berikut cara mengecek status keaktifan penerima bantuan PKH:

    Masuk ke laman cekbansos.kemensos.go.id atau langsung klik link ini
    Isi informasi domisili provinsi, kabupaten-kota, kecamatan, dan desa
    Tuliskan kode yang tersedia di layar
    Klik Cek Data

    Cara cek online Kartu Indonesia Sehat (KIS)

    KIS adalah program dari Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) untuk masyarakat kurang mampu yang masuk dalam kriteria Penerima Bantuan Iuran (PBI).

    Ada berbagai layanan yang bisa diakses penerima bantuan, dari pembebasan iuran kelas 3 BPJS Kesehatan, mendapatkan layanan kesehatan umum dan khusus seperti perawatan gigi, jiwa, dan kesehatan reproduksi.

    Untuk mengecek status penerima, simak caranya berikut ini:

    Buka laman bpjs-kesehatan.go.id atau klik link ini
    Klik menu Layanan BPJS atau Pelayanan Online
    Masukkan data tempat tinggal
    Isi informasi diri seperti NIK dan nomor KIS

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]