Kasus: HAM

  • Menko Yusril Akui Pemerintah Prabowo Belum Maksimal Berantas Judi Online

    Menko Yusril Akui Pemerintah Prabowo Belum Maksimal Berantas Judi Online

    Bisnis.com, JAKARTA — Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengaku pemberantasan judi online di Indonesia belum maksimal.

    Dia menyatakan, selama setahun kabinet merah putih besutan Presiden Prabowo Subianto berjalan, pemberantasan judi online masih belum sesuai harapan.

    “Setahun setelah Kabinet Merah Putih bekerja, kita harus mengakui dengan jujur bahwa pencegahan dan pemberantasan judi online belumlah maksimal,” ujar Yusril di PPATK, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

    Dia menambahkan, hingga saat ini bandar judi online masih tetap leluasa melakukan kejahatan terorganisir ini. Di samping itu, Yusril juga mengakui pemerintahan RI belum bekerja sama secara maksimal dengan negara lain dalam memberantas judi online ini.

    Oleh sebab itu, pemerintah akan terus mengupayakan untuk menekan angka judi online ini. Salah satunya dengan penerapan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    “Tapi kalau dikaitkan dengan TPPU akibatnya itu dahsyat sekali karena TPPU dapat mendeteksi ada transaksi mencurigakan ada rekening yang mencurigakan,” imbuhnya.

    Selain itu, Yusril juga meminta agar tokoh agama juga bisa terlibat dalam upaya menekan judi online di Indonesia. Misalnya, menjelaskan soal bahaya judi online melalui khutbah keagamaan.

    Berdasarkan pengalamannya, Yusril mengaku belum pernah mendengar khutbah terkait dengan persoalan riil yang terjadi di masyarakat seperti judi online.

    Oleh karena itu, jika adanya kolaborasi pemerintah dan tokoh agama ini maka diharapkan bisa menekan praktik judi online di Tanah Air.

    “Yang dibicarakan masalah neraka jahanam terus-terusan tapi lupa membahas masalah yang real dihadapi oleh masyarakat kita ini terkait dengan masalah perjudi online, masalah narkoba, masalah riil yang dihadapi,” pungkasnya.

  • Yusril Sebut Ada 600.000 Penerima Bansos Gunakan Bantuan jadi Modal Main Judi Online

    Yusril Sebut Ada 600.000 Penerima Bansos Gunakan Bantuan jadi Modal Main Judi Online

    Bisnis.com, JAKARTA — Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyampaikan terdapat 600.000 penerima bantuan sosial menyalahgunakan dana untuk modal judi online.

    Yusril mengatakan temuan itu diperoleh dari kerja sama antara kementerian terkait dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    “Kemensos sudah mengetahui berkat kerjasama dengan PPATK, lebih daripada 600.000 penerima bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah itu dijadikan modal untuk melakukan judi online,” ujar Yusril di kantor PPATK, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

    Selain itu, Yusril juga mengemukakan bahwa bantuan pemerintah lain yang disalahgunakan lainnya yakni soal beasiswa yang diberikan kepada pelajar dan mahasiswa.

    “Bahkan pemerintah, itu sudah mendeteksi sejumlah bantuan beasiswa kepada pelajar-pelajar dan mahasiswa kita, juga digunakan untuk judi online,” imbuhnya.

    Dengan demikian, Yusril mengemukakan bahwa pemerintah tengah berupaya untuk menekan praktik judi online di Indonesia. Salah satunya, selain penangkapan bandar, pemerintah juga menerapkan pasal TPPU terhadap praktik judi online ini.

    Di samping itu, Yusril juga mengemukakan dampak dari judi online ini bisa membuat seseorang melakukan tindak pidana penganiayaan, pencurian, bahkan bunuh diri.

    “Dampak sosialnya sangat besar ya, terjadi frustasi, terjadi penganiayaan, bunuh diri, pencurian, perampokan dan lain-lain akibat orang-orang kalah judi di tengah masyarakat kita ini,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, PPATK mengungkap bahwa transaksi keuangan judi online mencapai Rp155 triliun hingga Oktober 2025. Tercatat, pemain judi online ini rata-rata memiliki penghasilan Rp5 juta ke bawah.

    Jumlah itu menyusut dibandingkan dengan transaksi judi online sepanjang tahun 2024 yang mencapai Rp359 triliun. 

  • Menko Yusril Sebut Transaksi Uang Judi Online Lebih Besar dari Korupsi

    Menko Yusril Sebut Transaksi Uang Judi Online Lebih Besar dari Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menkokumhamimipas) Yusril Ihza Mahendra menyatakan perputaran uang judi online lebih besar dari korupsi.

    Hal tersebut disampaikan Yusril usai menghadiri acara di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Jakarta, Selasa (4/11/2025).

    “Dan kita ketahui bahwa uang yang beredar terkait dengan perjudian itu besar ya, mungkin lebih besar daripada uang hasil korupsi,” ujar Yusril.

    Namun demikian, kata Yusril, perputaran uang paling tinggi dari tindak kejahatan dipegang oleh kasus narkoba. Meskipun begitu, ketiga kejahatan itu harus diberantas sebagaimana visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

    Menurut Yusril, penindakan ketiganya juga harus dilakukan tanpa pandang bulu karena banyak memberikan dampak negatif terhadap masyarakat Indonesia.

    “Karena itu harus menjadi perhatian kita bersama persoalan korupsi, persoalan judi online dan persoalan nakoba memang harus kita ambil satu langkah-langkah yang tegas dan sistematik, tanpa pandang bulu,” imbuhnya.

    Khusus Judol, Yusril menyatakan bahwa Prabowo juga sempat menyinggung persoalan ini di KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Korea Selatan.

    “Kemarin di sidang APEC beliau (Prabowo) mengatakan bahwa belasan triliun, belasan miliar dolar uang kita itu, negara dirugikan setiap tahunnya akibat judi online,” pungkas Yusril.

    Sekadar informasi, PPATK mengungkap bahwa transaksi keuangan judi online mencapai Rp155 triliun hingga Oktober 2025.

    Jumlah itu menyusut dari transaksi judi online sepanjang tahun 2024 yang mencapai Rp359 triliun. Menurut Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, transaksi itu bisa ditekan karena kolaborasi pemerintah dengan stakeholder terkait.

    “Jadi kolaborasi seperti yang Pak Menko sampaikan tadi kita lakukan dengan sangat kuat. Ini memang ada komitmen kita bersama untuk melaksanakan arahan Pak Presiden,” tutur Ivan

  • Yusril: Perputaran Uang Judol Lebih Besar daripada Korupsi, Tertinggi Narkoba

    Yusril: Perputaran Uang Judol Lebih Besar daripada Korupsi, Tertinggi Narkoba

    Yusril: Perputaran Uang Judol Lebih Besar daripada Korupsi, Tertinggi Narkoba
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imigrasi) Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa perputaran uang judi online (judi) lebih besar daripada hasil korupsi.
    “Uang yang beredar terkait dengan perjudian itu besar ya, mungkin lebih besar daripada uang hasil
    korupsi
    ,” kata Yusril saat ditemui di Kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025).
    Namun, Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto itu meyakini bahwa perputaran uang paling teratas adalah
    narkoba
    .
    Oleh karena itu, permasalahan narkoba, judi, dan korupsi harus menjadi perhatian pemerintahan untuk menindak tegas para pelaku tanpa pandang bulu.
    Dalam hal judi, Yusril menyebut Prabowo sangat fokus memberantas tindak kejahatan tersebut.
    “Kemarin di sidang APEC beliau (Prabowo) mengatakan bahwa belasan triliun, belasan miliar dollar uang kita itu, negara dirugikan setiap tahunnya akibat
    judi online
    ,” ungkap Yusril.
    Pemerintah sejauh ini telah menemukan adanya penyalahgunaan dana beasiswa oleh sejumlah pelajar dan mahasiswa yang digunakan untuk bermain judi.
    “Kementerian Sosial juga sudah mengetahui, berkat kerja sama dengan PPATK, lebih daripada 600.000 penerima bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah itu dijadikan modal untuk melakukan judi online,” ungkap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 322 Anak Terlibat Demo Ricuh, Kebanyakan Karena Ikut-Ikutan dan Tak Paham Hukum

    322 Anak Terlibat Demo Ricuh, Kebanyakan Karena Ikut-Ikutan dan Tak Paham Hukum

    Liputan6.com, Jakarta – Polri mencatat sebanyak 332 anak terlibat kasus demo ricuh beberapa waktu lalu. Data anak-anak terlibat kerusuhan saat emo itu dihimpun dari 11 polda di seluruh Indonesia.

    “Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri hingga tanggal 3 November 2025 mencatat terdapat 332 anak yang terlibat dalam kasus kerusuhan pada aksi unjuk rasa di 11 polda di seluruh Indonesia,” kataWakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Nunung Syaifuddin membacakan sambutan dari Kabareskrim menyampaikan hal itu dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Sinergi Antar Lembaga untuk Perlindungan Hak Anak-Anak yang Berhadapan dengan Hukum”, pada Selasa (4/11/2025).

    Acara ini dihadiri Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), Komnas HAM, KPAI, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil.

    Nunung menyebut, Polda Jawa Timur menempati posisi tertinggi dengan total 144 anak, disusul Jawa Tengah 77 anak, kemudian Jawa Barat 34 anak, dan Polda Metro Jaya 36 anak, serta sisanya tersebar di DIY, NTB, Lampung, Kalbar, Sulsel, Bali, dan Sumsel.

    “Dari total 332 anak tersebut, 160 anak telah menjalani diversi, 37 anak ditangani dengan pendekatan restoratif justice, 28 anak berada pada tahap 1, berkas tahap 1, kemudian 73 anak berada pada tahap 2, sementara 34 anak sudah P21,” ujar dia.

    Dia membeberkan, lebih dari 90 persen anak yang terlibat merupakan pelajar SMP hingga SMK, bahkan ada yang masih mengikuti program kejar paket.

  • Polemik Asal Usul Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Polemik Asal Usul Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Bisnis.com, JAKARTA — Polemik usulan pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Presiden ke-2 RI, Soeharto terus bergulir.

    Usulan pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto pertama kali digaungkan oleh Kementerian Sosial. Nama Soeharto masuk di antara beberapa nama yang diusulkan turut mendapatkan gelar tersebut.

    Rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto kembali mencuat sekitar Maret tahun ini. Saat itu, rencana tersebut dikemukakan oleh Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.

    Dia mengemukakan bahwa pihaknya bersama dengan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) telah membahas pengusulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.

    “Nah, semangatnya Presiden sekarang ini kan semangat kerukunan, semangat kebersamaan, semangat merangkul, semangat persatuan. Mikul duwur mendem jero,” kata Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dilansir dari laman resmi Kementerian Sosial, Rabu (19/3/2025).

    Adapun usulan itu akan diseleksi dan digodok oleh anggota TP2GP yang terdiri dari Staf Ahli, akademisi, budayawan, perwakilan BRIN, TNI, serta Perpustakaan Nasional. Selain lintas unsur sosial, mekanisme pengusulan Pahlawan Nasional juga harus melalui tahapan berjenjang dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat. 

    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah,” kata Mensos Gus Ipul.

    Sementara itu, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025. Dari jumlah tersebut, empat nama merupakan usulan baru, sementara enam lainnya merupakan pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Untuk tahun 2025 sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam adalah pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira Riyati.

    Dalam perkembangan terbaru, Gus Ipul optimistis nama Pahlawan Nasional yang baru dapat diumumkan secara resmi sebelum memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November 2025. 

    Kementerian Sosial tahun ini memberikan berkas usulan sebanyak 40 nama untuk menjadi pahlawan nasional kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), dan sebagian besar nama tersebut merupakan hasil pembahasan dari tahun-tahun sebelumnya.  

    “Ya mudah-mudahan, insyaallah sih. Insyaallah sebelum 10 November dan nanti dari nama-nama itu akan dipilih beberapa nama,” kata dia dilansir dari Antara, Selasa (28/10/2025).

    Namun, dia memastikan bahwa proses penetapan calon pahlawan nasional dilakukan melalui mekanisme seleksi berlapis dan melibatkan berbagai unsur, mulai dari masyarakat hingga tim ahli tingkat pusat.

    “Ya nanti itu menyesuaikan Dewan Gelar ya untuk punya kesempatan lapor kepada Presiden. Seperti Presiden Soeharto dan Presiden Gus Dur misalnya, itu sudah diusulkan lima atau 10 tahun yang lalu. Tapi kemarin itu karena masih ada hambatan-hambatan tentang syarat-syarat formal, maka masih ditunda. Tetapi karena syarat-syarat formalnya sudah terpenuhi semua, maka untuk tahun ini kita usulkan ke Dewan Gelar,” kata dia.

    Golkar Usulkan Nama Soeharto ke Prabowo

    Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menghadap Presiden Prabowo Subianto untuk mengajukan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai pahlawan nasional.

    “Saya bilang Bapak Presiden, dengan penuh harapan, lewat mekanisme rapat DPP Partai Golkar kami sudah mengajukan Pak Harto sebagai pahlawan nasional,” ujar Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

    Bahlil menilai Soeharto memiliki jasa besar bagi bangsa dan negara, antara lain dalam membangun kedaulatan pangan dan energi, menekan inflasi tinggi, serta membawa Indonesia dikenal sebagai salah satu kekuatan ekonomi di Asia pada masanya.

    Sebagai tokoh pendiri dan pembina Partai Golkar yang memimpin Indonesia lebih dari tiga dekade, Bahlil mengatakan Soeharto telah memberikan kontribusi penting terhadap pembangunan nasional.

    “Saya pikir sudah sangat layak, pantas, dan sudah saatnya untuk kemudian pemerintah bisa memberikan sebagai gelar Pahlawan Nasional. Itu yang tadi keputusan daripada DPP Partai Golkar,” kata Bahlil dilansir dari Antara, Senin (3/11/2025).

    Dalam pertemuan tersebut, Bahlil mengatakan Presiden Prabowo menerima aspirasi Partai Golkar terkait usulan tersebut dan menyatakan akan mempertimbangkannya sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

    “Bapak Presiden Prabowo mengatakan bahwa saya menerima dan akan mempertimbangkan. Sudah barang tentu itu lewat mekanisme internal, kan ada, ada mekanisme yang harus dilalui,” ucap Bahlil.

    Melanggar Hukum

    Direktur Eksekutif Lembaga Kajian demokrasi dan kebajikan publik Public Virtue Research Institute (PVRI), Muhammad Naziful Haq menolak rencana penetapan gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 Soeharto 

    Menurutnya, jika gelar tersebut tetap diberikan, maka sama saja mengkhianati cita-cita kemerdekaan Indonesia. Hal ini tidak lepas dari historis Soeharto yang lekat dengan pelanggaran HAM, penyelewengan kekuasaan, hingga militeristik. 

    “Soeharto bukan bukan nominasi yang tepat. Secara historis, dia adalah bagian dari otoritarianisme masa lalu yang mengkhianati cita-cita kemerdekaan,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (27/10/2025).

    Dia juga menyoroti usulan nama yang mendapatkan gelar pahlawan di mana dari 40 nama, 10 di antaranya berlatar belakang militer, 11 memiliki latar belakang elite agama, 19 lainnya dari berbagai latar. 

    Naziful menilai, hal ini berkaitan erat dengan kepentingan politik antara para elite untuk memberikan gelar pahlawan.

    “Nominasi nama-nama pahlawan di satu sisi tidak lepas dari politik pengkultusan individu, namun di sisi lain mencerminkan kompromi antara aktor penguasa dan kelompok agama yang sedang diakomodasi,” ujarnya.

    Selain itu, menurut Peneliti PVRI, Alva Maldini usulan nama Soeharto seolah mencoba mengubur masalah-masalah yang terjadi masa itu. Terlebih, katanya, nama Marsinah dan Gus Dur masuk dalam usulan sebagai simbol kelompok buruh dan ikon demokrasi. 

    “Namun ketika dua nama ini bersanding dengan nama Suharto dalam situasi militerisme dan menyempitnya ruang sipil, ada risiko dua nama ini menjadi apologi untuk situasi saat ini atau bahkan tukar guling politik,” jelas Alva.

    Ketua Dewan Setara Institute Hendardi menilai rencana pemberian gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 Soeharto melanggar hukum. Menurutnya, Soeharto lekat dengan masalah pelanggaran HAM, korupsi, dan penyalahgunaan kewenangan.

    Hendardi mengatakan, upaya mengharumkan mertua Prabowo Subianto itu sudah berjalan sistematis. Sebab, katanya, tepat sebulan sebelum pelantikan Prabowo sebagai presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) secara resmi mencabut nama Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). 

    Menurutnya, pencabutan TAP MPR itu mengabaikan fakta historis bahwa 32 tahun masa kepemimpinannya penuh dengan pelanggaran HAM, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pemerintah dinilai seolah ingin melepaskan nama Soeharto dari masalah-masalah yang pernah dibuatnya.

    “Selain itu jika nantinya Soeharto ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, hal itu merupakan tindakan melawan hukum, terutama UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin (27/10/2025).

  • Projo Tak Punya Nyali jadi Parpol

    Projo Tak Punya Nyali jadi Parpol

    GELORA.CO -Banyak pihak bertanya-tanya mengapa Projo, relawan politik yang selama ini dikenal paling solid dan identik dengan Joko Widodo, tak juga bertransformasi menjadi partai politik. 

    Padahal, dengan basis loyalitas dan jaringan relawan di berbagai penjuru tanah air, modal politik Projo terbilang sangat besar.

    Pengamat politik Adi Prayitno menilai, keputusan Projo untuk tidak mendirikan partai bukan tanpa alasan. Menurutnya, membentuk partai politik membutuhkan keberanian dan tekad yang luar biasa.

    “Mendirikan partai politik tentu butuh nyali besar, keberanian besar, inovasi besar. Karena partai politik adalah instrumen yang jejaringnya secara legal formal akan terdeteksi dan diketahui publik,” kata Adi lewat kanal Youtube miliknya, seperti dikutip redaksi di Jakarta, Selasa, 4 November 2025.

    Ia menjelaskan, partai politik secara administratif harus terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM serta memiliki struktur organisasi hingga tingkat kabupaten dan kota. Selain itu, tujuan partai adalah berkompetisi dalam pemilu, sesuatu yang bukan perkara mudah.

    “Itu butuh nyali besar yang saya kira tidak gampang dimiliki oleh siapapun,” lanjutnya.

    Dalam konteks ini, Adi menyebut wajar jika publik bertanya-tanya mengapa Projo yang kerap mengklaim diri sebagai relawan politik paling solid dan militan belum menjadikan kekuatan organisasinya sebagai partai politik.

    “Kalau ini yang terjadi, tentu ini soal nyali,” tegas Adi. 

  • LSM Gencar Mengepul Bantuan untuk Tahanan Politik Rusia

    LSM Gencar Mengepul Bantuan untuk Tahanan Politik Rusia

    Jakarta

    Julia, aktivis dengan nama yang disamarkan, pernah dipenjara sebagai tahanan politik di Rusia selama beberapa tahun. Tidak memiliki sanak saudara membuatnya tidak menerima apa pun dari luar penjara selama awal masa tahanannya.

    “Pikirkan hal yang kita butuhkan setiap harinya seperti sikat gigi, pakaian, hingga makanan,” kata Julia. “Di penjara, hidup terus berjalan, tapi mereka tidak mendapat uang sama sekali.”

    “Pada awalnya, saya bahkan memotong kuku dengan pisau cukur tua,” tambahnya. “Setelah beberapa saat, orang-orang di luar penjara entah bagaimana akhirnya mengetahui keadaan saya dan saya pun mulai menerima bantuan.”

    Julia masih tinggal di Rusia. Saat ini, ia mengumpulkan kebutuhan pokok dan makanan untuk para tahanan politik di penjara. “Ada tahanan-tahanan yang dikenal banyak orang dan mereka menerima bantuan,” katanya. “Tapi saya menulis surat kepada tahanan yang tidak begitu dikenal.”

    Dalam surat-suratnya, Julia menanyakan apa yang dibutuhkan para tahanan dan membuatkan daftar kebutuhan. “Sabun, tisu toilet, handuk, pakaian dalam,” katanya. “Kadang para tahanan tersebut mengatakan semuanya baik-baik saja dan menyarankan saya membantu mereka yang lebih membutuhkan.” Tapi ada juga surat lain yang menulis, “Ini bencana. Saya tidak punya apa pun. Tolong kirimkan sesuatu.”

    Meskipun jumlah tahanan politik meningkat di Rusia, Julia mengatakan jumlah sumbangan justru menurun. “Itu karena harga-harga di Rusia semakin mahal,” ujarnya.

    Menanggung biaya bantuan hukum

    Keluarga tahanan politik kerap menggalang dana di media sosial. Biaya bantuan hukum jadi pengeluaran terbesar. Aktivis mengatakan, pengacara yang baik sangatlah menentukan.

    Represi di Rusia tidak hanya menyiksa para tahanan politik tapi juga anggota keluarga mereka. Anak-anak tumbuh tanpa orang tua dan orang tua lanjut usia yang ditinggalkan lantas kehilangan dukungan.

    Keluarga-keluarga ini menerima bantuan dari inisiatif You Are Not Alone (Kamu Tidak Sendiri) – yang melakukan penggalangan dana tahunan bagi tahanan politik di Rusia. Proyek ini dipimpin oleh mantan tahanan politik Ksenia Fadeyeva, yang sebelumnya merupakan koordinator kampanye Alexei Navalny di Siberia tengah, sebelum Navalny meninggal di penjara.

    You Are Not Alone sering dicap oleh otoritas Rusia sebagai “organisasi tidak diinginkan,” hanya menerima sumbangan dari dalam Rusia.

    “Keluarga tahanan politik kadang harus memilih antara mengirim paket ke penjara, membayar kegiatan anak mereka, atau membeli obat untuk orang tua mereka yang lanjut usia,” kata Fadeyeva.

    Pada tahun 2024, proyek tersebut berhasil mengumpulkan 45 juta rubel Rusia (Rp 9,3 miliar). “Sekitar 80% permintaan yang kami terima adalah untuk pemberian paket atau untuk transfer uang ke otoritas penjara,” kata Fadeyeva. “Dengan begitu, para tahanan bisa menggunakan uang tersebut untuk membeli kebutuhan pokok dan makanan penting.”

    Proyek ini menyalurkan 14,5 juta rubel (Rp 3 miliar) untuk mengirim paket ke tahanan, 7,7 juta rubel (Rp 1,5 miliar) untuk membantu keluarga mereka, dan 5,5 juta rubel (Rp1,1 miliar) untuk keperluan lain seperti evakuasi dari Rusia, dukungan bagi mereka yang menjadi tahanan rumah atau baru dibebaskan, serta melunasi utang para tahanan.

    Pada tahun 2025, jumlah sumbangan rata-rata per tahanan turun dari 30.000 rubel (Rp 6,2 juta) menjadi 10.000 rubel (Rp 2 juta). “Tidak ada lagi dana yang tersisa,” kata penyelenggara proyek. Mereka meyakini penurunan ini disebabkan karena publik mulai lelah dengan tahanan politik.

    “Negara yang bersikap tertutup”

    Sebagian besar penggalangan dana berlangsung selama beberapa bulan, kata Elena Skvortsova, yang bekerja pada organisasi First Department kepada DW. Komunitas pengacara dan jurnalis ini mengaku sedang “berjuang melawan sikap tertutup negara” sembari mengumpulkan sumbangan. Skvortsova mengatakan keberhasilan penggalangan dana sering bergantung pada kisah para tahanan.

    Contohnya kasus Polina Yevtushenko, yang menghadapi hukuman 22,5 tahun penjara karena mengecam perang Rusia di Ukraina, baik secara daring maupun dalam percakapan dengan orang yang dikenalnya. Laki-laki yang diajaknya berbincang soal perang Rusia lantas melaporkannya ke pihak berwenang. Penggalangan dana untuk Yevtushenko berhasil terkumpul hanya dalam beberapa jam.

    “Ia seorang ibu muda, dan putrinya yang berusia enam tahun hanya bisa melihatnya lewat kaca pembatas saat berkunjung ke penjara,” kata Skvortsova. “Kemungkinan ia akan mendapat hukuman yang panjang. Ia ditangkap setelah dilaporkan seseorang. Kisah-kisah seperti inilah yang menggerakkan orang -orang untuk berdonasi.”

    Jika tahanan politik laki-laki hanya diizinkan menerima enam paket per tahun, lain halnya dengan tahanan perempuan. “Kemarin, misalnya, saya memesan paket dari toko daring yang disediakan otoritas penjara untuk seorang perempuan muda di penjara Vologda. Saat ia tiba di sana, bahkan produk kebersihan dasar pun ia tidak punya,” ujar Skvortsova. “Paket pertama biasanya seharga sekitar 5.000 rubel (satu juta rupiah).”

    Donasi hanya boleh bersumber dari dalam negeri, kata pekerja di proyek Zaodno. Proyek yang dibentuk khusus untuk mengumpulkan dana bagi tahanan politik. Uang dari luar negeri dapat menyebabkan akun penerima dibekukan untuk pemantauan dan mencegah mereka menerima donasi lanjutan.

    Didirikan pada 2011, OVD-Info, salah satu organisasi HAM terbesar di Rusia, mengumpulkan sumbangan dalam bentuk mata uang kripto. Hanya sedikit organisasi bantuan yang melakukan hal ini.

    OVD-Info menyimpan donasi kripto ini untuk keadaan darurat. “Jika sesuatu terjadi pada proyek, seperti yang pernah terjadi sebelumnya, dan kami tiba-tiba tidak bisa menerima donasi atau kehilangan semua donor reguler, maka donasi kripto akan membantu kami dan para tahanan,” tulis pernyataan proyek tersebut.

    Menyebarkan informasi

    Publik biasanya mengetahui tentang tahanan politik melalui keluarga, teman,aktivis HAM, dan jurnalis.

    Denis Shedov, yang bekerja di OVD-Info, mengatakan bahwa menyebarkan informasi bukanlah hal mudah. “Masalahnya, orang seringkali tidak tahu harus menghubungi siapa,” katanya. “Dari mulut ke mulut, pencarian di internet, observasi pribadi, dan jaringan kontak kami sering kali membantu.” Shedoy menambahkan, beberapa tahanan lebih memilih menyelesaikan masalah sendiri dan tidak ingin diketahui publik.

    Mengumpulkan donasi untuk tahanan politik semakin sulit karena banyak keluarga dan pengacara yang ingin tetap anonim, bahkan saat menghubungi para aktivis, kata Skvortsova.

    “Banyak tahanan takut akan perhatian publik, mereka tidak ingin disorot,” ujarnya. “Namun mereka tetap membutuhkan bantuan. Tentu saja kami berusaha mendukung mereka, tapi prosesnya lambat. Dalam kasus seperti ini, butuh lebih dari enam bulan untuk mengumpulkan 100.000 rubel (Rp 20 juta).”

    Fadeyeva dari You Are Not Alone mengatakan bahwa saat ini terdapat sekitar 1.500 tahanan politik di Rusia yang sangat membutuhkan bantuan. “Kondisi di penjara semakin memburuk,” tegasnya, “Orang-orang terus ditempatkan di sel penjara tanpa menerima perawatan medis yang memadai.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Rusia

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga Video: Protes Warga Dunia Buntut Israel Cegat Kapal Bantuan ke Gaza

    (ita/ita)

  • Soal Revisi UU HAM, Begini Kata Sekjen KemenHAM

    Soal Revisi UU HAM, Begini Kata Sekjen KemenHAM

    Jakarta: Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) bukan untuk melemahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), melainkan memperkuat peran dan fungsi lembaga tersebut.

    Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) menyatakan, substansi perubahan UU HAM akan diarahkan untuk memperjelas pembagian kewenangan antara pemerintah sebagai penanggung jawab P5HAM, dan Komnas HAM sebagai lembaga independen yang melakukan Pengawasan pelaksanaannya.

    Sekretaris Jenderal KemenHAM, Novita Ilmaris, menegaskan bahwa revisi ini merupakan bagian dari upaya memperkuat Lembaga HAM termasuk Komnas HAM. 

    “Pada prinsipnya, komitmen untuk memperkuat peran Komnas HAM sudah disampaikan langsung oleh Bapak Menteri. Pembahasan revisi ini justru diarahkan agar Lembaga HAM termasuk Komnas HAM HAM lebih efektif dalam menjalankan mandatnya,” ujar Novita kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/11/2025).

    Ia menambahkan, penyusunan revisi dilakukan secara inklusif dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk para pakar HAM, akademisi, masyarakat sipil, Lembaga HAM , jajaran Kementerian terkait serta mantan pimpinan Komnas HAM.
     

    “Selain jajaran Kementerian HAM, kita juga melibatkan banyak pihak , silahkan bisa dicek jejak digitalnya , beberapa pembahasan yang kita lakukan dengan melibatkan semua unsur termasuk Komnas HAM pun hadir saat pembahasan , sekali lg rancangan RUU ini masih bergerak atau dinamis,” katanya.

    Sebelumnya, Komnas HAM mengkritisi setidaknya ada 21 pasal dalam draf rancangan revisi UU HAM yang disusun pemerintah. Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyatakan, pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan masalah dari sisi norma hingga kelembagaan.

    Anis juga menyoroti pelemahan terhadap kewenangan Komnas HAM dalam melakukan penanganan pelanggaran HAM. Fungsi ini bahkan diberikan kepada Kementerian HAM sehingga berpotensi konflik kepentingan.

    Kondisi tersebut, lanjutnya, bisa saja terjadi karena pemerintah kerap menjadi pihak yang diadukan dalam kasus dugaan pelanggaran HAM. Bahkan, independensi Komnas HAM sebagai lembaga negara ini dipertaruhkan karena proses seleksi anggotanya melibatkan kekuasaan Presiden.

    Dalam Pasal 100 Ayat (2) draf RUU HAM ini diatur bahwa panitia seleksi anggota Komnas HAM ditetapkan presiden. Padahal, dalam ketentuan UU HAM saat ini, panitia seleksi ditetapkan oleh sidang paripurna Komnas HAM. 

    Jakarta: Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) bukan untuk melemahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), melainkan memperkuat peran dan fungsi lembaga tersebut.
     
    Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) menyatakan, substansi perubahan UU HAM akan diarahkan untuk memperjelas pembagian kewenangan antara pemerintah sebagai penanggung jawab P5HAM, dan Komnas HAM sebagai lembaga independen yang melakukan Pengawasan pelaksanaannya.
     
    Sekretaris Jenderal KemenHAM, Novita Ilmaris, menegaskan bahwa revisi ini merupakan bagian dari upaya memperkuat Lembaga HAM termasuk Komnas HAM. 

    “Pada prinsipnya, komitmen untuk memperkuat peran Komnas HAM sudah disampaikan langsung oleh Bapak Menteri. Pembahasan revisi ini justru diarahkan agar Lembaga HAM termasuk Komnas HAM HAM lebih efektif dalam menjalankan mandatnya,” ujar Novita kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/11/2025).
     
    Ia menambahkan, penyusunan revisi dilakukan secara inklusif dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk para pakar HAM, akademisi, masyarakat sipil, Lembaga HAM , jajaran Kementerian terkait serta mantan pimpinan Komnas HAM.
     

     
    “Selain jajaran Kementerian HAM, kita juga melibatkan banyak pihak , silahkan bisa dicek jejak digitalnya , beberapa pembahasan yang kita lakukan dengan melibatkan semua unsur termasuk Komnas HAM pun hadir saat pembahasan , sekali lg rancangan RUU ini masih bergerak atau dinamis,” katanya.
     
    Sebelumnya, Komnas HAM mengkritisi setidaknya ada 21 pasal dalam draf rancangan revisi UU HAM yang disusun pemerintah. Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyatakan, pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan masalah dari sisi norma hingga kelembagaan.
     
    Anis juga menyoroti pelemahan terhadap kewenangan Komnas HAM dalam melakukan penanganan pelanggaran HAM. Fungsi ini bahkan diberikan kepada Kementerian HAM sehingga berpotensi konflik kepentingan.
     
    Kondisi tersebut, lanjutnya, bisa saja terjadi karena pemerintah kerap menjadi pihak yang diadukan dalam kasus dugaan pelanggaran HAM. Bahkan, independensi Komnas HAM sebagai lembaga negara ini dipertaruhkan karena proses seleksi anggotanya melibatkan kekuasaan Presiden.
     
    Dalam Pasal 100 Ayat (2) draf RUU HAM ini diatur bahwa panitia seleksi anggota Komnas HAM ditetapkan presiden. Padahal, dalam ketentuan UU HAM saat ini, panitia seleksi ditetapkan oleh sidang paripurna Komnas HAM. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • 2
                    
                        Megawati Ingatkan Negara Jangan Asal Beri Gelar Pahlawan: Kalau Bung Karno, Benar Pahlawan
                        Nasional

    2 Megawati Ingatkan Negara Jangan Asal Beri Gelar Pahlawan: Kalau Bung Karno, Benar Pahlawan Nasional

    Megawati Ingatkan Negara Jangan Asal Beri Gelar Pahlawan: Kalau Bung Karno, Benar Pahlawan
    Tim Redaksi
    BLITAR, KOMPAS.com
    – Presiden Kelima Republik Indonesia sekaligus Ketua PDI-P Megawati Soekarnoputri mengingatkan agar pemerintah tidak sembarangan memberikan gelar pahlawan nasional kepada tokoh.
    Dia menilai, penganugerahan gelar itu tidak bisa dilakukan secara mudah tanpa menimbang rekam jejak perjuangan, nilai kemanusiaan, serta tanggung jawab moral seorang tokoh terhadap bangsa.
    “Dapat gelar proklamator, bapak bangsa, terus ini apa? Pahlawan? Tapi, ya hati-hati kalau mau menjadikan seseorang pahlawan. Jangan gampang dong. Kalau Bung Karno, benar, pahlawan. Karena saya berani bertanggung jawab,” ujar Megawati saat berpidato dalam seminar peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).
    Hal itu disampaikan Megawati saat menceritakan kondisi ayahnya, Presiden Pertama RI Soekarno, yang pernah diperlakukan tidak adil oleh bangsanya sendiri.
    Soekarno, lanjut Megawati, diberhentikan dan dicabut mandatnya sebagai presiden RI melalui TAP MPR tanpa proses pengadilan.
    “Bayangkan, seorang putra bangsa diperlakukan begitu hanya karena sebuah TAP. Kalau Bung Karno bersalah, seharusnya demi keadilan beliau boleh dong dimasukkan ke pengadilan,” kata Megawati.
    Dia mengatakan, meski Bung Karno dicabut mandatnya dan diisolasi, sang ayah tetap diam demi menghindari perang sesama bangsa Indonesia.
    “Kalau melawan, nanti yang terjadi perang saudara,” ujar Megawati menirukan pesan Bung Karno kepadanya.
    Menurut Megawati, sikap Bung Karno yang tetap diam meski diperlakukan tidak adil adalah wujud kebesaran jiwa dan tanggung jawab terhadap bangsa.
    “Hanya demi negara yang beliau bangun, hanya demi rakyatnya agar tidak perang satu sama lain, dia korbankan dirinya,” katanya.
    Pernyataan Megawati itu pun memicu spekulasi bahwa hal tersebut untuk menyinggung rencana pemerintah memberikan gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 RI Soeharto.
    Namun, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa pesan Megawati hanyalah pengingat agar pemerintah berhati-hati dalam memberikan gelar pahlawan.
    “Yang dimaksud Ibu Megawati, pahlawan itu juga menjadi simbol yang ideal tentang bagaimana bangsa Indonesia ini dibangun. Sosok pahlawan harus memiliki terobosan dalam perjuangan bagi kemerdekaan dan nilai kemanusiaan, bukan mengkhianatinya,” ujar Hasto saat menjawab pertanyaan soal apakah pernyataan Megawati terkait rencana pemberian gelar pahlawan nasional ke Soeharto, seusai acara.
    Menurut Hasto, Megawati hanya menekankan bahwa gelar pahlawan seharusnya diberikan berdasarkan kepeloporan dan keteladanan yang menjadi inspirasi bagi seluruh anak bangsa.
    “Pesan Ibu Megawati jelas: gelar pahlawan harus diberikan secara hati-hati, dengan mendengarkan suara rakyat, dan memastikan sosok itu betul-betul menjadi contoh bagi perjuangan bangsa di masa kini dan mendatang,” kata Hasto.
    Saat ditanya mengenai sikap PDI-P soal rencana pemberian gelar kepada Soeharto, Hasto menyatakan bahwa pihaknya mendengarkan pandangan dari masyarakat sipil dan kalangan akademisi.
    “Banyak catatan terkait pelanggaran hak asasi manusia yang belum dituntaskan. Itu sebabnya Ibu Megawati mengingatkan agar jangan mudah memberikan gelar pahlawan,” pungkasnya.
    Untuk diketahui, Menteri Sosial Saifullah Yusuf sebelumnya mengusulkan 40 nama tokoh untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Fadli Zon, pada Selasa (21/10/2025).
    Di antara nama yang diajukan terdapat Soeharto, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
    Masuknya nama Soeharto menimbulkan perdebatan publik.
    Sejumlah kalangan menilai, pemerintah perlu menimbang kembali usulan itu karena masih ada persoalan pelanggaran HAM yang belum selesai pada masa pemerintahannya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.