Kasus: HAM

  • KPK: Pemanggilan Yasonna Laoly Murni untuk Konfirmasi Dokumen Kasus Harun Masiku

    KPK: Pemanggilan Yasonna Laoly Murni untuk Konfirmasi Dokumen Kasus Harun Masiku

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pemanggilan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Yasonna Laoly (YL) murni untuk mengonfirmasi dokumen terkait kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 yang menjerat Harun Masiku. KPK tak memikirkan adanya muatan politis di balik pemanggilan Yasonna Laoly. 

    “Dalam kasus bapak YL ini, ada fakta atau dokumen yang perlu dijelaskan oleh beliau perihal permintaan fatwa kepada Mahkamah Agung (MA),” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Tessa menekankan, penyidik KPK tidak bisa serta-merta memanggil seseorang untuk dimintai keterangan, termasuk pada Yasonna Laoly. Pemanggilan mesti didasari alasan kuat. “Jadi tidak bisa mengada-ada, kalau penyidik memanggil saksi harus ada dasarnya,” ujar Tessa.

    Tessa menegaskan, setiap saksi yang dipanggil KPK, termasuk Yasonna Laoly, dimintai keterangan seputar suatu kasus.  “Saya tidak bisa mengatakan ada nuansa politis atau tidak. Namun, semua saksi yang dimintai keterangan akan ditanyakan terkait kejadian maupun keterangan para saksi maupun tersangka lain atau menjelaskan baik itu barang bukti dokumen dan elektronik,” ucap Tessa.

    Sebelumnya, Yasonna Laoly mengaku dimintai keterangan sebagai saksi oleh KPK terkait kapasitasnya selaku ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) bidang hukum, HAM, dan perundang-undangan. Pemeriksaan dia terkait penyidikan kasus dugaan suap yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku.

    Fatwa dimaksud terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang sudah wafat. Sebagai respons atas surat Yasonna Laoly, MA menyebut agar ada pertimbangan hukum soal diskresi partai untuk menetapkan calon terpilih.

    Selain itu, Yasonna Laoly mengaku dipanggil dalam kapasitasnya ketika menjabat sebagai menkumham. Soal itu, dia ditanya tim penyidik KPK seputar perlintasan Harun Masiku. “Kapasitas saya sebagai menteri, saya menyerahkan tentang perlintasan Harun Masiku,” pungkasnya.

  • Baliho Sentil Megawati Bertebaran, PDIP Siaga 1 Jelang Kongres

    Baliho Sentil Megawati Bertebaran, PDIP Siaga 1 Jelang Kongres

    Jakarta, CNN Indonesia

    Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP menginstruksikan kepada semua kader untuk mulai bersiaga terhadap upaya pihak yang ingin mengacak-acak partai jelang pelaksanaan Kongres V partai yang akan digelar pada 2025 mendatang.

    Pernyataan itu disampaikan Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Hukum Nasional, Ronny Talapessy merespons sejumlah baliho yang bertebaran dan mempertanyakan keabsahan kepemimpinan Megawati Soekarnoputri yang diperpanjang sejak Juni lalu.

    “Dengan beredarnya baliho dan spanduk yang sifatnya menghasut telah menciptakan kondisi siaga-1 di internal PDI Perjuangan untuk memberikan reaksi terhadap adanya upaya ‘mengawut-awut’ PDI Perjuangan menjelang Kongres PDI Perjuangan sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri,” kata Ronny dalam jumpa pers di kantor DPP PDIP, Kamis (19/12) malam.

    PDIP menduga ada upaya dari sejumlah pihak untuk mengacak-acak ketua umum dan partainya. Dia menyebut saat ini kader marah dengan gerakan yang muncul di luar partai.

    Ronny mengingatkan PDIP merupakan partai yang sah sesuai akta notaris Nomor 05 Tanggal 27 Juni 2024. Begitu pula dengan struktur kepengurusan baru yang diperpanjang dan telah disahkan lewat Surat Keputusan dari Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.11.02 Tahun 2024, tertanggal 1 Juli 2024.

    “Keabsahan ini tidak terbantahkan dan menjadi dasar kuat bagi PDI Perjuangan dalam menjalankan tugas politiknya,” jelasnya.

    Ronny menjelaskan perpanjangan masa kepengurusan dan kepimpinan Megawati hingga 2025 juga telah sesuai Pasal 28 Anggaran Dasar Partai dan Pasal 15 Anggaran Rumah Tangga Partai. Menurut dia, perpanjangan masa kepengurusan menjadi hak prerogatif Ketua Umum yang diamanatkan lewat Kongres Partai dan Rakernas V PDI Perjuangan Tahun 2024.

    (thr/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • KPK Sebut Tak Ada Muatan Politis dalam Pemeriksaan Yasonna Laoly

    KPK Sebut Tak Ada Muatan Politis dalam Pemeriksaan Yasonna Laoly

    KPK Sebut Tak Ada Muatan Politis dalam Pemeriksaan Yasonna Laoly
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menegaskan bahwa
    pemeriksaan
    terhadap mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,
    Yasonna Laoly
    , tidak memiliki muatan politis.
    Pernyataan ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto yang menjawab pertanyaan wartawan mengenai tudingan bahwa pemeriksaan Yasonna sarat dengan nilai politik.
    Tessa menjelaskan bahwa setiap pemanggilan saksi oleh KPK didasarkan pada dokumen, keterangan saksi lain, dan petunjuk lainnya.
    “Ya saya tidak bisa mengatakan ada nuansa politis atau tidak, dalam kasus bapak YL ini tadi sudah disampaikan oleh penyidik ada fakta atau ada dokumen yang perlu dijelaskan oleh beliau perihal permintaan fatwa kepada Mahkamah Agung,” ujar Tessa di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (19/12/2024).
    Lebih lanjut, Tessa menegaskan bahwa penyidik tidak sembarangan dalam memanggil saksi.
    “Jadi tidak mengada-ngada kalau penyidik memanggil saksi harus ada dasarnya,” tambahnya.
    Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama tujuh jam pada Rabu (18/12/2024), Yasonna Laoly diperiksa sebagai Ketua DPP PDIP dan mantan Menteri Hukum dan HAM.
    Ia mengungkapkan bahwa tim penyidik KPK mencecar pertanyaan terkait permintaan fatwa kepada Mahkamah Agung (MA) melalui surat.
    “Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung untuk permintaan fatwa. Fatwa tentang Putusan Mahkamah Agung Nomor 57 P/HUM/2019,” kata Yasonna.
    Yasonna menjelaskan bahwa permintaan fatwa tersebut bertujuan untuk menyelesaikan perbedaan tafsiran terkait penetapan calon legislatif yang sudah meninggal pada Pemilu 2019.
    Ia juga menyebutkan bahwa MA telah membalas surat yang dikirimkan oleh DPP PDI-P.
    “Mahkamah Agung membalas fatwa tersebut sesuai dengan pertimbangan hukum supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih,” tuturnya.
    Selain itu, Yasonna juga memberikan keterangan mengenai perlintasan Harun Masiku.
    Ia menyatakan bahwa dalam kapasitasnya sebagai mantan Menteri Hukum dan HAM, ia menyerahkan informasi terkait perpindahan Harun Masiku kepada tim penyidik.
    Yasonna menjelaskan bahwa Harun Masiku sempat terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 dan kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020.
    “Itu dia masuk tanggal 6, keluar tanggal 7, dan baru belakangan keluar pencekalan itu saja enggak ada, paling turunan-turunan yang memfollow up,” ungkapnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3 Pernyataan Eks Menkumham Yasonna Laoly Usai Penuhi Panggilan KPK Terkait Harun Masiku – Page 3

    3 Pernyataan Eks Menkumham Yasonna Laoly Usai Penuhi Panggilan KPK Terkait Harun Masiku – Page 3

    Mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly merampungkan pemeriksaannya sebagai saksi dari kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) yang menjerat Harun Masiku.

    Selama tujuh jam lamanya dicecar oleh penyidik KPK, Yasonna mengaku diperiksa kapasitas dirinya sebagai ketua DPP Partai PDIP.

    “Kapasitas saya sebagai ketua DPP. Ada ke Mahkamah Agung, untuk permintaan fatwa. Fatwa tentang keputusan Mahkamah Agung nomor 57,” ujar Yasonna di Gedung KPK, Rabu 18 Desember 2024.

    Yasonna menjelaskan, dalam pada saat Pemilu 2019 terdapat perbedaan tafsir antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan DPP PDIP tentang suara caleg yang meninggal.

    Suara caleg yang meninggal dimaksud adalah Nazarudin Kiemas yang pada akhirnya dialihkan ke Harun Masiku melalui pergantian antarwaktu.

    Padahal merujuk pada peraturan KPU, yang harusnya menggantikan Nazarudin Kiemas adalah Riezky Aprilia karena perolehan suaranya terbanyak kedua di bawah Nazarudin. Sementara, Harun menempati perolehan suara terbanyak ke lima.

    Namun keputusan MA nomor 57 yang dituangkan dalam peraturan KPU ditafsirkan berbeda oleh PDIP hingga akhirnya Yasonna selaku ketua DPP bersurat ke MA.

    “Karena waktu proses pencalegan itu terjadi tafsir yang berbeda setelah ada judicial review, ada keputusan Mahkamah Agung nomor 57,” terang Yasonna.

     

  • KPK Gali Keterangan Yasonna Terkait Fatwa ke MA Terkait Suara Caleg yang Wafat

    KPK Gali Keterangan Yasonna Terkait Fatwa ke MA Terkait Suara Caleg yang Wafat

    Jakarta, Beritasatu.com – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterangan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Yasonna Laoly (YL) terkait dokumen surat mengenai permohonan fatwa Mahkamah Agung (MA). Fatwa yang dimohonkan mengenai persoalan suara calon anggota legislatif (caleg) yang telah meninggal atau wafat.

    Pemeriksaan mantan menkumham itu terkait penyidikan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 yang menjerat Harun Masiku. Keberadaan mantan caleg PDIP itu diketahui masih misterius alias buron.

    “Yang bersangkutan (Yasonna Laoly) dimintai keterangan oleh KPK atas surat dari DPP PDIP kepada Ketua Mahkamah Agung perihal permohonan fatwa MA terhadap penafsiran berbeda oleh KPU terkait pandangan atau tindak lanjut atas suara caleg yang meninggal,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Sebagai info, kasus Harun Masiku bermula ketika Nazaruddin Kiemas selaku anggota DPR terpilih dari PDIP pada dapil Sumatera Selatan I dengan perolehan 34.276 suara pada Pileg 2019 wafat.

    Suara Nazaruddin lalu dialihkan ke Riezky Aprillia pada urutan kedua, sehingga yang bersangkutan memperoleh 44.402 suara serta berhak memperoleh kursi DPR. Hanya saja, DPP PDIP justru memutuskan Harun Masiku dengan perolehan 5.878 suara menjadi caleg yang mendapatkan pelimpahan suara dari mendiang Nazaruddin.

    “Jadi informasi yang dibagi oleh penyidik perihal kenapa beliau dipanggil adalah sebagaimana yang tadi sudah saya sampaikan. Lebih detailnya belum ada, karena itu bersifat materi. Jadi kita tunggu saja update berikutnya,” tutur Tessa.

    Sebelumnya, Yasonna Laoly mengaku dimintai keterangan sebagai saksi oleh KPK terkait kapasitasnya selaku ketua DPP PDIP bidang hukum, HAM, dan perundang-undangan. Pemeriksaan Yasonna Laoly terkait penyidikan kasus dugaan suap yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku.

  • Pemulangan Mary Jane Dinilai Momentum Hapus Hukuman Mati RI

    Pemulangan Mary Jane Dinilai Momentum Hapus Hukuman Mati RI

    Filipina telah lama menghapus hukuman mati

    Terpidana mati kasus penyelundupan narkoba Mary Jane di Lapas Perempuan Kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta Timur, Selasa,17/12/2024 malam (IDN Times/Lia Hutasoit)

    Intinya Sih…

    Repatriasi Mary Jane Veloso menjadi langkah awal penghormatan HAM di Indonesia
    Pemindahan ke Filipina memastikan tidak akan dieksekusi mati, menjadi titik balik kebijakan hukuman mati Indonesia
    Hukuman mati melanggar HAM, pemerintah seharusnya mencabut status terpidana mati Mary Jane

    1. Mary Jane tidak akan dieksekusi mati di Filipina IDN Times/Maya Aulia Aprilianti

    Lanjutkan membaca artikel di bawah

    Editor’s picks

    2. Amnesty Internasional sebut hukuman mati melanggar HAMDirektur eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid. (IDN Times/Margith Damanik)3. Pemerintah seharusnya mencabut status terpidana mati Mary JaneAktivis HAM dari Amnesty International, Usman Hamid (dok. PDIP)

    Muhammad Ilman Nafi’an
    Editor

    Berita Terkini Lainnya

  • Hentikan Konflik, Ibas Ajak Negara OKI Perkuat Kebersamaan

    Hentikan Konflik, Ibas Ajak Negara OKI Perkuat Kebersamaan

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menyerukan agar negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dapat memperkuat persatuannya. Menurut Ibas, karena Islam mencintai kedamaian dan kesejahteraan.

    Ia menegaskan bahwa segala bentuk konflik yang merenggut hak-hak asasi kemanusiaan harus berakhir. Pengeboman, pembunuhan, dan jangan sampai ada tangisan lebih banyak lagi di dunia. Hal tersebut disampaikan Ibas dalam pertemuan Pimpinan MPR RI dengan Sekretariat Jenderal Organisasi Kerja Sama (OKI) Islam di Jeddah, Arab Saudi (18/12).

    “Terima kasih banyak atas kesempatan untuk berbicara dengan kami hari ini. Nama saya Edhie Baskoro. Saya dari Indonesia,” kata Ibas ketika mengawali penyampainnya, dalam keterangannya, Kamis (19/12/2024).

    Menurut Ibas, Indonesia dan OKI memiliki semangat yang sama dalam kepedulian, khususnya semangat ukhuwah islamiyah.

    “Kita adalah satu. Indonesia dan negara-negara OKI berbagi kepedulian terhadap banyak hal yang serupa. Dalam semangat ukhuwah Islamiyah, bersatu dalam persaudaraan nilai-nilai Islam,” ungkapnya.

    “Kita telah melakukan banyak diskusi dan merumuskan berbagai solusi. Kini, saatnya melanjutkan langkah bersama dengan memperkuat upaya politik, komitmen, dan kebersamaan kita demi menghadapi berbagai tantangan, seperti keamanan, konflik, serta isu kemanusiaan seperti yang telah kita sebutkan sebelumnya” lanjut Ibas.

    “Kita tidak ingin melihat lebih banyak pengeboman. Kita tidak ingin melihat lebih banyak pembunuhan. Kita tidak ingin melihat banyak pertempuran. Kita tidak ingin melihat lebih banyak tangisan,” kata Ibas.

    “Hal ini terutama bagi saudara-saudara kita Palestina, Sudan, Suriah, Yaman, dan negara anggota OKI lainnya yang masih dilanda konflik atau pertikaian,” imbuhnya.

    “Saya juga ingin menyampaikan dukungan untuk meningkatkan pemahaman tentang Islam dan melawan segala bentuk Islamofobia,” ujarnya.

    Menurut Ibas, perlunya perubahan nyata dalam diskusi global mengenai hal ini.

    “Sehingga Islam dapat dipahami sebagai agama yang menawarkan kehidupan, harapan, dan persaudaraan,” ungkapnya.

    “Islam adalah kehidupan, pemuda, dan keluarga. Islam adalah cinta. Islam adalah kedamaian. Islam adalah keramahan. Islam senang dalam kemajuan; dan Islam juga bersahabat dalam produktifitas,” lanjut Ibas.

    Ibas juga mengajak seluruh pihak untuk melanjutkan dukungan kita pada berbagai agenda penting, termasuk keamanan, kesehatan, ekonomi, sosial, sains, teknologi, kemanusian, pelestarian budaya, dan pendidikan. Hal tersebut salah satunya dengan meningkatkan kerja sama dan kolaborasi melalui bantuan nyata, dialog terbuka, dan tindakan kuat.

    “Semua ini demi menyelamatkan dunia, menciptakan perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan, tidak hanya dalam Islam tetapi juga untuk seluruh umat manusia,” katanya.

    Di akhir pemaparannya, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRI ini menjelaskan tiga point utama yang perlu diperjuangkan bersama.

    “Pertama mendukung kemerdekaan Palestina. Kemudian, mendorong genjatan senjata, dan memberikan bantuan kemanusian khusus. Terakhir menyukseskan solusi dua negara sebagai jalan damai,” tuturnya.

    Ibas menutup dengan semangat optimisme untuk mewujudkan masa depan yang lebih cerah.

    “Dengan semangat persaudaraan dan kerja sama ini, saya yakin kita dapat mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi dunia Islam dan umat manusia secara keseluruhan,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) atau Organisation of Islamic Cooperation (OIC) adalah sebuah organisasi antar pemerintah dengan 57 negara anggota yang memiliki seorang perwakilan tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa.

    OKI bertujuan untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak muslim di seluruh dunia. Memajukan perdamaian dan stabilitas internasional, serta mengatasi masalah yang dihadapi oleh negara-negara muslim. Berfokus juga pada isu global seperti perdamaian, HAM, kemiskinan, hingga pendidikan.

    Lebih lanjut, pada pertemuan ini hadir pula Ketua MPR RI Ahmad Muzani; Wakil Ketua MPR dari PKS, Hidayat Nur Wahid; Wakil Ketua MPR dari PAN Eddy Soeparno; dan Wakil Ketua MPR dari DPD Abcandra Muhammad Akbar Supratman.

    (akn/ega)

  • DPR Sambut Baik Rencana Prabowo Beri Amnesti 44.000 Napi, Ini Alasannya!

    DPR Sambut Baik Rencana Prabowo Beri Amnesti 44.000 Napi, Ini Alasannya!

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyatakan pihaknya menyambut baik rencana Presiden Prabowo Subianto terkait pemberian amnesti atau pengampunan kepada 44.000 narapidana di Indonesia. 

    Menurut dia, rencana ini dapat menjadi salah satu solusi untuk menangani masalah kelebihan kapasitas (over capacity) di lembaga pemasyarakatan atau lapas, termasuk juga anggaran pemeliharannya.

    Tak hanya itu, Willy berpandangan bahwa dengan adanya rencana itu menunjukkan bahwa presiden berkomitmen dalam mempromosikan, melindungi, dan memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM) bagi warga negara.

    “Selanjutnya nanti menteri sebagai kepanjangan tangan presiden bisa menyusulkan surat resminya yang berisi kriteria-kriteria, klaster-klaster, dan daftar nama yang layak,” tuturnya kepada Bisnis melalui pesan singkat, pada Rabu (18/12/2024).

    Legislator NasDem ini mengaku Komisi XIII DPR RI akan segera menindaklanjuti rencana presiden tersebut bila pihaknya sudah menerima surat resmi dan setelah masuk masa sidang. Namun, tambahnya, tak menutup kemungkinan juga akan dibahas saat masa reses dengan izin dari pimpinan DPR.

    Dikatakan Willy, pihaknya juga akan turut mempersiapkan kriteria, klaster, dan pertimbangan detail lainnya, semisal pemerintah mau memberi amnesti kepada aktivis, tahanan politik (tapol) Papua, narapidana ITE, narapidana yang sakit dan butuh perawatan, serta narapidana narkoba yang butuh rehabilitasi.

    “Nanti DPR akan mengiringinya dengan detail klaster yang menurut pertimbangan anggota juga penting, seperti narapidana dengan masa tahanan tinggal sebentar, atau narapidana dengan catatan prilaku baik lainnya,” jelas Ketua DPP Partai NasDem itu.

    Alumni UGM ini juga menyebut tak menutup kemungkinan jumlah 44.000 narapidana ini bisa jadi lebih besar atau malah sebaliknya, karena ini hanya baru perkiraan awal saja.

    Akan tetapi, dia kembali menegaskan bahwa pada dasarnya rencana presiden ini baik lantaran bisa mengurangi over capacity lapas, anggaran, dan menghindari lapas menjadi “university of criminals”.

    “University of criminals, di mana orang yang masuk lapas namun ketika keluar mereka justru bertambah keterampilan kejahatannya, atau malah meningkatkan kualitas kejahatannya,” pungkas Willy.

  • Mary Jane Tiba di Filipina, Berharap Presiden Marcos Beri Grasi

    Mary Jane Tiba di Filipina, Berharap Presiden Marcos Beri Grasi

    Jakarta

    Setelah tiba di Filipina dan bertemu keluarganya, terpidana mati kasus penyelundupan narkoba, Mary Jane Veloso, mengharap agar Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr memberikan pengampunan. Kini dia mendekam di penjara perempuan di negara itu.

    Mary Jane, 39 tahun, mendarat di Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila, Filipina, pada Rabu (18/12) pagi waktu setempat.

    Dia meninggalkan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (18/12) dini hari.

    Sebelumnya dia mengikuti prosesi serah terima dari otoritas Indonesia ke Filipina di Jakarta.

    Ibu dua anak itu ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh peradilan Indonesia pada 2010 setelah sebuah koper yang dibawanya ditemukan berisi 2,6 kilogram heroin.

    Dia meninggalkan Jakarta dengan pesawat komersial menuju Filipina. Petugas pemasyarakatan Filipina mengawalnya.

    Tiba di bandara Manila, Mary dikawal secara ketat dan dibawa ke penjara untuk perempuan di Kota Mandaluyong.

    Setelah tiba di fasilitas penjara perempuan, Mary Jane diizinkan bertemu keluarganya.

    Dua anaknya berlari ke arahnya. Mereka memeluknya erat-erat saat bertemu di dalam kompleks penjara.

    “Saya berharap presiden kita [Ferdinand Marcos] akan memberi saya pengampunan [grasi] sehingga saya dapat kembali ke keluarga saya,” kata Mary Jane, seperti dilaporkan AFP.

    “Saya telah dipenjara di Indonesia selama 15 tahun atas sesuatu yang tidak saya lakukan,” tambahnya agak emosional kepada wartawan.

    AFPSejumlah aktivis sempat menggelar unjuk rasa di depan pintu keluar bandara. Mereka menuntut Mary Jane “diampuni dan dibebaskan”.

    Secara teknis, Mary Jane masih menjalani hukuman seumur hidup di penjara Filipina.

    Sementara itu, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengatakan dia berterima kasih kepada Indonesia setelah Mary Jane dipulangkan.

    Dia menyebut “pemindahan Mary Jane dapat terjadi berkat persahabatan dan kerja sama kuat” antara Filipina dan Indonesia.”

    Marcos Jr berjanji bahwa keselamatan Mary Jane adalah prioritas pemerintahannya.

    AFP Setelah tiba di penjara perempuan di Kota Mandaluyong, Mary Jane diizinkan bertemu keluarganya. AFPMary dikawal secara ketat dan dibawa ke penjara untuk perempuan di Kota Mandaluyong.

    Mary Jane: ‘Terima kasih Presiden Prabowo’

    Sebelum meninggalkan Indonesia, Mary Jane Veloso menjalani proses serah terima dari otoritas hukum Indonesia ke perwakilan pemerintah Filipina pada Rabu (17/12) di Jakarta.

    Mary Jane juga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Indonesia karena telah menyetujui pemulangan dirinya.

    Mary Jane menjalani pemindahan ke negara asalnya di Filipina atas dasar kebijakan diskresi Presiden Prabowo Subianto.

    “Saya ucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Presiden Prabowo Subianto dan Bapak Menteri Koordinator Hukum HAM Imigrasi Yusril Ihza Mahendra serta masyarakat Indonesia,” kata Mary Jane seperti dilansir dari kantor berita Antara, Selasa (17/12).

    Dia mengaku sangat bahagia bisa dipulangkan ke negeri asalnya setelah menjalani hukuman penjara di Indonesia selama bertahun-tahun.

    Namun dia mengaku sedih harus meninggalkan teman-temannya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIB Yogyakarta yang dianggapnya sebagai keluarga kedua dirinya.

    “Selama 15 tahun saya di Indonesia, dari tidak bisa berbahasa sampai bisa berbahasa bahkan bisa Jawa, saya bahagia karena Indonesia sudah menjadi keluarga kedua saya. Mohon untuk semua doanya yang terbaik bagi saya,” paparnya.

    Mary Jane diberangkatkan dari Lapas Perempuan Pondok Bambu ke Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Selasa (17/12) pukul 19.17 WIB.

    Saat tiba di Bandara Soetta, Mary Jane mengikuti prosesi serah terima narapidana yang dilakukan Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Keimigrasian dan Pemasyarakatan Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) I Nyoman Gede Surya Mataram kepada perwakilan Kedutaan Besar Filipina pada Selasa (17/12) pukul 21.00 WIB.

    Setelah itu, Mary Jane dipulangkan ke Filipina menggunakan pesawat Cebu Pasific Airlines 5J760 pada Rabu (18/12) pukul 00.05 WIB.

    Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Imigrasi dan Pemasyarakatan Kumham Imipas, I Nyoman Gede Surya Mataram, menjelaskan meski dipulangkan ke negara asalnya, Mary Jane Veloso tetap menjalani masa hukuman di negara asalnya Filipina.

    “Pemindahan Mary Jane ke Filipina statusnya masih terpidana. Saat di Filipina pun statusnya sama dan dia dipenjara di sana,” kata Surya dalam konferensi pers di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (17/12) malam.

    Dia menambahkan, Mary Jane tetap melanjutkan pelaksanaan hukuman sesuai dengan hukum dan prosedur yang berlaku di Filipina.

    Sebelumnya, Mary Jane Veloso dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta, sebelum dipulangkan ke Filipina. Pemerintah Indonesia dan Filipina telah menandatangani perjanjian untuk memulangkannya.

    Petugas menjemput Mary Jane di Lapas Perempuan IIB di Gunungkidul, Yogyakarta dan membawanya ke lapas perempuan lain di Jakarta pada Minggu (15/12) malam. Mary Jane akan berada di sana sebelum dipulangkan ke Filipina.

    Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr, menyampaikan terima kasih kepada Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan pihak berwenang atas pemulangan terpidana mati narkoba bernama Mary Jane Veloso.

    “Hasil ini merupakan cerminan dari kedalaman kemitraan negara kita dengan Indonesia, yang bersatu dalam komitmen bersama untuk keadilan dan kasih sayang,” kata pria berjuluk Bongbong itu melalui akun Instagram resminya pada Rabu (20/11).

    “Terima kasih, Indonesia. Kami menanti untuk menyambut kepulangan Mary Jane,” lanjutnya.

    Marcos Jr mengatakan, Mary Jane akan diserahkan ke Filipina setelah dilakukan negosiasi bertahun-tahun dengan Indonesia. Dia menyebut upaya pemulangan Mary Jane sebagai “perjalanan yang panjang dan sulit”.

    “Setelah lebih dari satu dekade melakukan diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia, kami berhasil menunda eksekusi matinya. Cukup lama untuk mencapai kesepakatan dan akhirnya (kami akan) membawanya kembali ke Filipina,” kata Marcos Jr dalam sebuah pernyataan, dikutip dari kantor berita AFP.

    Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, mengonfirmasi bahwa pemulangan Mary Jane Veloso ke Filipina telah disetujui Presiden Prabowo Subianto.

    Yusril menyebut, pemulangan Mary Jane ini atas permintaan pemerintah Filipina.

    “Saya sendiri beberapa hari yang lalu telah menerima permohonan pemulangan narapidana Mary Jane dari Menteri Kehakiman Filipina. Dengan Dubes Philipina di Jakarta Gina Gamoralin hal itu juga sudah dibahas,” ujar Yusril kepada Kompas.com, Rabu (20/11).

    Getty ImagesPetugas menjemput Mary Jane di Lapas Perempuan IIB di Gunungkidul, Yogyakarta dan membawanya ke lapas perempuan lain di Jakarta pada Minggu (15/12) malam.

    “Semua telah kami bahas internal di kementerian-kementerian di bawah koordinasi Kemenko Kumham Imipas. Dan telah dilaporkan kepada Presiden Prabowo yang telah menyetujui kebijakan transfer of prisoner ini,” sambungnya.

    Yusril mengatakan, Indonesia akan melakukan pemulangan narapidana ke negara asal, sepanjang pemerintah negara asal itu memohonnya kepada pemerintah Indonesia.

    Syaratnya, kata Yusril, negara itu harus mengakui dan menghormati putusan final pengadilan Indonesia dalam menghukum warga negaranya yang terbukti melakukan tindak pidana di wilayah negara Indonesia.

    Lalu, napi tersebut dikembalikan ke negara asal untuk menjalani sisa hukuman di sana sesuai putusan pengadilan Indonesia.

    Terakhir, biaya pemulangan dan pengamanan selama perjalanan menjadi tanggungan negara asal.

    “Bahwa setelah kembali ke negaranya dan menjalani hukuman di sana, kewenangan pembinaan terhadap napi tersebut beralih menjadi kewenangan negaranya. Kewenangan memberikan remisi, grasi dan sejenisnya telah menjadi kewenangan kepala negara dari negara tersebut,” sambungnya.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Yusril Ihza Mahendra mengatakan, hukuman terpidana mati kasus narkoba Mary Jane Veloso bisa saja berubah menjadi penjara seumur hidup ketika dipulangkan dari Indonesia ke Filipina.

    Menurut Yusril, pemberian grasi menjadi kewenangan Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr. Apalagi, kata dia, hukuman mati sudah dihapus di Filipina.

    “Dalam kasus Mary Jane, yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, mungkin saja Presiden Marcos akan memberikan grasi dan mengubah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup, mengingat pidana mati telah dihapuskan dalam hukum pidana Filipina, maka langkah itu adalah kewenangan sepenuhnya dari Presiden Filipina,” ujar Yusril kepada Kompas.com, Rabu (20/11).

    Getty ImagesTerpidana kasus narkoba asal Filipina yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, Mary Jane Veloso, berpose di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIB Yogyakarta di Wonosari, Yogyakarta pada 13 Desember 2024.

    Siapa Mary Jane Veloso?

    Mary Jane Veloso adalah perempuan asal Filipina yang ditangkap di Bandar Udara Adisucipto, Yogyakarta, pada 2010 lalu karena membawa 2,6 kilogram heroin.

    Dia kemudian divonis hukuman mati pada Oktober 2010 oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, menggunakan Pasal 114 ayat 2 UU no 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

    Setelah vonis dijatuhkan, berbagai upaya hukum dilakukan, mulai dari banding, kasasi, dan grasi. Namun, semua itu ditolak pengadilan Indonesia.

    Bahkan, pada 25 Maret 2015, Mahkamah Agung memutuskan menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan kuasa hukum Mary Jane.

    Baca juga:

    Dalam dokumen persidangan terungkap penerjemah Mary Jane tidak kompeten karena masih berstatus mahasiswa yang hanya paham bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Padahal Mary Jane tidak paham bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, ia hanya paham bahasa Tagalog.

    Pada 27 April 2015, atau dua hari sebelum Mary Jane dibawa ke Nusakambangan untuk dieksekusi mati, Pengadilan Negeri Sleman menolak pengajuan Peninjauan Kembali yang kedua.

    Saat itu, pihak Pengadilan Negeri Sleman menjelaskan bahwa pengadilan tidak bisa menerima Peninjauan Kembali untuk kedua kalinya sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pembatasan Pengajuan Peninjauan Kembali (PK).

    Drama menjelang eksekusi mati

    AFPArtikel surat kabar di Filipina memajang foto Mary Jane Veloso sebelum perempuan itu dieksekusi mati di Nusakambangan, Indonesia, pada 29 April 2015.

    Mary Jane Veloso lantas dibawa bersama delapan terpidana kasus narkoba ke Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada 29 April 2015.

    Namun, pada menit-menit akhir sebelum pelaksanaan, eksekusi Mary Jane ditunda karena permintaan presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino.

    Permintaan ini disampaikan setelah seseorang yang diduga menjebak Mary Jane untuk membawa heroin ke Indonesia menyerahkan diri kepada polisi di Filipina.

    Ibu Mary Jane mengatakan penundaan ini sebagai suatu “keajaiban”.

    Baca juga:

    Menurut Jaksa Agung saat itu, HM Prasetyo, memang benar “ternyata ada fakta-fakta dan indikasi bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia.”

    “Kemarin, ada orang yang menyerahkan diri kepada polisi Filipina, mengaku bahwa dialah sebenarnya yang merekrut Mary Jane dengan dalih untuk dipekerjakan di Malaysia, namun tiba-tiba dialihkan ke Indonesia, mendarat di Yogya,” papar Prasetyo kepada para wartawan.

    Namun, menurut HM Prasetyo, status Mary Jane adalah penundaan eksekusi, bukan pembatalan hukuman. Hal ini diutarakan pula oleh presiden saat itu, Joko Widodo, dalam kesempatan lain.

    Korban perekrutan kurir narkoba

    Belakangan terungkap bahwa Mary Jane Veloso adalah korban perekrutan kurir narkoba, sebagaimana tercatat dalam dokumen persidangan di Filipina.

    Mary Jane Veloso sejatinya adalah seorang pekerja migran asal Filipina dan seorang ibu dari dua anak, menurut LBH Masyarakat yang selama ini mengadvokasi kasus tersebut.

    Mary Jane pernah bekerja di Dubai, namun dia pulang setelah mengaku menerima percobaan pemerkosaan oleh majikannya.

    Pada 18 April 2010, Mary Jane ditawari oleh tetangganya, Cristina Sergio, untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia. Mary Jane membayar 20.000 Peso untuk biaya keberangkatannya.

    Pada 22 April 2010, Mary Jane berangkat bersama Cristina Sergio ke Malaysia.

    AFPSejumlah warga menuntut pembebasan Mary Jane Veloso di depan Istana Presiden Filipina, pada 2016.

    Selama tiga hari tinggal di Malaysia, Mary Jane dibelikan baju dan berbagai barang. Setelah itu Cristina Sergio menyampaikan bahwa pekerjaan di Malaysia sudah tidak tercedia, tapi dia berjanji akan mencarikan pekerjaan. Sembari mencari pekerjaan, Cristina meminta Mary Jane menunggu di Indonesia.

    Pada 25 April 2010, Cristina Sergio meminta Mary Jane pergi ke Yogyakarta dan memberinya sebuah koper dengan upah US$500.

    Setibanya di Bandara Yogyakarta, Mary Jane ditangkap karena di bagian lapisan dalam koper yang diberikan Cristina terdapat heroin seberat 2,6 kilogram.

    Pada 28 April 2015 atau sehari sebelum Mary Jane dieksekusi mati di Nusakambangan, Cristina menyerahkan diri ke kepolisian Cabanatuan, Filipina.

    Dia mengaku makin banyak menerima ancaman mati saat eksekusi Mary Jane kian dekat.

    Pada 2020, Cristina Sergio dan Julius Lacanilao dijatuhi vonis bersalah oleh para hakim Pengadilan Negeri Nueva Ecjia di Filipina atas kasus perekrutan ilegal.

    (ita/ita)

  • Menteri HAM Klaim Pemulangan Mary Jane dan Anggota “Bali Nine” Perbaiki Predikat HAM RI di PBB

    Menteri HAM Klaim Pemulangan Mary Jane dan Anggota “Bali Nine” Perbaiki Predikat HAM RI di PBB

    Menteri HAM Klaim Pemulangan Mary Jane dan Anggota “Bali Nine” Perbaiki Predikat HAM RI di PBB
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mengatakan, predikat PBB untuk masalah HAM di Indonesia mengalami perubahan dari negatif menjadi netral.
    Predikat PBB tersebut muncul dalam pertemuan tahunan di Jenewa akhir November 2024.
    Ia mengatakan, perubahan predikat itu menyusul kebijakan pemerintah memulangkan terpidana mati Mary Jane dan anggota kasus “Bali Nine” ke negara asalnya.
    “Berdasarkan laporan pertemuan PBB pada poin 13 yang disampaikan kepada Indonesia ada beberapa hal yang menggembirakan salah satunya terkait kemajuan yang dicapai terkait pembatalan vonis hukuman mati dan pemulangan terpidana mati ke negara asalnya,” kata Natalius dalam keterangan tertulis, Kamis (19/12/2024).
    Natalius mengatakan, dalam kasus Mary Jane Veloso, delegasi Indonesia yang dipimpin Kementerian HAM melalui Plt Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM dan didampingi oleh pejabat Kementerian Luar Negeri, Indonesia mendapat apresiasi.
    “Jika sebelumnya Indonesia dirujuk negatif kini menjadi negara yang dirujuk netral. Ini suatu kemajuan sekaligus prestasi yang ditorehkan oleh pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dalam waktu 60 hari,” ujarnya.
    Natalius mengatakan, predikat PBB ini merupakan pencapaian jika dibandingkan dengan penilaian sebelumnya.
    Ia mengatakan, Indonesia pernah berada pada titik terendah dan terburuk penilaian PBB pada 2015 dengan kategori unfair trial.
    Meski demikian, Kementerian HAM tetap akan mendorong perbaikan melalui kebijakan progresif terkait sektor bisnis dan HAM, terutama sektor kelapa sawit, pengelolaan tambang, bisnis yang melibatkan korporasi besar yang berpotensi mengabaikan hak-hak masyarakat adat, hak sosial, nilai budaya, ekonomi, partisipasi masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.
    “Bahwa ada penilaian ini kita apresiasi tapi tidak untuk berpuas diri. Karena masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan secara bertahap,” ucap dia.
    Sebelumnya, Terpidana mati kasus penyelundupan narkoba, Mary Jane Veloso, resmi dipulangkan ke Filipina pada Selasa (17/12/2024). Sebelum bertolak dari Indonesia, Mary Jane mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia karena telah menyetujui pemulangan dirinya.
    Mary Jane menjalani pemindahan ke negara asalnya di Filipina atas dasar kebijakan diskresi Presiden Prabowo Subianto.
    “Saya ucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Presiden Prabowo Subianto dan Bapak Menteri Koordinator Hukum HAM Imigrasi Yusril Ihza Mahendra serta masyarakat Indonesia,” kata Mary Jane, seperti dilansir kantor berita Antara, Selasa (17/12/2024).
    Dia mengaku sangat bahagia bisa dipulangkan ke negeri asalnya setelah menjalani hukuman penjara di Indonesia selama bertahun-tahun.
    Adapun sebelum Mary Jane, lima terpidana kasus Bali Nine, telah dipindahkan dari Bali ke Australia, Minggu (15/12/2024) pagi.
    Kelima terpidana itu yakni Scott Anthony Rush, Matthew James Norman, Si Yi Chen, Michael William Czugaj, dan Martin Eric Stephens. Mereka diserahkan kepada pemerintah Australia di Ruang VIP II Gedung Swarawati Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.