Kasus: HAM

  • KPK Pelajari Permohonan Agustiani Tio untuk Berobat ke Luar Negeri

    KPK Pelajari Permohonan Agustiani Tio untuk Berobat ke Luar Negeri

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mempelajari permohonan dari Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang meminta izin untuk berobat ke Guangzhou, Tiongkok. Permohonan ini diajukan melalui surat kepada pimpinan KPK pada Senin (10/2/2025), dengan alasan dirinya tengah menderita kanker.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menyatakan, izin tersebut bergantung pada keputusan penyidik setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kondisi hukum yang berlaku.

    “Diizinkan atau tidak itu nanti menjadi kewenangan penyidik. Tentunya akan dipelajari bahan-bahan apa yang disampaikan saudari Agustiani Tio melalui penasihat hukumnya,” ujar Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (11/2/2025).

    KPK juga akan berkoordinasi dengan dokter internal untuk memverifikasi kondisi kesehatan Tio sebelum mengambil keputusan. “Keputusan yang diambil tetap akan mengacu pada aturan hukum yang berlaku,” tegas Tessa.

    Sementara itu, kuasa hukum Agustiani Tio, Army Mulyanto, kembali mengajukan surat permohonan kedua ke KPK setelah surat pertama pada 3 Februari 2025 tidak mendapat respons. Surat tersebut terkait permohonan Agustiani Tio untuk berobat ke luar negeri.

    “Kami minta kebijaksanaan dari ketua KPK untuk bisa diberikan izin berobat, setidaknya jika pencekalan tidak bisa dicabut,” kata Army saat mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Senin (10/2/2025).

    Menurut Army, kondisi kesehatan kliennya terus menurun dan saat ini sedang dirawat di RS Mitra Keluarga, Depok.

    “Tadi pagi sekitar pukul 11.00 WIB, Bu Tio masuk rumah sakit dan diopname di RS Mitra Keluarga, Depok. Kondisinya memburuk karena obatnya sudah habis, sedangkan dia seharusnya berobat ke Guangzhou,” jelas Army.

    Pihak kuasa hukum juga berencana untuk menembuskan surat permohonan ke Komnas HAM, dengan harapan agar pimpinan KPK memberikan izin berobat.

    “Mudah-mudahan ketua KPK dan komisioner lainnya merespons secara positif karena surat kami sebelumnya pada 3 Februari belum mendapatkan jawaban,” pungkas Army permohonan Agustiani Tio untuk berobat ke luar negeri.

  • Dorong Pembahasan RUU Keamanan Laut, Yusril Singgung Kewenangan Penegakan Hukum – Halaman all

    Dorong Pembahasan RUU Keamanan Laut, Yusril Singgung Kewenangan Penegakan Hukum – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah melalui Kemenko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan RI (Kumham Imipas) serta Kemenko Politik dan Keamanan RI (Polkam) mendorong dibahasnya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keamanan Laut.

    Melalui beleid tersebut nantinya, pemerintah akan membentuk satu instansi yang memiliki kewenangan dalam menjaga kedaulatan laut Indonesia.

    Munculnya inisiatif tersebut lantaran kata Menko Kumham Imipas Prof Yusril Ihza Mahendra, saat ini beberapa lembaga negara yang memiliki kewenangan atas keamanan laut tidak bekerja optimal.

    Seluruh lembaga negara tersebut baik militer maupun sipil seperti halnya Bakamla, Polairud, TNI AL, Bea Cukai, Ditjen Perhubungan Laut, kata dia, justru tumpang tindih dan lemah koordinasi dalam urusan pengawasan laut.

    Karena itu, perlu dibahas beleid tersebut agar nantinya ditetapkan hanya satu institusi pemerintahan non-militer yang fokus pada keamanan laut.

    Yusril lantas membeberkan kewenangan dan fungsi dari institusi tersebut yang salah satunya bisa melakukan penegakan hukum.

    “Ya diberikan kewenangan untuk menjaga keselamatan di laut, keamanan di laut dalam artian non-militer dan kemudian juga mengambil satu langkah-langkah penegakan hukum di laut,” kata Yusril saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

    Beberapa bentuk kejahatan di laut yang kemungkinan bisa ditindak oleh lembaga atau institusi tersebut nantinya seperti penyelundupan hingga praktik illegal fishing.

    Hanya saja, institusi tersebut akan berada di luar kewenangan militer yang dalam hal ini dipegang kendalinya oleh TNI Angkatan Laut.

    “Seperti penyelundupan, kemudian juga pembajakan di laut, dan tentu, skala mereka itu dapat disebutkan dalam undang-undang itu. Kalau menghadapi ancaman atau tantangan seperti ini, mereka bisa minta bantuan misalnya dari Kepolisian, bantuan dari TNI,” kata dia.

    Dirinya beranggapan, penegakan hukum yang harusnya difokuskan oleh satu institusi adalah hal yang sangat penting.

    Mengingat kata mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu, Indonesia merupakan negara kepulauan yang batas lautnya lebih luas dibandingkan daratan.

    “Dan kita tahu bahwa masalah penegakan di laut ini, hukum di laut ini, sangat penting ditangani oleh satu institusi,” beber dia.

    Hanya saja, Yusril belum dapat memastikan perihal struktur atau penempatan dari institusi tersebut nantinya.

    Pasalnya kata dia, bisa jadi institusi yang fokus mengurusi permasalahan laut itu merupakan bentuk transformasi dari badan atau lembaga keamanan laut yang ada saat ini, seperti halnya Bakamla atau Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai RI (KPLP).

    “Jadi kan bisa saja Bakamla itu yang ditransformasikan, diberikan kewenangan-kewenangan yang lebih luas, kemudian jadi satu-satunya lembaga yang berwenang untuk menegakkan keamanan laut di luar militer,” kata dia.

    “Tapi tentu yang lain-lain tetap menjalankan fungsinya, misalnya perhubungan, Dirjen perhubungan laut, bea cukai, tetap pada fungsinya, tapi tidak dalam law enforcement di laut, (kewenangan hukumnya) itu dikerahkan kepada satu institusi,” tandas Yusril.

  • Menko Yusril paparkan sejumlah rekomendasi bangun sistem keamanan laut

    Menko Yusril paparkan sejumlah rekomendasi bangun sistem keamanan laut

    Rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra; Wamenko Kumham Imipas Otto Hasibuan; dan Wamenko Polkam Lodewijk F. Paulus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025). (ANTARA/Melalusa Susthira K.)

    Menko Yusril paparkan sejumlah rekomendasi bangun sistem keamanan laut
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 11 Februari 2025 – 19:27 WIB

    Elshinta.com – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra memaparkan sejumlah rekomendasi untuk membangun sistem keamanan laut yang komprehensif.

    “Kita perlu melakukan hal-hal berkaitan dengan membangun sistem keamanan laut yang komprehensif, berkelanjutan, adaptif, responsif dan inklusif. Kami merekomendasikan beberapa hal,” kata Yusril di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2).

    Hal itu disampaikannya saat rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Wakil Menteri Koordinator Bidang Kumham Imipas Otto Hasibuan; dan Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Wamenko Polkam) Lodewijk F. Paulus.

    Dia menyebut hal pertama yang perlu dilakukan ialah penguatan regulasi penyusunan naskah akademik dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Laut.

    “Mungkin dengan metode omnibus atau apa ya, kita pertimbangkan lah nanti mana yang lebih efektif dan lebih cepat kita kerjakan,” ucapnya.

    Dia juga menyebut perlunya menetapkan satu institusi sebagai penjaga keamanan laut (coast guard) Indonesia yang mempunyai kegunaan penyidikan dalam kasus tindak pidana di laut.

    Selanjutnya, dia mengatakan diperlukan alat pendukung (supporting) investigasi canggih mencakup teknologi informasi, komunikasi, dan infrastrukturnya.

    Kemudian, lanjut dia, perlunya penguatan anggaran pembangunan sistem pengawasan keamanan laut yang lebih modern dan efektif. Termasuk, peningkatan kerja sama internasional dalam pengamanan laut.

    “Keenam, efisiensi dan efektivitas birokrasi termasuk pencegahan, pemeriksaan berulang-ulang dan penguatan pengawasan menjadi satu pintu pelayanan,” tuturnya.

    Terakhir, perlunya peran serta masyarakat maupun sektor swasta terlibat dalam penjagaan keamanan laut.

    “Termasuk integrasi masyarakat terhadap keamanan di laut,” katanya.

    Di awal, Yusril memberikan sejumlah rekomendasi di atas berangkat dari empat isu strategis sistem keamanan laut yang menjadi fokus perhatian, yakni urgensi pembentukan Rancangan Undang-Undang Keamanan Laut lantaran banyaknya regulasi yang tumpang tindih.

    Kemudian, konsolidasi kelembagaan yang diperlukan pula untuk efisiensi dalam menegakkan hukum di laut. Selanjutnya, masalah kolaborasi antara instansi; dan peningkatan infrastruktur keamanan di laut.

    Sumber : Antara

  • Menko Yusril singgung soal pembentukan Badan Legislasi Nasional

    Menko Yusril singgung soal pembentukan Badan Legislasi Nasional

    Rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra; Wamenko Kumham Imipas Otto Hasibuan; dan Wamenko Polkam Lodewijk F. Paulus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025). ANTARA/Melalusa Susthira K

    Menko Yusril singgung soal pembentukan Badan Legislasi Nasional
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 11 Februari 2025 – 21:55 WIB

    Elshinta.com – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyinggung soal pembentukan Badan Legislasi Nasional yang bertugas menggodok rancangan undang-undang di internal pemerintah sebelum diajukan ke DPR RI.

    Hal tersebut, kata dia, sebagaimana yang menjadi amanat dalam perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

    “Sebenarnya telah diamanatkan kepada Pemerintah untuk membentuk semacam Badan Legilasi Nasional, seperti halnya DPR punya Badan Legislasi, pemerintah semestinya dengan amanat undang-undang itu mempunyai satu badan yang menggodok program legislasi internal pemerintah,” kata Yusril saat rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2).

    Aturan tersebut, lanjut dia, juga mengamanatkan agar sebelum Badan Legislasi Nasional terbentuk maka tugasnya dijalankan oleh Kementerian Hukum dan HAM, namun saat ini Kementerian Hukum dan HAM telah dipecah menjadi tiga nomenklatur.

    “Dan pembentukan Badan Legislasi Nasional sampai sekarang belum dilakukan,” ucapnya.

    Untuk itu, dia menyebut pihaknya sudah mengambil sejumlah langkah guna merealisasikan usulan pembentukan Badan Legislasi Nasional, termasuk melaporkannya kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

    “Dan telah juga menyampaikan kepada bapak presiden, dan telah melakukan rapat koordinasi dengan tiga menteri di bawah koordinasi kementerian koordinator ini, mengusulkan untuk pembentukan Badan Legislasi Nasional,” tuturnya.

    Terkait pembentukan Badan Legislasi Nasional, dia menyebut hal itu bisa diejawantahkan dengan membentuk sebuah badan baru ataupun mentransformasi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).

    “Diusulkan apakah itu akan di bawah Kementerian Hukum, menteri hukum merangkap sebagai Kepala Badan Legislasi Nasional seperti Bappenas, BPN atau akankah ditarik ke Kemenko,” ujarnya.

    Yusril pun menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

    “Yang penting kita punya satu badan legislasi internal pemerintah, yang menggodok setiap peraturan perundang-undangan, draf, secara koordinatif, mengoordinasikan seluruhnya sehingga betul-betul ada kesamaan persepsi, sebelum RUU itu diajukan ke DPR,” katanya.

    Dia menggarisbawahi bahwa fungsi Badan Legislasi Nasional nantinya akan mirip seperti Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

    “Sama juga seperti DPR, Baleg akan meminta pandangan fraksi-fraksi sebelum bulat menjadi usul inisiatif DPR,” lanjut dia.

    Sumber : Antara

  • Yusril: Kita Negara Kepulauan Besar, tapi “Coast Guard” Kita Lemah Dibanding Tetangga

    Yusril: Kita Negara Kepulauan Besar, tapi “Coast Guard” Kita Lemah Dibanding Tetangga

    Yusril: Kita Negara Kepulauan Besar, tapi “Coast Guard” Kita Lemah Dibanding Tetangga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
    Yusril Ihza Mahendra
    mengakui bahwa penjaga
    keamanan laut
    Indonesia masih sangat lemah.
    Hal itu disampaikan Yusril saat menjelaskan alasan pentingnya penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU)
    Keamanan Laut
    .
    “Kita sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia ya. Tapi,
    coast guard
    kita sangat lemah, dibandingkan dengan negara-negara tetangga, dan itu juga perhatian kita bersama,” ujar Yusril, di Gedung
    DPR RI
    , Selasa (11/2/2025).
    Yusril mencontohkan banyaknya kasus di wilayah perairan Natuna yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
    Dari situ, dia merasa bahwa penjaga keamanan laut Indonesia tak sekuat negara lain.
    “Banyak sekali terjadi kasus di sekitar perairan Natuna, di mana di situ ada
    coast guard
    dari China, Vietnam, Malaysia, negara-negara lain. Tapi, dibandingkan dengan mereka,
    coast guard
    kita ternyata lemah,” ungkap Yusril.
    Menurut Yusril, lemahnya keamanan tersebut tidak terlepas dari banyak lembaga yang bertugas menjaga keamanan laut, tetapi kewenangan yang saling tumpang tindih.
    Atas dasar itu, Yusril menekankan perlunya melakukan pembenahan lembaga yang berwenang dalam keamanan laut lewat regulasi baru.
    “Dan saya kira memang harus segera kita benahi dari segi kelembagaan dan dari segi pengaturannya. Jadi juga mempunyai kewenangan untuk menegakkan hukum di laut. Tapi bukan dalam arti yang pertahanan keamanan perang,” kata Yusril.
    Salah satu poin yang ditekankan dalam
    RUU Keamanan Laut
    adalah pembentukan satu badan baru non-militer yang diberikan kewenangan penuh untuk mengkoordinir dan menegakkan hukum di laut.
    “Ya karena itu dirasakan perlu memiliki efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Kita merapikan semua itu. Kemungkinan hanya ada satu badan yang diberikan kewenangan melakukan penegakan hukum di laut, tapi non-militer sifatnya,” pungkas dia.
    Diberitakan sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra menggulirkan wacana penyusunan RUU Keamanan Laut dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (11/2/2025).
    Wacana ini dimunculkan dalam rangka mencari solusi atas tumpang tindih aturan dalam pengamanan perairan Indonesia.
    “Urgensi Pembentukan Rancangan Undang-Undang Keamanan Laut. Urgensi tersebut dibutuhkan karena banyaknya regulasi, lebih dari 20 peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksananya,” ujar Yusril, dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (11/2/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Yusril Usul Pembentukan Badan Legislasi Nasional, Tugasnya Godok RUU Sebelum Dibawa ke DPR

    Yusril Usul Pembentukan Badan Legislasi Nasional, Tugasnya Godok RUU Sebelum Dibawa ke DPR

    Yusril Usul Pembentukan Badan Legislasi Nasional, Tugasnya Godok RUU Sebelum Dibawa ke DPR
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
    Yusril
    Ihza Mahendra mengusulkan pembentukan
    Badan Legislasi Nasional
    .
    Menurut Yusril, pembentukan badan ini sebenarnya sudah diamanatkan dalam perubahan
    Undang-Undang
    Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
    Dalam pelaksanaannya, badan tersebut akan bertugas menggodok dan mengoordinasikan penyusunan rancangan
    undang-undang
    (RUU) di tingkat pemerintah, sebelum dibawa ke DPR untuk pembahasan lebih lanjut.
    “Ketika terjadi perubahan terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011, sebenarnya telah diamanatkan kepada pemerintah untuk membentuk semacam Badan Legislasi Nasional, seperti halnya DPR yang punya Badan Legislasi,” ujar Yusril di Gedung DPR RI, Selasa (11/2/2025).
    “Pemerintah semestinya juga memiliki satu badan yang menggodok program legislasi internalnya,” katanya lagi.
    Menurut Yusril, beleid tersebut juga mengatur bahwa selama badan tersebut belum dibentuk, maka tugas-tugasnya dijalankan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
    “Sementara pada hari ini kemenkumham sudah dipecah menjadi tiga kementerian, dan ada satu Kemenko yang mengkoordinasikan ini. Dan pembentukan Badan Legislasi Nasional sampai sekarang belum dilakukan,” ujar Yusril.
    Meski begitu, Yusril mengaku, sudah menyampaikan usulan tersebut kepada Presiden Prabowo Subianto dan melakukan rapat dengan tiga menteri di bawah koordinasinya, demi merealisasikan pembentukan Badan Legislasi Nasional.
    Saat ini, Yusril menyebut, ada beberapa opsi yang dipertimbangkan dalam pembentukan badan tersebut. Salah satunya adalah membentuk lembaga baru.

    Opsi lainnya adalah mentransformasi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menjadi badan yang lebih tinggi.
    “Jadi diusulkan ditransformasikan ke atas, atau apakah itu akan di bawah kementerian hukum, kemudian menteri hukum merangkap sebagai kepala BPHN, seperti Bappenas, BPN, atau akankah ditarik ke kemenko, diserahkan kepada presiden,” kata Yusril.
    Namun, Yusril menekankan bahwa keberadaan badan khusus yang mengoordinasikan penyusunan peraturan perundang-undangan memang diperlukan. Dengan begitu, regulasi yang diajukan ke DPR sudah memiliki kesamaan persepsi di tingkat eksekutif.
    “Sama seperti DPR, di mana Badan Legislasi meminta pandangan fraksi-fraksi sebelum suatu rancangan undang-undang menjadi usul inisiatif DPR,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Berakhir Ricuh, Acara Sosialisasi Reklamasi SWL Dapat Penolakan Keras Nelayan Surabaya

    Berakhir Ricuh, Acara Sosialisasi Reklamasi SWL Dapat Penolakan Keras Nelayan Surabaya

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Constantine

    TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Kegiatan Sosialisasi dan Konsultasi Publik Analisis Dampak Lingkungan Pengembangan Kawasan Pesisir Terpadu Surabaya Waterfront Land (SWL), Selasa (11/2/2025), berakhir ricuh.

    Seluruh nelayan tegas menolak proyek reklamasi tersebut.

    Berlangsung di Hotel Palm Park Surabaya, acara sosialisasi ini digelar oleh PT Granting Jaya.

    Merupakan calon pengembang SWL, PT Granting Jaya turut mengundang beberapa pihak dalam forum tersebut. 

    Namun kenyataannya, tidak semua pihak mendapatkan tempat di acara tersebut.

    Bahkan, KUB nelayan, petani tambak, LPMK, mahasiswa, hingga organisasi keagamaan yang tergabung dalam Forum Masyarakat Madani Maritim (F3M) mendapat penolakan untuk hadir di acara tersebut. 

    “Masyarakat pesisir pada awalnya diwakili oleh 10 orang untuk hadir dalam kegiatan tersebut secara damai. Namun, mendapatkan penolakan oleh PT Granting Jaya dengan alasan tidak diundang,” ujar Koordinator Aksi F3M, Indi Nuroini, saat dikonfirmasi pasca aksi, Selasa (11/2/2025).

    Massa nelayan yang sempat tertahan di luar ruangan pun meminta kesempatan untuk masuk ke dalam ruangan acara.

    Namun, mereka justru mendapat penolakan dari petugas keamanan yang berjaga.

    Akhirnya, kericuhan pun tak terelakkan.

    “Kami menyayangkan sikap dari tim keamanan, baik dari pihak PT Granting Jaya, hotel dan aparat keamanan, karena tidak menggunakan pendekatan humanis,” kata Indi. 

    “Petugas justru membentak, mendorong, hingga melakukan pemukulan terlebih dahulu. Sehingga, kekerasan secara verbal dan fisik memicu kemarahan masyarakat pesisir yang justru mendesak untuk masuk ruangan secara paksa,” katanya. 

    Mengetahui kondisi tidak kondusif, penyelenggara akhirnya menghentikan acara.

    “Pasca masyarakat pesisir masuk dalam ruangan sosialisasi dan konsultasi AMDAL, kegiatan tersebut langsung dihentikan oleh penyelenggara acara,” lanjutnya.

    Pasca masuk ke dalam ruangan, massa aksi pun menyampaikan 6 pernyataan sikap.

    Koordinator F3M Heroe Budiarto mengungkapkan, hal ini sejalan dengan sikap pihaknya yang telah disuarakan kepada DPR RI dan pemerintah pusat. 

    Untuk diketahui, Surabaya Waterfront Land (SWL) menjadi satu di antara 14 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diumumkan pemerintah pusat, April 2024 lalu.

    Diklaim tanpa memakai uang negara, proyek ini akan mengerjakan pembangunan pulau buatan seluas 1.084 hektare yang terbagi dalam 4 blok dengan rincian Blok A 84 ha, Blok B 120 ha, Blok C 380 ha dan Blok D 500 ha. 

    Merupakan proyek panjang yang diperkirakan membutuhkan waktu hingga 20 tahun, pekerjaan ini akan dilaksanakan PT Granting Jaya.

    Ditargetkan bisa mengangkat nilai produksi nelayan, proyek ini baru masuk pengurusan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

    Berikut Pernyataan Forum Masyarakat Madani Maritim: 

    a. Menegaskan kembali penolakan masyarakat terhadap Proyek Strategis Nasional Surabaya Waterfront Land karena berpotensi merusak ekosistem pesisir dan laut, menghilangkan mata pencaharian nelayan dan petani tambak, menurunkan daya dukung lingkungan yang berdampak pada berbagai hasil, serta potensi dampak sosial budaya.

    b. Kami sangat berkomitmen untuk melakukan penolakan terhadap Proyek Strategis Nasional Surabaya Waterfront Land dan telah melakukan upaya mulai dari tingkat kota hingga pusat.

    c. Gerakan penolakan yang diinisiasi oleh masyarakat pesisir telah mendapatkan dukungan dari Komisi C DPRD Kota Surabaya dan Pemerintah Kota Surabaya yang telah berkirim surat agar pemerintah pusat meninjau kembali PSN Surabaya Waterfront Land karena adanya berbagai dampak negatif.

    d. Aspirasi penolakan terhadap reklamasi PSN Surabaya Waterfront Land telah disampaikan dan diterima langsung oleh Komisi IV DPR RI. Aspirasi tersebut telah ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja (Raker) antara Komisi IV DPR RI bersama Menteri Kelautan dan Perikanan RI pada 23 Januari 2025.

    Dalam rapat kerja tersebut, aspirasi telah disampaikan oleh anggota Komisi IV dan dokumen penolakan telah diterima baik oleh Titiek Soeharto selaku Ketua Komisi IV dan telah diterima juga oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

    e. Kami juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup RI, Kementerian ATR/BPN RI, Ombudsman RI dan Komnas HAM RI untuk menyampaikan aspirasi penolakan kami serta permohonan bantuan untuk turut serta mengawal penolakan reklamasi Surabaya Waterfront Land.

    f. Kami menolak sosialisasi dan konsultasi publik AMDAL PSN Surabaya Waterfront Land pada Selasa (11/2/2025) karena tidak melibatkan partisipasi masyarakat, baik yang terdampak langsung maupun pemerhati lingkungan.

  • Soal Nasib Transfer of Prisoners untuk Hambali, Yusril: Bukan Prioritas tapi Kita Concern – Page 3

    Soal Nasib Transfer of Prisoners untuk Hambali, Yusril: Bukan Prioritas tapi Kita Concern – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan sempat membuka kemungkinan untuk melakukan transfer of prisoners terhadap Hambali, seorang warga negara Indonesia yang saat ini mendekan di Penjara Guantanamo akibat terlibat kasus terorisme.

    Menurut Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, nasib yang bersangkutan saat ini masih tunduk di bawah kewenangan hukum militer Amerika Serikat. Upaya mendorong Hambali untuk diadili sudah terus didorong oleh Retno Marsudi yang kala itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia.

    “Pemerintah kita Ibu Retno juga dulu pernah mengupayakan kepada pemerintah Amerika Serikat supaya yang bersangkutan diadili karena sampai hari ini yang bersangkutan tidak diadili,” kata Yusril di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (11/2/2025).

    Yusril menyatakan karena tidak kunjung diadili maka timbul masalah lainnya yakni Hak Asasi Manusia (HAM) dari yang bersangkutan. Karenanya, sebagai Menko yang membidangi masalah HAM terhadap warga negara Indonesia dimana pun keberadaannya, Yusril mengaku menaruh concern terhadap nasib Hambali.

    Sebab menurut catatannya, sejumlah warga negara Malaysia sudah melakukan transfer of prisoners dari Amerika Serikat dalam kasus senada. Kendati demikian, posisi Indonesia masih belum menjadikan Hambali sebuah prioritas tapi tetap ada concern terhadapnya.

    “Fokus pemerintah Amerika Serikat mungkin sekarang sudah agak berkurang dan sudah ada beberapa warga negara Malaysia yang dikembalikan oleh Amerika Serikat. Tapi kita belum ada satu pembicaraan yang agak rinci mengenai Hambali jadi sudah clear ini bukan menjadi prioritas tapi pemerintah concern terhadap permasalahan ini,” tegas Yusril.

     

  • Yusril: Reynhard Sinaga Tak Prioritas, Ada 54 WNI Dipidana Mati di LN

    Yusril: Reynhard Sinaga Tak Prioritas, Ada 54 WNI Dipidana Mati di LN

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan bahwa rencana pemulangan Reynhard Sinaga hingga Hambali tak jadi prioritas pemerintah. Dirinya mengatakan ada kasus lain yang perlu ditangani, seperti penanganan 54 WNI yang akan dihukum mati.

    Hal itu dikatakan Yusril dalam rapat bersama Komisi I DPR RI, di kompleks Parlemen Senayan, Selasa (11/2/2025). Yusril menjawab pertanyaan anggota Komisi I DPR, Sarifah Ainun Jariyah.

    “Terkait kasus RG. Saya harap nanti kasus RG ini. Saya sudah mendengar bahwa ini tidak menjadi prioritas dari pemerintah dan semoga itu benar. Reynhard Sinaga, jadi saya harap kasus ini tidak, saya harap kasus ini tidak usah menjadi prioritas pemerintah,” kata Sarifah.

    Yusril pun menjawab memang ada banyak kasus lain yang perlu ditangani, salah satunya WNI yang akan dipidana mati di Malaysia hingga Arab Saudi. Dirinya pun menyebut telah membahas hal tersebut dengan Arab Saudi.

    “Jadi lebih banyak kasus lain yang perlu ditangani seperti ada sekitar 54 WNI yang dipidana mati di Malaysia juga di Arab Saudi dan kami mulai membahas masalah ini dengan Arab Saudi,” kata Yusril.

    “Pembicaraan sudah dimulai dan juga terkait kementerian lain yang menangani pekerja migran juga Kemenlu yang concern terhadap perlindungan WNI,” tambahnya.

    Yusril menegaskan kasus keduanya tidak jadi prioritas karena masalahnya cukup rumit. Selain itu, dirinya mempertimbangkan pandangan masyarakat.

    “Kita mempertimbangkan pandangan masyarakat terhadap kedua orang ini, kami sampai pada kesimpulan, kami pelajari, kami concern soal itu, karena menjadi tanggung jawab negara,” tuturnya.

    Sebelumnya, Yusril mengatakan pemulangan pelaku bom Bali 2002, Hambali, dan kasus predator seksual, Reynhard Sinaga, bukan prioritas. Dia mengatakan pemerintah memprioritaskan membantu para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dijatuhi hukuman mati.

    Yusril mengatakan Reynhard baru bisa mengajukan keluar dari penjara setelah menjalani hukuman sekitar 40 tahun. Dia mengatakan hal itu membuat pemulangan Reynhard bukan prioritas.

    “Jadi tidak menjadi suatu prioritas yang perlu kita selesaikan. Seperti halnya kasus-kasus yang lain yang mungkin perlu kita selesaikan ya,” ujar Yusril.

    (ial/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Yusril Sebut Seharusnya Pemerintah Punya Badan Legislasi Nasional, Ini Tugasnya – Page 3

    Yusril Sebut Seharusnya Pemerintah Punya Badan Legislasi Nasional, Ini Tugasnya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia, Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah seharusnya memiliki suatu badan yang berfungsi seperti Badan Legislasi (Baleg) di DPR RI. Menurut dia, badan tersebut bernama Badan Legislasi Nasional.

    “Pemerintah semestinya dengan amanat Undang-Undang 12 tahun 2011 itu juga mempunyai satu badan yang menggodok program legislasi internal pemerintah dan itu bisa diharapkan menjadi counterpart dari badan legislasi DPR,” kata Yusril saat rapat bersama Komisi I DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

    Yusril menjelaskan, sebelumnya tugas-tugas penggodokan program legislasi ada di bawah kewenangan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang dijalankan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Namun di era Presiden Prabowo, kementerian tersebut dipecah menjadi tiga serta ditambahkan satu menteri koordinator yang mengkoordinasi tiga lembaga tersebut.

    “Namun pembentukan Badan Legislasi Nasional juga belum dilakukan. Kami menyampaikan kepada pak presiden untuk melakukan rapat koordinasi dengan tiga menteri di bawah koordinasi kementerian koordinator untuk mengusulkan untuk pembentukan Badan Legislasi Nasional,” jelas Yusril.

    Yusril mengungkap, bisa saja Badan Legislasi Nasional menjadi transformasi dari BPHN yang dikepalai oleh menteri hukum atau kementerian koordinator yang mengambil alih kewenangannya.

    “Mungkin dibentuk badan baru mungkin juga mentransformasikan BPHN yang ada sekarang di-transform ke atas diusulkan apakah itu akan di bawah Kementerian Hukum sehingga menteri hukum merangkap juga sebagai kepala Badan Legislasi Nasional seperti Bappenas ataukah akan ditarik ke Kemenko itu diserahkan kepada pak presiden,” imbuh dia.