Kasus: HAM

  • Video Eks Presiden Filipina Duterte saat Ditangkap: Apa Kejahatan Saya?

    Video Eks Presiden Filipina Duterte saat Ditangkap: Apa Kejahatan Saya?

    Video Eks Presiden Filipina Duterte saat Ditangkap: Apa Kejahatan Saya?

    213 Views | Rabu, 12 Mar 2025 08:12 WIB

    Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditangkap di Bandara Manila atas perintah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Duterte ditangkap atas dugaan melakukan pelanggaran HAM berat saat memberantas para pengedar narkoba semasa dirinya menjabat sebagai presiden.

    Rahmatia Miralena/Reuters – 20DETIK

  • Menteri HAM Usul UU Kebebasan Beragama, Memungkinkan Warga Pilih Kepercayaan di Luar Agama Resmi

    Menteri HAM Usul UU Kebebasan Beragama, Memungkinkan Warga Pilih Kepercayaan di Luar Agama Resmi

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan, pihaknya menginginkan adanya Undang-Undang (UU) tentang Kebebasan Beragama. Ia menyebut, dengan payung hukum tersebut warga bisa memeluk kepercayaan di luar agama resmi yang diakui di Indonesia.

    “Kemudian terkait dengan diskriminasi kelompok minoritas, misalnya mereka yang percaya di luar agama resmi, kami malah menginginkan ke depan harus ada Undang-undang Kebebasan Beragama, ini sikap kementerian,” kata Pigai saat konferensi pers di kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Maret 2025.

    Pigai menyebut undang-undang kebebasan beragama bukan undang-undang perlindungan umat beragama. Menurutnya, kalau undang-undang perlindungan umat beragama seakan-akan pemerintah menerima fakta adanya pengekangan kebebasan.

    “Negara tidak boleh mengakui dan menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama,” ujar Pigai.

    “Oleh karena itu, kami menginginkan Undang-undang Kebebasan Beragama sehingga siapa pun anak bangsa bisa beragama. Saya kira itu bisa diperdebatkan,” ucapnya menambahkan.

    Lebih lanjut, Pigai menyatakan siap menerima kritik dan masukan terkait usulan kementeriannya tersebut. Menurutnya, dalam demokrasi siapa pun berhak menyampaikan bersuara terlepas diterima atau tidaknya pendapat itu.

    “Silakan ada yang memprotes tidak apa-apa, dan tidak protes tidak apa-apa. Tapi kan boleh dong namanya demokrasi. Ada yang nanti menerima, ada yang mau Undang-undang Pelindungan Umat Beragama, boleh. Ada yang mau Undang-undang Kebebasan Umat beragama boleh,” ucap Pigai.

    Meskipun ada pihak yang kontra, Pigai akan tetap mengusulkan pembentukan undang-undang Kebebasan Umat Beragama. Hal itu, kata dia, harus menjadi salah satu yang dipertimbangkan.

    Ketika dikonfirmasi lebih jauh, Pigai mengakui bahwa hal tersebut baru sebatas ide dan gagasan yang disampaikan kepada masyarakat. Ia pun membuka pintu untuk selanjutnya ide itu diwacanakan.

    “Itu baru lemparan ide atau gagasan. Silakan untuk diwacanakan,” ujar Pigai saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Menteri HAM Usul Ada UU Kebebasan Beragama, Demi Keadilan Bagi Mereka yang Punya Kepercayaan Lain – Halaman all

    Menteri HAM Usul Ada UU Kebebasan Beragama, Demi Keadilan Bagi Mereka yang Punya Kepercayaan Lain – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengusulkan adanya Undang-Undang Kebebasan Beragama agar setiap warga negara dapat memeluk kepercayaan yang dianutnya sekalipun di luar agama resmi yang ditetapkan di Indonesia.

    “Kemudian terkait dengan diskriminasi kelompok minoritas, misalnya mereka yang percaya di luar agama resmi, kami malah menginginkan ke depan harus ada Undang-undang Kebebasan Beragama, ini sikap kementerian,” ucap Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3/2025).

    Menurutnya perlu pembuatan payung hukum kebebasan beragama bagi masyarakat, bukan UU Pelindungan Umat Beragama. 

    Pasalnya kata Pigai, UU Pelindungan Umat Beragama seolah warga negara harus menerima fakta adanya penekanan tak boleh beragama di luar agama resmi di Indonesia.

    Ia menyatakan, negara seyogyanya adil termasuk dalam urusan agama. Negara juga tidak boleh memaksa seseorang memercayai agama yang tidak diamini. 

    “Kenapa? Kalau Undang-undang Perlindungan Umat Beragama itu seakan-akan kita menerima fakta adanya penekanan. Negara tidak boleh mengakui dan menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama,” ucap dia.

    Namun Pigai mengakui pendapatnya bisa diperdebatkan. Tapi ia menginginkan dijunjungnya hak asasi manusia dalam urusan beragama. 

    “Oleh karena itu, kami menginginkan Undang-undang Kebebasan Beragama sehingga siapa pun anak bangsa bisa beragama. Saya kira itu bisa diperdebatkan,” tambahnya.

    “Silakan ada yang memprotes tidak apa-apa, dan tidak protes tidak apa-apa. Tapi kan boleh dong namanya demokrasi. Ada yang nanti menerima, ada yang mau Undang-undang Pelindungan Umat Beragama, boleh. Ada yang mau Undang-undang Kebebasan Umat beragama boleh. Tapi saya mengusulkan ya suatu saat Undang-undang Kebebasan Umat Beragama menjadi salah satu yang dipertimbangkan,“ tandasnya.

    Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Pigai menyatakan hal itu baru sebatas gagasan yang disampaikan kepada publik. Belum ada tindakan lanjutan, termasuk menjadikan itu sebagai usulan inisiatif pemerintah untuk bisa dibahas bersama-sama di DPR.

    “Itu baru lemparan ide atau gagasan. Silakan untuk diwacanakan,” kata Pigai saat dikonfirmasi terpisah.

  • Menteri HAM tegaskan militerisme sangat tidak mungkin terjadi saat ini

    Menteri HAM tegaskan militerisme sangat tidak mungkin terjadi saat ini

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan bahwa militerisme seperti pada masa Orde Baru sangat tidak mungkin terjadi saat ini.

    “Kenapa tidak mungkin? Karena pemerintah sekarang adalah pemerintah sipil,” kata Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3).

    Ia menjelaskan bahwa pemerintahan sipil berkaitan dengan Presiden Prabowo Subianto yang mendirikan partai politik, yang pada Pemilu 2024 menjadi salah satu peraih suara terbanyak melalui proses demokrasi.

    “Presiden Prabowo Subianto juga terpilih melalui proses demokrasi. Ada dinamika right to vote (hak untuk memilih), ada dinamika right to take a part of government (hak untuk dipilih),” ujarnya.

    Selain itu, Pigai menjelaskan bahwa sebanyak 30 persen jajaran Kabinet Merah Putih merupakan aktivis organisasi kemasyarakatan sipil yang pernah jatuh bangun membangun demokrasi, HAM, dan reformasi di tanah air.

    Menurut ia, pemerintahan Presiden Prabowo melalui misi Astacita turut mengedepankan demokrasi dan hak asasi manusia.

    “Program-program prioritas pemerintah yang berjumlah 17, nilainya adalah nilai-nilai hak asasi manusia, termasuk kebebasan ekspresi, kebebasan pers,” jelasnya.

    Oleh sebab itu, Menteri HAM menegaskan bahwa sangat tidak mungkin sistem militerisme maupun otoritarianisme akan hidup kembali di Indonesia.

    “Salah satu wujud nyata menghadirkan iklim demokrasi dan HAM bangsa ini adalah menghadirkan Kementerian HAM. Indonesia adalah satu dari empat negara di dunia yang punya Kementerian Hak Asasi Manusia,” katanya menambahkan.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menteri HAM bantah pernyataan Satryo Brodjonegoro soal Presiden alergi demo

    Menteri HAM bantah pernyataan Satryo Brodjonegoro soal Presiden alergi demo

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai membantah pernyataan mantan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro soal Presiden Prabowo Subianto alergi dengan demonstrasi.

    “Kalau pernyataan sepihak, enggak usah percaya. Enggak usah percaya sepanjang tidak ada cover both side (berimbang), enggak usah percaya,” kata Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3).

    Ia lantas menjelaskan bahwa Presiden Prabowo tidak memiliki masalah dengan demonstrasi yang dilakukan warga negara Indonesia.

    “Demonstrasi kan parlemen jalanan. Ya boleh dong. Emang kenapa enggak boleh? Alergi? Kok alergi?” kata Pigai.

    Selain itu, sebagai orang yang menjadi bagian dari perjalan politik Presiden Prabowo, ia menegaskan bahwa Presiden tidak alergi dengan demonstrasi.

    “Ada enggak kami melaporkan satu orang saja? Kami enggak pernah, biasa aja. Demonstrasi ya, apalagi (melaporkan warga, red) demonstrasi,” jelasnya.

    Sebelumnya, mantan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro dalam wawancara khusus yang dilakukan oleh salah satu media nasional yang ditayangkan pada Jumat (7/3), mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo alergi terhadap demo.

    Satryo menyampaikan pernyataan tersebut merujuk demo terhadap dirinya di Kementerian Diktisaintek dan demo mahasiswa mengenai uang kuliah tunggal.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kementerian HAM usulkan pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama

    Kementerian HAM usulkan pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Hak Asasi Manusia mengusulkan pembentukan Undang-Undang tentang Kebebasan Beragama untuk menanggapi diskriminasi terhadap kelompok beragama minoritas atau di luar agama resmi yang diakui negara.

    “Undang-Undang Kebebasan Beragama, bukan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama. Kenapa? Kalau Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama itu seakan-akan kita menerima fakta adanya pengekangan kebebasan beragama,” kata Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3).

    Selain itu, Pigai menjelaskan bahwa Undang-Undang Kebebasan Beragama dibutuhkan dibandingkan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama karena negara tidak boleh menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama.

    “Ada undang-undang memproteksi, itu tidak boleh. Oleh karena itu, posisi kami adalah menginginkan Undang-Undang Kebebasan Beragama sehingga siapa pun anak bangsa bisa beragama,” jelasnya.

    Walaupun demikian, Pigai mengatakan bahwa usulan Kementerian HAM tersebut dapat diperdebatkan karena baru sebatas wacana.

    “Silakan bila ada yang mau protes, tidak apa-apa. Ada yang tidak protes, tidak apa-apa. Kan boleh dong namanya juga demokrasi,” ujarnya.

    Menteri HAM menjelaskan bahwa usulan tersebut untuk menanggapi penurunan angka indeks demokrasi Indonesia dalam The Democracy Index 2024 oleh Economist Intelligence Unit (EIU).

    Selain mengusulkan pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama, Pigai mengatakan bahwa Kementerian HAM merekomendasikan revisi Peraturan Kapolri soal ujaran kebencian hingga Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) sebagai upaya meningkatkan angka indeks demokrasi di tanah air.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menteri HAM bantah pernyataan Satryo Brodjonegoro soal Presiden alergi demo

    Menteri HAM: Indeks demokrasi turun bukan pada masa Presiden Prabowo

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menjelaskan bahwa penurunan angka indeks demokrasi Indonesia dalam The Democracy Index 2024 oleh Economist Intelligence Unit (EIU) bukan terjadi pada masa Presiden Prabowo Subianto.

    “(Tahun) 2024 itu sebelum pemerintahan Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Sebelumnya karena data ini adalah penilaian turunnya demokrasi pada 2024, berarti sebelum kepemimpinan pemerintah yang baru,” kata Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3).

    Pada tahun 2024, angka indeks demokrasi Indonesia sebesar 6,44 atau menurun dari angka indeks tahun 2023 yang tercatat 6,53.

    Pigai menjelaskan bahwa penurunan angka indeks demokrasi pada tahun 2024 bukan berarti menunjukkan pemerintah tidak bersahabat dengan demokrasi, melainkan adanya perbedaan variabel penilaian dengan EIU.

    Menurut ia, EIU hanya berfokus pada aspek aturan-aturan, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, instruksi presiden, dan putusan peradilan yang dinilai mengekang kebebasan demokrasi.

    Oleh sebab itu, Pigai mengakui bahwa apabila berfokus pada variabel penilaian EIU maka terdapat beberapa aturan yang mengakibatkan penurunan indeks demokrasi di tanah air, terutama dari tahun 2015 hingga 2024.

    “Pertama, Peraturan Kapolri tentang hate speech (ujaran kebencian, red) pada 2015 sehingga Peraturan Kapolri tentang hate speech itu sebenarnya mengunci demokrasi,” jelasnya.

    Kedua, kata Pigai, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang mengatur anggota dewan dapat melaporkan warga negara yang memberi protes kepada mereka.

    “Berikutnya, revisi Undang-Undang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Perppu tentang Ormas (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017) yang akarnya membubarkan satu, dua ormas yang dianggap bertentangan dengan pemerintah,” katanya.

    Kemudian, penangkapan aktivis organisasi kemasyarakatan sipil yang terjadi sejak tahun 2015.

    “Fakta-fakta inilah yang mengunci dinamika demokrasi berkembang di Indonesia sehingga pada saat itu The Economist menyatakan bahwa indeks demokrasi Indonesia turun,” jelasnya.

    Secara khusus, Menteri HAM mengatakan bahwa penurunan angka indeks demokrasi pada tahun 2024 karena adanya upaya DPR RI untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi mengenai ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menteri HAM Usul UU Kebebasan Beragama, Memungkinkan Warga Pilih Kepercayaan di Luar Agama Resmi

    Menteri HAM Natalius Pigai Ungkap Faktor-Faktor Penyebab Turunnya Indeksi Persepsi Demokrasi Indonesia 

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan banyak faktor yang menyebabkan turunnya indeks persepsi demokrasi Indonesia. Ia menyebut faktor itu antara lain terbitnya Peraturan Kapolri tentang hate speech pada 2015, UU MD3, revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019, Perppu tentang Ormas pada 2017, dan penangkapan aktivis yang terjadi sejak 2015.

    Peraturan-peraturan tersebut terbit di era Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Sebelumnya The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis indeks persepsi demokrasi Indonesia mendapat skor 6,44 pada 2024. Skor ini turun dibanding 2023 sebesar 6,5 dan 2022 di angka 6,71.

    “Fakta-fakta inilah yang mengunci dinamika demokrasi berkembang di Indonesia. Sehingga pada saat itu The Economist menyatakan bahwa indeks demokrasi Indonesia turun,” kata Pigai saat konferensi pers di kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Maret 2025. 

    Dengan demikian, Pigai menyebut saat peraturan-peraturan tersebut berlaku pada 2024, maka sedemokratis apa pun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto indeks demokrasi tetap turun di periode sebelumnya. 

    “Ketika peraturan-peraturan tersebut tetap berlangsung sampai 2024, maka siapa pun presidennya, sehebat apapun pemimpinnya, sedemokratis apa pun pemimpinnya, ketika peraturannya terkunci ya tetap demokrasi akan turun di periode sebelumnya,” ucap Pigai. 

    Lebih lanjut, Pigai menuturkan, indeks persepsi demokrasi Indonesia menurun juga disebabkan beberapa putusan peradilan seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Akan tetapi, ia tidak menyebut putusan MK yang dimaksud. Kemudian manuver DPR RI yang berencana ingin menganulir putusan MK terkait UU Pilkada pada Agustus 2024. 

    “Lalu yang berikut diskriminasi yang dihadapi oleh kelompok minoritas, khususnya mereka yang beragama di luar agama-agama resmi. Lalu kebebasan berpendapat yang menyebabkan ada beberapa orang yang diproses hukum terutama aktivis yang diadili karena menyuarakan pendapat pikiran dan perasaan,” kata Pigai.

    “Karena itulah 2015-2024 sebelum periode pemerintah Prabowo memang sudah dikunci, tidak bisa,” ucapnya melanjutkan.

    Cahaya Demokrasi di Pilkada 2024 

    Namun Pigai menyampaikan, di tengah-tengah demokrasi yang menurun ada satu momentum perbaikan demokrasi yakni Pilkada 2024 yang berlangsung pada November atau di awal kepemimpinan Prabowo. Menurutnya, perbaikan demokrasi terlihat dari kesuksesan partai oposisi yakni PDIP memenangkan pasangan Pramono Anung dan Rano Karno di Pilkada Jakarta. 

    “Semua orang bebas bahkan partai yang tidak mungkin bisa diberi kesempatan untuk bisa bertarung pun dibuka dengan adanya Judicial Review yng memberi kesempatan PDI Perjuangan menyodorkan calon-calonnya untuk bertarung dan akhirnya menang,” ucap Pigai.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • ‘Perang Narkoba’ yang Bikin Duterte Kini Masuk Penjara

    ‘Perang Narkoba’ yang Bikin Duterte Kini Masuk Penjara

    Manila

    Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditangkap. Penangkapan dilakukan atas perintah Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC).

    Dilansir AFP, Duterte ditangkap pada Selasa (11/3/2025) setelah mendarat di Bandara Internasional Manila, ibu kota Filipina. Dia ditangkap oleh polisi yang bertindak berdasarkan surat perintah ICC.

    Istana Kepresidenan Filipina menyebut penangkapan dilakukan atas perang mematikannya terhadap narkoba. Penangkapan dilakukan setelah Interpol menerima salinan resmi surat perintah dari ICC.

    “Pagi-pagi sekali, Interpol Manila menerima salinan resmi surat perintah penangkapan dari ICC,” kata Istana Kepresidenan Filipina dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP.

    Duterte langsung dibawa ke tahanan. Namun, belum ada penjelasan soal tindak lanjut proses hukum yang dilakukan.

    “Saat ini, dia berada dalam tahanan pihak berwenang,” ujar Istana Kepresidenan Filipina.

    Ditangkap karena Perang Melawan Narkoba yang Mematikan

    Ilustrasi pasukan bersenjata perang narkoba di Filipina (Foto: BBC World)

    Kebijakan ‘perang melawan narkoba’ menjadi salah satu kebijakan yang membawa Duterte ke tampuk kekuasaan di Filipina tahun 2016 lalu. Duterte dikenal sebagai Wali Kota yang tidak konvensional dan berorientasi memberantas kejahatan.

    Dia memenuhi janji kepada rakyat untuk membunuh ribuan pengedar narkoba di Filipina. Kini, kebijakannya itu yang membawanya ke dalam penjara.

    Pria berusia 79 tahun itu kini menghadapi dakwaan ‘kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan’ di ICC. Dakwaan ini dijeratkan atas tindakan keras yang menurut kelompok hak asasi manusia (HAM) telah menewaskan puluhan ribu orang, yang sebagian besar miskin, oleh petugas dan warga sipil serta sering kali tanpa bukti bahwa mereka terkait dengan narkoba.

    Filipina sebenarnya keluar dari ICC pada tahun 2019 atas instruksi Duterte. Namun, pengadilan internasional itu menyatakan mereka memiliki yurisdiksi atas pembunuhan sebelum penarikan diri Filipina, serta pembunuhan di kota Davao, Filipina selatan ketika Duterte menjadi wali kota di sana beberapa tahun sebelum menjadi presiden.

    Otoritas Filipina kemudian meluncurkan penyelidikan formal pada bulan September 2021. Namun, penyelidikan itu ditangguhkan 2 bulan kemudian setelah Manila mengatakan sedang memeriksa ulang ratusan kasus operasi narkoba yang menyebabkan kematian di tangan polisi, pembunuh bayaran dan warga sipil.

    Kasus tersebut dilanjutkan pada Juli 2023 setelah panel yang terdiri dari lima hakim menolak keberatan Filipina yang menganggap ICC tidak memiliki yurisdiksi. Sejak saat itu, pemerintah Presiden Ferdinand Marcos Jr telah berkali-kali mengatakan tidak akan bekerja sama dalam penyelidikan tersebut.

    Namun belakangan, Wakil Menteri Komunikasi Kepresidenan Filipina Claire Castro mengatakan jika Interpol ‘meminta bantuan yang diperlukan dari pemerintah, maka mereka wajib mengikutinya’.

    Duterte Pertanyakan Kejahatan yang Dilakukannya

    Rodrigo Duterte (Foto: AP/Aaron Favila)

    Duterte ditangkap di Bandara Manila tak lama setelah mendarat dari Hong Kong. Duterte menolak meminta maaf atas tindakan keras antinarkoba yang brutal saat dia menjabat Presiden Filipina pada 2016 hingga 2022.

    “Kejahatan apa yang telah saya lakukan,” kata Duterte seperti dilansir BBC.

    Sebuah video yang diunggah oleh putrinya, Veronica Duterte, memperlihatkan Duterte ditahan di sebuah ruang tunggu di Pangkalan Udara Villamor, Manila. Dalam video itu, dia terdengar mempertanyakan alasan penangkapannya.

    “Apa hukumnya dan kejahatan apa yang telah saya lakukan? Saya dibawa ke sini bukan atas kemauan saya sendiri, melainkan atas kemauan orang lain. Anda harus bertanggung jawab sekarang atas perampasan kebebasan,” ujarnya.

    Rekaman yang ditayangkan stasiun televisi setempat menunjukkan Duterte berjalan di bandara menggunakan tongkat. Pihak berwenang mengatakan dia dalam ‘kesehatan yang baik’ dan dirawat oleh dokter pemerintah.

    Sebelum penangkapannya, Duterte sempat menyatakan dirinya siap jika masuk penjara. Duterte, yang berpidato dalam kampanye senator yang dihadiri ribuan pekerja asal Filipina di Hong Kong, mengatakan kebijakan kerasnya dilakukan untuk bangsa Filipina.

    “Dengan asumsi bahwa (surat perintah penangkapan) itu benar, mengapa saya melakukannya? Untuk diri saya sendiri? Untuk keluarga saya? untuk Anda dan anak-anak Anda, dan untuk bangsa kita,” kata Duterte dalam upaya membenarkan kebijakannya.

    “Jika ini benar-benar takdir hidup saya, tidak apa-apa, saya akan menerimanya. Mereka dapat menangkap saya, memenjarakan saya,” sambungnya.

    Mantan juru bicara kepresidenan Duterte, Salvador Panelo, mengecam penangkapan tersebut. Dia mengklaim penangkapan Duterte “melanggar hukum” karena Filipina telah menarik diri dari ICC.

    Di sisi lain, Koalisi Internasional untuk Hak Asasi Manusia di Filipina menyebut penangkapan Duterte sebagai momen bersejarah. Mereka menganggap hal ini menjadi jalan panjang menuju keadilan.

    “Jalannya moralitas itu panjang, tetapi hari ini, jalannya telah mengarah ke keadilan. Penangkapan Duterte adalah awal dari akuntabilitas atas pembunuhan massal yang menandai pemerintahannya yang brutal,” kata Ketua ICHRP, Peter Murphy.

    Halaman 2 dari 3

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menteri HAM Sebut Indonesia Surplus Demokrasi di Era Prabowo: Sukatani Bebas Tidak Diapa-apain 

    Menteri HAM Sebut Indonesia Surplus Demokrasi di Era Prabowo: Sukatani Bebas Tidak Diapa-apain 

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan, Indonesia mengalami surplus demokrasi sejak kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, kebebasan berpendapat terjamin dengan baik di era pemerintahan yang baru.

    Indikator kemajuan demokrasi, kata Pigai, terlihat hingga bulan keempat pemerintahan Prabowo tidak ada satu pun aktivis yang ditangkap oleh aparat atas tindakan ujaran kebencian terhadap pemerintah. Ia mengaku ikut membantu Band Sukatani yang diduga mendapat intimidasi lantaran lagu berjudul ‘Bayar Bayar Bayar’. 

    “Saya ikut turun tangan atas nama pemerintah. Kemarin Sukatani, Kementerian HAM turun tangan, bebas tidak diapa-apain,” kata Pigai saat konferensi pers di kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Maret 2025. 

    “Kemudian ketika demo Indonesia Gelap, Menteri Sekretaris Negara turun diperintah oleh Presiden, bertemu bicara,” ucapnya menambahkan.

    Selain itu, Pigai mengklaim indikasi penting dari surplus demokrasi adalah kebebasan pers. Ia menyebut belum ada wartawan yang ditangkap atau diteror atas karya-karya jurnalisik. 

    “Belum pernah ada wartawan yang diteror. Tidak ada dan tidak akan pernah ada. Kalau ada nanti kasih tau saya, kasih tahu penerornya,” ujarnya. 

    Demokrasi Adalah Nyawa Negara 

    Lebih lanjut, Pigai menekankan pentingnya menjaga demokrasi sebagai tiang utama bernegara. Ia menyebut demokrasi adalah nyawa dalam negara, dan itu harus dijaga dengan serius oleh pemerintah. 

    “Demokrasi itu adalah nyawa bernegara itu ada salah satunya tiang utama, pilar utama itu adalah demokrasi. Karena itu Demokrasi kita akan jaga paling tidak selama kepemimpinan Prabowo Subianto,” kata Pigai.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News