Kasus: HAM

  • Jokowi Minta Buktikan soal Utusan yang Minta PDIP Tak Memecat Dirinya: ada Batasnya

    Jokowi Minta Buktikan soal Utusan yang Minta PDIP Tak Memecat Dirinya: ada Batasnya

    TRIBUNJATIM.COM – Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) kini meminta agar sosok yang meminta PDIP untuk tak memecat dirinya bisa dibuktikan.

    Pada momen itu Jokowi juga membantah soal adanya utusan yang meminta PDIP tak memecat dirinya dari partai.

    Diketahui sebelumnya, pernyataan itu datang dari Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus.

    Ia menyebut jika ada utusan yang datang dan meminta PDIP tak memecat Jokowi dari partai.

    Jokowi mengaku tak memiliki kepentingan menyuruh utusan untuk datang ke PDIP dan meminta dirinya tak dipecat.

    Ia pun meminta lebih baik PDIP mengungkap siapa sosok yang dimaksud. 

    “Nggak ada (komentar). Ya harusnya disebutkan siapa biar jelas. Nggak ada,” kata Jokowi di kediaman Sumber, Banjarsari, Jumat (14/3/2025), dikutip dari TribunSolo.com. 

    “Kepentingannya apa saya mengutus untuk itu. Coba logikanya,” lanjutnya. 

    Jokowi mengaku selama ini banyak diam ketika difitnah, dijelekkan hingga dimaki. 

    Namun, ia menegaskan bahwa sikap diamnya itu ada batasnya. 

    “Saya udah diam loh ya. Difitnah saya diam. Dijelekkan saya diam. Dimaki-maki saya diam. Tapi ada batasnya,” tuturnya.

    Jokowi resmi dipecat dari PDI Perjuangan (PDIP) terhitung sejak 14 Desember 2024 lalu. 

    Jokowi telah merespons keputusan tersebut, ia memilih menerima dan menghormati apa sikap PDIP itu.  

    “Ya ndak apa. Ndak apa. Saya menghormati itu,” ungkapnya di kediamannya di Sumber, Banjarsari, Solo, Selasa (17/12/2024) lalu.

    “Dan saya tidak dalam posisi membela atau memberikan penilaian. Karena keputusan sudah terjadi,” lanjutnya. 

    Pernyataan PDIP soal Ada Utusan Minta Jokowi Tak Dipecat 

    Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus, menungkapkan, sempat ada permintaan agar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mundur dari jabatanNYA pada 14 Desember 2024 atau sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Deddy menyebut, permintaan itu disampaikan oleh seorang utusan yang disebutnya memiliki kewenangan.

    Selain meminta Hasto mundur, utusan itu juga meminta PDIP tak melakukan pemecatan Jokowi.

    “Sekitar tanggal 14 Desember, itu ada utusan yang menemui kami, memberitahu bahwa Sekjen harus mundur lalu jangan pecat Jokowi,” kata Deddy di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Tak hanya itu, Deddy menuturkan bahwa utusan tersebut juga menyampaikan terdapat 9 orang kader PDIP ditarget aparat penegak hukum.

    “Dan menyampaikan ada sekitar 9 orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK,” ujarnya.

    “Jadi, itu lah salah satu dan itu disampaikan oleh orang yang sangat berwenang,” ucapnya menambahkan.

    Karenanya, Deddy meyakini bahwa kasus yang menjerat Hasto bukan murni penegakan hukum.

    “Karena seharusnya kalau memang KPK ingin menjadi lembaga yang sebenar-benarnya ingin menegakkan hukum, maka sungguh banyak persoalan-persoalan yang bisa dipecahkan oleh KPK,” tegasnya.

    KPK ditantang untuk memeriksa keluarga Presiden Ketujuh RI, Joko Widodo alias Jokowi

    Tantangan itu diungkap oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

    Menanggapi hal itu, Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution menilai jika permintaan itu sah saja.

    Bahkan Bobby menyebut jika wajar Hasto meminta KPK untuk memeriksa mertuanya dan keluarga.

    “Ya silakan, silakan saja. Namanya permintaan,” ucapnya seusai pisah sambut  dan serah terima jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut dari PJ Gubernur Sumut Fatoni kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Bobby Nasution dan Surya di Kantor Gubernur, Senin (3/2/2025). 

    Gubernur Sumut ini juga mengatakan, memberikan masukan kepada KPK hal yang wajar.

    “Masukan  itu, diperbolehkan semua. Jadi sah-sah saja, masukan, kritik ya silakan saja, kita diperbolehkan semua untuk melakukan itu,” katanya.

    Untuk diketahui dilansir dari Kompas.com, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meminta KPK tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum.

    Hal ini disampaikan Hasto usai ditahan oleh Komisi Antirasuah terkait kasus dugaan perintangan penyidikan kasus dugaan suap yang menjerat eks anggota legislatif dari PDIP, Harun Masiku.

    Hasto meminta KPK berani mengungkap berbagai kasus korupsi, termasuk melakukan pemeriksaan terhadap keluarga Joko Widodo.

    “Semoga ini menjadi momentum bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Pak Jokowi,” kata Hasto, saat akan dibawa ke Rumah Tahanan KPK, Kamis (20/2/2025 )lalu. 

    SEKJEN PDIP DITAHAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Kamis (20/2/2025). Hasto tak menyesal atas perbuatannya. Ia justru menantang KPK untuk periksa keluarga Jokowi. (KOMPAS.com/IRFAN KAMIL)

    Dokumen Skandal Pejabat Negara Era Jokowi di Tangan Connie Bakrie, KPK Tantang Hasto Cs Segera Lapor

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto telah ditahan KPK sejak Kamis (20/2/2025.

    Setelah penahanan Hasto Kristiyanto ini, publik menunggu isi dokumen rahasia yang dipegang Connie Rahakundini Bakrie.

    Dokumen rahasia itu disebut tentang dokumen skandal dahsyat para petinggi negara. 

    Pada saat itu, Connie menyebut bakal membongkar semua skandal jika Sekjen PDIP ditahan. 

    Kini, Hasto Kristiyanto telah ditahan atas kasus penyuapan dan pelarian Harun Masiku, politisi PDIP.

    Connie Bakrie muncul menjelaskan soal dokumen skandal itu. 

    Connie yang mengklaim kini berada di Rusia menyebutkan bahwa dokumen itu tidak bisa disebar. 

    Ia cuma menyimpan dan tak boleh menyebarkan meskipun Hasto telah dipenjara. 

    “Banyak sekali yang menyebut saya menyimpan dokumen dari Pak Hasto Kristiyanto.

    Yang anda sebutkan terkait FPI lah, itulah.

    Saya cuma dititipkan menandatangani notaris.

    Saya cuma dititipkan. Tidak boleh menyebarkan atau memindahtangankan,”kata Connie dikutip dari video yang disebar akun Ferry Koto pernyataannya di twitter, Minggu (23/2/2025). 

    Padahal, pada akhir Desember 2024, PDIP mengancam akan menunjukkan video skandal petinggi negara. 

    Ancaman ini setelah mereka mengaku menjadi korban kriminalisasi. 

    Apalagi sekarang Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto telah ditahan oleh KPK kasus penyuapan dan pelarian Harun Masiku. 

    Sebelumnya, Juru Bicara PDIP Guntur Romli mengungkap soal dokumen dan video skandal pejabat itu pada Jumat 27 Desember 2024 lalu.

    Guntur Romli saat itu mengatakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang akan membongkar dokumen dan video itu.

    “Betul (akan diungkap ke publik). Sebagai perlawanan. Bukan serangan balik, tapi sebagai perlawanan terhadap kriminalisasi,” kata Guntur Romli dikutip dari Kompas.com.

    Guntur mengatakan bahwa ancaman untuk membongkar skandal ini merupakan respons terhadap tuduhan kriminalisasi yang dialami Hasto yang kala itu baru saja ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku.

    Dia sangat yakin informasi dan video yang akan disampaikan oleh Hasto adalah akurat.

    Mengingat Hasto memiliki pengalaman selama sembilan tahun di lingkaran kekuasaan pemerintahan Presiden ke-7, Joko Widodo.

    Ia bahkan mengklaim bahwa skandal ini akan lebih mengejutkan dibandingkan dengan kasus “Watergate” di Amerika Serikat.

    “Ini skandal besar melebihi kasus Watergate di Amerika. Bagaimana rekayasa hukum dengan menyalahgunakan aparat negara dipakai untuk membunuh lawan politik. Daya ledaknya luar biasa,” tegas Guntur.

    Guntur Romli juga pernah mengungkapkan bahwa Hasto Kristiyanto telah menitipkan dokumen dan video skandal pejabat negara kepada pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie.

    Dokumen tersebut saat ini berada di Rusia, di mana Connie sedang menjalankan tugasnya sebagai Guru Besar di Saint Petersburg State University.

    Diakui Connie Rahakundini Bakrie bahwa sejumlah dokumen dalam berbagai bentuk diduga berisi informasi mengenai dugaan skandal sejumlah pejabat dalam negeri.

    “Betul. Silakan cek Instagram saya, karena itu sumber beritanya. Saya yang sampaikan,” kata Connie saat dihubungi Kompas.com, Senin (30/12/2024) lalu.

    Connie mengatakan  langkah itu diambil sebagai langkah pengamanan supaya dokumen itu tidak dihilangkan.

    Menurut Connie, berbagai dokumen itu dititipkan ketika dia pulang ke Jakarta dan dibawa ketika kembali ke Rusia.

     Gedung Merah Putih KPK. (https://www.kpk.go.id/)

    Tantangan KPK pada Hasto Cs

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah  meminta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, melaporkan dokumen-dokumen yang memuat skandal pejabat negara ke lembaga anti-rasuah.

    Meski demikian, KPK tak akan langsung menghakimi seseorang melakukan tindak pidana.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan pihaknya akan mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam menangani setiap perkara.

    Karena itu, Asep mengimbau Hasto Cs agar membawa dokumen tersebut ke KPK sebagai bukti terkait kasus korupsi oleh pejabat negara.

    “Jadi kalau punya misalkan dokumen untuk men-challenge, bawa. Tunjukkan kepada kita bahwa misalkan dokumen-dokumen tidak benar. Ini buktinya,” tegas Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Asep mengaku tahu dokumen-dokumen itu telah dititipkan ke pengamat militer, Connie Bakrie, lalu dibawa ke Rusia, lewat media.

    Sekali lagi, Asep mengatakan lebih baik dokumen itu dibawa ke KPK untuk segera diproses.

    “Saya juga lihat di media, dokumen dititipkan kepada seorang profesor, kemudian dibawa ke Rusia.”

    “Sebetulnya, kalau itu memang dokumen terkait dengan perkara yang sedang kita tangani, dibawa saja ke sini,” pungkasnya.

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, juga telah meminta Hasto untuk melaporkan dokumen skandal pejabat negara yang dimiliki ke aparat penegak hukum (APH).

    Sebab, kata Tessa, KPK sebagai lembaga anti-rasuah, berharap siapapun yang memiliki informasi mengenai dugaan korupsi, bisa segera melaporkan.

    “KPK berharap siapapun yang memiliki informasi tentang adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk bisa melaporkan hal tersebut kepada APH yang berwenang menangani perkara korupsi,” ujar Tessa.

    Karena itu, Tessa menyarankan agar Hasto melapor ke KPK, Kejaksaan Agung (Kejagung), atau Polri.

    Ia pun memastikan APH akan menindaklanjuti laporan Hasto sesuai prosedur.

    “Agar dapat dilakukan tindakan sesuai prosedur yang berlaku,” tukas Tessa.

    Respons Jokowi

    Presiden ke-7 RI Joko Widodo merespons pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kepada KPK untuk memeriksa juga keluarga Jokowi.

    Pernyataan Hasto Kristiyanto muncul setelah dirinya ditahan oleh KPK, Kamis (20/2/2025) kemarin.

    Dalam pernyataannya, Hasto meminta agar keluarga Jokowi juga diadili.

    Jokowi merespons santai dan tertawa saat ditanya mengenai pernyataan Hasto Kristiyanto.

    “Hasto minta keluarga Jokowi diadili,” tanya awak media.

    “Ha-ha-ha-ha. Ya kalau ada fakta hukum, ada bukti hukum, ya silakan,” kata Jokowi sambil tersenyum kepada awak media, di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (21/2/2025).

    Jokowi menilai bahwa pernyataan semacam itu sudah sering dilontarkan sehingga dia merasa tidak perlu mengulang-ulang tanggapannya. 

    “Ya sudah sering kan pernyataan seperti itu, masa saya ulang-ulang terus,” ungkapnya.

    Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa dirinya siap untuk diadili, asalkan ada dasar hukum yang jelas untuk menjeratnya.

    “Kalau ada bukti hukum, ada fakta hukum. Ya silakan,” tegasnya. 

    Sebelumnya, Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa penahanannya oleh KPK mencerminkan sikap lembaga tersebut yang dinilai pandang bulu.

    Ia berharap penahanannya menjadi momentum bagi KPK untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Presiden Jokowi. 

    “Semoga ini menjadi momentum bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menegakkan hukum tanpa kecuali, termasuk memeriksa keluarga Pak Jokowi,” kata Hasto saat akan dibawa ke Rumah Tahanan KPK, Kamis malam.

    Harun Masiku, kader PDIP yang kini buron kasus suap di KPK. (Tribunnews.com)

    Jejak Kasus

    KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Selain itu, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merintangi penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) dalam kasus Harun Masiku.

    Dalam perkara ini, Hasto bersama Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Harun Masiku disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.

    Uang pelicin ini diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

    Untuk diketahui, Riekzy Aprilia merupakan kader PDIP peraih suara tertinggi kedua setelah Nazarudin Kiemas.

    Setelah Nazarudin meninggal, maka Riekzy yang berhak menggantikan posisinya di DPR RI. 

    Namun, Hasto lebih memilih Harun Masiku untuk duduk di DPR, meskipun perolehan suaranya masih di bawah Riekzy.

    Dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu, Biro Hukum KPK menyampaikan bahwa Hasto menawarkan Riezky jabatan komisaris di perusahaan BUMN agar mau melepas posisinya untuk Harun Masiku.

    Namun, Riezky menolak tawaran itu dan bersikukuh duduk di DPR RI.

    Hasto kemudian menemui Komisoner KPU saat itu yakni Wahyu Setiawan.

    “Dalam pertemuan tersebut pemohon meminta Wahyu Setiawan untuk menetapkan sebagai Caleg terpilih DPR RI atas nama Maria Lestari dari Dapil I Kalimantan Barat dan Harun Masiku dari Dapil I Sumatera Selatan,” ucap Biro Hukum KPK.

    Setelah itu Hasto menunjuk advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai kuasa hukum PDIP dalam sidang pengujian materil terkait peraturan KPU tentang pemungutan dan penghitungan suara dalam Pemilu 2019 di Mahkamah Agung (MA).

    “Adapun pengujian materil itu dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan agar menetapkan Harun Masiku mendapatkan limpahan suara dari almarhum Nazarudin Kiemas,” ucap Biro Hukum.

    Langkah uji materil ini dilakukan oleh kubu Hasto lantaran pada tahap rekapitulasi suara nasional 21 Mei 2019 dan rapat penetapan kursi dan calon terpilih 31 Agustus 2019, KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon terpilih dari Dapil I Sumsel.

    Pada 23 September 2019 Riezky dihubungi oleh Donny Tri untuk diminta bertemu di kantor DPP PDIP di Jakarta.

    Namun karena Riezky saat itu sedang di Singapura, Saeful Bahri yang merupakan kader PDIP diutus oleh Hasto untuk menemui yang bersangkutan di Shangri-La Orchar Hotel Singapura pada 25 September 2019 dan menyampaikan pesan dari Sekjen PDIP tersebut.

    “Dalam pertemuan tersebut, Saeful Bahri mengatakan jika diutus dan diperintah oleh Pemohon (Hasto) dan meminta kepadanya (Riezky Aprilia) untuk mengundurkan diri dari caleg terpilih dan akan diberi rekomendasi menjadi Komisioner Komnas HAM dan Komisaris BUMN,” ungkap tim Biro Hukum KPK.

    Dari pertemuan itu disebutkan juga bahwa permintaan Riezky untuk mundur supaya posisinya di DPR dapat digantikan oleh Harun Masiku.

    “Namun Riezky Aprilia menolak tegas dan mengatakan akan melawan,” jelasnya.

    Mengetahui penolakan itu, Hasto tetap mengupayakan agar Harun menjadi anggota DPR RI dari Dapil I Sumsel.

    “Dengan cara memerintahkan dan mengendalikan operasi senyap yang dilakukannya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah,” ujarnya.

    Kucurkan Rp 400 Juta

    Hasto disebut mengucurkan uang Rp 400 juta untuk membantu Harun Masiku menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. 

    Anggota Tim Biro Hukum KPK, Endang Tri Lestari, mengungkapkan pada awal September 2019, kader PDIP Saeful Bahri meminta eks anggota Bawaslu RI 2005-2010, Agustiani Tio Fridelina, untuk membantu mengurus PAW DPR RI tahun 2019-2024 Harun Masiku ke KPU.

    Pada Desember 2019, Agustiani mengabarkan kepada Saeful bahwa Komisioner KPU Wahyu Setiawan meminta uang Rp 1 miliar. 

    Saeful meminta Agustiani, yang juga merupakan anggota DPP PDIP, untuk menawar besaran uang yang diminta Wahyu, dan akhirnya disepakati Rp 900 juta. 

    Selanjutnya, Saeful bersama kader PDIP Donny Tri Istiqomah menemui Harun Masiku di Hotel Grand Hyatt dan menyampaikan permintaan Wahyu.

    “Pada permintaan itu, Harun Masiku menyanggupi biaya operasional Rp 1.500.000.000 (Rp 1,5 miliar). Selanjutnya, Hasto Kristiyanto mempersilakannya,” tutur Endang. 

    Pada 13 Desember 2019, Saeful Bahri melaporkan perkembangan pengurusan PAW Harun Masiku kepada Hasto.

    Elite PDIP itu mempersilakan pengurusan dilanjutkan, dan apabila perlu, ia akan menalangi sebagian biaya yang diperlukan dalam mengurus PAW.

    “Hasto mengatakan, ‘ya silakan saja, bila perlu saya menyanggupi untuk menalanginya dulu biar urusan Harun Masiku cepat selesai’,” ujar Endang. 

    Pada 16 Desember 2019, sekitar pukul 16.00 WIB, staf Hasto yang bernama Kusnadi menemui Donny di ruang rapat Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat.

    Ia menitipkan uang dalam amplop warna coklat yang dimasukkan di dalam tas warna hitam.

    Kusnadi menyampaikan bahwa dirinya menjalankan perintah Hasto untuk menyerahkan uang pengurusan operasional PAW Harun Masiku dengan rincian Rp 400 juta dari Hasto dan Rp 600 juta dari Harun. 

    “Masih pada tanggal 16 Desember 2019, Donny Tri Istiqomah menghubungi Saeful Bahri melalui chat WhatsApp, yang berbunyi, ‘Mas Hasto ngasih Rp 400 juta, yang Rp 600 (juta) Harun katanya, sudah kupegang,’” kata Endang. 

    Lolos OTT

    Terungkap juga di persidangan praperadilan, bahwa Hasto Kristiyanto masuk dalam target operasi tangkap tangan (OTT) tim penyelidik bersama Harun Masiku pada 2019.

    Anggota Tim Biro Hukum KPK, Kharisma Puspita Mandala, menyampaikan, pada Rabu (8/1/2020), tim KPK sedang bergerak untuk melakukan OTT terkait suap PAW anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku.

    OTT ini merupakan tindak lanjut dari penyelidikan tertutup yang sudah diproses sejak Desember 2019.

    Dalam OTT itu, tim KPK berhasil menangkap kader PDIP Saeful Bahri dan Donny Tri Istikomah di Jakarta Pusat, anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina di kediaman, serta Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta. 

    “Tim KPK kemudian bergerak mengejar Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto dengan bermaksud untuk mengamankan,” kata Kharisma, di ruang sidang PN Jaksel, Kamis.

    Namun, ketika tim penyelidik KPK belum berhasil menangkap Harun dan Hasto, Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, justru mengumumkan melalui media massa bahwa lembaga antirasuah sedang menggelar OTT di KPU pada pukul 16.00 WIB.

    Padahal, saat itu OTT belum tuntas. Tim KPK belum berhasil mengamankan Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto. 

    Berselang beberapa jam, KPK kemudian mendapat informasi bahwa Harun Masiku dan Hasto diduga melarikan diri ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta. Lembaga anti-rasuah langsung mengirimkan petugas untuk menangkap Harun. 

    Namun, begitu tiba di PTIK sekitar pukul 20.00 WIB, tim penyelidik dan penyidik KPK yang berjumlah lima orang dihentikan sekelompok orang yang dipimpin AKBP Hendy Kurniawan. Tim KPK diintimidasi, digeledah, dan diinterogasi tanpa prosedur. 

    Alat komunikasi mereka juga disita dan diminta menjalani tes urine meski hasilnya negatif. AKBP Hendy dkk meminta keterangan dari petugas KPK hingga pukul 04.55 WIB keesokan harinya.

    “Petugas KPK malah digeledah tanpa prosedur, diintimidasi, dan mendapatkan kekerasan verbal dan fisik oleh Hendy Kurniawan dan kawan-kawan,” kata Iskandar.

    Dia menyampaikan, terduga pelaku sempat mengambil paksa handphone (HP) milik petugas KPK saat mengejar Harun. Intimidasi terhadap tim KPK itu berakhir setelah Setyo Budiyanto turun tangan.

    Pada saat itu, Setyo, yang merupakan perwira Polri, menjabat sebagai Direktur Penyidikan pada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK.

    Kini, Setyo yang menyandang pangkat Komisaris Jenderal atau jenderal bintang tiga menjabat sebagai Ketua KPK sejak Desember 2024. (*)

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com 

  • Eks Presiden Duterte Akan Hadir dalam Sidang Perdana ICC

    Eks Presiden Duterte Akan Hadir dalam Sidang Perdana ICC

    Den Haag

    Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte akan dihadirkan untuk pertama kalinya dalam persidangan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada Jumat (14/3). Duterte akan menghadapi dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan atas kebijakannya, yang disebut perang melawan narkoba, yang merenggut banyak nyawa.

    Duterte yang berusia 79 tahun, seperti dilansir AFP, Jumat (14/3/2025), akan dihadirkan di hadapan para hakim ICC untuk sesi persidangan singkat, di mana dia akan diberitahu tentang tindak kejahatan yang diduga telah dilakukannya, serta hak-haknya sebagai terdakwa.

    Persidangan akan dimulai pukul 14.00 waktu setempat di markas pusat ICC di Den Haag, Belanda. Duterte menjadi kepala negara Asia pertama yang menghadapi dakwaan ICC dan disidangkan oleh ICC.

    Dia dituduh melakukan tindak kejahatan terhadap kemanusiaan berupaya pembunuhan atas operasi selama bertahun-tahun yang dilakukan pemerintahannya terhadap para pengguna dan pengedar narkoba, yang menurut kelompok hak asasi manusia (HAM), telah menewaskan ribuan orang.

    Dalam permohonan jaksa ICC untuk penangkapannya, disebutkan bahwa dugaan kejahatan Duterte adalah “bagian dari serangan yang meluas dan sistematis yang ditujukan terhadap penduduk sipil di Filipina”.

    “Kemungkinan puluhan ribu pembunuhan telah dilakukan,” sebut jaksa ICC dalam tuduhannya, merujuk pada kebijakan perang melawan narkoba yang sebagian besar menargetkan orang-orang miskin, seringkali tanpa bukti jelas bahwa mereka terkait narkoba.

    Keluarga korban menyambut baik persidangan ini sebagai kesempatan untuk mendapatkan keadilan. Sedangkan para pendukung Duterte meyakini mantan Presiden Filipina itu telah “diculik” dan dikirimkan ke Den Haag di tengah perselisihan sengit dengan keluarga Marcos yang kini berkuasa.

    Sekelompok anggota keluarga para korban, pengacara dan aktivitas HAM akan berkumpul di Manila pada Jumat (14/3) malam untuk menyaksikan siaran langsung sidang ICC tersebut.

    Setelah sidang pertama digelar, menurut aturan ICC, maka seorang terdakwa dapat meminta pembebasan sementara sambil menunggu persidangan berproses.

    Usai sidang pertama, tahap selanjutnya adalah sesi untuk mengonfirmasi dakwaan, di mana terdakwa dapat menantang bukti-bukti yang diajukan jaksa. Hanya setelah sesi tersebut dilaksanakan, pengadilan akan memutuskan apakah akan melanjutkan persidangan — sebuah proses yang dapat memakan waktu beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Seharusnya yang Diperkuat Lembaga Pengawasan

    Seharusnya yang Diperkuat Lembaga Pengawasan

    loading…

    Sekjen PBHI Nasional Gina Sabrina menyoroti sejumlah pasal bermasalah dalam revisi UU Kejaksaan. Foto/istimewa

    JAKARTA – Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan terus menuai polemik di masyarakat. Penambahan kewenangan jaksa dalam RUU tersebut dinilai berlebihan.

    Sekjen PBHI Nasional Gina Sabrina menilai, rencana revisi tidak hanya menyangkut persoalan perampasan kebebasan individu, tetapi juga berkaitan dengan upaya legitimasi serta penguatan kekuasaan.

    “Alih-alih membatasi kewenangan, revisi terhadap berbagai aturan justru berpotensi memperluas serta memperkuat otoritas lembaga yang terlibat,” ujarnya, dalam diskusi bertajuk “UU dan RUU Kejaksaan membuat Jaksa Jadi lembaga Superbody yang Mengancam Negara Hukum” di Universitas Trisakti, Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    Gina juga menyoroti beberapa pasal yang dianggap bermasalah, salah satunya penambahan kewenangan bagi Kejaksaan seperti pemberian hak kepada intelijen Kejaksaan untuk melakukan penyelidikan, pemberian imunitas bagi jaksa, serta tugas pengamanan pelaksanaan pembangunan dan operasi peran lainnya.

    “Sebelum memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Kejaksaan, seharusnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap institusi tersebut untuk memastikan efektivitas dan akuntabilitasnya,” katanya.

    Menurut Gina, penambahan kewenangan jaksa berupa intelijen bisa melakukan penyelidikan, imunitas, pengamananan pelaksanaan pembangunan, harusnya dilakukan evaluasi terlebih dahulu sebelum dilakukannya revisi terhadap dan memperkuat kejaksaan. Terlebih yang berkaitan dan bersentuhan dengan demokrasi, hak asasi manusia dan negara hukum.

    “Seharusnya yang perlu dilakukan adalah memperkuat mekanisme pengawasan baik internal maupun eksternal. Memperkuat lembaga-lembaga pengawas seperti Komnas HAM, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian, Ombudsman, baik dari aspek anggaran, kewenangan, dan sebagainya,” katanya

    (cip)

  • Saksikan Malam Ini 30 Menit Bersama Kabinet Merah Putih Pendekar HAM dari Tanah Papua Spesial Bersama Ayaa Nufus dan Menteri HAM Natalius Pigai, Hanya di iNews

    Saksikan Malam Ini 30 Menit Bersama Kabinet Merah Putih Pendekar HAM dari Tanah Papua Spesial Bersama Ayaa Nufus dan Menteri HAM Natalius Pigai, Hanya di iNews

    loading…

    Saksikan Malam Ini 30 Menit Bersama Kabinet Merah Putih Pendekar HAM dari Tanah Papua Spesial Bersama Ayaa Nufus dan Menteri HAM Natalius Pigai, Hanya di iNews

    JAKARTA – Program unggulan 30 menit bersama Kabinet Merah Putih kembali tayang malam ini. Kali ini iNews menghadirkan Natalius Pigai , Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, dalam sebuah diskusi mendalam tentang kebijakan besar dalam penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

    Sebagai sosok yang dikenal vokal dan tegas dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat, Natalius Pigai akan mengulas berbagai isu penting, mulai dari penegakan keadilan, perlindungan hak asasi bagi kelompok rentan, hingga tantangan besar dalam reformasi hukum dan HAM di tanah air. Bagaimana pemerintah merespons tuntutan masyarakat terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM? Apa langkah konkret yang akan dilakukan oleh Kementerian HAM di era Kabinet Merah Putih? Semua akan dikupas tuntas dalam episode spesial ini.

    Dipandu oleh host terbaik iNews Ayaa Nufus, program ini akan menyajikan wawancara yang mendalam dan inspiratif, serta analisis tajam yang dipaparkan oleh Natalius yang membahas strategi ke depan dalam perannya sebagai Menteri HAM RI.

    Jangan lewatkan perbincangan eksklusif yang akan membuka wawasan Anda tentang masa depan HAM di Indonesia di 30 Menit Bersama Kabinet Merah Putih “Pendekar HAM dari Tanah Papua” malam ini Pukul 22.00 WIB, hanya di iNews.

    (zik)

  • Pakar PBB Tuding Israel Lakukan Genosida-Kekerasan Seks di Gaza

    Pakar PBB Tuding Israel Lakukan Genosida-Kekerasan Seks di Gaza

    Jenewa

    Pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuduh Israel telah melakukan “tindakan genosida” terhadap warga Palestina dengan secara sistematis menghancurkan fasilitas perawatan kesehatan perempuan selama perang berkecamuk di Jalur Gaza.

    Para pakar PBB juga menuding Israel menggunakan kekerasan seksual sebagai strategi perang.

    Tuduhan itu, seperti dilansir Reuters, Jumat (14/3/2025), disampaikan dalam laporan terbaru yang dirilis oleh Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB di Wilayah Palestina yang Diduduki, termasuk Yerusalem Timur, dan Israel.

    “Otoritas Israel telah menghancurkan sebagian kapasitas reproduksi warga Palestina di Gaza sebagai sebuah kelompok, termasuk dengan memberlakukan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran, salah satu kategori tindakan genosida dalam Statuta Roma dan Konvensi Genosida,” demikian laporan para pakar PBB tersebut.

    Tindakan-tindakan tersebut, ditambah lonjakan kematian ibu karena akses terbatas ke pasokan medis, menurut laporan pakar PBB itu, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemusnahan.

    Laporan tersebut menuduh pasukan keamanan Israel menggunakan tindakan menelanjangi di depan umum dan kekerasan seksual sebagai bagian dari prosedur operasi standar ganda mereka untuk menghukum warga Palestina, setelah serangan mengejutkan dilancarkan Hamas terhadap Tel Aviv pada Oktober 2023.

    Israel Tolak Mentah-mentah Tuduhan Pakar PBB

    “IDF (Angkatan Bersenjata Israel) memiliki arahan konkret … dan kebijakan yang secara tegas melarang pelanggaran seperti itu,” tegas misi permanen Israel untuk PBB dalam pernyataannya, sembari menyatakan bahwa proses peninjauan sejalan dengan standar internasional.

    Laporan sebelumnya yang dirilis Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB pada Juni 2024 menuduh Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serius dalam serangan mereka terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, termasuk

    Israel merupakan pihak penandatangan dalam Konvensi Genosida dan diperintahkan pada Januari 2024 oleh Mahkamah Internasional (ICJ) untuk mengambil tindakan guna mencegah tindakan genosida selama perang melawan Hamas.

    Namun Israel bukan pihak penandatangan dalam Statuta Roma, yang memberikan yurisdiksi kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk memutuskan kasus pidana individual yang melibatkan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

    Afrika Selatan mengajukan kasus genosida terhadap rentetan serangan Israel terhadap Gaza ke ICJ.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Anggota DPR: Mutasi AKBP Fajar tunjukkan langkah tegas Kapolri

    Anggota DPR: Mutasi AKBP Fajar tunjukkan langkah tegas Kapolri

    “Saya apresiasi dengan tindakan super tegas ini, apalagi ini langsung oleh Kapolri,”

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai bahwa keputusan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo yang mencopot AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dari jabatan Kapolres Ngada menunjukkan langkah tegas dalam menindak personel bermasalah.

    “Saya apresiasi dengan tindakan super tegas ini, apalagi ini langsung oleh Kapolri,” ucapnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Sebagai wakil ketua dari komisi yang membidangi urusan hukum, HAM, dan keamanan, Sahroni mengingatkan agar Polri memiliki kebijakan preventif agar masalah yang serupa tidak terulang.

    Dirinya juga meminta agar proses kenaikan jabatan dalam kepolisian dapat dilakukan dengan ketat.

    “Proses kenaikan pangkat atau kenaikan jabatan harus dengan prosedur yang ketat, misalnya dengan tes narkoba dan kejiwaan untuk naik jadi kapolres,” ujarnya.

    Diketahui, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Ngada Polda NTT dan dimutasikan menjadi Pamen Yanma Polri.

    Pencopotan jabatan tersebut tertuang dalam surat telegram (ST) Kapolri bernomor ST/489/III/KEP./2025 yang ditandatangani oleh Irwasum Polri Komjen Pol. Dedi Prasetyo tertanggal 12 Maret 2025.

    Adapun Fajar pada Kamis (13/3) resmi ditetapkan sebagai tersangka dugaan asusila dan narkoba.

    “Dengan wujud perbuatan melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan persetubuhan atau perzinahan tanpa ikatan pernikahan yang sah, konsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, mengunggah, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko.

    Fajar juga diduga merekam perbuatan seksualnya dan mengunggah video tersebut ke situs atau forum pornografi anak di web gelap (darkweb). Polri masih mendalami motif yang bersangkutan melakukan perbuatan dimaksud.

    Sebagai tindak lanjut, Divisi Propam Polri akan menggelar sidang etik terhadap Fajar pada Senin (17/3).

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • KPK “Typo” Tulis KUHP Jadi KUHAP di Dakwaan, Pengacara Hasto Keberatan

    KPK “Typo” Tulis KUHP Jadi KUHAP di Dakwaan, Pengacara Hasto Keberatan

    KPK “Typo” Tulis KUHP Jadi KUHAP di Dakwaan, Pengacara Hasto Keberatan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    menyampaikan keberatan karena Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah tulis (typo)
    KUHP
    menjadi
    KUHAP
    .
    Seperti diketahui, KUHP merupakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur terkait hukum pemidanaan.
    Sementara, KUHAP merupakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menjelaskan tata cara beracara dalam hukum.
    Mulanya, setelah selesai membacakan surat dakwaan untuk Hasto,
    Jaksa KPK
    menyampaikan kepada majelis hakim terdapat kekeliruan.
    “Ada renvoi sedikit di dakwaan di halaman 5. Di situ seharusnya tertulis KUHAP, eh di dalam ini (cek) tertulisnya KUHP, tetapi ditulisnya KUHAP, di halaman 5 Yang Mulia,” kata Jaksa KPK, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
    Mendengar ini, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menyampaikan keberatan dengan kekeliruan tersebut.
    Sebab, surat dakwaan sudah diterima tim kuasa hukum pekan lalu.
    “Baru hari ini renvoi, kami sampaikan keberatan Yang Mulia, terima kasih,” ujar Ronny.
    Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto kemudian menyatakan pihaknya mencatat keberatan tim kuasa hukum.
    Meski demikian, hakim juga mempersilakan untuk perbaikan atau renvoi.
    “Keberatan saudara kami catat, nanti kami tuangkan,” kata Hakim Rios.
    Kuasa hukum Hasto lainnya, Febri Diansyah, kemudian menjelaskan alasan pihaknya merasa keberatan meskipun KPK hanya keliru satu huruf.
    Menurut dia, penyusunan surat dakwaan sangat penting untuk perspektif hak asasi manusia (HAM) Hasto.
    Pihaknya perlu menyampaikan bahwa Pasal 65 KUHP dan KUHAP berbeda.
    Pada Pasal 65 KUHAP menjelaskan terkait hak terdakwa mengajukan saksi dan ahli meringankan.
    “Kenapa ini penting kami sampaikan, Yang Mulia? Karena pasal inilah yang tidak dilaksanakan oleh KPK pada saat proses penyidikan ketika kami mengajukan ahli yang meringankan,” ujar Febri.
    “Tapi, justru sekarang Pasal 65 KUHAP ini yang ditulis di dakwaan,” tutur Febri.
    Merespons keberatan ini, Hakim Rios menyampaikan bahwa keberatan tim kuasa hukum Hasto bisa menuangkannya dalam nota keberatan atau eksepsi.
    “Mengenai keberatan saudara, dapat saudara sampaikan kalau seandainya mengajukan eksepsi,” ujar Hakim Rios.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan (
    obstruction of justice
    ) dan suap agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
    Pada dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
    Sementara, pada dakwaan kedua, ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jalani Sidang Perdana, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Mengaku sebagai Tahanan Politik

    Jalani Sidang Perdana, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Mengaku sebagai Tahanan Politik

    Jakarta (beritajatim.com) – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mulai menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025). Sebelum menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hasto kembali menyatakan, bahwa kasus yang menjeratkan adalah kriminalisasi dan dirinya merupakan tahanan politik.

    “Apa yang terjadi adalah suatu bentuk kriminalisasi hukum karena kepentingan kekuasaan di luar sana. Jadi, saya adalah tahanan politik,” sebut Hasto.

    Dia mengaku telah membaca surat dakwaan dengan sangat cermat, dan hampir semuanya merupakan produk daur ulang. “Semua ini adalah produk daur ulang dari perkara yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah,” kata Hasto.

    Hasto menuliskan pernyataannya di atas beberapa kertas dengan tulisan tangan menggunakan tinta berwarna biru.

    Berikut adalah pernyataan lengkap Hasto Kristiyanto, yang dituliskannya di dalam selembar kertas dengan bolpoin bertinta biru.

    “Akhirnya, momentum yang saya tunggu tiba. Proses persidangan terhadap kasus hukum yang dipaksakan oleh KPK bisa dimulai pada hari ini. Saya percaya terhadap independensi lembaga peradilan ini, sehingga diharapkan dapat menjadi lambang supremasi penegakan hukum yang berkeadilan. Sebab itulah, hakim dalam mengambil keputusan selalu menyatakan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

    Sikap saya tetap tidak berubah. Apa yang terjadi adalah suatu bentuk kriminalisasi hukum karena kepentingan kekuasaan di luar sana. Jadi, saya adalah tahanan politik. Saya sudah membaca surat dakwaan dengan sangat cermat, dan hampir semuanya merupakan produk daur ulang. Semua ini adalah produk daur ulang dari perkara yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.

    Begitu banyak manipulasi terhadap fakta-fakta hukum. Setidaknya ada minimal 20 keterangan yang sengaja dibuat berbeda antara dakwaan, keterangan saksi, dan putusan pengadilan yang sudah inkrah.

    Perlu rekan-rekan pers ketahui bahwa proses P21 juga terlalu dipaksakan. Sebagai tersangka, kami telah mengajukan saksi yang meringankan. Namun, saksi yang namanya sudah dikirimkan ke KPK ternyata tidak pernah diperiksa.

    Saat P21, saya juga sedang dalam kondisi sakit—radang tenggorokan dan kram perut akibat terlalu semangat berolahraga.

    Namun, proses ini tetap dipaksakan, sehingga hak-hak saya sebagai terdakwa sengaja dilanggar. Ini adalah pelanggaran HAM yang sangat serius.

    Proses P21 di KPK rata-rata berlangsung 120 hari, tetapi saya justru diproses hanya dalam waktu kurang lebih dua minggu. Mengapa? Karena tujuannya untuk menggugurkan proses praperadilan yang kedua.

    Persoalan yang saya hadapi juga tidak menimbulkan kerugian negara. Jadi, tidak ada kerugian negara.

    Memproses kembali perkara yang sudah inkrah nyata-nyata menciptakan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan fakta-fakta hukum yang telah diputuskan oleh pengadilan sebelumnya. Inilah muatan kriminalisasi politik.

    Saya berjuang demi nilai-nilai demokrasi, menjaga konstitusi, serta melindungi peradaban Indonesia yang seharusnya dibangun di atas supremasi hukum. Betul? (Dijawab teriakan “Betul!” Oleh pengunjung sidang).

    Jadi, ini terjadi akibat abuse of power.

    Mohon doanya. Saya akan menghadapi semuanya dengan kepala tegak dan senyuman di wajah. Karena proses daur ulang ini sangat kental dengan muatan politik.

    Terima kasih. Satyam Eva Jayate. Merdeka!.”

    [hen/beq]

  • Natalius Pigai Sebut RI Tak Mungkin Kembali ke Orba Fedi Nuril: Sulit untuk Tidak Khawatir

    Natalius Pigai Sebut RI Tak Mungkin Kembali ke Orba Fedi Nuril: Sulit untuk Tidak Khawatir

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mengungkapkan Indonesia tidak mungkin kembali ke sistem militerisme dan otoritarianisme seperti yang terjadi di masa orde baru.

    Natalius Pigai dengan tegas mengatakan hal ini tidak mungkin dan tidak mungkin bisa terjadi.

    “Kalau militerisasi, kembali seperti nuansa orde baru, saya katakan sangat tidak mungkin. Tidak mungkin,” ujar Pigai

    Ia menyebut beberapa alasan yang membuat hal ini mustahil terjadi.

    Diantaranya, para menteri yang ada dalam kabinet Presiden Prabowo Subianto beberapa di antaranya berasal dari kalangan aktivis yang memperjuangkan reformasi.

    “Hampir lebih dari 30 persen wakil menteri adalah aktivis civil society yang pernah jatuh bangun membangun peradaban demokrasi dengan cara reformasi,” ungkap Pigai.

    “Saya, Agus Jabo, Budiman Sudjatmiko, Nezar Patria, coba cek semua wamen adalah kelompok-kelompok civil society,” tuturnya.

    Karena pernyataannya itulah, Artis Kondang sekaligus pemain Film, Fedi Nuril menyoroti.

    Melalui cuitan di akun X pribadinya, Fedi Nuril menyebut atasanya adalah jebolan orde baru.

    Karena hal itulah Fedi mengaku begitu sulit untuk tidak khawatir.

    “Kepada Bapak @NataliusPigai2,” tulisnya dikutip Kamis (13/3/2025).

    “30% Wamen dijabat aktivis, tapi presidennya (atasan Wamen) jebolan Orde Baru. Sulit untuk tidak khawatir,” tuturnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Komnas HAM Desak Sanksi Ganda untuk Mantan Kapolres Ngada – Page 3

    Komnas HAM Desak Sanksi Ganda untuk Mantan Kapolres Ngada – Page 3

    Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut angkat bicara terkait kasus ini. Mereka mendesak agar mantan Kapolres Ngada dikenai sanksi etik dan pidana atas dugaan penyalahgunaan narkoba dan pencabulan anak.

    “Mendesak penegakan hukum yang adil dan transparan dengan perlunya sanksi etika dan pidana atas pelecehan seksual dan/atau tindakan pencabulan yang diduga dilakukan oleh Kapolres non-aktif Ngada,” tegas Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing.

    Komnas HAM juga meminta perlindungan bagi saksi dan korban, serta pemulihan bagi korban pencabulan melalui layanan psikologi, restitusi, dan kompensasi. Mereka menekankan pentingnya pencegahan agar kasus serupa tidak terulang, khususnya di lingkungan kepolisian, melalui uji narkoba rutin dan asesmen psikologi berkala. “Komnas HAM memandang anak-anak merupakan korban yang rentan mengalami tindakan kekerasan, pelecehan seksual dan/atau pencabulan yang mengakibatkan pelanggaran HAM. Anak-anak menjadi salah satu kelompok rentan yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan,” jelas Uli dikutip dari Antara, Kamis (13/3/2025).

    Uli menambahkan bahwa pencabulan, khususnya terhadap anak di bawah umur, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pasal 52 ayat (1) UU HAM mengatur hak anak atas perlindungan, sementara Pasal 52 ayat (2) menegaskan hak anak sebagai HAM yang dilindungi hukum sejak dalam kandungan. Perlindungan khusus terhadap anak dari kejahatan seksual juga diatur dalam Pasal 15 huruf f UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

    Komnas HAM telah melakukan pemantauan terhadap kasus ini untuk memastikan penegakan hukum berjalan baik dan hak-hak anak terlindungi. Mereka memastikan pemulihan korban menjadi prioritas utama. Komnas HAM juga mendesak agar kepolisian melakukan evaluasi menyeluruh untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

    Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap aparat penegak hukum dan komitmen untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan seksual. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa.