Kasus: HAM

  • RUU TNI Disahkan, Puan Klaim Tetap Junjung Supremasi Sipil dan HAM

    RUU TNI Disahkan, Puan Klaim Tetap Junjung Supremasi Sipil dan HAM

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan bahwa perubahan UU No. 34/2004 tentang TNI tetap berlandaskan pada nilai dan prinsip demokrasi supremasi sipil serta Hak Asasi Manusia (HAM).

    Hal ini dia sampaikan langsung dalam Rapat Paripurna yang bergulir di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/3/2025).

    “Kami bersama Pemerintah menegaskan bahwa perubahan undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia tetap berlandaskan pada nilai dan prinsip demokrasi supremasi sipil, hak asasi manusia serta memenuhi ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah disahkan,” tegasnya.

    Dia memaparkan tiga substansi dalam RUU TNI tersebut. Ketiga substansi ini berada dalam Pasal 7, Pasal 47, dan Pasal 53. Pertama, Pasal 7 mengenai tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang alias OMSP.

    Kata Puan, semula dalam pasal itu ada 14 tugas pokok OMSP yang dilakukan TNI. Namun, setelah ada revisi tugasnya menjadi ada 16 buah.

    “Penambahan dua tugas pokok dalam OMSP tersebut meliputi membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber dan membantu dalam melindungi, dan menyelematkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri,” jelas cucu Proklamator RI itu.

    Kemudian, kata Puan, Pasal 47 mengenai penempatan prajurit TNI pada kementerian/lembaga (K/L). Sebelumnya prajurit aktif bisa menempati 10 K/L, tetapi setelah ada revisi menjadi 14 K/L dengan tetap tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku di lingkungan K/L tersebut.

    “Dia luar penempatan pada 14 kementerian lembaga yang telah disebutkan, TNI dapat menduduki jabatan sipil lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” ujarnya. 

    Terakhir pasal yang menjadi substansi adalah Pasal 53 mengenai penambahan masa dinas keprajuritan atau batas masa pensiun. Puan berujar, ini didasarkan soal masalah keadilan.

    “Pada pasal ini mengalami perubahan masa bakti prajurit masa dinas yang semula diatur sampai usia paling tinggi 58 tahu bagi perwira dan 53 tahun bagi Bintara dan tamtama mengalami penambahan sesuai dengan jenjang kepangkatan,” jelasnya.

    Resmi Disahkan Jadi UU

    Perlu diketahui, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi UU, pada Kamis (20/3/2025). 

    Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin rapat paripurna tersebut. 

    “Sekarang tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia apakah dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan dan dijawab setuju oleh para anggota dewan.

  • Peninjauan Kembali dalam KUHAP 1981

    Peninjauan Kembali dalam KUHAP 1981

    loading…

    Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa

    Romli Atmasasmita

    UPAYA hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diatur/dibolehkan dalam KUHAP 1981 sejatinya mengadopsi Herziening di dalam sistem hukum Belanda khususnya dalam perkara perdata, bukan perkara pidana. Di dalam KUHAP, 1981 upaya hukum PK merupakan upaya hukum satu-satunya yang bersifat luar biasa.

    Keluarbiasaan PK diketahui dari ketiga alasan PK yaitu: (a) adanya novum, (b) pertimbangan dalam satu putusan bertentangan dengan putusan yang lain dalam satu perkara pidana, dan (c) terdapat kekeliruan hakim atau kekeliruan yang nyata. Ketiga alasan PK tersebut sejatinya tidak secara khusus bertujuan mengungkap tujuan kepastian hukum, melainkan bertujuan menemukan keadilan, dan keadilan dalam perkara pidana tidak dibatasi oleh waktu (tidak ada tenggat daluarsa) dan dapat diajukan oleh ahli waris sekalipun terpidana meninggal dunia. Hal ini diperkuat bahwa permohonan pengajuan PK tidak dibatas tenggat waktu lazimnya berlaku untuk upaya hukum banding dan kasasi.

    Ketiga alasan untuk mengajukan PK tidaklah semudah dibayangkan, karena masing-masing dari ketiga alasan tersebut memerlukan daya imajinasi dan logika abtraksi sosial dan yuridis yang memadai dan tidaklah dapat sekadar ditemukan oleh sarjana hukum tanpa pengalaman hidup yang cukup.

    Ada beberapa alasan. Pertama, jika terdapat novum yaitu suatu keadaan baru yang ditemukan setelah putusan pengadilan berkekuatan tetap; yang jika ditemukan sejak awal sidang pengadilan dipastikan akan diputus bebas. Kedua, menemukan adanya keadaan atau dasar pertimbangan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap terdapat dalam putusan yang saling bertentangan. Alasan kedua PK ini pun tidaklah mudah menemukannya karena memerlukan ketelitian dan pengamatan hukum secara menyeluruh atas putusan pengadilan sejak tingkat pertama sampai dengan Tingkat Kasasi. Ketiga, jika di dalam putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terdapat suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata. Alasan ketiga ini pun tidaklah mudah menemukannya karena hampir dapat dapat dipastikan dalam setiap putusan pengadilan selalu dipimpin oleh Majelis Hakim terdiri dari 3 (tiga) orang khusus untuk perkara tindak pidana korupsi, terdiri dari dua hakim karier dan satu orang hakim ad hoc. Dilengkapi orang hakim seharusnya putusan pengadilan tindak pidana kecil kemungkinan terdapat alasan-alasan untuk PK kecuali alasan pertama, novum.

    Berdasarkan putusan MKRI Nomor 34/PUU-XI/2013 telah dinyatakan bahwa pengajuan PK dapat dilakukan lebih dari satu kali; dan berdasarkan SE MARI Nomor 3 Tahun 2023, permohonan pengajuan PK dapat diajukan lebih dari satu kali tetapi tidak lebih dari 2 (dua) kali dengan alasan terdapat pertimbangan hukum yang berbeda-beda dalam beberapa putusan pengadilan. Hak dan kebebasan setiap pemohon PK yang tampak dibatasi hanya satu alasan dari tiga alasan hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 263 KUHAP sejatinya bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan HAM sebagaimana telah dicantumkan di dalam Pasal 28 I ayat (1), (2), dan ayat (4) UUD 45 sehingga dapat dikatakan tidak tepat, tidak sepatutnya dan tidak sepantasnya diatur di dalam KUHAP 1981 yang jelas-jelas menyatakan bahwa, perubahan besar KUHAP 1981-sehingga dikenal sebagai Karya Agung Bangsa Indonesia.

    Menurut hemat penulis, SEMA Tahun 2023 sejatinya bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1981 yang telah menentukan tiga alasan pengajuan PK, tidak terkecuali dengan alasan bahwa PK merupakan upaya hukum luar biasa yang tidak mengenal batas waktu pengajuannya dan hak asasi yang melekat selama terpidana menjalani hukumannya. Tidak dibenarkan terdapat perbedaan perlakuan hukum terhadapnya yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di muka hukum , dalam arti harus terdapat keseimbangan antara hak negara dan hak setiap terpidana untuk memperoleh keadilan.

    (zik)

  • Menteri Pigai Minta Kapolri Kedepankan Mediasi di Kasus 3 Aktivis Tolak RUU TNI

    Menteri Pigai Minta Kapolri Kedepankan Mediasi di Kasus 3 Aktivis Tolak RUU TNI

    Bisnis.com, JAKARTA–Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai minta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo agar tidak melanjutkan laporan yang dilayangkan Satpam Hotel Fairmont kepada tiga aktivis penolak RUU TNI.

    Pigai mengemukakan bahwa aksi penolakan RUU TNI tersebut merupakan hak setiap warga negara dan tidak boleh disikapi dengan tindakan represif, terlebih dengan melaporkan tiga aktivis ke kepolisian.

    Pigai berharap Polri bisa menjadi penengah untuk mediasi antara pihak pelapor dan terlapor sehingga kasus tersebut bisa segera disetop.

    “Kalau tidak salah ada peraturan Kapolri yang lebih kepada restoratif dari pada retributif,” tuturnya di Jakarta, Rabu (19/3/2025).

    Pigai menilai Presiden Prabowo Subianto merupakan sosok yang demokratis dan tidak anti kritik serta mendukung kebebasan berpendapat bagi warganya.

    “Kementerian HAM memastikan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo tidak pernah mengekang kebebasan sipil, memberi ruang partisipasi publik, dan terbuka terhadap kritik,” katanya.

    Maka dari itu, Pigai juga meminta Kepolisian agar mengedepankan jalur mediasi dalam menangani perkara yang melibatkan tiga aktivita koalisi masyarakat sipil.

    “Menteri HAM meminta kepolisian agar tidak melanjutkan proses hukum tersebut dan menempuh jalan mediasi,” ujarnya.

  • Negara Tidak Boleh Tinggal Diam

    Negara Tidak Boleh Tinggal Diam

    loading…

    Istri Iptu Tomi Samuel Marbun, Riah Tarigan saat di Komisi III DPR beberapa hari lalu. Foto/TV Parlemen

    JAKARTA – Iptu Tomi Samuel Marbun, Kasat Reskrim Polres Teluk Bintuni sudah tiga bulan hilang. Iptu Tomi awalnya dilaporkan hilang tergelincir hingga hanyut di Kali Rawara, Kampung Meyah Lama, Distrik Moskona Barat, Teluk Bintuni pada 18 Desember 2024.

    Iptu Tomi memimpin operasi penangkapan terhadap anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Marthen Aikinggin yang merupakan DPO kasus pembunuhan. Belakangan, operasi pencarian terhadap Iptu Tomi kemudian dihentikan 31 Desember 2024 tanpa ada tindak lanjut.

    Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez mendesak pemerintah untuk terus mencari Iptu Tomi Samuel Marbun yang hilang saat melaksanakan tugas operasi menumpas KKB pada 18 Desember 2024. Gilang pun menyayangkan proses pencarian terhadap Iptu Tomi yang hilang sejak beberapa bulan lalu sempat dihentikan sementara.

    Menurutnya, penghentian pencarian tanpa hasil yang jelas adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM) dan hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi. “Negara tidak boleh tinggal diam ketika salah satu abdinya hilang dalam tugas. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum, dan negara tidak boleh abai terhadap mereka yang hilang dalam tugas negara,” kata Gilang dalam keterangan tertulis, Rabu (19/5/2025).

    Gilang menilai penghentian pencarian Iptu Tomi tidak memberikan keadilan bagi pihak keluarga korban dan menegaskan proses pencarian harus terus dilanjutkan. “Polri sebagai institusi yang menaungi Iptu Tomi Marbun harus memastikan ada keadilan bagi keluarga korban serta menyelesaikan kasus ini hingga tuntas,” tuturnya.

    “Penghentian pencarian Iptu Tomi adalah ketidakadilan bagi keluarganya. Hak asasi manusia harus ditegakkan dan Polri wajib memberikan perlindungan bagi personelnya dalam setiap tugas yang mereka kerjakan,” lanjut Gilang.

    Gilang memastikan akan terus mengawal kasus hilangnya Iptu Tomi baik secara pribadi maupun sebagai anggota Komisi Penegakan Hukum DPR. Ia menyebut anggota Komisi III DPR saat RDP dengan istri Iptu Tomi juga memberikan dukungan yang sama.

    “Kami dari Komisi III DPR minta jangan setop di sini, dan Polri terus melakukan pencarian sesuai aturan yang berlaku. Kita juga minta semua diperiksa, karena banyak keterangan berbeda dan informasi simpang siur mengenai hilangnya Iptu Tomi,” sebut Gilang.

    Gilang juga mengatakan Polri harus segera mengerahkan tim pencari fakta yang profesional untuk melakukan pencarian dengan metode yang lebih efektif sesuai dengan kesimpulan rapat Komisi III DPR bersama dengan istri Iptu Tomi.

    “Polri punya tanggung jawab moral dan profesional. Ini yang hilang salah satu personel terbaiknya, yang rela ditugaskan di daerah rawan. Kalau Polri tidak serius untuk mencari maupun mengusut hilangnya Iptu Tomi, tentu akan menjadi tanda tanya besar,” pungkasnya.

    (rca)

  • Natalius Pigai Sebut Pihak yang Tolak RUU TNI dengan Sebutan Buzzer, Denny Siregar: Berasa Dibelai dengan Kelembutan

    Natalius Pigai Sebut Pihak yang Tolak RUU TNI dengan Sebutan Buzzer, Denny Siregar: Berasa Dibelai dengan Kelembutan

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberi komentar terkait penolakan RUU TNI yang saat ini bergejolak.

    Pigai mengungkap bahwa dalam RUU TNI tidak ada hal ataupun muatan yang mengarah pada skema dwifungsi yang mengarah ke orde baru.

    “Enggak ada itu (dwifungsi ABRI), tidak mungkin. Enggak mungkin (ada dwifungsi ABRI), itu cuma imajinasi belaka, enggak mungkin, sangat tidak mungkin, mustahil,” kata Pigai.

    Bahkan, Pigai menyebut pihak atau orang-orang yang mengiring opini terkait hal ini disebutnya sebagai buzzer.

    “Itu orang yang hidupkan (opini hadirnya dwifungsi ABRI atau mengubah negara), itu orang-orang enggak ada kerjaan. Itu memang cuma kelompok buzzer kalau menurut saya,” tuturnya.

    Terkait hal ini, Sutradara film Sayap-sayap Patah, Denny Siregar memberikan sentilan.

    Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, ia menyebut pihak yang memprotes terkait RUU TNI mendapatkan panggil mesra dari Menteri HAM itu.

    Ia bahkan menyebut panggilan buzzer dari Pigai bak belaian dan kelembutan yang tentunya bermaksud menyindir.

    “Duh, kita dapat panggilan sayang “buzzer”… ,” tulisnya dikutip Kamis (20/3/2025).

    “Berasa dibelai dgn kelembutan,” tuturnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • 4 Rekomendasi Komnas HAM yang Wajib Diperhatikan Pemerintah dan DPR dalam Revisi UU TNI

    4 Rekomendasi Komnas HAM yang Wajib Diperhatikan Pemerintah dan DPR dalam Revisi UU TNI

    PIKIRAN RAKYAT – Komnas HAM sudah mengkaji proses pembahasan hingga isu-isu fundamental terkait revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Dari kajian yang dilakukan pada 2024, Komnas HAM menemukan dua temuan utama terkait RUU tersebut.

    Pertama yakni mengenai usulan perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif yang berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI. Menurut Komnas HAM, dwifungsi bertentangan dengan Tap MPR 7 MPR 2000 tentang peran TNI dan Polri serta prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi.

    “Tap MPR tersebut menegaskan TNI sebagai bagian dari rakyat, lahir dan berjuang bersama rakyat demi membela kepentingan negara yang berperan sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara,” kata koordinator sub Komisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Maret 2025.

    Anis menyebut dalam perkembangan pembahasan RUU TNI, Komnas HAM mencatat adanya perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada 16 kementerian/lembaga sipil. Selain itu, kata dia, adanya pengaturan bahwa presiden bisa membuka ruang penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lainnya.

    Lebih lanjut, Anis mengungkap temuan kedua yang diperoleh Komnas HAM yaitu terkait perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Menurutnya, hal ini berisiko menyebabkan stagnasi regenerasi kepemimpinan, inefisiensi anggaran, dan penumpukan personel tanpa kejelasan penempatan tugas.

    “Pengaturan Pasal 53 ayat 2 dan 4 usulan perubahan ini akan menjadikan pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI menjadi politis dan memperlambat generasi tubuh di TNI,” ujar Anis.

    Tak hanya itu, lanjut Anis, alasan jaminan kesejahteraan prajurit tidak dapat dijawab semata-mata dengan perpanjangan usia prajurit aktif. Ia menyebut isi kesejahteraan seharusnya direspons melalui penguatan jaminan kesejahteraan yang lebih komprehensif, mulai dari penggajian dan tunjangan lainnya.

    Oleh sebab itu, Komnas HAM memberikan rekomendasi sebagai pertimbangan bagi pemerintah dan DPR dalam proses revisi UU TNI sebagai berikut:

    Melakukan evaluasi implementasi uu 34/2004 tentang TNI secara menyeluruh. pemerintah perlu melakukan audit komprehensif terhadap implementasi UU TNI dan efektivitas peran TNI dalam sistem pertahanan negara sebelum mengusulkan perubahan regulasi. Menjamin partisipasi publik yang bermakna dalam proses legislasi. penyusunan RUU harus dilakukan secara transparan dan inklusif dengan melibatkan akademisi, masyarakat sipil, serta komunitas yang berdampak langsung dari kebijakan ini. Mencegah kembalinya dwifungsi TNI. Revisi UU TNI harus memperkuat peran TNI yang profesional dalam sektor keamanan serta memperkuat supremasi sipil. Mengkaji ulang perpanjangan usia pensiun. usulan perpanjangan masa dinas prajurit harus mempertimbangkan struktur organisasi TNI, regenerasi kepemimpinan, demi kesejahteraan dan profesionalisme TNI dan efisiensi anggaran pertahanan. Prajurit Aktif Bisa Duduk di 16 Kementerian dan Lembaga

    Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin menyatakan, pihaknya bersama Pemerintah telah menyepakati soal perluasan peran TNI untuk menduduki jabatan sipil di 16 kementerian dan lembaga. Hal tersebut termaktub dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau RUU TNI.

    TB Hasanuddin mengebut, prajurit TNI aktif bisa menduduki lembaga Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Kemendagri. Kesepakatan itu diputuskan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TNI yang digelar di di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu, 15 Maret 2025.

    “Sudah (sepakat). Kan saya bilang dari 15 jadi 16. Satu adalah badan perbatasan,” kata TB Hasanuddin.

    TB Hasanuddin menjelaskan alasan DPR dan pemerintah menyepakati TNI bisa menempati posisi di BNPP. Menurutnya, daerah perbatasan memiliki tingkat kerawanan tinggi sehingga memerlukan keterlibatan TNI untuk menjaga wilayah tersebut.

    “Karena dalam perpres itu dan dalam pernyataannya badan pengelola perbatasan yang rawan, berbatasan itu memang ada penempatan anggota TNI,” tutur TB Hasanuddin.

    Meskipun begitu, TB Hasanuddin menegaskan, prajurit harus mengundurkan diri jika ingin menduduki jabatan di luar kementerian dan lembaga yang telah disepakati dalam revisi UU TNI.

    “Soal penempatan prajurit TNI di tempat lain di luar yang 16 itu tetap harus mengundurkan diri. Jadi kalau itu sudah final,” ujar TB Hasanuddin.

    Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan ada 15 Kementerian dan Lembaga yang bisa dijabat oleh prajurit TNI aktif tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari kedinasan, yakni:

    Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara Pertahanan Negara Sekretaris Militer Presiden Intelijen Negara Sandi Negara Lemhannas DPN SAR Nasional Narkotika Nasional Kelautan dan Perikanan BNPB BNPT Keamanan Laut Kejaksaan Agung Mahkamah Agung

    “Soal penempatan prajurit TNI di tempat lain di luar yang 16 itu tetap harus mengundurkan diri. Jadi kalau itu sudah final,” ujar TB Hasanuddin.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 3 Polisi Ditembak, Natalius Pigai: Peradilan Militer Solusi Tepat

    3 Polisi Ditembak, Natalius Pigai: Peradilan Militer Solusi Tepat

    Sukabumi, Beritasatu.com – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menilai peradilan militer adalah solusi tepat untuk penyelesaian kasus penembakan yang menewaskan tiga anggota Polri oleh oknum TNI di Kabupaten Way Kanan, Lampung.

    “Terkait penembakan terhadap tiga anggota polisi, ada sistem peradilan militer yang akan menangani kasus ini. Saya kira peradilan militer adalah yang terbaik di Indonesia,” ujar Natalius Pigai setelah mengisi kuliah umum di Universitas Nusa Putra Sukabumi kepada wartawan, Rabu (19/3/2025).

    Menurut Pigai, sistem peradilan militer memiliki mekanisme yang lebih tegas dan cepat dalam menangani pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota TNI.

    “Ketika anggota TNI melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum, maka mereka langsung dicopot dari jabatannya, kemudian diproses di peradilan militer, dan diberhentikan dari institusi,” jelasnya.

    Pigai menambahkan, proses hukum militer lebih cepat dibandingkan peradilan umum, yang dapat memakan waktu lima hingga sepuluh tahun.

    Dengan adanya mekanisme yang sudah ada, pelaku akan diproses sesuai dengan aturan yang berlaku, yang berpedoman pada tiga hal utama: Pencopotan jabatan, proses pidana militer, dan pemberhentian.

    Terkait apakah kasus ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat, Pigai mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kewenangan pengadilan.

    “Sulit untuk menentukannya karena saya bukan hakim. Yang berhak menyatakan status itu adalah pengadilan,” ujarnya.

    “Itu bukan wewenang saya untuk menentukan. Hanya pengadilan yang memiliki otoritas untuk menyebutnya sebagai pelanggaran HAM. Pengawasan penanganan perkara ada di Komnas HAM,” jelas Menteri HAM Natalius Pigai soal penembakan tiga polisi saat penggerebekan sabung ayam di Kabupaten Way Kanan, Lampung.

  • Komnas HAM Minta DPR dan Pemerintah Perpanjang Pembahasan Revisi UU TNI, Ini Alasannya

    Komnas HAM Minta DPR dan Pemerintah Perpanjang Pembahasan Revisi UU TNI, Ini Alasannya

    PIKIRAN RAKYAT – Komnas HAM berharap DPR RI dan pemerintah dapat memperpanjang pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI. Sebab, revisi UU TNI banyak mendapat atensi dan kritik dari publik lantaran berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi.

    “Memang seharusnya proses pembahasan ini diperpanjang. Sehingga apa yang menjadi aspirasi dan perhatian publik dapat didiskusikan lebih lanjut,” kata Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro saat konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Maret 2025.

    Lebih lanjut, Atnike mengatakan pihaknya sudah memberikan catatan terkait risiko-risiko yang akan muncul akibat perluasan jabatan sipil bagi militer dan persoalan HAM. Ia menyatakan, Komnas HAM bakal melakukan pemantauan dan pengamatan jika pada akhirnya RUU TNI disahkan menjadi undang-undang.

    “Kami nanti akan melakukan tentunya pengamatan ketika Undang-Undang ini nanti dilaksanakan, apakah memang apa yang kami rekomendasikan di dalam temuan-temuan kajian Komnas HAM termasuk dalam siaran pers hari ini terjadi atau tidak,” ucap Atnike.

    Atnike menuturkan, sejak awal Komnas HAM sudah merekomendasikan untuk memitigasi timbulnya ekses-ekses yang tidak diinginkan dari substansi perluasan jabatan sipil. Ia berharap temuan soal catatan risiko tidak terjadi apabila RUU TNI disahkan.

    Komnas HAM juga mendorong seluruh RUU yang dibahas di DPR agar dilakukan secara transparan dan memberikan ruang partisipasi yang bermakna bagi setiap warga negara.

    “Proses revisi UU TNI ini kami menilai adanya kurang transparansi yang bertentangan dengan prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang demokratis dan berbasis HAM sebagaimana diatur dalam UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,” ujar Atnike.

    4 Rekomendasi Komnas HAM

    Komnas HAM sudah mengkaji proses pembahasan hingga isu-isu fundamental terkait RUU TNI. Dari kajian yang dilakukan pada 2024, Komnas HAM menemukan dua temuan utama terkait RUU tersebut.

    Pertama yakni mengenai usulan perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif yang berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI. Menurut Komnas HAM, dwifungsi bertentangan dengan TAP MPR 7 MPR 2000 tentang peran TNI dan Polri serta prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi.

    “TAP MPR tersebut menegaskan TNI sebagai bagian dari rakyat, lahir dan berjuang bersama rakyat demi membela kepentingan negara yang berperan sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara,” kata koordinator sub Komisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Maret 2025.

    Anis menyebut dalam perkembangan pembahasan RUU TNI, Komnas HAM mencatat adanya perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada 16 kementerian/lembaga sipil. Selain itu, kata dia, adanya pengaturan bahwa presiden bisa membuka ruang penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lainnya.

    Lebih lanjut, Anis mengungkap temuan kedua yang diperoleh Komnas HAM yaitu terkait perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Menurutnya, hal ini berisiko menyebabkan stagnasi regenerasi kepemimpinan, inefisiensi anggaran, dan penumpukan personel tanpa kejelasan penempatan tugas.

    “Pengaturan Pasal 53 ayat 2 dan 4 usulan perubahan ini akan menjadikan pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI menjadi politis dan memperlambat generasi tubuh di TNI,” ujar Anis.

    Tak hanya itu, lanjut Anis, alasan jaminan kesejahteraan prajurit tidak dapat dijawab semata-mata dengan perpanjangan usia prajurit aktif. Ia menyebut isi kesejahteraan seharusnya direspons melalui penguatan jaminan kesejahteraan yang lebih komprehensif, mulai dari penggajian dan tunjangan lainnya.

    Oleh sebab itu, Komnas HAM memberikan rekomendasi sebagai pertimbangan bagi pemerintah dan DPR dalam proses revisi UU TNI sebagai berikut:

    Melakukan evaluasi implementasi UU 34/2004 tentang TNI secara menyeluruh. pemerintah perlu melakukan audit komprehensif terhadap implementasi UU TNI dan efektivitas peran TNI dalam sistem pertahanan negara sebelum mengusulkan perubahan regulasi. Menjamin partisipasi publik yang bermakna dalam proses legislasi. penyusunan RUU harus dilakukan secara transparan dan inklusif dengan melibatkan akademisi, masyarakat sipil, serta komunitas yang berdampak langsung dari kebijakan ini. Mencegah kembalinya dwifungsi TNI. Revisi UU TNI harus memperkuat peran TNI yang profesional dalam sektor keamanan serta memperkuat supremasi sipil. Mengkaji ulang perpanjangan usia pensiun. Usulan perpanjangan masa dinas prajurit harus mempertimbangkan struktur organisasi TNI, regenerasi kepemimpinan, demi kesejahteraan dan profesionalisme TNI dan efisiensi anggaran pertahanan.

    “Alasan jaminan kesejahteraan prajurit tidak dapat dijawab semata-mata dengan perpanjangan usia prajurit aktif,“ ujar Anis.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Jaringan GUSDURian Menolak Revisi UU TNI

    Jaringan GUSDURian Menolak Revisi UU TNI

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaringan Gusdurian menolak adanya revisi UU TNI, sebab RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI yang sudah dihapus di masa presiden KH Abdurrahman Wahid.

    Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan bahwa Dwifungsi ABRI diterjemahkan dalam tindakan masuknya tentara dalam segala sendi kehidupan. Dwifungsi ABRI menjadi alat untuk mencampuri urusan semua pihak tanpa terbendung lagi.

    “Orang sipil seolah-olah tidak mempunyai hak sama sekali untuk menentukan segala sesuatu tanpa izin ABRI, seperti pemilihan lurah dan sebagainya. Masuknya ABRI untuk mengurusi semua bidang mematahkan inisiatif di bawah,” dikutip dari siaran pers, Rabu (19/3/2025).

    Dia mengatakan bahwa masyarakat merasa tidak ada gunanya lagi mencari alternatif karena akan dikalahkan alternatif dari militer. Hal ini merupakan praktik yang buruk dalam kehidupan berdemokrasi.

    Dalam sistem demokrasi yang sehat, militer harus berada di bawah kontrol sipil dan tidak memiliki peran langsung dalam pemerintahan atau politik. Hal ini dikarenakan demokrasi mengutamakan supremasi sipil, yakni pemerintahan dijalankan oleh warga sipil yang dipilih secara demokratis.

    “Dwifungsi militer akan mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, sehingga melemahkan kontrol sipil atas angkatan bersenjata,” tegasnya.

    Adapun salah satu kekhawatiran terbesarnya adalah RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI yang sudah dihapus di masa presiden KH Abdurrahman Wahid. Penghapusan Dwifungsi ABRI kemudian dirumuskan menjadi UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sebagai bagian integral reformasi TNI.

    “Ada banyak persoalan dalam agenda tersebut, mulai tidak adanya urgensi, diadakan di hotel mewah, hingga penjagaan oleh Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia disebut (Koopssus TNI), yang merupakan salah satu unit pasukan elite yang dibentuk untuk menangani aksi terorisme,” ungkapnya. 

    Jaringan Gusdurian menyatakan sikap sebagai berikut:

    Pertama, menolak revisi UU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri. Prajurit aktif harus fokus pada tugas pertahanan negara, bukan politik atau administrasi pemerintahan. Keterlibatan prajurit aktif dalam politik dapat mengurangi profesionalisme dan membuat tentara abai terhadap tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara.

    Selain itu, dengan kekuatan bersenjata dan posisi strategis dalam pemerintahan, tentara berpotensi menyalahgunakan kekuasaan, melanggar HAM, dan bersikap represif terhadap masyarakat.

    Kedua, mengecam pembahasan RUU TNI yang tidak transparan dan cenderung menghindari pengawasan publik. Apalagi rapat tersebut menggunakan fasilitas mewah di tengah banyaknya jargon efisiensi yang berimbas pada memburuknya pelayanan publik di berbagai sektor.

    Ketiga, mengajak Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara dengan menolak bentuk-bentuk pelemahan demokrasi. Menyetujui RUU TNI yang berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI/Polri adalah bentuk pengkhianatan pada reformasi. 

    Keempat, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mengawal demokrasi dan semangat reformasi yang menjunjung tinggi supremasi sipil.

    Kelima, mengajak seluruh penggerak Gusdurian untuk melakukan konsolidasi nasional bersama jejaring masyarakat sipil di berbagai titik guna mengamati dinamika sosial dan politik serta menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan demokrasi.

  • Pertama Kalinya, Israel Ancam Caplok Gaza, Buffer Zone di Perbatasan Bisa Jadi Wilayah Israel – Halaman all

    Pertama Kalinya, Israel Ancam Caplok Gaza, Buffer Zone di Perbatasan Bisa Jadi Wilayah Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel dilaporkan mengancam akan menganeksasi atau mencaplok sebagian Jalur Gaza.

    Ancaman seperti itu adalah yang pertama kali sejak perang di Gaza meletus tanggal 7 Oktober 2023.

    Menurut Israel, aneksasi itu adalah balasan jika Hamas menyakiti warga Israel yang disanderanya.

    Selasa malam, (18/3/2025, Channel 12 melaporkan ancaman tersebut sudah disampaikan kepada Hamas. Ancaman itu keluar di tengah serangan-serangan udara terbaru Israel di Gaza.

    Sementara itu, seorang anggota Politbiro Hamas yang bernama Izzat al-Risheq mengatakan Israel akan mengorbankan nyawa para sandera jika meneruskan perang di Gaza.

    “Keputusan [Perdana Menteri Israel Benjamin] Netanyahu untuk kembali berperang adalah keputusan yang mengorbankan sander Israel dan merupakan hukuman mati bagi mereka,” ujar al-Risheq kepada CNN.

    “Lewat perang dan penghancuran, musuh tidak akan mencapai yang gagal dicapainya melalui perundingan.”

    LEDAKAN BOM – Bola api dari ledakan bom dari serangan udara Israel di Jalur Gaza, Selasa (18/3/2025). Serangan yang berlangsung di tengah gencatan senjata dengan Hamas ini dilaporkan menewaskan lebih dari 400 korban, termasuk wanita dan anak-anak. (RNTV/TangkapLayar)

    Dikutip dari All Israel News, ada banyak anggota keluarga sandera yang memprotes kebijakan Israel untuk kembali berperang. Perang itu disebut membuat para sandera menghadapi risiko lebih besar.

    Noa Argamani, salah satu sandera yang dibebaskan, mengungkapkan kekecewaannya di media sosial X. Kekasihnya masih disandera di Gaza.

    “Perang berlanjut. Dua kata, dan banyak emosi di dalamnya. Tiba-tiba semua harapan hancur seketika. Dua kata, tetapi bagi sandera di dalamnya, berarti ledakan dan kebisingan yang membawa kembali ketakukan akan kematian,” ujar Argamani.

    Menurut Channel 12, ancaman Israel disampaikan untuk menekan Hamas. Hilangnya wilayah Gaza disebut lebih buruk ketimbang hilangnya pejuang atau warga sipil.

    Banyak pakar di Israel, terutama sayap kanan, yang sudah lama meminta pemerintah Israel untuk mengancam akan mencaplok wilayah Gaza. Ancaman itu disebut menjadi satu-satunya cara pencegahan yang efektif terhadap Hamas.

    Adapun beberapa organisasi HAM sudah menduga Israel sedang menyiapkan skenario pencaplokan Gaza lewat pembuatan zona penyangga atau buffer zone di sepajang perbatasan Gaza.

    Foto-foto satelit memperlihatkan bahwa Israel telah menghancurkan semua bangunan dan infrastruktur berjarak sekitar 1 km dari perbatasan.

    Kantor berita Associated Press mengatakan zona penyangga seperti itu sudah membuat wilayah Gaza berkurang hingga 60 km persegi.

    Channel 12 belum merinci area mana saja di Gaza yang akan dianeksasi. Meski demikian, ada kemungkinan Israel bakal mengklaim sebagian zona penyangga itu sebagai wilayah Israel.

    Sementara itu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengaku sedang mengambil langkah yang diperlukan untuk menerapkan rencana pertahanan. Rencana itu ditujukan untuk meningkatkan keamanan di Israel selatan.

    SERANGAN UDARA ISRAEL – Tangkap layar Khaberni yang menunjukkan bekas ledakan bom dari serangan udara Israel di Beit Lahia, Gaza Utara, Sabtu (14/3/2025). Israel berdalih, serangan menargetkan terduga milisi perlawanan yang hendak memasang perangkap. Sejumlah saksi menuturkan kalau para korban adalah warga sipil, termasuk 4 jurnalis dari 9 korban yang dilaporkan. (Khaberni)

    Mengapa Israel melanjutkan perang?

    Pemerintah Israel menyebut beberapa alasan di balik keputusannya untuk melanjutkan perang di Gaza.

    Menteri Pertahanan Israel Katz mengklaim serangan terbaru Israel dipicu oleh Hamas yang menolak membebaskan sandera dan mengancam tentara serta masyarakat Israel.

    Sementara itu, juru bicara Kementerian Pertahanan Israel menyebut perang dilanjutkan karena Hamas menolak dua usul yang disodorkan oleh Steve Witkoff, utusan Presiden AS Donald Trump.

    Adapun seorang pejabat Israel mengatakan serangan udara terbaru Israel barulah fase pertama aksi militer Israel yang bertujuan untuk menekan Hamas agar membebaskan lebih banyak sandera.

    Meski demikian, dikutip dari CNN, politik dalam negeri Israel menjadi faktor penting dalam keputusan Israel melanjutkan perang.

    Kaum sayap kanan selalu membenci gencatan senjata di Gaza karena dianggap sebagai penyerahan diri terhadap Hamas.

    Mereka ingin semua warga Palestina meninggalkan Gaza, dan Israel membangun kembali pemukiman di sana.

    Netanyahu memerlukan faksi sayap kanan agar bisa berkuasa. Salah satu menteri sayap kanan, Itamar Ben-Gvir, sudah keluar dari kabinet untuk memprotes gencatan.

    Sementara itu, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengancam akan keluar dari pemerintahan jika Israel tidak melanjutkan perang. Hal itu bisa meruntuhkan koalisi pemerintahan Netanyahu.

    (*)