Kasus: HAM

  • Gedung KemenHAM Kini Bernama ‘KH Abdurrahman Wahid’, Natalius Pigai: Ini Wujud Penghormatan Kami

    Gedung KemenHAM Kini Bernama ‘KH Abdurrahman Wahid’, Natalius Pigai: Ini Wujud Penghormatan Kami

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Setelah menamai Ruang Marsinah sebagai bentuk penghormatan terhadap aktivis buruh yang gugur demi keadilan sosial, Natalius Pigai juga menetapkan nama Gedung KH Abdurrahman Wahid untuk Gedung Kementerian HAM Republik Indonesia.

    Penetapan nama itu, kata Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) RI ini, merupakan wujud penghargaan terhadap sosok Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

    “Saya langsung menetapkan nama Gedung Kementerian Hak Asasi Manusia dengan nama Gedung KH Abdurrahman Wahid,” ujar Pigai dalam keterangannya tertulisnya kepada fajar.co.id, Selasa (11/11/2025).

    Gus Dur selama hidupnya dikenal sebagai pejuang kemanusiaan dan pelopor kebebasan beragama di Indonesia.

    “Ini bentuk penghormatan atas peran dan jasa beliau dalam bidang Hak Asasi Manusia. Beliau bagaimana pun adalah tokoh dan pejuang HAM,” sebutnya.

    Pigai mengatakan, Gus Dur adalah figur yang tidak hanya memperjuangkan keadilan bagi kelompok tertentu, tetapi juga membela hak-hak manusia secara universal.

    Nilai-nilai yang diwariskan Gus Dur, lanjutnya, menjadi fondasi penting dalam membangun kesadaran kemanusiaan di Indonesia.

    Dia berharap gedung berlantai sembilan yang kini resmi bernama Gedung KH Abdurrahman Wahid itu menjadi pusat peradaban Hak Asasi Manusia tempat di mana nilai kemanusiaan, keadilan, dan keberagaman tumbuh sebagaimana visi Gus Dur semasa hidupnya.

    “Pada zaman beliau Presiden pun, beliau mendirikan Kementerian HAM. Ini bentuk perhatian dan keberpihakan yang jelas pada isu Hak Asasi Manusia,” ucap Pigai.

  • Surya Paloh ucapkan selamat atas gelar Pahlawan Nasional Soeharto

    Surya Paloh ucapkan selamat atas gelar Pahlawan Nasional Soeharto

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengucapkan selamat kepada keluarga besar Presiden Ke-2 Republik Indonesia Soeharto atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah.

    “Kami ucapkan selamat kepada keluarga besar Pak Harto, atas pemberian gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah kepada Pak Harto,” kata Surya Paloh di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Selasa.

    Hal itu disampaikan Paloh usai memimpin upacara peringatan 14 tahun Partai NasDem.

    Sebelumnya, Surya Paloh juga telah menekankan bahwa Partai NasDem melihat sisi positif terhadap pemberian gelar pahlawan tersebut.

    Meski ada kekurangan, ia menilai Soeharto telah memberikan peran dan dan arti terhadap pembangunan negara.

    Menurutnya, selama 32 tahun memimpin Indonesia, Soeharto pasti tak lepas dari kekurangan, kesalahan, dan kesilapan, namun peran Pak Harto juga harus dihargai bersama.

    Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh yang dinilai berjasa besar bagi bangsa dan negara.

    Upacara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional berlangsung di Istana Jakarta, Senin (10/11), diawali dengan prosesi mengheningkan cipta untuk arwah para pahlawan yang dipimpin langsung Presiden.

    Penganugerahan Pahlawan Nasional ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan negara atas kontribusi para tokoh dalam bidang kepemimpinan, demokrasi, HAM, dan keberpihakan kepada rakyat.

    Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116.TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional ditetapkan di Jakarta 6 November 2025.

    Dalam upacara tersebut, pemerintah menetapkan sepuluh tokoh sebagai Pahlawan Nasional, yakni:

    1. K.H. Abdurachman Wahid (Gus Dur) – Jawa Timur.
    2. Jenderal Besar TNI H.M. Soeharto – Jawa Tengah.
    3. Marsinah – Jawa Timur
    4. Mochtar Kusumaatmaja – Jawa Barat.
    5. Hj. Rahma El Yunusiyyah – Sumatera Barat.
    6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo – Jawa Tengah.
    7. Sultan Muhammad Salahuddin – Nusa Tenggara Barat.
    8. Syaikhona Muhammad Kholil – Jawa Timur.
    9. Tuan Rondahaim Saragih – Sumatera Utara.
    10. Zainal Abidin Syah – Maluku Utara.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 1
                    
                        PDI-P Hanya Terima Pemberian Gelar Pahlawan Nasional Bagi 9 Tokoh
                        Nasional

    1 PDI-P Hanya Terima Pemberian Gelar Pahlawan Nasional Bagi 9 Tokoh Nasional

    PDI-P Hanya Terima Pemberian Gelar Pahlawan Nasional Bagi 9 Tokoh
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Politikus PDI-P Guntur Romli menyatakan, pihaknya hanya menerima gelar pahlawan nasional yang diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada sembilan tokoh.
    Sementara itu, untuk penganugerahan gelar
    pahlawan nasional
    kepada Presiden ke-2 RI Soeharto, mereka tak menerimanya.

    PDI Perjuangan
    menerima gelar
    pahlawan
    bagi Gus Dur, Marsinah, dan lain-lain, kecuali kepada Soeharto. Kami menolak gelar pahlawan pada Soeharto,” ujar Guntur kepada
    Kompas.com
    , Selasa (11/11/2025).
    Menurutnya, pemberian gelar pahlawan ke Soeharto sama saja dengan pengkhianatan terhadap Reformasi ’98.
    “Bagaimana mungkin sosok yang sudah digulingkan rakyat Indonesia, tiba-tiba disebut pahlawan? Bagaimana mungkin Marsinah dan Gus Dur yang menjadi sasaran kekerasan di era Orde Baru, pelaku (Soeharto) dan korbannya sama-sama ditempatkan sebagai pahlawan?” tuturnya.
    “Negara/pemerintah harusnya menagih kepada Soeharto dan ahli warisnya ganti rugi triliunan sebagaimana putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, bukan malah memberikan gelar pahlawan dan tunjangan tahunan, belum lagi proses pengadilan HAM berat,” imbuh Guntur.
    Sebelumnya, Presiden
    Prabowo
    Subianto menganugerahkan
    gelar pahlawan nasional
    kepada 10 tokoh di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Senin (10/11/2025).
    Adapun acara penganugerahan dimulai dengan pengumandangan lagu “Indonesia Raya”.
    Kemudian, dilanjutkan dengan prosesi mengheningkan cipta yang dipimpin oleh Presiden Prabowo, diiringi dengan lagu mengheningkan cipta.
    “Marilah kita sejenak mengenang arwah dan jasa-jasa para pahlawan yang telah berkorban untuk kemerdekaan, kedaulatan, dan kehormatan bangsa Indonesia yang telah memberi segala-galanya agar kita bisa hidup merdeka dan kita bisa hidup dalam alam yang sejahtera,” kata Prabowo saat mengheningkan cipta.
    Penganugerahan ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 November 2025.
    “Menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada mereka yang namanya tersebut dalam lampiran keputusan ini sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi, atas jasa-jasanya yang luar biasa, untuk kepentingan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa,” bunyi kutipan Keppres.
    Berikut ini 10 nama yang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Prabowo:
    1. Abdurrahman Wahid, tokoh dari Jawa Timur
    2. Jenderal Besar TNI Soeharto, tokoh dari Jawa Tengah
    3. Marsinah, tokoh dari Jawa Timur
    4. Mochtar Kusumaatmaja, tokoh dari Jawa Barat
    5. Hajjah Rahma El Yunusiyyah, tokoh dari Sumatera Barat
    6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, tokoh dari Jawa Tengah
    7. Sultan Muhammad Salahuddin, tokoh dari NTB
    8. Syaikhona Muhammad Kholil, tokoh dari Jawa Timur
    9. Tuan Rondahaim Saragih, tokoh dari Sumatera Utara
    10. Zainal Abisin Syah, tokoh dari Maluku Utara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Netizen Sebut Bapak Pembangunan Vs Diktator

    Netizen Sebut Bapak Pembangunan Vs Diktator

    Jakarta

    Pemerintah resmi menetapkan Presiden kedua RI, Jenderal Besar TNI H.M. Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan, Senin (10/11/2025). Pengangkatan ini diumumkan dalam upacara di Istana Negara dan diserahkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto kepada keluarga Cendana.

    Keputusan tersebut disambut dengan reaksi publik yang terbelah di media sosial. Sebagian menganggap Soeharto sebagai “Bapak Pembangunan”, sementara yang lain mengkritiknya sebagai pemimpin otoriter yang meninggalkan rekam jejak pelanggaran HAM dan korupsi.

    Saking ramainya yang membahas, nama Soeharto masih memuncaki daftar trending topic di X.com hingga Selasa pagi (11/10/2025). Lebih dari 115 ribu postingan membahas polemik pengangkatan pahlawan nasional tersebut.

    Bapak Pembangunan

    Pendukung pengangkatan ini banyak yang menyoroti era Orde Baru sebagai masa stabilitas politik, ekonomi, dan sosial.

    “soeharto bukan sekadar presiden, ia adalah bapak pembangunan yang membawa indonesia dari ketidakpastian menuju kemajuan. dari swasembada pangan hingga listrik masuk desa, karya nyatanya tak terbantahkan,” ujar @textcicicuit.

    Sementara @pranatadayken menambahkan “Soeharto dikenal sebagai Bapak Pembangunan yang telah memberikan fondasi kuat bagi kemajuan bangsa, dengan berbagai karya dan kebijakan yang membawa Indonesia menuju era pertumbuhan dan stabilitas.”

    Akun @are_inismyname juga membela, “Suka atau tidak dia pernah memimpin di negeri ini dan Indonesia menjadi negara macan asia. Stabilitas tercapai saat itu baik bidang politik, ekonomi dan sosial budaya.”

    Diktator

    Di sisi lain, gelombang penolakan turut membanjiri X. “Benar-benar berita di luar nalar: Soeharto dikabarkan memperoleh gelar pahlawan nasional! Sudah mempersekusi etnis Tionghoa, melarang jilbab di sekolah, melakukan tindakan penghilangan orang dan penangkapan tanpa pengadilan, parahnya belum diadili semasa hidupnya terus tau-tau jadi pahlawan nasional,” kata @erlanishere.

    “Resmi sudah, Orde Baru hidup kembali. Soeharto jadi pahlawan nasional. Pembunuh begitu banyak orang, diktator yang mengurung begitu banyak tahanan politik, jadi pahlawan,” ujar @sunatlaserbeam.

    “Kau bisa aja mengangkat Soeharto sebagai Pahlawan. Tapi bagi kami yg pernah ikut peristiwa Trisakti, Soeharto adalah DIKTATOR yang tangannya berlumuran darah.!!!” ucap @pejuang_nasib.

    Penetapan Pahlawan Nasional

    Penetapan Soeharto jadi pahlawan nasional. Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana

    Diberitakan sebelumnya oleh detiknews, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional ke sepuluh tokoh. Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

    Pemberian gelar pahlawan nasional ini diselenggarakan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Dari sepuluh tersebut, terdapat nama Presiden ke-2 Soeharto.

    Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) menegaskan bahwa Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, memenuhi seluruh persyaratan untuk dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
    Pernyataan tersebut disampaikan Fadli seusai melaporkan 40 nama calon penerima gelar Pahlawan Nasional yang baru diusulkan, serta 9 nama tambahan hasil lanjutan dari tahun sebelumnya, kepada Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta.

    “Seluruh nama yang diajukan telah melalui penelitian dan pengkajian mendalam oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), melibatkan pakar lintas disiplin ilmu, serta disinergikan antara pemerintah daerah dan pusat. Proses ini dilakukan secara ketat, objektif, dan transparan,” ujar Fadli, dalam keterangan tertulis.

    Menurut Fadli, pemberian gelar Pahlawan Nasional merupakan wujud penghormatan negara kepada tokoh-tokoh yang telah memberikan jasa besar bagi bangsa dan negara.

    Dukungan terhadap penilaian tersebut datang dari berbagai kalangan, termasuk organisasi keagamaan. Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Dr Adian Husaini, turut menyatakan dukungannya terkait penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.

    Menurut Fadli, nama Soeharto telah diusulkan sebanyak tiga kali, termasuk pengusulan sebelumnya pada 2011 dan 2015, dan semua pengusulan tersebut telah memenuhi syarat. Dalam usulan tahun 2025 ini, nama Soeharto menjadi salah satu dari 40 usulan nama penerima gelar pahlawan nasional dari Menteri Sosial RI Saifullah Yusuf.

    Fadli menjelaskan proses pengkajian gelar kehormatan tersebut melibatkan sinergi antara pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. Pengkajian turut melibatkan para ahli dari berbagai bidang ilmu.

    Bambang Trihatmodjo dan Tutut Soeharto di Istana (Eva/detikcom) Foto: Bambang Trihatmodjo dan Tutut Soeharto di Istana (Eva/detikcom)

    Menanggapi polemik di masyarakat terkait penetapan Soeharto jadi pahlawan nasional, Siti Hardijanti Hastuti Rukmana, mengaku tak masalah dengan pro dan kontra yang terjadi.

    “Masyarakat Indonesia itu kan macam-macam ya, ada yang pro ada yang kontra itu wajar-wajar saja,” ujar sosok yang dikenal Tutut Soeharto ini di Istana Negara, Senin (10/11/2025).

    Dia mengajak semua pihak melihat apa yang telah dikerjakan Soeharto. Dia menyebut Soeharto, yang menjabat sebagai Presiden selama 32 tahun, telah banyak berjuang untuk negara dan masyarakat Indonesia.

    “Yang pentingkan kita melihat apa yang telah dilakukan bapak saya dari sejak muda sampai beliau wafat itu semua perjuangan untuk negara dan masyarakat Indonesia,” ujarnya.

    Tutut berharap pihak yang kontra dengan Soeharto menjadi pahlawan tak bersikap ekstrem. Dia mengajak semua pihak menjaga persatuan.

    “Jadi boleh-boleh saja kontra, tapi juga jangan ekstrem, yang penting kita jaga persatuan dan kesatuan,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Mengulik Sejarah dan Syarat Pemberian Gelar Pahlawan Nasional”
    [Gambas:Video 20detik]
    (afr/afr)

  • Politik kemarin, 10 pahlawan baru hingga soal Komisi Reformasi Polri

    Politik kemarin, 10 pahlawan baru hingga soal Komisi Reformasi Polri

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa politik telah diwartakan oleh pewarta Kantor Berita ANTARA pada Senin (10/11). Berikut beberapa berita pilihan yang masih menarik dibaca pagi ini.

    1. Presiden Prabowo anugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh

    Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh yang dinilai berjasa besar bagi bangsa dan negara.

    Penganugerahan Pahlawan Nasional ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan negara atas kontribusi para tokoh dalam bidang kepemimpinan, demokrasi, HAM, dan keberpihakan kepada rakyat.

    Baca selengkapnya di sini.

    2. Soeharto jadi Pahlawan, Tutut tanggapi pro-kontra stigma korupsi–HAM

    Putri Presiden RI ke-2 Soeharto, Siti Hardijanti Hastuti (Tutut Soeharto), menanggapi pro dan kontra penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada ayahandanya di Istana Negara, Jakarta, Senin.

    Dalam pernyataannya seusai agenda itu, Tutut yang didampingi sang adik, Bambang Trihatmodjo, menyebut pro dan kontra yang muncul di masyarakat sebagai hal yang wajar dan bagian dari dinamika demokrasi.

    Baca selengkapnya di sini.

    3. Kakak Marsinah kepada Prabowo: Hapus outsourcing, sejahterakan buruh

    Kakak dari Pahlawan Nasional Marsinah, Marsini, menitipkan pesan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus total praktik alih daya atau outsourcing di sektor tenaga kerja Indonesia.

    Marsini, seusai mewakili keluarga hadir pada Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional 2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin, juga berharap terobosan pemerintah, termasuk kebijakan Upah Minimum Regional (UMR), benar-benar mampu meningkatkan taraf hidup pekerja.

    Baca selengkapnya di sini.

    4. Presiden Prabowo lantik Dwiarso Budi Santiarto sebagai Wakil Ketua MA

    Presiden Prabowo Subianto melantik Dwiarso Budi Santiarto sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Non-Yudisial di Istana Negara, Jakarta, Senin sore.

    Pelantikan Dwiarso sebagai Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial itu ditetapkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 101/P Tahun 2025 tentang Pemberhentian dengan Hormat Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung dan Pengangkatan Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yudisial.

    Baca selengkapnya di sini.

    5. Komisi Reformasi Polri undang GNB dan sejumlah tokoh untuk belanja masalah

    Komisi Percepatan Reformasi Polri berencana mengundang organisasi Gerakan Nurani Bangsa (GNB) dan beberapa tokoh masyarakat untuk belanja masalah sebagai langkah penyusunan rekomendasi terkait reformasi Polri.

    “Hari Kamis (13/11) diharapkan kami sudah mengadakan public hearing (dengar pendapat) pertama, khususnya kami akan mengundang Gerakan Nurani Bangsa dan beberapa tokoh-tokoh masyarakat lain yang punya aspirasi,” kata Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya di sini.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Triono Subagyo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Marsinah Pahlawan Nasional, "Palu Godam" bagi Perjuangan Buruh
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        10 November 2025

    Marsinah Pahlawan Nasional, "Palu Godam" bagi Perjuangan Buruh Surabaya 10 November 2025

    Marsinah Pahlawan Nasional, “Palu Godam” bagi Perjuangan Buruh
    Tim Redaksi
    NGANJUK, KOMPAS.com
    – Pemberian gelar Pahlawan Nasional di Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan kepada Marsinah, aktivis buruh asal Nganjuk yang meninggal dunia pada 1993, dinilai sebagai langkah tepat dan bersejarah.
    Menurut Ketua Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri, Nara Setya Wiratama, penetapan ini bukan hanya bentuk penghormatan terhadap keberanian
    Marsinah
    , tetapi juga dapat menjadi legitimasi moral dan politik bagi perjuangan kaum buruh di Indonesia.
    “Pemberian gelar
    pahlawan nasional
    ini adalah legitimate, sudah diakui oleh nasional. Meskipun itu seakan-akan hanya hitam di atas putih, tetapi itu menjadi fondasi (perjuangan buruh),” kata Nara kepada
    Kompas.com
    , Senin (10/11/2025).
    Nara mengatakan, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Marsinah dapat menjadi “palu godam” bagi para buruh, ketika hak-hak mereka tidak dipenuhi atau bahkan didiskriminasi oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.
    “Dengan Marsinah yang saat ini ditetapkan sebagai pahlawan nasional, itu menjadi palu godam yang bisa digunakan oleh teman-teman buruh ketika suatu saat nasib buruh itu dipontang-panting atau didiskriminasi,” tuturnya.
    Pria yang juga menjadi anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten
    Nganjuk
    ini sangat setuju dengan langkah pemerintah menetapkan Marsinah sebagai pahlawan nasional.
    Bagi Nara, keberanian Marsinah yang memperjuangkan hak-haknya sebagai buruh pada masa akhir pemerintahan Orde Baru merupakan tindakan yang luar biasa.
    “Waktu itu pemerintahannya begitu sentralistik dan cenderung otoriter, tidak ada siapa pun yang berani. Siapa pun yang yang berani ya risikonya dibungkam atau hilang,” ucap Nara.
    “Nah, Marsinah ini sosok yang berani, dia adalah salah satu contoh perjuangan, apalagi dia adalah seorang wanita,” kata dia.
    Menurut Nara, sosok Marsinah menembus batas sosial dan politik zamannya, apalagi sebagai seorang perempuan.
    Ia memperjuangkan nasib buruh yang kala itu bekerja dengan tekanan tinggi, tetapi menerima upah tidak layak.
    “Saya sangat cocok dan sepakat Marsinah menjadi pahlawan nasional, dan memang harusnya seperti itu, dan itu layak disandangkan untuk Marsinah,” kata dia. 
    Meski menyambut positif penetapan Marsinah sebagai pahlawan nasional, Nara menilai masih ada “utang sejarah” yang belum dituntaskan, yaitu pengungkapan dalang di balik pembunuhannya.
    Untuk itu, ia mendorong agar dibentuk tim ahli atau tim khusus untuk mengungkap dalang di balik terbunuhnya Pahlawan Nasional Marsinah.
    “Sebenarnya perlu ada tim khusus ya, atau tim ahli yang memang secara khusus untuk menyelidiki ini,” kata dia.
    Kendati demikian, Nara menyadari bahwa untuk mengungkap kasus ini tidak akan mudah.
    “Marsinah wafat tahun 1993, sudah 32 tahun kalau ditarik dari 2025. Artinya kalau mencari dalang siapa, itu sebenarnya sudah ada, banyak hipotesa yang menyatakan dalang si A, si B, dan sebagainya,” ujar dia. 
    “Tapi lagi-lagi ini kaitannya dengan kemauan pemerintah sendiri, itu mau atau tidak, gitu aja,” kata dia.
    Pada Senin (10/11/2025), Presiden Prabowo Subianto resmi memberikan gelar pahlawan nasional di bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan kepada aktivis buruh, Marsinah.
    Pemberian gelar ini dilakukan Prabowo kepada ahli waris Marsinah di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
    Dalam proses pemberian gelar pahlawan ini, narator di Istana menyebutkan Marsinah sebagai simbol keberanian, moral, dan perjuangan hak asasi manusia (HAM).
    “Pahlawan bidang perjuangan sosial dan kemanusiaan. Marsinah adalah simbol keberanian, moral, dan perjuangan HAM dari kalangan rakyat biasa,” ujar narator di Istana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tim Reformasi Polri Buatan Prabowo Bakal Tambah Anggota Perempuan

    Tim Reformasi Polri Buatan Prabowo Bakal Tambah Anggota Perempuan

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim Reformasi Polri bentukan Presiden Prabowo Subianto bakal menambah satu anggota baru dengan gender perempuan.

    Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Assiddiqie mengatakan penambahan anggota itu bakal dilakukan pada pekan depan.

    “Nah, kami rapat bersepuluh dan insyaallah mungkin minggu depan atau apa akan ada tambahan satu orang ya, ibu-ibu,” ujar Jimly di Mabes Polri, Senin (10/11/2025).

    Hanya saja, Jimly enggan mengemukakan sosok perempuan yang akan bergabung menjadi tim reformasi Polri ini.

    Di samping itu, Jimly mengemukakan bahwa penambahan itu dilakukan agar memenuhi keterwakilan dari pihak perempuan.

    “Nah, belum saya sebut namanya. Ini untuk melengkapi sesuai dengan harapan Presiden supaya ada keterwakilan perempuan. Maka nanti jumlahnya tim ini 11 orang,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Prabowo resmi melantik Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

    Pembentukan komisi ini dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 122P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Keanggotaan Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian.

    Dalam keputusan tersebut, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie ditunjuk sebagai Ketua Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian.

    Adapun, komisi ini dibentuk untuk mempercepat proses reformasi kelembagaan, profesionalisme, dan tata kelola di tubuh Polri. Nah, berikut ini struktur keanggotaan tim reformasi Polri:

    Ketua Percepatan Reformasi Kepolisian: 

    Jimly Asshiddiqie

    Anggota:

    1. Eks Menkopolhukam, Mahfud MD

    2. Menko Hukum, HAM, dan Imipas, Yusril Ihza Mahendra

    3. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas

    4. Wamenko Hukum, Ham dan Imipas Otto Hasibuan

    5. Mendagri sekaligus mantan Kapolri Tito Karnavian

    6. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo

    7. Eks Kapolri Idham Azis

    8. Eks Kapolri Badrodin Haiti

    9. Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan dan Reformasi Polri, Ahmad Dofiri

  • Jadi Pahlawan Nasional, Ini Perjalanan Soeharto 31 Tahun Membentuk Indonesia Modern

    Jadi Pahlawan Nasional, Ini Perjalanan Soeharto 31 Tahun Membentuk Indonesia Modern

    Jakarta: Setelah tiga kali diusulkan, Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto akhirnya resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada Senin, 10 November 2025. 

    Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dalam upacara di Istana Negara. Soeharto menjadi satu dari sepuluh tokoh yang mendapat penghargaan tersebut tahun ini.
     

    Lebih dari dua dekade setelah lengser, nama Soeharto tetap menjadi salah satu yang paling kontroversial dalam sejarah Indonesia. 

    Ia dikenal sebagai pemimpin terlama dalam sejarah republik, memegang tampuk kekuasaan selama 31 tahun (1967–1998) sebuah periode yang membentuk wajah politik, ekonomi, dan sosial Indonesia hingga kini.
    Lahirnya Orde Baru: Dari Krisis ke Kekuasaan
    Kisah kebangkitan Soeharto bermula dari gejolak 1965, ketika peristiwa G30S mengguncang Indonesia dan menggiring negeri ini ke jurang perpecahan. Saat negara terbelah antara pendukung dan penentang PKI, Mayor Jenderal Soeharto, kala itu Panglima Kostrad, bergerak cepat mengambil alih kendali keamanan.

    Dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), Soeharto mendapat mandat dari Presiden Soekarno untuk memulihkan stabilitas nasional. Namun surat tersebut menjadi pintu masuk konsolidasi kekuasaan. Dalam waktu singkat, Soeharto membubarkan Partai Komunis Indonesia, menangkap tokoh-tokoh pro-Soekarno, dan membangun struktur politik baru yang disebut Orde Baru.

    Tahun 1967, MPRS secara resmi mencabut kekuasaan Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden, yang kemudian disahkan penuh setahun kemudian.
    Fokus utamanya sederhana: menyelamatkan ekonomi nasional yang kala itu terpuruk oleh inflasi hingga 600%. 

    Soeharto menunjuk kelompok ekonom muda lulusan Universitas California, yang kemudian dikenal sebagai Mafia Berkeley, untuk merumuskan kebijakan baru. Investasi asing dibuka, hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat dipulihkan, dan kebijakan fiskal mulai diperketat.

    Di saat yang sama, Soeharto membangun kekuatan politik melalui Golongan Karya (Golkar). Dukungan militer, birokrasi, dan aparatur negara memastikan kemenangan Golkar dalam Pemilu 1971, sekaligus mengokohkan posisi Soeharto sebagai figur sentral negara.
    Dekade Kejayaan: Pembangunan dan Pengendalian
    Tahun 1970-an hingga pertengahan 1980-an menjadi masa keemasan Orde Baru. Lonjakan harga minyak dunia membuat kas negara berlimpah. Soeharto meluncurkan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) untuk mengejar swasembada pangan dan pembangunan infrastruktur besar-besaran.

    Pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat mencapai rata-rata 7% per tahun, inflasi menurun tajam, dan kemiskinan berhasil ditekan. Tahun 1984, Indonesia bahkan diakui FAO sebagai negara swasembada beras, pencapaian besar yang menegaskan citra Soeharto sebagai “Bapak Pembangunan.”

    Namun, di balik kemajuan ekonomi itu, kekuasaan politik semakin tersentralisasi.  Seluruh organisasi masyarakat diwajibkan mengadopsi asas tunggal Pancasila, media dibatasi, dan kritik terhadap pemerintah seringkali dianggap ancaman negara.

    Demonstrasi mahasiswa seperti Peristiwa Malari 1974 menjadi simbol perlawanan terhadap korupsi dan dominasi modal asing, namun berakhir dengan penangkapan dan pembredelan media.

    Pada periode ini pula keluarga Cendana sebutan untuk lingkaran inti keluarga Soeharto mulai membangun kerajaan bisnis di berbagai sektor strategis: dari kehutanan, tambang, hingga telekomunikasi.
    Menjelang Runtuhnya Rezim: Krisis dan Reformasi
    Memasuki akhir 1980-an, harga minyak anjlok. Soeharto merespons dengan mendorong industrialisasi dan membuka sektor keuangan. Namun liberalisasi ini justru memperlebar jurang ketimpangan dan memperkuat jaringan bisnis kroni.

    Di era 1990-an, Soeharto semakin bergantung pada keluarga dan para konglomerat dekatnya. Anak-anaknya menguasai berbagai sektor ekonomi, sementara partai oposisi dan media tetap dikontrol ketat.
     
    MPR secara rutin memilihnya kembali sebagai presiden tanpa pesaing berarti. Semua berubah ketika krisis moneter Asia 1997 menghantam Indonesia. Nilai tukar rupiah jatuh bebas  dari Rp 2.400 menjadi Rp 17.000 per dolar AS  dan inflasi menembus dua digit. Gelombang PHK massal dan kemiskinan membuat kepercayaan publik runtuh.

    Desakan reformasi datang dari segala arah: mahasiswa, tokoh masyarakat, dan bahkan sebagian elite militer.  Tragedi Trisakti (12 Mei 1998) yang menewaskan empat mahasiswa mempercepat kejatuhan rezim.

    Akhirnya, pada 21 Mei 1998, Soeharto resmi mengundurkan diri setelah tiga dekade berkuasa, mengakhiri satu bab besar dalam sejarah politik Indonesia.

    Soeharto wafat pada 27 Januari 2008, meninggalkan warisan yang terus diperdebatkan hingga kini. Bagi sebagian warga, ia adalah pembangun ekonomi dan pencipta stabilitas. Namun bagi korban represi politik dan pelanggaran HAM, Soeharto adalah simbol otoritarianisme dan korupsi sistemik.

    Warisan Orde Baru masih terasa dalam birokrasi, politik, dan budaya ekonomi Indonesia modern.  Banyak struktur kekuasaan, praktik patronase, dan cara pandang terhadap stabilitas nasional yang terbentuk pada masa pemerintahannya, masih memengaruhi cara negara ini dijalankan.

    Kini, dua puluh tujuh tahun setelah lengser, nama Soeharto kembali muncul di ruang publik bukan hanya sebagai tokoh sejarah, tapi juga sebagai pengingat betapa panjang bayangan Orde Baru membentuk Indonesia hari ini.

    Jakarta: Setelah tiga kali diusulkan, Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto akhirnya resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada Senin, 10 November 2025. 
     
    Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dalam upacara di Istana Negara. Soeharto menjadi satu dari sepuluh tokoh yang mendapat penghargaan tersebut tahun ini.
     

    Lebih dari dua dekade setelah lengser, nama Soeharto tetap menjadi salah satu yang paling kontroversial dalam sejarah Indonesia. 
     
    Ia dikenal sebagai pemimpin terlama dalam sejarah republik, memegang tampuk kekuasaan selama 31 tahun (1967–1998) sebuah periode yang membentuk wajah politik, ekonomi, dan sosial Indonesia hingga kini.
    Lahirnya Orde Baru: Dari Krisis ke Kekuasaan
    Kisah kebangkitan Soeharto bermula dari gejolak 1965, ketika peristiwa G30S mengguncang Indonesia dan menggiring negeri ini ke jurang perpecahan. Saat negara terbelah antara pendukung dan penentang PKI, Mayor Jenderal Soeharto, kala itu Panglima Kostrad, bergerak cepat mengambil alih kendali keamanan.

    Dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), Soeharto mendapat mandat dari Presiden Soekarno untuk memulihkan stabilitas nasional. Namun surat tersebut menjadi pintu masuk konsolidasi kekuasaan. Dalam waktu singkat, Soeharto membubarkan Partai Komunis Indonesia, menangkap tokoh-tokoh pro-Soekarno, dan membangun struktur politik baru yang disebut Orde Baru.
     
    Tahun 1967, MPRS secara resmi mencabut kekuasaan Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden, yang kemudian disahkan penuh setahun kemudian.
    Fokus utamanya sederhana: menyelamatkan ekonomi nasional yang kala itu terpuruk oleh inflasi hingga 600%. 
     
    Soeharto menunjuk kelompok ekonom muda lulusan Universitas California, yang kemudian dikenal sebagai Mafia Berkeley, untuk merumuskan kebijakan baru. Investasi asing dibuka, hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat dipulihkan, dan kebijakan fiskal mulai diperketat.
     
    Di saat yang sama, Soeharto membangun kekuatan politik melalui Golongan Karya (Golkar). Dukungan militer, birokrasi, dan aparatur negara memastikan kemenangan Golkar dalam Pemilu 1971, sekaligus mengokohkan posisi Soeharto sebagai figur sentral negara.

    Dekade Kejayaan: Pembangunan dan Pengendalian
    Tahun 1970-an hingga pertengahan 1980-an menjadi masa keemasan Orde Baru. Lonjakan harga minyak dunia membuat kas negara berlimpah. Soeharto meluncurkan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) untuk mengejar swasembada pangan dan pembangunan infrastruktur besar-besaran.
     
    Pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat mencapai rata-rata 7% per tahun, inflasi menurun tajam, dan kemiskinan berhasil ditekan. Tahun 1984, Indonesia bahkan diakui FAO sebagai negara swasembada beras, pencapaian besar yang menegaskan citra Soeharto sebagai “Bapak Pembangunan.”
     
    Namun, di balik kemajuan ekonomi itu, kekuasaan politik semakin tersentralisasi.  Seluruh organisasi masyarakat diwajibkan mengadopsi asas tunggal Pancasila, media dibatasi, dan kritik terhadap pemerintah seringkali dianggap ancaman negara.
     
    Demonstrasi mahasiswa seperti Peristiwa Malari 1974 menjadi simbol perlawanan terhadap korupsi dan dominasi modal asing, namun berakhir dengan penangkapan dan pembredelan media.
     
    Pada periode ini pula keluarga Cendana sebutan untuk lingkaran inti keluarga Soeharto mulai membangun kerajaan bisnis di berbagai sektor strategis: dari kehutanan, tambang, hingga telekomunikasi.
    Menjelang Runtuhnya Rezim: Krisis dan Reformasi
    Memasuki akhir 1980-an, harga minyak anjlok. Soeharto merespons dengan mendorong industrialisasi dan membuka sektor keuangan. Namun liberalisasi ini justru memperlebar jurang ketimpangan dan memperkuat jaringan bisnis kroni.
     
    Di era 1990-an, Soeharto semakin bergantung pada keluarga dan para konglomerat dekatnya. Anak-anaknya menguasai berbagai sektor ekonomi, sementara partai oposisi dan media tetap dikontrol ketat.
     
    MPR secara rutin memilihnya kembali sebagai presiden tanpa pesaing berarti. Semua berubah ketika krisis moneter Asia 1997 menghantam Indonesia. Nilai tukar rupiah jatuh bebas  dari Rp 2.400 menjadi Rp 17.000 per dolar AS  dan inflasi menembus dua digit. Gelombang PHK massal dan kemiskinan membuat kepercayaan publik runtuh.
     
    Desakan reformasi datang dari segala arah: mahasiswa, tokoh masyarakat, dan bahkan sebagian elite militer.  Tragedi Trisakti (12 Mei 1998) yang menewaskan empat mahasiswa mempercepat kejatuhan rezim.
     
    Akhirnya, pada 21 Mei 1998, Soeharto resmi mengundurkan diri setelah tiga dekade berkuasa, mengakhiri satu bab besar dalam sejarah politik Indonesia.
     
    Soeharto wafat pada 27 Januari 2008, meninggalkan warisan yang terus diperdebatkan hingga kini. Bagi sebagian warga, ia adalah pembangun ekonomi dan pencipta stabilitas. Namun bagi korban represi politik dan pelanggaran HAM, Soeharto adalah simbol otoritarianisme dan korupsi sistemik.
     
    Warisan Orde Baru masih terasa dalam birokrasi, politik, dan budaya ekonomi Indonesia modern.  Banyak struktur kekuasaan, praktik patronase, dan cara pandang terhadap stabilitas nasional yang terbentuk pada masa pemerintahannya, masih memengaruhi cara negara ini dijalankan.
     
    Kini, dua puluh tujuh tahun setelah lengser, nama Soeharto kembali muncul di ruang publik bukan hanya sebagai tokoh sejarah, tapi juga sebagai pengingat betapa panjang bayangan Orde Baru membentuk Indonesia hari ini.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (SAW)

  • Mensos sebut B.J. Habibie telah diusulkan jadi Pahlawan Nasional

    Mensos sebut B.J. Habibie telah diusulkan jadi Pahlawan Nasional

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan nama Presiden Ke-3 Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie telah diusulkan untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional.

    Ia menyampaikan usulan tersebut telah disampaikan sejumlah masyarakat dan pemberian gelar pahlawan untuk B.J. Habibie akan ditindaklanjuti pemerintah.

    “Itu sudah mulai ada usulan. Pelan-pelan dari masyarakat sudah diusulkan, nanti insyaallah akan diproseslah,” kata Gus Ipul, sapaan akrabnya, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

    Mensos juga mengungkap bahwa usulan ini telah menjadi pembicaraan. Namun demikian, ia belum bisa memastikan kapan pemberian gelar untuk B.J. Habibie akan dilaksanakan.

    “Nanti saya lihat ya. Tapi sudah mulai ada usulan, tadi juga ada pembicaraan-pembicaraan,” ucapnya.

    Pada kesempatan sama, Gus Ipul menjelaskan keluarga dari 10 tokoh Pahlawan Nasional akan mendapatkan dukungan keuangan sebesar Rp57 juta per tahun.

    Namun, ia menekankan bentuk dukungan ini jangan dilihat berdasarkan nilainya.

    Menurutnya, dukungan yang diberikan pemerintah merupakan salah satu bentuk dari menghormati dan menghargai jasa dari 10 pahlawan nasional yang baru saja mendapatkan gelar.

    “Kalau dilihat nilainya tidak terlalu banyak. Tapi, ini bagian untuk menghormati, menghargai sehingga keluarga bisa terus membangun semangat dari para pahlawan. Kita beri dukungan Rp57 juta per tahun,” imbuh Mensos.

    Presiden Prabowo menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh yang dinilai berjasa besar bagi bangsa dan negara.

    Penganugerahan Pahlawan Nasional ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan negara atas kontribusi para tokoh dalam bidang kepemimpinan, demokrasi, HAM, dan keberpihakan kepada rakyat.

    Sepuluh tokoh yang mendapat gelar Pahlawan Nasional, yakni:

    1. K.H. Abdurrahman Wahid (Bidang Perjuangan Politik dan Pendidikan Islam)

    2. Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto (Bidang Perjuangan Bersenjata dan Politik)

    3. Marsinah (Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan)

    4. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Bidang Perjuangan Hukum dan Politik)

    5. Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)

    6. ⁠Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Bidang Perjuangan Bersenjata)

    7. Sultan Muhammad Salahuddin (Bidang Perjuangan Pendidikan dan Diplomasi)

    8. Syaikhona Muhammad Kholil (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)

    9. Tuan Rondahaim Saragih (Bidang Perjuangan Bersenjata)

    10. Zainal Abidin Syah (Bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi).

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia/Andi Firdaus
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemenkum Bengkulu tegaskan poin penting lanjutkan perjuangan pahlawan

    Kemenkum Bengkulu tegaskan poin penting lanjutkan perjuangan pahlawan

    “Pertama, kesabaran para pahlawan, mereka sabar menempuh ilmu, sabar menyusun strategi, sabar menunggu momentum, dan sabar membangun kebersamaan di tengah segala keterbatasan,”

    Bengkulu (ANTARA) – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bengkulu menegaskan tiga poin penting yang harus diterapkan dalam melakukan perjuangan pahlawan bangsa.

    “Pertama, kesabaran para pahlawan, mereka sabar menempuh ilmu, sabar menyusun strategi, sabar menunggu momentum, dan sabar membangun kebersamaan di tengah segala keterbatasan,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bengkulu Zulhairi, di Bengkulu, Senin.

    Dari kesabaran itulah lanjut dia lahir kemenangan, karena para pahlawan sangat memahami kemerdekaan tidak diraih dengan tergesa-gesa, tetapi ditempa oleh waktu dan keikhlasan.

    “Kedua, semangat untuk mengutamakan kepentingan bangsa di atas segalanya. Setelah kemerdekaan diraih, para pahlawan tidak berebut jabatan, tidak menuntut balasan, tidak mengincar apa yang ditinggalkan penjajah,” kata dia lagi.

    Para pahlawan menurut Zulhairi justru kembali ke rakyat, mengajar, membangun, menanam, dan melanjutkan pengabdian. Di situlah kata dia letak kehormatan sejati, bukan pada posisi yang dimiliki, tetapi pada manfaat yang ditinggalkan.

    “Ketiga, pandangan jauh ke depan. Para pahlawan berjuang untuk generasi yang akan datang, untuk kemakmuran bangsa yang mereka cintai. Dan menjadikan perjuangan ini sebagai bagian dari ibadah, darah dan air mata mereka adalah doa yang tak pernah padam, menyerah berarti meninggalkan amanah kemanusiaan,” ucapnya.

    Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bengkulu melaksanakan Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2025 mengusung tema “Pahlawanku Teladanku Terus Bergerak Melanjutkan Perjuangan”, Senin (10/11/2025).

    Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bengkulu Zulhairi bertindak sebagai inspektur upacara dan kegiatan ini diikuti oleh seluruh ASN di lingkungan Kementerian Hukum, Kementerian HAM Sumsel Wilayah Kerja Bengkulu dan Kanwil Ditjen Imigrasi Bengkulu.

    Tema Hari Pahlawan tahun ini, kata dia mengingatkan semua agar tidak berhenti berjuang dan terus bergerak dalam memberikan kontribusi terbaik bagi kemajuan bangsa, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab sebagai ASN.

    Kemenkum Bengkulu menyebutkan seluruh peserta mengikuti rangkaian kegiatan dengan tertib dan penuh rasa hormat, mencerminkan nilai kedisiplinan dan tanggung jawab yang menjadi teladan dari para pahlawan bangsa.

    Zulhairi juga mengajak seluruh jajaran untuk meneladani semangat pantang menyerah dan gotong royong yang diwariskan para pahlawan.

    “Mari kita lanjutkan perjuangan mereka dengan bekerja penuh integritas, profesional, dan berorientasi pada pelayanan publik,” ujarnya.

    Pewarta: Boyke Ledy Watra
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.