Kasus: HAM

  • Aset Mau Disita, Yusril Protes ke Prancis Soal Kasus Navayo

    Aset Mau Disita, Yusril Protes ke Prancis Soal Kasus Navayo

    Bisnis.com, JAKARTA–Pemerintah Indonesia protes kepada Pemerintah  Prancis soal penyitaan aset milik negara Indonesia di Paris terkait kasus dengan Navayo.

    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengatakan alasan pihaknya protes terkait kasus tersebut, lantaran pihak  Pengadilan Prancis tidak pernah memanggil pihak Indonesia namun langsung menyita aset diplomatik.

    “Kami sangat memerhatikan keputusan ini, karena pengadilan Prancis menetapkan penyitaan terhadap aset-aset diplomatik tanpa memanggil Pemerintah Indonesia sebagai pihak dalam persidangan,” tutur Yusril di Jakarta, Kamis (26/3/2025).

    Menurut Yusril, hal itu bertentangan dengan asas-asas praktik pengadilan internasional, di mana semua pihak yang terlibat dalam suatu perkara seharusnya turut diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan sebelum putusan dijatuhkan. 

    “Kelalaian terhadap prinsip ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kredibilitas pengadilan Prancis dalam menangani permohonan yang diajukan oleh Navayo Internasional,” katanya.

    Yusril juga menegaskan bahwa aset-aset yang disita merupakan objek diplomatik yang seharusnya dilindungi oleh Konvensi Wina. 

    “Aset diplomatik suatu negara di luar negeri tidak boleh disita oleh pihak swasta. Jika penyitaan ini tetap dikabulkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi hubungan diplomatik internasional,” ujarnya.

  • Kepala BNPT sebut dialog kebangsaan sarana krusial perkuat persatuan

    Kepala BNPT sebut dialog kebangsaan sarana krusial perkuat persatuan

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Eddy Hartono menyebutkan bahwa program dialog kebangsaan menjadi sarana krusial untuk memperkuat persatuan dan kebangsaan.

    Sebab, kata dia, paham radikal terorisme masih menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan perdamaian di bumi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    “Karena itu, masyarakat harus terus diberikan edukasi dan literasi terhadap bahaya paham kekerasan tersebut,” kata Eddy dalam acara Dialog Kebangsaan dalam Rangka Memperkuat Persaudaraan untuk Menjaga Bangsa di Pekanbaru, Riau, Rabu (26/3), seperti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

    Maka dari itu, BNPT dan Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terus memperkuat kolaborasi untuk memperkuat ketahanan masyarakat dengan edukasi dan literasi bahaya radikal terorisme masyarakat Riau melalui kegiatan Dialog Kebangsaan.

    Adapun Komisi XIII DPR RI menangani beberapa isu krusial seperti Hak Asasi Manusia (HAM), keimigrasian, pemasyarakatan, dan penanggulangan terorisme.

    Eddy menuturkan bahwa sejatinya bangsa Indonesia memiliki sejarah panjang terhadap ancaman terorisme di tiga era, mulai dari masa orde lama, orde baru, dan reformasi.

    Pada masa orde lama, ia menjelaskan Indonesia diuji dengan pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), sedangkan pada masa orde baru muncul kelompok residu dari DI/TII yang bermetamorfosis atau membentuk generasi baru dan pencegahannya lebih kepada pendekatan intelijen bernama Bakorstanasda (Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional tingkat Daerah).

    Setelah itu pada era reformasi tahun 1999 ke atas, menurutnya, mulai terjadi lagi pengeboman di berbagai daerah, seperti bom malam Natal, Bom Bali I, Bom Bali II, dan sebagainya.

    “Saat itu pemerintah seperti kaget, sehingga muncul Desk Terorisme di bawah Menko Polkam. Hingga akhirnya dilakukan operasi penegakan hukum hingga saat ini,” tuturnya menjelaskan.

    Ia menyampaikan bahwa BNPT juga mempunyai program Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme (RAN-PE) berbasis kekerasan yang mengarah kepada terorisme.

    BNPT turut melaksanakan Astacita Presiden RI Prabowo Subianto dan prioritas RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional).

    Untuk itu, dirinya mengimbau masyarakat agar selalu meningkatkan kewaspadaan dari potensi ancaman penyebaran paham radikal terorisme, di mana radikalisme itu tumbuh dari intoleransi.

    “Maka dari itu kami berpesan agar budaya toleransi beragama antar-suku bangsa itu harus terus dipelihara. Ini penting agar tidak terjadi intoleransi yang dapat berujung pada tindakan terorisme,” ujar Eddy.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya mengatakan bahwa penting bagi seluruh masyarakat untuk berdiskusi tentang persatuan pada bulan Ramadan kali ini agar masyarakat tidak lupa bagaimana Indonesia hadir sebagai sebuah bangsa.

    “Sangat relevan untuk mengingat bagaimana Indonesia terbentuk sebagai sebuah bangsa dengan kontribusi besar dari bangsa Melayu, karena masyarakat Indonesia memiliki dua konsep penting, yakni persaudaraan dan kebangsaan,” ucap Willy.

    Dalam memerangi terorisme dan memperkuat persaudaraan, dirinya berpendapat tidak cukup jika hanya dengan seminar atau pembelajaran kognitif, tetapi harus melalui dialog dan kerja bersama.

    Dengan demikian, dia berharap dialog tersebut bida memberikan manfaat dalam memperkuat persatuan dan kebangsaan.

    Dialog Kebangsaan dalam Rangka Memperkuat Persaudaraan untuk Menjaga Bangsa tersebut dihadiri sebanyak 240 peserta yang terdiri atas unsur tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, partai politik, dan mahasiswa.

    Dialog Kebangsaan merupakan wadah atau forum diskusi yang digagas BNPT dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, kesadaran, dan semangat kebangsaan, serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, yang biasanya melibatkan berbagai pihak untuk membahas isu-isu penting terkait bangsa dan negara.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • DPR Setuju dengan Usulan Menteri HAM Natalius Pigai Soal Penghapusan SKCK

    DPR Setuju dengan Usulan Menteri HAM Natalius Pigai Soal Penghapusan SKCK

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman mengaku setuju dengan usulan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) agar surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dihapus.

    Dia bahkan mempertanyakan apa manfaat dari adanya pembuatan SKCK, karena sebenarnya juga ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

    “Kalau saya pribadi, saya Ketua Komisi III, tentu pendapat pribadi saya ngaruh banget kan ya. Menurut saya sih sepakat, tidak usah ada SKCK,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025).

    Dia melanjutkan, usulan penghapusan SKCK ini harus berlaku bagi semua pihak, tidak hanya terkhusus untuk para mantan narapidana saja.

    “Untuk semua, kan tinggal berlaku saja ini. Kalau ketentuan apa namanya orang nggak pernah dipidana dalam pemilu segala macam, kan orang sudah tau semua yang pernah dipidana,” tutur Habiburokhman.

    Legislator Gerindra ini pun menilai sebenarnya SKCK bisa menyulitkan bagi sebagian masyarakat, terlebih perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan itu.

    “Saya mau cari kerja misalnya, perlu SKCK, itu benar-benar satu, ongkos ke kepolisiannya, ngantrinya. Apakah ada biaya? Ya, seterusnya ada ya. Tapi tidak tau ya, dicek ya kan. Resmi nggak resmi? Gimana?” singgungnya. 

    Lebih lanjut, dia juga menilai bahwa meski seseorang telah memiliki SKCK, belum tentu juga orang tersebut sebenarnya bersih dari masalah.

    “Tidak ada jaminan orang punya SKCK tidak bermasalah. Kalau orang pernah dihukum, kan akan tau, tinggal dicek di pengadilan. Kalau saya sih sepakat dengan Mr. Pigai,” ungkapnya.

    Sebelumnya, Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) berkirim surat kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yang berisi usulan agar surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dihapus karena dinilai berpotensi menghalangi hak asasi warga negara. 

    Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM Nicholay Aprilindo saat diskusi di kantornya, Kuningan, Jakarta, mengatakan surat tersebut ditandatangani oleh Menteri HAM Natalius Pigai dan telah dikirim ke Mabes Polri pada Jumat ini. 

    “Alhamdulillah tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis,” kata Nicholay dilansir dari Antara, Senin (24/3/2025). 

    Menurut Nicholay, sekalipun mantan narapidana mendapatkan SKCK, terdapat keterangan yang menyatakan bahwa mereka pernah dipidana. Oleh sebab itu, sukar perusahaan atau tempat pekerjaan lain mau menerima mantan narapidana. 

    “Beberapa narapidana ini juga mengeluhkan betapa dengan dibebankannya SKCK itu, masa depan mereka sudah tertutup. Bahkan, mereka berpikiran bahwa mereka mendapatkan hukuman seumur hidup karena tidak bisa untuk hidup yang baik, layak, maupun normal karena terbebani oleh stigma sebagai narapidana,” ujarnya.

  • Gabung OECD, Status Indonesia Meningkat Jadi Negara Maju

    Gabung OECD, Status Indonesia Meningkat Jadi Negara Maju

    Paris, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bergabungnya Indonesia dengan organisasi kerja sama ekonomi dan pembangunan (OECD) merupakan langkah strategis dalam meningkatkan status negara dari berkembang menjadi maju. 

    Keanggotaan ini akan membuka peluang lebih luas dalam kerja sama ekonomi, investasi, dan pembangunan dengan 38 negara anggota OECD, serta memperkuat tata kelola pemerintahan dan transparansi di Indonesia.

    “Bergabung dengan OECD bukan hanya meningkatkan status Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju, tetapi juga membuka peluang lebih luas untuk kerja sama ekonomi dan pembangunan dengan negara-negara anggota,” ujar Yusril dalam keterangan resminya kepada media, Kamis (27/3/2025). 

    Yusril mengikuti langsung sidang OECD di Paris, Prancis pada Rabu (26/3/2025), mewakili Presiden Prabowo Subianto.

    Yusril menyebutkan Indonesia diperkirakan akan resmi menjadi anggota OECD dalam tiga tahun mendatang, dan menjadi negara ketiga di Asia yang bergabung setelah Jepang dan Korea Selatan. 

    Sebelum keanggotaan ini diresmikan, Menko Yusril mengungkapkan, Indonesia perlu menandatangani Konvensi OECD mengenai penyuapan dan berbagai instrumen hukum lainnya yang menjadi standar bagi negara-negara maju. 

    Reformasi regulasi di bidang antikorupsi, penyuapan, serta tata kelola pemerintahan yang bersih juga menjadi syarat utama yang harus dipenuhi.

    Pada sidang OECD di Paris, Menko Yusril menyampaikan pidato yang mewakili Presiden Prabowo Subianto. Dalam kesempatan tersebut, Yusril berbicara bersama Presiden Guatemala Bernardo Arevalo, mengenai sejarah perjuangan Indonesia dalam memberantas korupsi sejak tahun 1958, serta perkembangannya setelah meratifikasi United Nations Convention on Transnational Organized Crime dan United Nations Convention Against Corruption pada tahun 2006.

    “Kami menyadari bahwa indeks persepsi korupsi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir belum mengalami perubahan signifikan. Ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan,” ujar Yusril.

    Selain harus menandatangani konvensi mengenai penyuapan serta berbagai instrumen hukum lainnya sebelum bergabung dengan OECD, Yusril menambahkan, Pemerintah Indonesia juga berkewajiban melakukan reformasi dalam sistem hukum dan birokrasi guna memperbaiki regulasi terkait korupsi, penyuapan, dan tata kelola pemerintahan yang bersih.

    “OECD tidak hanya akan menilai aturan-aturan normatif, tetapi juga bagaimana aturan tersebut diterapkan dalam praktik. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk melakukan reformasi menyeluruh dalam tiga tahun ke depan,” jelas Yusril.

    Dengan bergabungnya Indonesia dalam OECD, Menko Yusril berharap dapat semakin memperkuat perekonomian, meningkatkan transparansi tata kelola pemerintahan, serta mempercepat pembangunan menuju visi Indonesia Emas 2045 sebagai negara maju yang bersih dari korupsi.

  • ICJR Kecam Rencana Penempatan Sniper untuk Pengamanan Mudik Lebaran: Berpotensi Langgar HAM

    ICJR Kecam Rencana Penempatan Sniper untuk Pengamanan Mudik Lebaran: Berpotensi Langgar HAM

    Jakarta (beritajatim.com) – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik keras rencana penempatan tim penembak jitu (sniper) dalam pengamanan arus mudik Lebaran yang disampaikan oleh Kapolres Cianjur, Kapolres Purwakarta, dan Kapolres Karanganyar.

    ICJR menilai langkah ini tidak hanya berlebihan, tetapi juga berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) serta membuka peluang terjadinya extrajudicial killing.

    Langkah Tidak Proporsional dan Berbahaya

    Penempatan sniper di titik-titik strategis selama periode mudik menunjukkan pendekatan keamanan yang tidak proporsional. Iqbal Muharam Nurfahmi, Peneliti ICJR, menegaskan bahwa penggunaan kekuatan oleh aparat harus selalu mengacu pada prinsip hak asasi manusia.

    “Penempatan tim penembak jitu dalam pengamanan mudik Lebaran tidak hanya berlebihan, tetapi juga bisa menjadi legitimasi bagi tindakan penembakan di tempat yang berujung pada extrajudicial killing. Ini jelas melanggar prinsip dasar perlindungan hukum bagi tersangka maupun masyarakat secara umum,” ujar Iqbal.

    Pelanggaran terhadap Regulasi Kepolisian

    Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 (Perkap 1/2009) mengatur bahwa penggunaan senjata api adalah opsi terakhir (last resort) dan hanya digunakan untuk melumpuhkan, bukan mematikan.

    Aparat kepolisian wajib memastikan tidak ada alternatif lain yang lebih masuk akal untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan sebelum menggunakan senjata api.

    Selain itu, setiap individu yang diduga melakukan tindak pidana memiliki hak untuk mendapatkan proses hukum yang adil. Jika terjadi penembakan sebelum tersangka menjalani proses pengadilan, maka hak-hak mereka otomatis terampas, dan perkara hukum pun menjadi gugur.

    Tuntutan ICJR: Cabut Rencana dan Tegakkan Prinsip HAM

    Sebagai respons terhadap kebijakan ini, ICJR menuntut:

    Kapolres Cianjur, Kapolres Purwakarta, dan Kapolres Karanganyar untuk mencabut rencana penempatan sniper serta menerapkan pendekatan yang lebih manusiawi dalam menjaga keamanan selama mudik Lebaran.

    Kapolri agar segera mengambil tindakan tegas terhadap kebijakan ini serta menegaskan bahwa segala bentuk extrajudicial killing tidak dapat dibenarkan dalam sistem hukum Indonesia.

    “Keamanan publik tidak bisa dibangun dengan pendekatan represif dan intimidasi. Justru, penghormatan terhadap hak asasi manusia harus menjadi prinsip utama dalam penegakan hukum,” tutup Iqbal Muharam Nurfahmi.

    Seperti diketahui Kepolisian Resor Cianjur, Jawa Barat, menyiagakan penembak runduk atau sniper guna memperketat pengamanan selama arus mudik dan balik Lebaran 2025/1446 Hijriah.

    Kapolres Cianjur, AKBP Rohman Yonky Dilatha, menyatakan tim sniper dari Satuan Brimob Polda Jawa Barat akan ditempatkan di titik-titik rawan kejahatan serta sejumlah obyek vital.

    “Meskipun tidak ada tempat yang benar-benar aman karena semua memiliki potensi kerawanan, berdasarkan perkiraan intelijen, beberapa lokasi perlu diantisipasi karena tingkat aktivitasnya yang tinggi,” ujar Yonky seperti dilansir Kompas.com di Mako Polres Cianjur, Kamis (20/3/2025). (ted)

     

  • Hasto Kristiyanto Siap Hadapi Persidangan Hari Ini, Agenda Dengarkan Tanggapan JPU KPK – Halaman all

    Hasto Kristiyanto Siap Hadapi Persidangan Hari Ini, Agenda Dengarkan Tanggapan JPU KPK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto akan menjalani persidangan lanjutan terkait kasus Harun Masiku di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada Kamis (27/3/2025) hari ini.

    Adapun, agenda persidangan yakni mendengarkan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas eksepsi Hasto Kristiyanto.

    Kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail mengatakan, pihaknya siap menghadapi persidangan.

    Dimana, Hasto maupun tim hukum akan menjadi pendengar yang baik dalam pembacaan tanggapan JPU KPK. 

    Terutama, tekait teknis pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap Hasto.

    “Ya kami itu kan jadi pendengar yang baik saja, kami harus mendengar apa yang akan disampaikan oleh pihak KPK,” kata Maqdir di kawasan Menteng, Jakarta, pada Rabu (26/3/2025).

    “Terutama terkait dengan hal-hal teknis mengenai proses pemeriksaan ketika penyelidikan yang mereka lakukan. Itu salah satu di antaranya yang harus kami dengar besok,” tambah dia.

    Maqdir menambahkan, pihaknya juga berharap majelis hakim dapat melihat secara jernih perkara yang menimpa Hasto ini.

    Apalagi, kata Maqdir, pihaknya telah menyampaikan bahwa perkara yang menimpa Hasto dilakukan dengan cara yang tidak benar.

    “Ini yang harus kami perbaharui, itu yang harus kami hentikan. Kami gak mau proses hukum itu dilakukan dengan cara-cara yang, ya kalau istilah kami mungkin ya ugalan-ugalan sih tidak ya, tetapi ini dengan cara-cara yang tidak patuh, itu yang kita saksikan,” tegas Maqdir.

    Sementara, Maqdir menyampaikan bahwa Hasto Kristiyanto kini dalam kondisi sehat.

    Bahkan, lanjut dia, Hasto dalam kondisi siap menghadapi situasi apapun.

    “Ya (Hasto) kondisinya baik dan dia apapun yang akan terjadi akan kita hadapi,” kata Maqdir.

    SIDANG PRAPERADILAN HASTO – Kuasa Hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail menyebut putusan hakim tidak menerima permohonan kliennya merupakan pelecehan baru, PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025) Ia juga mempertanyakan putusan hakim melarang menguji dua penetapan tersangka dalam satu permohonan. (Tribunnews/Rahmat Nugraha). (Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha)

    Sebelumnya, Hasto Kristiyanto, menyatakan terdapat operasi 5 M yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat mengusut kasus suap dan perintangan pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku yang saat ini menjeratnya. 

    Adapun hal ini Hasto ungkapkan saat membacakan nota keberatan atau eksepsi pribadinya atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) KPK terkait kasus tersebut di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025). 

    Hasto menuturkan bahwa operasi 5M yang dilakukan KPK dianggapnya sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip hukum. 

    “Proses penyidikan yang dilakukan KPK terhadap saya dan saksi-saksi jelas melanggar HAM. Penyidik KPK melakukan operasi 5M, menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan memeriksa tanpa surat panggilan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip hukum yang adil,” ucap Hasto di ruang sidang.

    Terkait hal ini mulanya Hasto menceritakan bahwa dirinya pada 10 Juni 2024 diperiksa penyidik KPK bernama Rossa Purbo Bekti untuk mengusut kasus yang melibatkan buronan Harun Masiku. 

    Namun saat pemeriksaan itu, Hasto mengaku justru hanya didiamkan di ruang pemeriksaan selama tiga jam. 

    Usut punya usut Hasto pun menilai bahwa pemeriksaan terhadapnya hanya sebagai kedok dari KPK yang pada dasarnya untuk merampas barang pribadi milik Kusnadi Staf pribadinya.

    “Ternyata pemeriksaan saya hanya sebagai kedok, tujuannya sebenarnya adalah untuk merampas paksa barang-barang saudara Kusnadi yang dilakukan secara melawan hukum,” ujar Hasto. 

    SIDANG DAKWAAN – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (14/3/2025). Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Hasto Kristiyanto dalam kasus suap dan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku pada rentang waktu 2019-2024. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

    Hasto juga menerangkan, saat itu Kusnadi didatangi oleh penyidik KPK yang menyamar dan dianggapnya melakukan intimidasi. 

    Kemudian saat itu penyidik menyita barang pribadi milik Kusnadi dan beberapa barang milik DPP PDIP. 

    “Penyidik KPK menyamar, membohongi, dan mengintimidasi Kusnadi. Barang-barang milik Kusnadi dan DPP Partai, termasuk telepon genggam dan buku catatan rapat partai, dirampas tanpa surat panggilan yang sah,” kata Hasto. 

    Hasto menuturkan bahwa tindakan KPK tersebut melanggar prinsip penghormatan terhadap HAM yang diatur dalam UU KPK No.19 Tahun 2019. 

    “KPK di dalam menjalankan tugasnya harus berasaskan pada penghormatan terhadap HAM. Namun, dalam praktiknya, KPK justru melakukan pelanggaran HAM yang serius,” ujarnya. 

    Akibat adanya operasi 5M itu, Hasto menyoroti dampak psikologis yang dialami Kusnadi usai mengalami hal tersebut.

    Pasalnya dalam operasi itu, Kusnadi kata Hasto diperiksa selama tiga jam dan tanpa adanya surat pemanggilan sebagai saksi sebelumnya. 

    “Kusnadi diintimidasi dan diperiksa selama hampir tiga jam tanpa surat panggilan. Barang-barang yang dirampas kemudian dijadikan sebagai bukti dalam surat dakwaan. Ini adalah bukti yang diperoleh secara melawan hukum,” ujarnya. 

    Tak hanya itu, dalam eksepsinya, Hasto mengatakan operasi 5M tersebut tidak hanya merugikan Kusnadi. 

    Ia menilai operasi tersebut dianggapnya juga merusak integritas proses hukum. 

    “Bukti yang diperoleh melalui cara-cara melawan hukum tidak sah dan seharusnya tidak dapat digunakan dalam persidangan,” kata Hasto. 

    Alhasil Hasto pun meminta majelis hakim untuk menolak bukti-bukti yang disodorokan JPU KPK yang diperoleh melalui operasi tersebut 

    “Saya memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak bukti-bukti yang diperoleh secara melawan hukum. Proses hukum harus dilakukan dengan cara yang adil dan menghormati HAM,” pungkasnya. 

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025). 

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto. 

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. 

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. 

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa. 

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia. 

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara. 

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara. 

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA). 

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI. 

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa. 

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas. 

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU. 

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku. 

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya. 

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019. 

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut. 

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta. 

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Organisasi Advokat Desak KPK Hentikan Dugaan Kriminalisasi Terhadap Febri Diansyah Usai Jadi Pengacara Hasto 

    Organisasi Advokat Desak KPK Hentikan Dugaan Kriminalisasi Terhadap Febri Diansyah Usai Jadi Pengacara Hasto 

    PIKIRAN RAKYAT – Delapan organisasi advokat dan masyarakat sipil bergabung dalam Forum Peduli Advokat Indonesia. Mereka kompak menolak dugaan intimidasi dan kriminalisasi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Febri Diansyah yang saat ini menjadi tim kuasa hukum Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. 

    Perlu diketahui, Febri Diansyah yang pernah menjadi juru bicara KPK kini mendampingi Hasto untuk menghadapi KPK dalam persidangan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku. Persidangan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. 

    “Kami dari Forum Peduli Advokat Indonesia yang saat ini terdiri dari 15 perwakilan Organisasi Advokat dan Masyarakat Sipil di bidang HAM dan Hukum, dengan ini menyatakan sikap tegas menolak segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap Advokat yang sedang menjalankan tugas memberikan pendampingan hukum,” kata Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Erman Umar saat membacakan pernyataan sikap di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Maret 2025.

    Tindakan KPK yang Dianggap Mengkriminalisasi Febri

    Erman menduga KPK melakukan eskalasi tekanan setelah Febri Diansyah mendampingi Hasto Kristiyanto. Forum Peduli Advokat Indonesia mencatat ada beberapa tindakan lembaga antirasuah yang dianggap bermasalah, seperti penggeledahan kantor hukum Visi Law Office pada 19 Maret 2025. Sebagai informasi, Visi Law didirikan oleh Febri Diansyah dan eks peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz. 

    Tindakan selanjutnya adalah pemanggilan adik kandung Febri Diansyah, Fathroni Diansyah sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Padahal, kata Erman, status Fathroni di Visi Law hanya magang. 

    Kemudian, pemanggilan Febri sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah yang bertepatan dengan jadwal sidang Hasto Kristiyanto pada Kamis, 27 Maret 2025. Atas serangkaian tindakan itu, Forum Peduli Advokat Indonesia meminta pimpinan KPK menertibkan para penyidik agar tidak mengkriminalisasi yang sedang mendampingi klien termasuk Febri Diansyah. 

    “Mendesak Pimpinan KPK untuk memperingatkan bahkan menertibkan anak buahnya yang bekerja sebagai penyidik, agar tidak mengkriminalisasi advokat yang sedang memberikan pendampingan hukum bagi kliennya,” ujarnya. 

    Erman menegaskan, tindakan tersebut berpotensi mengganggu independensi profesi advokat yang dijamin di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18/2003 tentang Advokat. Menurutnya, perundangan itu juga mengatur hak imunitas advokat. 

    “Tak hanya itu, KPK juga harus ingat bahwa kerja advokat membantu penegak hukum dalam mendampingi hak-hak tersangka maupun terdakwa,” ucap Erman. 

    Lebih lanjut, Erman menyinggung soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tengah berjalan di DPR RI. Ia meminta DPR RI mempertimbangkan penguatan hukum posisi dan perlindungan hukum bagi Advokat dalam menjalankan tugasnya.

    “Agar Advokat tidak mudah diintimidasi dan dikriminalisasi dalam menjalankan tugas profesinya,” tuturnya.

    Alasan Febri Diansyah Jadi Pengacara Hasto 

    Febri Diansyah termasuk dalam 17 pengacara yang mendampingi Hasto untuk menghadapi KPK dalam sidang kasus dugaan suap PAW anggota DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku. Febri menjelaskan alasannya mengambil keputusan menjadi pengacara Hasto. 

    “Saya jadi advokat itu sejak sebelum masuk ke KPK 2012-2013, saya sudah disumpah sebagai advokat dan itulah profesi yang saya jalankan saat ini,” kata Febri di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Maret 2025. 

    Awalnya, Febri menceritakan setelah meninggalkan KPK pada Oktober 2020, ia sepenuhnya kembali ke profesi advokat. Sebelum memutuskan menjadi pengacara Hasto, ia sudah mempelajari putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atas terdakwa mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Saeful Bahri, dan Agustiani Tio Fridelina. 

    Menurut Febri, di dalam putusan tiga terdakwa tersebut menunjukkan tidak ada bukti yang mengarah pada keterlibatan Hasto. Ia menekankan bahwa uang suap yang diterima Wahyu Setiawan bersumber di kantong Harun Masiku, bukan dari Hasto. Fakta hukum ini yang menjadi alasan Febri memberikan pendampingan hukum kepada Hasto. 

    “Jadi bisa dibayangkan kalau tiba-tiba pekara ada tersangka baru dan nanti ada perubahan lagi misalnya di proses persidangan. Lalu bagaimana dengan fakta sidang yang sudah ada sebelumnya,” ujar Febri. 

    “Setelah kami pelajari itulah, kemudian kami cukup yakin bahwa kasus ini seharusnya diuji secara rinci dan secara detail dalam proses persidangan nanti,” ucapnya melanjutkan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Hercules Singgung Jenderal Ompong yang Ingin Tumpas Ormas: Mau Gigit Pakai Apa?

    Hercules Singgung Jenderal Ompong yang Ingin Tumpas Ormas: Mau Gigit Pakai Apa?

    GELORA.CO – Ketua Umum GRIB Jaya, Hercules tampak meradang saat merespon pernyataan Mayjen (Purn) TNI Rodon Pedrason yang meminta agar ormas berseragam militer dibubarkan.

    Disitat dari channel YouTube GRIB TV, Ketua Umum Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, Hercules memberikan tanggapan tegas terhadap pernyataan tersebut. 

    Mantan penguasa Tanah Abang itu menyampaikan keberatannya di sela-sela acara Pramilat GRIB Jaya di Hotel Akasia, Kramat Raya, Jakarta Pusat pada Jumat, 21 Maret 2025. 

    Ia menegaskan bahwa ormas di Indonesia terdiri dari warga negara yang sah, termasuk di dalamnya para ulama.

    “Saya menyayangkan itu, dia bilang ormas harus ditumpas. Lah ormas ini warga negara Indonesia semua loh, di sini ada habib kita undang, ada ustaz kita undang. Apalagi saya ini panglima MP3 (Majelis Pengasuh Pondok Pesantren se-Indonesia) saya panglimanya,” kata Hercules.

    Selain itu, ia juga mengaku sebagai panglima lagi Forum Pondok Pesantren atau FPP se-Jawa Barat.

    “Kemarin saya diangkat di Gedung Sate jadi terlibat di sini bukan hanya ormas GRIB aja, di sini ada kiai-kiai besar,” tuturnya. 

    Lebih lanjut Hercules menilai bahwa pernyataan jenderal purnawirawan tersebut tidak pantas, mengingat yang bersangkutan sudah pensiun dan seharusnya tidak lagi membuat pernyataan provokatif. 

    Terlebih lagi Polri dan TNI saja tidak pernah mengeluarkan pernyataan akan menumpas ormas. 

    “Ini dulu masih aktif enggak berani bilang tumpas, sekarang sudah pensiun, udah gigi ompong mau ditumpas. Gigit pakai apa? Kan sudah pensiun, gigi ompong,” katanya.

    Menurut Hercules, sebaiknya pensiunan jenderal itu fokus pada kelompok separatis seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sering menyerang aparat TNI-Polri. 

    “Tumpas itu Pak Jenderal gigi ompong, sudah pensiun tumpaslah OPM, dari pada TNI Polri kita di sana dibunuh. Kalau dibalas bilangnya pelanggaran HAM,” ujar Hercules. 

    “Tolonglah jenderal gigi ompong sudah pensiun, kamu sana kamu tumpas itu (OPM),” sambungnya.  

    Lebih lanjut Hercules mengingatkan, bahwa ormas-ormas seperti GRIB Jaya, Pemuda Pancasila, Laskar Merah Putih, Pemuda Pancamarga, FKPPI dan lainnya memiliki anggota dalam jumlah besar. 

    Ia meminta agar jenderal purnawirawan tersebut segera meminta maaf atas ucapannya yang dinilai merendahkan keberadaan ormas di Indonesia. 

  • Tanpa Disadari, Tahu-tahu Dwifungsi Polri

    Tanpa Disadari, Tahu-tahu Dwifungsi Polri

    GELORA.CO – KETIKA publik berkeras menolak kembalinya “dwifungsi” Tentara Nasional Indonesia, “dwifungsi” Kepolisian Republik Indonesia rupanya sudah berjalan. Masuknya polisi aktif ke jabatan sipil ini bukan hanya rawan konflik kepentingan dan memperlemah profesionalisme Polri, melainkan juga memprovokasi tentara untuk meminta hal serupa.

    Orang-orang baru menyadari banyaknya polisi mengisi jabatan di luar institusi Polri setelah Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memutasi 1.255 perwira pada 12 Maret 2025. Sebanyak 25 perwira ditempatkan di sejumlah kementerian atau lembaga.

    Misalnya, Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal dari Kepala Kepolisian Daerah Riau di Sekretariat Jenderal Dewan Pimpinan Daerah. Ada juga Inspektur Jenderal Pudji Prasetijanto Hadi yang digeser dari Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo ke Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Walhasil, setidaknya kini ada hampir 50 perwira tinggi yang tercatat menduduki jabatan sipil.

    Dalam beberapa tahun terakhir sebenarnya sejumlah perwira sudah merambah ke jabatan sipil. Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum (dulu Kementerian Hukum dan HAM) serta Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, misalnya, sudah menjadi pos langganan polisi.

    Di beberapa kementerian dan lembaga lain, perwira tinggi polisi ditempatkan menjelang mereka pensiun di kepolisian pada usia 58 tahun. Dengan menempati posisi baru di jabatan sipil, selain sempat naik pangkat menjadi bintang tiga, umur pensiun mereka bertambah menjadi 60 tahun.

    Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia sebenarnya melarang polisi aktif menempati jabatan sipil, kecuali mengundurkan diri atau pensiun dini. Tapi aturan ini jebol pada era Presiden Joko Widodo. Penempatan polisi di kementerian lembaga bersandar pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang ditafsirkan secara keliru oleh kepolisian demi kepentingannya sendiri.

    Kita tahu pangkal masalah ini adalah banyaknya perwira tinggi yang menganggur di kepolisian. Penyebabnya, pembinaan karier yang keliru yang menyebabkan penumpukan polisi di tingkat perwira. Selain itu, sistem gerbong yang menarik kawan satu angkatan ataupun berdasarkan kedekatan tertentu naik pangkat bila ada senior yang duduk di pucuk organisasi. Kenaikan pangkat seperti itu mengacaukan pembinaan karier dan menyuburkan budaya “asal bapak senang”.

    Tak punya jabatan, sejumlah perwira kemudian diberi posisi di luar Polri. Ini seperti kita punya masalah di rumah dan diselesaikan dengan mengurangi jumlah penghuni rumah. Tapi sebenarnya masalah pokoknya tak pernah dibereskan. Dalam hal penumpukan perwira polisi, bukan hanya tak menyelesaikan inti masalahnya, melainkan juga menimbulkan masalah di kementerian atau lembaga yang mereka masuki, yakni menghilangkan kesempatan aparatur sipil negara di sana untuk mengembangkan kariernya.

    Yang tidak disadari oleh banyak orang, “dwifungsi” Polri jadi pembenar bagi tentara masuk ke jabatan sipil. Bisik-bisik yang mempertanyakan kenapa tentara dilarang menduduki jabatan di luar institusinya, sementara polisi dibolehkan, kerap berseliweran. Ucapan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak bahwa “ada salah satu institusi masuk ke kementerian, enggak ribut ini orang” ketika merespons penolakan revisi Undang-Undang TNI, menyiratkan bahwa tentara menaruh perhatian pada maraknya polisi yang menduduki jabatan sipil. 

    Polri hendaknya mengerem ambisinya menguasai jabatan-jabatan sipil. Bukan hanya sedang merusak pengembangan karier pejabat sipil, polisi juga sedang memupuk kecemburuan militer. ●

  • Nurdin Halid: Pelabuhan Bajoe Butuh Kapal Tambahan untuk Pemudik

    Nurdin Halid: Pelabuhan Bajoe Butuh Kapal Tambahan untuk Pemudik

    FAJAR.CO.ID, BONE — Arus mudik lebaran idul fitri menjadi atensi bagi Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, HAM Nurdin Halid. Khusus di Kabupaten Bone, Nurdin Halid memantau langsung kondisi layanan jasa penyeberangan pelabuhan Bajoe, Rabu 26 Maret 2025.

    Nurdin Halid melakukan kunjungan ke pelabuhan Bajoe sekitar pukul 16.30 Wita yang didampingi stakeholder termasuk General Manager (GM) ASDP Bajoe Mario Sardadi.

    Kedatangan Nurdin Halid tersebut untuk imemastikan kesiapan mudik lebaran berjalan aman dan lancar di Kabupaten Bone.

    GM ASDP Bajoe Mario Sardadi mengaku pihaknya telah menerima kunjungan legislator asal Golkar tersebut di pelabuhan Bajoe. Kunjungan Nurdin Halid itu melihat langsung kondisi kesiapan layanan jasa di ASDP, dan jasa kapal fery yang memberangkatkan penumpang menuju Kolaka Provinsi Sulsel.

    “Kondisi pelayanan di pelabuhan Bajoe berjalan normal dan tidak ada hal-hal yang menghambat perjalanan bagi pemudik. walaupun situasi arus mudik terjadi lonjakan berarti, tapi membuat arus mudik terganggu,” ujarnya.

    Mario juga menyampaikan bahwa ASDP Bajoe harus memiliki kapal tersendiri untuk layanan operasional pengangkutan penumpang dari Bajoe ke Kolaka.

    Hal itu menjadi perhatian bagi Nurdin Halid untuk segera memperjuangkan di DPR Ri nantinya. Apalagi NH sendiri telah turun langsung mengecek kesiapan kapal serta berbincang dengan para penumpang.

    Sehingga NH berpesan agar pengadaan kapal penumpang melayani rute Bajoe-Kolaka dinilai mendesak.

    “ASDP juga harus ada punya pengadaan kapal tersendiri selain swasta yang punya,” ujarnya