Kasus: HAM

  • Pencabutan Moratorium Bukan Solusi Badai PHK di Indonesia

    Pencabutan Moratorium Bukan Solusi Badai PHK di Indonesia

    JAKARTA – Koordinator Migrant Care, Muhammad Santosa menilai pencabutan moratorium pengiriman pekerja migran indonesia (PMI) ke Arab Saudi membuktikan kegagalan pemerintah dalam membuka lapangan kerja usai hantaman badai PHK di dalam negeri.

    Seperti diketahui, gelombang PHK menghantam Indonesia. Setelah Sritex memecat 12 Ribu karyawannya karena jeratan utang, PT Yamaha Music Indonesia menyusul dengan memberhentikan 1.100 pekerjanya imbas penutupan pabrik. Yamaha Music menutup dua pabrik piano di kawasan Jakarta dan Bekasi. Rencananya, Yamaha bakal pulang kampung atau relokasi ke China.

    Belum selesai, berita PHK kembali menyeruak dari pabrik Sanken yang memecat sedikitnya 400 pekerjanya mulai Juni 2025. Tahun lalu, Sanken yang berlokasi Kawasan Industri MM2100 Cibitung, Bekasi, telah mem-PHK 500 pekerjanya.

    Di tengah hantaman badai PHK itu, pemerintah memutuskan mencabut moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi. Ada 600 Ribu kuota yang disiapkan dengan jaminan keamanan lebih dari kerajaan Arab serta potensi devisa yang masuk mencapai Rp31 triliun.

    Menurut Santosa, keputusan pemerintah mencabut moratorium merupakan jalan pintas akibat kegagalan mencegah badai PHK dan menciptakan lapangan kerja. Pemerintah seperti gelap mata karena tergiur iming-iming jaminan gaji besar dari Arab Saudi.

    “1.500 Riyal Arab Saudi jelas pemerintah tergiur, kenapa? Karena asumsinya itu sekitar Rp6 juta atau Rp6,5 juta. Nah ini kan ketika membuka lapangan pekerjaan (di Indonesia) dengan gaji segini belum ada, UMR Jakarta saja baru menyentuh angka Rp5,5 juta,” ujarnya dalam keterangan, Jumat 28 Maret 2025.

    Dia menjelaskan, pengiriman PMI ke Arab Saudi, bukan sekadar urusan devisa dan juga lapangan kerja saja. Data dari BP2TKI pada 2023, Arab Saudi bukan tujuan utama PMI dibandingkan negara lain. Jumlah PMI terbesar berangkat ke Taiwan sebanyak 39.178 orang, Hongkong 33.639 orang, Malaysia 38.478 orang, Jepang 4.927 orang, dan Korea Selatan 6.999 orang. Sementara itu, Arab Saudi hanya menerima 2.424 PMI.

    Meski jumlah PMI di Arab lebih kecil, negara ini justru mencatat aduan tertinggi dari PMI. Data BP2TKI 2023 menunjukkan pada Juni 2023, terdapat 261 aduan dari PMI di Arab Saudi, lebih tinggi dibandingkan Malaysia (137 aduan), Hongkong (117 aduan), Taiwan (115 aduan), dan Kamboja (26 aduan).

    “Karena itu, pemerintah perlu mendengarkan suara dari organisasi PMI, jangan main asal cabut moratorium kerja sama penempatan pekerja di Arab Saudi. Karena Saudi Arabia ini terkenal sebagai satu negara, di mana terjadi pelanggaran HAM-nya cukup banyak ya terhadap warga negara kita yang bekerja di sana,” ungkap Santosa.

    Dia juga juga mempertanyakan, apakah ada kajian mendalam sebelum mencabut moratorium, mengingat moratorium sudah cukup lama dilakukan. “Sehingga membutuhkan suatu kajian kenapa ini dibuka. Lalu apakah ada evaluasi yang sudah dilakukan sehingga ini menjadi dasar, ada perbaikan perlindungan sebelum moratorium dan pasca pencabutan moratorium itu,” katanya.

  • Penggeledahan Paksa Jurnalis Kompas.com di Aksi Tolak UU TNI, Komnas HAM: Bentuk Kesewenangan Aparat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Maret 2025

    Penggeledahan Paksa Jurnalis Kompas.com di Aksi Tolak UU TNI, Komnas HAM: Bentuk Kesewenangan Aparat Nasional 28 Maret 2025

    Penggeledahan Paksa Jurnalis Kompas.com di Aksi Tolak UU TNI, Komnas HAM: Bentuk Kesewenangan Aparat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Nasional
    Hak Asasi Manusia
    (
    Komnas HAM
    ) menegaskan bahwa penggeledahan paksa barang-barang pribadi milik jurnalis Kompas.com oleh aparat berpakaian sipil adalah perbuatan yang melanggar hukum.
    Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan, penggeledahan yang dilakukan aparat seharusnya memiliki prosedur yang jelas, bukan asal main geledah, terlebih saat jurnalis sedang melakukan kerja-kerja jurnalistik.
    “Penggeledahan yang dilakukan tanpa melalui prosedur yang jelas itu juga tidak bisa dilakukan karena melanggar hukum, apalagi data-data pribadi juga tidak bisa kemudian diperiksa begitu saja tanpa ada mekanisme yang jelas melalui proses hukum yang ada di Indonesia,” kata Anis, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (28/3/2025).
    “Karena itu juga merupakan bentuk kesewenang-wenangan aparat,” ujarnya lagi.
    Atas kejadian itu, Komnas HAM mengecam dan menyesalkan sikap aparat yang brutal dan tidak menghormati kerja-kerja jurnalis.
    Dia menyebut, tindakan tidak profesional aparat tersebut adalah gangguan terhadap
    hak asasi manusia
    (HAM), yang seharusnya dilindungi oleh negara.
    “Kami mendorong dalam merespons aksi-aksi demonstrasi yang terjadi hari-hari ini karena penolakan UU TNI, aparat mesti menunjukkan sikap yang profesional, anti kekerasan, dan tidak melakukan intimidasi terhadap jurnalis dalam melakukan kerja-kerjanya dalam meliput aksi demonstrasi yang terjadi karena penolakan UU TNI,” kata dia.
    “Kami (juga) mendorong ke depan pemerintah lebih menjamin dan melindungi jurnalis,” tambah Anis.
    Sebelumnya, Rega Almutada (23), seorang jurnalis Kompas.com, mengalami intimidasi saat meliput demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, pada Kamis (27/3/2025).
    Insiden tersebut terjadi sekitar pukul 18.35 WIB, ketika aparat kepolisian tengah menyisir dan membubarkan massa menggunakan mobil water cannon.
    Rega mengaku ditarik secara tiba-tiba oleh dua orang berpakaian sipil yang diduga merupakan aparat.
    Mereka kemudian memeriksa isi ponselnya tanpa alasan yang jelas.
    Setelah ditarik, kedua orang tersebut meminta Rega untuk menunjukkan isi ponselnya.
    Meskipun Rega telah menunjukkan kartu pers dari Kompas.com, mereka tetap memeriksa isi galeri dan grup WhatsApp di ponselnya.
    “Saya punya dua ponsel, satu untuk kerja dan satu pribadi. Dua-duanya dicek. Bahkan grup WhatsApp kantor saya di-scroll, termasuk grup keluarga dan teman-teman,” kata Rega.
    Rega menambahkan bahwa aparat yang memeriksanya tidak mengenakan seragam dan tidak memperkenalkan diri sebagai polisi.
    Awalnya, ia mengira mereka adalah peserta aksi atau wartawan lain.
    “Saya baru sadar mereka aparat karena postur tubuhnya, dan mereka begitu saja menarik saya. Mereka tidak membawa senjata, tapi cara mereka mendekati saya cukup membuat saya terkejut,” ujar dia.
    Selain Rega, insiden serupa juga dialami oleh seorang jurnalis dari media asing.
    Dua wartawan dari media Russia Today diminta untuk mematikan kamera mereka saat meliput.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri Imipas Agus Andrianto Sebut SKCK Tetap Diperlukan: Jangan Sampai Beli Kucing dalam Karung – Halaman all

    Menteri Imipas Agus Andrianto Sebut SKCK Tetap Diperlukan: Jangan Sampai Beli Kucing dalam Karung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BOGOR – Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, menilai Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) tetap diperlukan.

    Hal ini merespons usulan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Polri agar menghapus SKCK.

    “(SKCK) itu kan bukan kelakuan baik, tetapi kan setahu saya itu catatan kepolisian,” kata Agus, saat ditemui seusai acara pemberian remisi bagi narapidana di Lapas Kelas IIA Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/3/2025).

    Menurut Agus, SKCK digunakan untuk mengetahui rekam jejak seseorang dalam melakukan tes sesuatu, semisal calon anggota TNI atau Polri.

    “Ya yang mungkin menjadi salah satu syarat kalau orang mau cari kerja atau mau menjadi anggota TNI-Polri dengan maksud ya setahu saya ya mengetahui rekam jejak orang. Itu saya rasa,” ujarnya.

    Dia berpendapat, tanpa adanya mekanisme penyaringan seperti SKCK, ada risiko bagi institusi yang menerima individu tanpa mengetahui rekam jejaknya.

    “Jangan sampai membeli kucing dalam karung. Kalau catatannya pernah melakukan kejahatan kira-kira bisa masuk TNI enggak?” ucap Agus.

    Menurut Agus, keberadaan SKCK menjadi alat verifikasi penting yang dapat melindungi institusi dari potensi masalah.

    “Ya kalau tiba-tiba tidak tahu, ternyata sudah masuk (TNI-Polri), ternyata dia pernah menjadi pelaku kejahatan. Ini kan bisa merugikan secara institusi,” tuturnya.

    Namun, Agus menegaskan bahwa keputusan mengenai penghapusan SKCK atau tidak bukan kewenangannya sebagai Menteri Imipas.

    “Terserah, silakan, bukan kewenangan saya yah. Tetapi pendapat saya begitu,” ungkapnya.

    Sebelumnya, Kementerian HAM mengusulkan penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

    Maksud dari usulan itu adalah supaya mantan narapidana mudah mendapatkan pekerjaan setelah kembali ke masyarakat.

    “Kita meminta kepada pihak yang berwenang dalam hal ini Kepolisian RI untuk meninjau kembali bahkan mungkin menghapuskan SKCK,” ucap Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM, Nicholay Aprilindo, di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (21/3/2025) petang.

    Nicholay mengatakan Kementerian HAM sudah mengirimkan surat permintaan yang ditandatangani oleh Menteri HAM Natalius Pigai ke Kapolri.

    Usulan itu diperoleh setelah pihaknya mengunjungi beberapa lembaga pemasyarakatan (lapas) dan mendapat keluhan dari para narapidana.

    Nicholay menceritakan ada salah seorang narapidana yang melakukan kejahatan berulang karena saat bebas dari penjara tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonominya.

    Narapidana tersebut mengaku sulit mendapat kerja karena ada syarat SKCK yang diminta oleh perusahaan-perusahaan.

    “Surat ini tadi sudah dikirimkan ke pak Kapolri,” kata Nicholay.

    Ia menambahkan usulan tersebut tak khusus untuk mantan narapidana saja melainkan untuk semua masyarakat.

    “Semoga dengan adanya surat ini dapat menggugah hati seluruh pemangku kebijakan dalam bidang penegakan hukum agar mereka meninjau kembali tentang syarat-syarat ini SKCK ini,” ujar dia.

  • Politik kemarin, doa Presiden untuk pemudik hingga teror di Tempo

    Politik kemarin, doa Presiden untuk pemudik hingga teror di Tempo

    Jakarta (ANTARA) – Beragam peristiwa seputar politik telah terjadi pada Kamis (27/3), dan berikut lima di antaranya yang dapat dibaca kembali oleh Anda, yakni mulai dari doa Presiden Prabowo Subianto untuk pemudik hingga rekomendasi Komnas HAM mengenai teror di kantor media Tempo.

    1. Menteri PANRB imbau layanan mudik inklusif ramah kelompok rentan

    Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini mengimbau agar pelayanan transportasi, infrastruktur, dan keamanan lebih ramah dan inklusif bagi kelompok rentan menjelang mudik dan libur Idul Fitri 1446 Hijriah/2025 Masehi.

    Selengkapnya baca di sini.

    2. Prabowo doakan pemudik diberi kesehatan dan dalam lindungan Tuhan

    Presiden RI Prabowo Subianto mendokan pemudik agar senantiasa mendapat kesehatan dan dalam perlindungan Tuhan Yang Mahakuasa.

    Selengkapnya baca di sini.

    3. Prabowo apresiasi peran Baznas untuk Palestina dan Timur Tengah

    Presiden RI Prabowo Subianto mengapresiasi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang diakui tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri, khususnya di Palestina dan Timur Tengah.

    Selengkapnya baca di sini.

    4. Komnas HAM berikan empat rekomendasi terkait teror di Tempo

    Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah memberikan empat rekomendasi terkait teror pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor media Tempo.

    Selengkapnya baca di sini.

    5. TNI minta masyarakat laporkan prajurit yang intimidasi massa saat demo

    Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi meminta masyarakat melapor jika ada prajurit yang mengintimidasi massa dengan kekerasan saat demo penolakan UU TNI di seluruh daerah berlangsung.

    Selengkapnya baca di sini.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ketua Komisi III sepakat agar SKCK dihapuskan

    Ketua Komisi III sepakat agar SKCK dihapuskan

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi

    Ketua Komisi III sepakat agar SKCK dihapuskan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 27 Maret 2025 – 20:11 WIB

    Elshinta.com – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyatakan sepakat dengan usulan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) agar Polri menghapus layanan penerbitan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) bagi masyarakat.

    “Menurut saya sih sepakat, enggak usah SKCK,” kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/3).

    Menurut dia, SKCK tidak terlalu diperlukan dari segi pemanfaatannya bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu, dia mempertanyakan substansi dari penerbitan SKCK oleh Polri tersebut.

    “Alasannya apa si (penerbitan) SKCK itu? ‘Kan susah juga. Orang itu ‘kan kalau terbukti terpidana ‘kan masyarakat tahu saja, enggak perlu ada SKCK gitu ‘kan. Kalau dahulu ‘kan namanya surat keterangan kelakuan baik, baiknya menurut apa? Sekarang manfaatnya apa?” ujarnya.

    Habiburokhman lantas berkata, “Enggak ada jaminan orang punya SKCK, enggak bermasalah. Kalau orang pernah dihukum ‘kan akan tahu, tinggal dicek di pengadilan.”

    Ia juga menilai SKCK memberatkan masyarakat dalam hal pengurusan administrasi, mulai dari prosedural hingga materiel.

    “Saya mau cari kerja misalnya, perlu SKCK, itu benar-benar satu ongkos ke kepolisiannya, lalu ngantrinya. Apakah ada biaya? Ya, seterusnya ada ya, tetapi enggak tahu ya, dicek,” katanya.

    Selain bagi masyarakat, dia menilai penerbitan SKCK oleh Polri itu sendiri tidak menyumbangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang signifikan.

    “SKCK ini dari PNBP-nya gimana? Seingat saya tuh enggak signifikan. Sudah buat apa juga capek-capek polisi ngurus SKCK,” ucapnya.

    Wakil rakyat ini mengaku hal tersebut kerap disinggung pula ketika Komisi III DPR RI rapat kerja dengan Polri selaku mitra kerja komisi yang membidangi penegakan hukum itu.

    “Soal SKCK ‘kan sering dibahas. Saya ‘kan sering mempertanyakan ‘kan ya,” kata dia.

    Sebelumnya, Kementerian HAM berkirim surat kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo yang berisi usulan agar SKCK dihapus karena dinilai berpotensi menghalangi hak asasi warga negara.

    Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM Nicholay Aprilindo mengatakan bahwa surat tersebut ditandatangani oleh Menteri HAM Natalius Pigai dan telah dikirim ke Mabes Polri pada hari Jumat (21/3).

    “Alhamdulillah, tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis,” katanya.

    Nicholay menjelaskan bahwa usulan penghapusan SKCK ditujukan untuk mantan narapidana yang sudah berkelakuan baik agar dapat membantu mereka dalam menjalani kehidupan setelah dibina di lembaga pemasyarakatan (lapas).

    Sumber : Antara

  • Komnas HAM Sebut Teror kepada Tempo Punya Pola Sistematis

    Komnas HAM Sebut Teror kepada Tempo Punya Pola Sistematis

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) menilai teror kepala babi yang diterima jurnalis Tempo Francisca Christy Rosana alias Cica serta kiriman bangkai tikus di kantor redaksi Tempo yang terjadi pada 19 Maret 2025 dan 22 Maret 2025 memiliki pola serangan bersifat sistematis.

    “Teror tersebut diduga bertujuan untuk meneror, atau ancaman, serta intimidasi terhadap Tempo dan secara spesifik menargetkan sejumlah Jurnalis Tempo dan keluarganya,” ujar Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Abdul Haris Semendawai, Kamis (27/3/2025).

    Dia menambahkan, berdasarkan temuan dan analisis faktual teror tersebut menargetkan salah satu korban Jurnalis Perempuan sebagai kategori target dari kelompok rentan. Selain itu, adanya teror berupa tindakan peretasan terhadap akun media sosial milik keluarga Jurnalis.

    “Teror tersebut sengaja dilakukan untuk menimbulkan rasa takut terhadap Jurnalis dan untuk memberangus kebebasan pers,” katanya.

    Abdul Haris juga menyebut, teror tersebut diduga memiliki korelasi dengan produk jurnalistik tertentu yang dibahas oleh Tempo melalui Program Bocor Alus Politik.

    “Selain itu, sdanya ancaman penyerangan dan pembakaran terhadap kantor Tempo serta ancaman pembunuhan terhadap Jurnalis melalui pesan langsung yang dikirimkan di media sosial Jurnalis Tempo dan Redaksi Tempo oleh akun orang tidak dikenal dan akun tersebut baru dibuat,” paparnya. (ted)

  • Komnas HAM Ungkap Temuan Penting Dugaan Kekerasan Seksual Eks Kapolres Ngada kepada 3 Anak – Page 3

    Komnas HAM Ungkap Temuan Penting Dugaan Kekerasan Seksual Eks Kapolres Ngada kepada 3 Anak – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengungkapkan beberapa temuan penting dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman Widyadharma Sumaatmaja.

    Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Kamis (27/3), mengatakan bahwa AKBP Fajar pertama kali berkencan dengan tersangka F melalui perantara seseorang berinisial VK.

    “VK diduga telah beberapa kali menyediakan jasa layanan kencan terhadap Saudara Fajar di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT),” katanya seperti dilansir Antara.

    Di awal bulan Juni 2024, Fajar meminta F agar dibawakan seorang anak perempuan yang berusia balita dengan alasan menyukai dan menyayangi anak kecil sehingga ingin merasakan bermain serta mengasuh anak perempuan.

    “Karena yang bersangkutan tidak memiliki anak perempuan,” imbuh Uli.

    Permintaan tersebut pun disanggupi oleh F dan keduanya membuat janji bertemu di sebuah hotel di Kupang, NTT.

    Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi melanjutkan bahwa pada tanggal 11 Juni 2024 Fajar memesan dua kamar di hotel tersebut masing-masing untuk Fajar dan F. Adapun kamar Fajar merupakan tipe kamar terbaik dengan harga sewa Rp1,5 juta per malam.

    Pada hari yang sama, F mengajak korban anak, yang pada saat itu berusia 5 tahun, untuk makan dan bermain di sebuah pusat perbelanjaan di Kupang, NTT.

    Sepulangnya dari pusat perbelanjaan, F membawa korban ke kamar hotel yang telah dipesan oleh Fajar.

    Pada momen itu, F meminta Fajar untuk tidak melakukan tindakan yang berlebihan kepada korban lantaran masih terlalu kecil.

    F lantas meninggalkan korban hanya berdua dengan Fajar karena harus mengambil kunci kamar hotelnya serta mengambil pesanan makanan.

    Pramono mengatakan bahwa perbuatan tindak pidana kekerasan seksual diduga kuat terjadi ketika F meninggalkan kamar.

    “Peristiwa tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap korban diduga kuat terjadi saat Saudari F pergi keluar kamar dan meninggalkan korban anak berusia 6 tahun hanya berdua dengan Saudara Fajar di dalam kamar hotel,” katanya.

     

     

  • Pelanggaran HAM dan Kebebasan Pers

    Pelanggaran HAM dan Kebebasan Pers

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia memberikan atensi terhadap kasus teror kepala babi yang diterima jurnalis Tempo Francisca Christy Rosana alias Cica, serta kiriman bangkai tikus di kantor redaksinya beberapa waktu lalu. Peristiwa teror dan intimidasi tersebut dapat dikategorikan sebagai bagian dari praktik pelanggaran hak asasi manusia.

    Menindaklanjuti hal tersebut, Komnas HAM telah melakukan berbagai langkah seperti‎ menerima audiensi dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Indonesia dan Redaksi Tempo,‎ melakukan permintaan keterangan dan peninjauan lokasi kejadian. Selain itu, Komnas HAM juga berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Bareskrim Polri.

    Beberapa temuan dan analisis faktual juga diperoleh lembaga itu, berupa‎ adanya konstruksi peristiwa pengiriman paket berisi kepala Babi dan bangkai tikus serta‎ pola serangan bersifat sistematis. Pola tersebut diduga bertujuan meneror, atau memberikan ancaman, serta intimidasi terhadap Tempo dan secara spesifik menargetkan sejumlah jurnalis dan keluarganya. Teror juga menargetkan salah satu korban jurnalis Perempuan sebagai kategori target dari kelompok rentan.

    Selain itu, ‎ terdapat pula teror berupa tindakan peretasan terhadap akun media sosial milik keluarga jurnalis dan ancaman penyerangan dan pembakaran kantor Tempo. Dilakukan juga ancaman pembunuhan terhadap jurnalis melalui pesan langsung yang dikirimkan di media sosial jurnalis Tempo dan Redaksi Tempo oleh akun orang tidak dikenal dan akunnya baru dibuat.

    Teror tersebut diduga memiliki korelasi dengan produk jurnalistik tertentu yang dibahas oleh Tempo melalui Program Bocor Alus Politik. Teror tersebut sengaja dilakukan untuk menimbulkan rasa takut terhadap Jurnalis dan untuk memberangus kebebasan pers. Di sisi lain, Komnas menyatakan adanya tindak lanjut upaya penegakan hukum (penyelidikan) oleh pihak kepolisian terkait dengan kasus itu.

    Komnas HAM menyatakan, ‎peristiwa teror dan intimidasi tersebut dapat dikategorikan sebagai bagian dari praktik pelanggaran terhadap HAM, terutama terhadap hak atas rasa aman. Tindakan tersebut pun merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers yang merupakan salah satu esensi dari hak atas berpendapat dan berekspresi sebagaimana dijamin Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945.

    “Dalam konteks ini, termasuk juga hak untuk menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya baik secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 23 Ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Termasuk Juga dijelaskan dalam Pasal 18-21 UU nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers,” kata Abdul Haris Semendawai, Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM dalam Keterangan Pers‎ Nomor: 16/HM.00/III/2025, Kamis (27/3/2025).

    Tindakan itu juga merupakan bagian dari serangan yang ditujukan terhadap Human Rights Defender (HRD), di mana jurnalis merupakan salah satu kelompok atau entitas yang diakui sebagai Pembela HAM. Di sisi lain,‎ setiap orang juga berhak atas kepastian dan keadilan secara hukum (access to justice).

    Untuk itu, Komnas HAM mengapresiasi upaya penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh Polri dalam kasus tersebut. Penegakan hukum merupakan bagian dari upaya pemenuhan terhadap hak asasi terutama bagi korban. Hal tersebut telah dimandatkan dalam Pasal 28 D UUD 1945 dan Pasal 5,6 dan 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

    Tindakan teror itu dapat memiliki risiko terhadap terjadinya gangguan dalam pemenuhan hak atas informasi publik masyarakat yang merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan dengan menggunakan segala saluran yang tersedia sebagaimana diatur dan dijamin dalam pasal 28F UUD 1945 dan Pasal 14 UU HAM. Kerja-kerja jurnalis juga selaras dengan tujuan Undang-Undang keterbukaan Informasi Publik, terutama Pasal 3 yang menyatakan hak warga negara untuk mengetahui rencana, program, proses pengambilan, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.

    Komnas juga mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Pertama,‎ mendorong kepolisian agar dapat secara cepat, tepat, transparan dan akuntabel menuntaskan proses penyelidikan dan penyidikan, termasuk memberikan perlindungan lebih kepada korban dan keluarga korban. Kedua,‎ mendorong LPSK untuk memberikan akses perlindungan terhadap korban dan saksi-saksi yang berkaitan dengan peristiwa teror tersebut. Ketiga,‎ mendorong adanya pemulihan bagi korban dan keluarga korban baik secara fisik dan psikis. Keempat,‎ pemerintah menghormati dan menjamin kebebasan pers sebagai salah satu esensi dari hak atas berpendapat dan berekspresi serta sebagai pilar keempat demokrasi agar peristiwa serupa tidak berulang.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pemerintah Ajukan Banding Dalam Kasus Navayo ke Pengadilan Perancis

    Pemerintah Ajukan Banding Dalam Kasus Navayo ke Pengadilan Perancis

    Pemerintah Ajukan Banding Dalam Kasus Navayo ke Pengadilan Perancis
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah akan mengajukan banding atas putusan pengadilan Perancis dalam kasus
    Navayo International AG
    kontra Kementerian Pertahanan RI. Sidang dijadwalkan dimulai pada Mei 2025.
    “Kami berharap pengadilan dapat mempertimbangkan berbagai fakta yang ada dan membatalkan keputusan yang telah diambil sebelumnya,” kata Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI
    Yusril Ihza Mahendra
    , melansir Antara, Kamis (27/3/2025).
    Lewat banding, ia menambahkan, pemerintah akan menyampaikan keberatan, sanggahan dan bantahan atas putusan yang telah diambil sebelumnya.
    Untuk menghadapi sidang tersebut, KBRI Paris telah menunjuk pengacara Perancis yang telah berpengalaman dalam menangani kasus penyitaan aset negara. 
    Yusril menuturkan pengacara tersebut pernah menangani kasus serupa bagi negara Kongo, sehingga dirinya meyakini pengacara itu dapat membantu membela kepentingan pemerintah Indonesia di pengadilan Prancis.
    Selain itu, sambung dia, Kemenko Kumham Imipas RI juga akan mengirimkan perwakilan untuk memberikan keterangan dalam persidangan.
    Menko pun menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah hukum di dalam negeri terkait kasus Navayo Internasional.
    Langkah dimaksud, yakni dengan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI guna menangani dugaan kecurangan atau
    fraud
    dalam perjanjian antara Navayo dengan Kemenhan RI.
    “Dugaan
    fraud
    ini telah dikemukakan dalam persidangan arbitrase Singapura, namun langkah hukum pidana tetap diperlukan untuk menangani kasus ini lebih lanjut,” ungkapnya.
    Yusril menambahkan, pemerintah menghormati putusan pengadilan Perancis dalam kasus ini. Namun, ada sejumlah prosedur yang perlu disorot karena tidak diambil pengadilan.
    Misalnya, pengadilan menetapkan penyitaan terhadap aset diplomatik tanpa memanggil pihak pemerintah Indonesia dalam persidangan.
    Langkah tersebut, kata dia, bertentangan dengan asas-asas praktik pengadilan internasional, di mana semua pihak yang terlibat dalam suatu perkara seharusnya diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan sebelum putusan dijatuhkan.
    “Kelalaian terhadap prinsip ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kredibilitas pengadilan Perancis dalam menangani permohonan yang diajukan oleh Navayo Internasional,” kata Menko menegaskan.
    Selain itu, dia pun menegaskan bahwa berbagai aset yang disita merupakan objek diplomatik, yang seharusnya dilindungi oleh Konvensi Wina, sehingga tidak boleh disita oleh pihak swasta.
    Disebutkan bahwa apabila penyitaan tetap dikabulkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi hubungan diplomatik internasional.
    Menanggapi keberatan yang disampaikan oleh pemerintah Indonesia, pihak Perancis menyatakan bahwa seluruh informasi terkait telah disampaikan kepada Pengadilan, termasuk konfirmasi dari Kementerian Luar Negeri Perancis bahwa aset yang disita merupakan properti diplomatik pemerintah Indonesia.
    Untuk itu, pengadilan Perancis memberikan kesempatan bagi pemerintah Indonesia untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.
    Adapun kasus tersebut terkait proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Pada 2016, Kemenhan RI menandatangani kontrak dengan pihak swasta asing untuk pengadaan Satkomhan tersebut, salah satunya dengan Navayo International AG.
    Berdasarkan perjanjian yang diteken, terdapat ketentuan bahwa apabila terjadi sengketa (dispute) akan diputus oleh arbitrase Singapura. Navayo kemudian mengajukan gugatan ke arbitrase Singapura yang putusannya mengharuskan pemerintah Indonesia membayar sejumlah ganti rugi.
    Permasalahan terus berlarut-larut hingga pada 2022, perusahaan asal Eropa itu mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Perancis untuk menyita aset pemerintah Indonesia di Paris.
    Adapun pada tahun 2024, pengadilan Perancis memberikan wewenang kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas hak dan properti milik pemerintah Indonesia di Paris. Salah satu aset tersebut, merupakan rumah-rumah tinggal pejabat diplomatik RI.
    Selain upaya pembatalan penyitaan aset pemerintah Indonesia, Menko Kumham Imipas RI bersama Menteri Kehakiman Prancis Gérald Darmanin turut membahas kemungkinan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Prancis di bidang hukum.
    Beberapa agenda utama yang dibahas meliputi perjanjian ekstradisi, pertukaran serta pemulangan narapidana (exchange and transfer of prisoner), serta perjanjian bantuan hukum timbal balik (Mutual Legal Assistance/MLA) antara kedua negara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • LPSK Lindungi Jurnalis Tempo Korban Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus

    LPSK Lindungi Jurnalis Tempo Korban Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima permohonan perlindungan terkait kasus teror kepala babi dan bangkai tikus kepada jurnalis Tempo.

    Perlindungan diberikan setelah LPSK melakukan penelaahan atas dua permohonan yang diajukan, yakni dari seorang jurnalis Tempo dan petugas keamanan di kantor redaksi Tempo.

    LPSK juga melakukan pendalaman dan menerima sejumlah informasi tambahan terkait dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) yang sudah disampaikan pada Rabu, (26/03/2025).

    “LPSK sedang melakukan asesmen terhadap tingkat ancaman serta identifikasi kebutuhan terkait perlindungan kepada para reporter,” kata Wakil Ketua LPSK, Sri Suparyati, Kamis (27/3/2025).

    Dari asesmen tersebut nantinya dapat diketahui langkah-langkah perlindungan yang dapat diberikan, termasuk bentuk perlindungan fisik, hukum, hingga relokasi jika diperlukan.

    LPSK juga menyampaikan keprihatinan atas aksi teror yang menimpa jurnalis Tempo, karena teror tersebut bukan hanya menyangkut individu saja tapi juga kebebasan pers dan demokrasi.

    “LPSK akan mengawal kasus hingga tuntas, termasuk memberikan dukungan psikologis dan perlindungan hukum bagi para jurnalis, terkhusus jurnalis perempuan yang menjadi target teror,” ujarnya.

    lihat foto
    KLIK SELENGKAPNYA: Kronologi Penjual Makanan Rumahan Bantu Kerabat Malah Berakhir Dipenjara Versi Sang Anak. Kedua Anak Jual Ginjal Demi Kebebasan Ibunda.

    Sri menuturkan berdasar informasi awal, sebelum teror pengiriman kepala babi dan bangkai tikus sebelumnya sudah terjadi terdapat kekerasan berupa perusakan terhadap mobil.

    Kemudian ancaman daring lewat peretasan serangan digital dan doksing, bahkan teror juga dialami keluarga berupa pengiriman paket yang tidak diketahui pengirimnya dan ancaman telepon.

    “Untuk itu LPSK bersama Komnas HAM telah bertemu dengan Kabareskrim pada Rabu, (26/03/2025). Pertemuan ini bertujuan membahas langkah konkret dalam penyelidikan kasus teror,” tuturnya.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya