Kasus: HAM

  • Trimedya Panjaitan Dorong Pengelolaan Barang Sitaan dan Rampasan Negara Jadi Motor Pemasukan Negara – Halaman all

    Trimedya Panjaitan Dorong Pengelolaan Barang Sitaan dan Rampasan Negara Jadi Motor Pemasukan Negara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengelolaan barang sitaan dan rampasan oleh aparat penegak hukum (APH) dinilai masih belum optimal.

    Hal itu sebagaimana dikayakan Trimedya Panjaitan saat sidang terbuka Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur.

    Trimedya menyampaikan bahwa barang sitaan negara bisa menjadi salah satu sumber pemasukan besar bagi keuangan negara jika dikelola dengan baik.

    Politisi PDIP itu menegaskan pentingnya perubahan paradigma di kalangan APH—yakni Kejaksaan, Polri, dan KPK dalam menangani barang hasil sitaan tindak pidana.

    “Kalau barang sitaan tidak dirawat dan dikelola, nilainya bisa menyusut drastis. Misalnya, pabrik yang awalnya bernilai Rp500 miliar bisa jatuh ke Rp200–300 miliar. Negara rugi besar,” kata Trimedya, Sabtu (19/4/2025).

    Dia pun mendorong agar koordinasi antar lembaga APH diperkuat tanpa ego sektoral. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto melalui Perpres Nomor 155 Tahun 2024 telah mengambil langkah maju dengan mengalihkan kewenangan pengelolaan barang sitaan dari Kementerian Hukum dan HAM ke Kejaksaan.

    “Sekarang tugas institusi Kejaksaan untuk mulai membangun sistem pengelolaan yang transparan, terukur, dan memberi nilai tambah bagi negara,” tambahnya.

    Trimedya juga mengapresiasi langkah KPK yang dianggap sudah lebih maju dalam hal penyimpanan barang sitaan. 

    Dia menyebut bahwa aset-aset mewah seperti mobil dan tas branded ditata rapi dan dijaga dengan baik.

    Namun, ia menekankan bahwa keberhasilan tersebut seharusnya tidak hanya terpusat di satu lembaga atau lokasi saja.

    “Sayangnya, sistem penyimpanan yang baik itu hanya terbatas di satu lokasi milik KPK. Ke depan, kita perlu sistem yang terintegrasi secara nasional,” tuturnya. 

    Lebih lanjut, Trimedya mendorong agar Indonesia bisa mencontoh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Belanda dalam membangun sistem manajemen aset hasil tindak pidana.

    Menurutnya, penyelamatan keuangan negara bisa dimulai dari hal-hal konkret seperti optimalisasi aset sitaan.

    “Ini salah satu medium bagi Presiden Prabowo untuk menyelamatkan keuangan negara. Tinggal bagaimana aparat penegak hukum bisa menjalankan perintah ini dengan serius dan kolaboratif,” pungkasnya.

    Dalam sidang terbuka tersebut, Trimedya mendapat hasil memuaskan, predikat Cumlaude dengan IPK 3,96. 

    Trimedya mengangkat disertasi berjudul ‘Pembaruan Hukum Pengelilaan Barang Sitaan dan Rampasan Negara Yang Adil dan Bermanfaat’

    Sederet tokoh nasional hadir dalam sidang promosi terbuka tersebut, mulai dari Jampidum Asep Nana Mulyana (Penguji Eksteenal), Wakil Ketua DPR Adies Kadir (Penguji Eksternal), Ketua Komisi I DPR Utut Adianto, Setara Institute Hendardi, Politikus Senior PDIP Panda Nababan, Anggota Komisi III Nasir Djamil, Benny K Harman, 

    Tampak juga Fungsionaris DPP PDIP, antara lain: Bendum PDIP Olly Dondokambey, Wakil Ketua MPR Bambang Wuryanto (Pacul), Arteria Dahlan, Putra Nababan, hingga Ganjar Pranowo. 

    Tampak juga, Mantan Pimpinan DPR Azis Syamsuddin, Pengamat Politik Henri Satrio, Qodari, Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin, Anggota KPU Jakarta Timur Carlos Paath.

     

  • 57 Pemuda Dilantik Jadi Pengurus DPD II KNPI Kabupaten Semarang 2024-2027, Jadi Agen Perubahan

    57 Pemuda Dilantik Jadi Pengurus DPD II KNPI Kabupaten Semarang 2024-2027, Jadi Agen Perubahan

    TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN – Dewan Pengurus Daerah (DPD) I Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Jawa Tengah melantik puluhan pengurus DPD II KNPI Kabupaten Semarang Masa Bhakti 2024-2027 di Pendopo Rumah Dinas Bupati Semarang, Sidomulyo, Ungaran Timur pada Minggu (19/4/2025).

    Wakil Ketua DPD I KNPI Provinsi Jawa Tengah, Bagus Suryokusumo mendapatkan amanah untuk melantik 57 anggota kepengurusan dari organisasi kepemudaan di wilayah Bumi Serasi tersebut.

    Pelantikan ditandai dengan pembacaan sumpah, seremoni penyerahan bendera, penandatanganan berita acara, serta para pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang yang bersalaman dengan para pengurus baru.

    Dengan struktur organisasi dan program kerja yang baru, KNPI Kabupaten Semarang diharapkan bisa menjadi motor penggerak peran para pemuda dan generasi muda.

    Sehingga pemuda dan generasi muda di daerah ini tidak sekedar aktif dalam berbagai organisasi, namun juga harus hadir di tengah- tengah masyarakat melalui kreativitas, inovasi dan kolaborasi yang membangun.

    “Mudah-mudahan bisa mewarnai dan bersinergi untuk membangun wilayah dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang.

    Saya lihat visi misi yang dipaparkan ketua ini sudah hebat, tinggal anggotanya harus mengikuti dan ketuanya yang mampu mengakomodir semuanya,” kata Bagus seusai pelantikan.

    Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Semarang, Suyana yang hadir dalam pelantikan juga menyambut baik dengan para pengurus yang baru tersebut.

    Menurut dia, pemuda memiliki niat dan semangat untuk memperjuangkan perubahan yang lebih baik dan menjawab tantangan global.

    “Sudah saatnya pemuda bersatu padu dan ikut mengambil peran sebagai agen perubahan, pembangunan, dan pembaruan,” kata dia membacakan sambutan dari Bupati Semarang, Ngesti Nugraha.

    Sementara itu, Ketua DPD II KNPI Kabupaten Semarang yang baru dilantik, Muhammad Ulin Nuha menyampaikan sejumlah program kerja pihaknya ke depan.

    Tagline yang diambil, lanjut dia, yakni Muda Menginspirasi.

    “Artinya pemuda yang memiliki cara pandang dunia yang berpijak pada realita dan fakta, sehingga bukan sesuatu yang mengambang.

    Kami ingin menjadi generasi yang berdampak, tidak hanya omon-omon saja, namun bermanfaat bagi masyarakat dan terbebas dari belenggu penjajahan, termasuk yang memenjarakan pemikiran,” kata pria yang kerap disapa Gus Ulin tersebut.

    Beberapa di antara problematika yang dihadapi bangsa, khususnya wilayah Kabupaten Semarang dan Jawa Tengah, menurut dia, saat ini yaitu persoalan ekonomi, sumber daya manusia, serta lingkungan dan alam.

    Menurut Ulin, tren populasi yang masih baik di Indonesia mampu meningkatkan perekonomian bangsa.

    Selain itu, pemahaman terhadap para pemuda terkait krisis lingkungan juga harus selalu digencarkan.

    “Masih minimnya pengetahuan anak-anak muda yang menganggap sumber daya alam kita tidak terbatas, padahal realitanya hari ini alam sudah mulai keberatan.

    Jangan sampai kita mewariskan dunia yang tidak baik pada generasi penerus nantinya.

    Sehingga harapan kami, dari problem-problem yang kami kaji bisa memunculkan solusi yang baik ke depannya dan bersinergi dengan pemerintah,” pungkas dia.

    Berikut ini daftar komposisi dan personalia DPD II KNPI Kabupaten Semarang Masa Bhakti 2024-2027:

     

    KETUA :

    MUHAMMAD ULIN NUHA

    WAKIL KETUA : 

    KHUSNI MUBAROK

    MUHAMAD DIDIK NUGROHO

    MUHAMMAD FIKRUL UMAM

    DIYAH YUNITASARI

    NUGROHO SUNU PRATAMA

    HANIFA NURUZZAKIA

    NICOLAUS KEVIN MURDY PURNOMO 

    AHMAD MUNIR

    SEKRETARIS : 

    YOGY PRATAMA MUHAMAD ABDUL GHANY, SH

    WAKIL SEKRETARIS : 

    ALVIN FUADY

    SITI MAULUDIYANTI

    JIHAN CRISMAWANDI

    OCKTA RINA KUSUMA, SH

    AZKA ILHAM MAULANA

    ANDRI IHSAN NT

    M JULFA KAMAL

    NUR FAIZ MA’MUN

    BENDAHARA : YOKI ELANGGA ARYARISTY

    WAKIL BENDAHARA : 

    ERNAWATI

    ARYANTO

    NOVI NURYANTI

    SUTARNO

    ARRIJAL WAHYU

    FAHMI RAHMAN SANY

    WARDA LATIF FIANA

    NOVITA YUNI RAHMAWATI

     

    KOMISI KEORGANISASIAN : 

    ALI MAHMUDI

    NURMUWACHID, M.PD

    SINTYA FIKA

    IMRON ISNAINI

    KOMISI KEANGGOTAAN, PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN OKP : 

    KHOIRUDIN NASRULLAH

    AHMAD SHODERI, M.PD

    ERYANI INDRASARI

    ANDRI SULISTYONO

     

    KOMISI POLITIK, HUKUM, HAM, PENCEGAHAN TERORISME DAN RADIKALISME :

    NIRWAN KUSUMA

    MUHAMMAD WILDAN MUA’FFAA

    TRIYANTO

    VICENSA GEROSA RACHEL

     

    KOMISI SOSIAL, PENDIDIKAN, OLAHRAGA, DAN SENI BUDAYA : 

    MUHAMMAD RASYID HAKIM

    SITI FUTKHATIN NASIKHAH

    NASRUL ANWARI

    MAULIDINA NUR RAHMAH

     

    KOMISI PEREKONOMIAN, PARIWISATA, DAN TENAGA KERJA :

    HERU WIDODO

    EKO PUJO NURNANTO

    NIKEN PRASASTI KASIH

     

    KOMISI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, ANAK, DAN KESEHATAN :

    IFQI ULFA LUTFIANA

    NUR ADILA MAHDA FIQIHA

    ZULFANIDA ABABIL SALAM

    FATIYA ADINDA

     

    KOMISI PERTANIAN, PERIKANAN, PERKEBUNAN DAN LINGKUNGAN HIDUP :

    SUSANTO

    CLAUDIA BUNGA MEGA PRATIWI

    ANNISA NIDAUL FIRDAUS

     

    KOMISI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PUBLIK : 

    AHMAD KHANIF

    AGUS KURNIAWAN

    SALMA AZZAHRA RAMADHANI

    OCKA DIAMONDIKA

    (*)

  • Kuasa Hukum Eks Pemain Sirkus Sebut Ada Bunker di Taman Safari, Diduga Tempat Penyiksaan – Halaman all

    Kuasa Hukum Eks Pemain Sirkus Sebut Ada Bunker di Taman Safari, Diduga Tempat Penyiksaan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengajukan empat tuntutan kepada Taman Safari Indonesia terkait dugaan eksploitasi dan penyiksaan yang dialami mereka selama bekerja di sirkus tersebut.

    Kuasa hukum mereka, Muhammad Sholeh, menyampaikan bahwa salah satu tuntutan tersebut mencakup dugaan adanya bunker yang digunakan untuk penyiksaan.

    Tuntutan Pertama: Pembukaan Identitas

    Tuntutan pertama adalah meminta pihak Taman Safari untuk membuka asal-usul identitas 60 mantan pemain sirkus.

    Para mantan pemain mengeklaim tidak mengetahui identitas asli dan silsilah keluarga mereka karena sejak kecil telah bekerja di sirkus tanpa akses ke dunia luar. 

    “Satu, buka asal-usul 60 mantan pemain sirkus ini,” kata Sholeh dikutip dari YouTube Kompas TV, Sabtu (19/4/2025). 

    “Ini tidak bisa tidak,” lanjutnya.

    Tuntutan Kedua: Tim Investigasi

    Tuntutan kedua meminta pembentukan tim investigasi untuk meneliti lokasi Taman Safari.

    Sholeh menyebutkan bahwa berdasarkan kesaksian korban, terdapat bunker yang diduga digunakan untuk penyiksaan.

    “Bentuk tim investigasi supaya bisa mendatangi lokasi Taman Safari. Menurut teman-teman di sana itu ada bunker. Rumahnya itu ada di bawah tanah, tempat mereka tinggal di situ lah tempat penyiksaan. Itu berdasarkan pengakuan (korban),” katanya. 

    Sholeh juga meminta agar pemerintah proaktif berkomunikasi dengan para pemain sirkus yang masih berada di Taman Safari Cisarua Bogor, Prigen Jawa Timur dan Gianyar Bali. 

    Tuntutan Ketiga: Pengadilan Hak Asasi Manusia

    Para korban juga menuntut dibentuknya pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mengadili kasus penyiksaan yang terjadi pada tahun 1997.

    Sholeh menjelaskan bahwa saat itu belum ada undang-undang yang mengatur soal HAM, sehingga penting untuk membuka kembali kasus ini sebagai pelajaran untuk masa depan.

    Tuntutan Keempat: Ganti Rugi

    Tuntutan terakhir adalah meminta ganti rugi karena mereka telah dieksploitasi sejak kecil hingga dewasa tanpa mendapatkan upah.

    “Yang keempat baru bicara ganti rugi, tapi tiga itu tadi harus dilalui dulu. Kenapa harus ada ganti rugi? karena sejak kecil dieksploitasi sampai dia dewasa, tidak pernah digaji,” katanya. 

    “Juga terhadap kekerasan, ada yang membekas tangannya dipukul sama balok, korban Ida sampai badannya cacat. Menurut saya, wajar sekali kalau mereka menuntut ganti rugi,” katanya. 

    Bantahan Pihak OCI

    Founder OCI dan Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membantah tudingan eksploitasi dan penyiksaan.

    Menurutnya, proses pelatihan di sirkus memerlukan disiplin yang tinggi, namun tidak melibatkan kekerasan seperti yang dituduhkan.

    “Betul, pendisiplinan itu kan dalam pelatihan ya, pasti ada. Saya harus akui. Cuma kalau sampai dipukul pakai besi, itu nggak mungkin,” ujar Tony dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Tony menilai tudingan penyiksaan sebagai hal yang sensasional dan tidak logis.

    Ia juga menyatakan bahwa ada sosok provokator yang memanfaatkan situasi ini untuk memprovokasi mantan pemain sirkus.

    “Kita sedang mengupayakan langkah hukum terhadap pihak yang memanfaatkan mereka,” tambahnya.

    (Tribunnews.com/Milani/Willy Widianto) (KompasTV) 

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Kuasa Hukum Eks Pemain Sirkus Sebut Ada Bunker di Taman Safari, Diduga Tempat Penyiksaan – Halaman all

    4 Tuntutan Eks Pemain Sirkus ke Taman Safari Indonesia, Singgung Bunker Penyiksaan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pihak mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) menuntut empat hal kepada pihak Taman Safari Indonesia buntut dugaan eksploitasi. 

    Dari empat tuntutan tersebut, kuasa hukum mantan pemain sirkus OCI, Muhammad Sholeh, menyinggung soal dugaan adanya bunker tempat penyiksaan terhadap para eks pemain sirkus semasa masih bekerja. 

    Adapun tuntutan pertama, yakni meminta untuk membuka asal-usul 60 mantan pemain sirkus. 

    Para mantan pemain sirkus mengeklaim, tak mengetahui identitas asli dirinya dan silsilah keluarganya. 

    Hal itu karena mereka sejak kecil dipekerjakan menjadi pemain sirkus tanpa tahu dunia luar. 

    “Satu, buka asal-usul 60 mantan pemain sirkus ini,” kata Sholeh dikutip dari YouTube Kompas TV, Sabtu (19/4/2025). 

    “Ini tidak bisa tidak,” lanjutnya.

    Kedua, Sholeh meminta agar dibentuk tim investigasi untuk mendatangi lokasi Taman Safari Indonesia. 

    Pasalnya, menurut kesaksian para korban, terdapat sebuah ‘bunker’ tempat penyiksaan para mantan pemain sirkus. 

    Bunker itu, kata Sholeh, berada di bawah tanah, tempat di mana mereka tinggal. 

    “Bentuk tim investigasi supaya bisa mendatangi lokasi Taman Safari. Menurut teman-teman di sana itu ada bunker. Rumahnya itu ada di bawah tanah, tempat mereka tinggal di situ lah tempat penyiksaan. Itu berdasarkan pengakuan (korban),” katanya. 

    Sholeh juga meminta agar pemerintah proaktif berkomunikasi dengan para pemain sirkus yang masih berada di Taman Safari Cisarua Bogor, Prigen Jawa Timur dan Gianyar Bali. 

    “Tanya satu per satu (ke karyawannya), masih mau kerja di situ apakah sudah layak gajinya atau masih mendapatkan kekerasan atau mau keluar yang dibantu oleh negara,” ucapnya. 

    Ketiga, pihak korban meminta agar segera dibentuk pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mengadili kasus penyiksaan yang terjadi pada tahun 1997. 

    Pasalnya, saat itu belum ada Undang-Undang yang mengatur soal HAM. 

    “Menurut undang-undang HAM, tidak mengenal jangka waktu surut, artinya apa, ketika kasus ini dibuka dan betul-betul ada fakta eksploitasi terhadap anak-anak itu, maka pengadilan HAM ini harus dibentuk supaya menjadi pelajaran ke depan buat bangsa ini supaya tidak boleh melakukan kekejaman eksploitasi dalam bentuk apapun,” jelasnya. 

    Keempat, pihak korban menuntut ganti kerugian karena sejak kecil mereka telah dieksploitasi sampai dewasa. 

    “Yang keempat baru bicara ganti rugi, tapi tiga itu tadi harus dilalui dulu. Kenapa harus ada ganti rugi? karena sejak kecil dieksploitasi sampai dia dewasa, tidak pernah digaji,” katanya. 

    “Juga terhadap kekerasan, ada yang membekas tangannya dipukul sama balok, korban Ida sampai badannya cacat. Menurut saya, wajar sekali kalau mereka menuntut ganti rugi,” katanya. 

    Bantahan Pihak OCI 

    Founder Oriental Circus Indonesia (OCI) sekaligus Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membantah soal tudingan eksploitasi dan perbudakan terhadap para pemain sirkus di bawah naungan OCI. 

    Tony menjelaskan, proses latihan di sirkus memang memerlukan kedisiplinan tinggi yang kerap kali melibatkan tindakan tegas. 

    Namun, tindakan tegas itu menurutnya adalah hal yang wajar dan bukan kekerasan. 

    “Betul, pendisiplinan itu kan dalam pelatihan ya, pasti ada. Saya harus akui. Cuma kalau sampai dipukul pakai besi, itu nggak mungkin,” ujar Tony dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Adanya tudingan penyiksaan, Tony menganggapnya hanya sensasional dan tidak logis.

    “Kalau dibilang penyiksaan, ya itu membuat sensasi saja. Supaya orang yang dengar jadi kaget, serius gitu ya. Kalau benar-benar seperti itu, ya tidak masuk akal,” ujarnya.

    Dalam kesempatan tersebut, Tony juga menjelaskan, metode pelatihan di dunia sirkus, termasuk di OCI, tidak jauh berbeda dengan standar pelatihan di cabang olahraga lain, seperti senam atau bela diri.

    “Kalau kita salah, ya pasti gurunya akan koreksi dengan keras. Karena salah sedikit bisa mencelakakan diri sendiri, apalagi di atraksi salto dan sebagainya,” katanya.

    OCI justru menduga, ada sosok provokator di balik tudingan ini. 

    Menurutnya, mereka yang mengaku menjadi korban adalah pihak yang dijadikan ‘alat’ oleh provokator yang tak ia sebut identitasnya itu. 

    “Ya, di belakang semua ini memang ada sosok provokator yang memprovokasi mereka. Kita sudah tahu siapa, karena sebelumnya juga dia sempat minta sesuatu kepada kami,” ujar Tony,

    Menanggapi hal ini, Tony pun menyiapkan langkah hukum. 

    “Kalau anak-anak, ya kasihan. Tapi, kalau provokatornya, itu lain cerita. Kita sedang mengupayakan langkah hukum terhadap pihak yang memanfaatkan mereka,” kata Tony.

    Tony mengaku, sudah mengantongi bukti-bukti terkait dugaan adanya upaya pemerasan yang sempat menuntut angka hingga lebih dari Rp 3,1 miliar. 

    Namun, Tony menegaskan, dari awal pihaknya memilih diam agar tidak melukai perasaan mantan anak didiknya.

    “Kita memang tidak merespons, karena mau lihat siapa dalangnya. Anak-anak itu hanya ‘alat’. Kita enggak mau cederai mereka. Tapi, siapa yang ada di belakang ini, ya itu yang jadi perhatian kami,” ungkap Tony.

    “Sebagian bukti sudah ada. Kalau mereka (anak-anak) yang kemarin itu, saya belum pernah ketemu lagi. Mungkin karena merasa malu setelah ramai bicara seperti ini,” lanjutnya. 

    (Tribunnews.com/Milani/Willy Widianto) (KompasTV) 

  • Mengelak dari Tudingan Eksploitasi, Oriental Circus Taman Safari Sebut Ada Sosok Provokator – Halaman all

    Mengelak dari Tudingan Eksploitasi, Oriental Circus Taman Safari Sebut Ada Sosok Provokator – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Founder Oriental Circus Indonesia (OCI) sekaligus Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membantah soal tudingan eksploitasi dan perbudakan terhadap para pemain sirkus di bawah naungan OCI. 

    OCI justru menduga ada sosok provokator di balik tudingan ini. 

    Menurutnya, mereka yang mengaku menjadi korban adalah pihak yang dijadikan ‘alat’ oleh provokator yang tak ia sebut identitasnya itu. 

    “Ya, di belakang semua ini memang ada sosok provokator yang memprovokasi mereka. Kita sudah tahu siapa, karena sebelumnya juga dia sempat minta sesuatu kepada kami,” ujar Tony, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Menanggapi hal ini, Tony pun menyiapkan langkah hukum. 

    “Kalau anak-anak, ya kasihan. Tapi, kalau provokatornya, itu lain cerita. Kita sedang mengupayakan langkah hukum terhadap pihak yang memanfaatkan mereka,” kata Tony.

    Tony mengaku sudah mengantongi bukti-bukti terkait dugaan adanya upaya pemerasan yang sempat menuntut angka hingga lebih dari Rp 3,1 miliar. 

    Namun, Tony menegaskan bahwa dari awal pihaknya memilih diam agar tidak melukai perasaan mantan anak didiknya.

    “Kita memang tidak merespons, karena mau lihat siapa dalangnya. Anak-anak itu hanya ‘alat’. Kita enggak mau cederai mereka. Tapi, siapa yang ada di belakang ini, ya itu yang jadi perhatian kami,” ungkap Tony.

    “Sebagian bukti sudah ada. Kalau mereka (anak-anak) yang kemarin itu, saya belum pernah ketemu lagi. Mungkin karena merasa malu setelah ramai bicara seperti ini,” lanjutnya. 

    Bantahan Pihak OCI

    Tony menjelaskan bahwa proses latihan di sirkus memang memerlukan kedisiplinan tinggi yang kerap kali melibatkan tindakan tegas. 

    Namun, tindakan tegas itu menurutnya adalah hal yang wajar dan bukan kekerasan. 

    “Betul, pendisiplinan itu kan dalam pelatihan ya, pasti ada. Saya harus akui. Cuma kalau sampai dipukul pakai besi, itu nggak mungkin,” ujar Tony. 

    Adanya tudingan penyiksaan, Tony menganggapnya hanya sensasional dan tidak logis.

    “Kalau dibilang penyiksaan, ya itu membuat sensasi saja. Supaya orang yang dengar jadi kaget, serius gitu ya. Kalau benar-benar seperti itu, ya tidak masuk akal,” ujarnya. 

    Dalam kesempatan tersebut, Tony juga menjelaskan bahwa metode pelatihan di dunia sirkus, termasuk di OCI, tidak jauh berbeda dengan standar pelatihan di cabang olahraga lain, seperti senam atau bela diri.

    “Kalau kita salah, ya pasti gurunya akan koreksi dengan keras. Karena salah sedikit bisa mencelakakan diri sendiri, apalagi di atraksi salto dan sebagainya,” katanya.

    Pengakuan Korban

    Seorang korban, Fifi, mengaku mendapat perlakuan kejam.

    Ia sempat diseret hingga dikurung di kandang macan

    Mendapati perlakuan kejam, ia mengaku sempat kabur.

    “Saya sempat diseret dan dikurung di kandang macan, susah buang air besar. Saya nggak kuat, akhirnya saya kabur lewat hutan malam-malam, sampai ke Cisarua. Waktu itu sempat ditolong warga, tapi akhirnya saya ditemukan lagi,” tutur Fifi di hadapan Wakil Menteri HAM, Selasa, (15/4/2025). 

    Bukannya evaluasi, pihak atau oknum Taman Safari kembali memberikan siksaan kepada Fifi, bahkan berkali-kali lipat lebih kejam.

    Setelah kembali, ia diseret, dipasung hingga disetrum di bagian sensitifnya.

    “Saya diseret, dibawa ke rumah, terus disetrum,” ujar Fifi dengan suara lirih.

    Selain mendapatkan kekerasan, Fifi ternyata juga tak mengetahui identitas aslinya.

    Sejak lahir, Fifi memang dibesarkan di lingkungan sirkus tanpa mengetahui siapa orang tuanya.

    Ia diambil oleh salah satu bos sirkus saat ia baru lahir.

    Belakangan terungkap bahwa Fifi adalah anak seorang pemain sirkus lainnya bernama Butet.

    Saat beranjak dewasa, Butet mengaku menyerahkan Fifi untuk diasuh orang lain lantaran belum memiliki kehidupan yang layak.

    Selama berlatih dan menjadi pemain sirkus di tempat hiburan itu, Butet mengaku sering mendapatkan perlakuan kasar.

    Ia bahkan diperlakukan bak hewan yang dipasung.

    “Kalau main saat show tidak bagus, saya dipukuli. Pernah dirantai pakai rantai gajah di kaki, bahkan untuk buang air saja saya kesulitan,” kata Butet. 

    (Tribunnews.com/Milani/Willy Widianto) 

  • Pelanggaran HAM dan Kehidupan Tragis Perempuan Korea Utara

    Pelanggaran HAM dan Kehidupan Tragis Perempuan Korea Utara

    loading…

    Dong Wan Kang, Profesor di Universitas Dong-A, Busan, Korea Selatan. Foto/Istimewa

    Dong Wan Kang
    Profesor di Universitas Dong-A, Busan, Korea Selatan
    Pembawa Acara Kanal YouTube “Dong-Wan Kang TV”

    DI KOREA UTARA, perempuan disebut sebagai “salah satu roda kereta revolusi”. Sebuah lagu populer berjudul “Perempuan Adalah Bunga” menggambarkan perempuan sebagai “bunga bangsa”. Negara ini juga memperingati tanggal 3 November sebagai “Hari Ibu” untuk semakin menekankan peran dan pentingnya perempuan.

    Propaganda pemerintah mengklaim bahwa perempuan di “surga rakyat” ini menikmati kehidupan yang sangat bahagia. Namun, benarkah perempuan Korea Utara benar-benar bahagia? Sebelum berbicara tentang peran mereka sebagai perempuan, dapatkah mereka hidup dengan martabat sebagai manusia?

    Secara umum, hak-hak perempuan mencakup kebebasan dari kekerasan seksual, hak untuk memilih, hak untuk memegang jabatan publik, hak yang setara dalam hukum keluarga, dan akses terhadap pendidikan. Dilihat dari perspektif hak asasi manusia (HAM), kehidupan mereka sungguh tragis.

    Saya telah merekam kehidupan rakyat Korea Utara di sepanjang Sungai Yalu dan Tumen di perbatasan China-Korea Utara menggunakan lensa telefoto untuk membagikan kisah mereka kepada dunia. Di musim dingin yang sangat menusuk, dengan suhu di bawah -35°C, perempuan Korea Utaralah yang harus mengambil air atau mencuci pakaian di sungai yang membeku.

    Dalam kenyataan keras ini, di mana listrik dan sistem air bersih sangat minim, seteguk air saja harus diambil dari sungai atau sumur. Peralatan rumah tangga seperti mesin cuci dan pengering, yang bagi kita sudah biasa, bagi mereka adalah kemewahan yang tak terbayangkan.

    Di negara yang sangat tertutup ini, di mana perbatasan dijaga ketat, bahkan pupuk dasar untuk bertani pun sulit diakses—limbah manusia masih digunakan. Mengangkut limbah manusia ke ladang, yang dikenal sebagai “pertempuran pupuk,” adalah tugas wajib musim dingin bagi perempuan Korea Utara.

    Menghidupi ekonomi rumah tangga juga menjadi beban mereka. Mereka harus menjual apa pun yang bisa dijual di pasar-pasar lokal untuk menghidupi keluarga, yang seringkali membuat mereka rentan terhadap eksploitasi seksual ilegal dan berulang.

    Pelanggaran HAM terhadap perempuan Korea Utara yang diperdagangkan ke China sungguh tak terbayangkan parahnya. Dihadapkan pada ancaman kelaparan, melintasi perbatasan untuk mencari makanan sering menjadi satu-satunya pilihan—tetapi ini membuat mereka menjadi target empuk bagi para pelaku perdagangan manusia.

    Sekitar 80% pembelot Korea Utara yang tiba di Korea Selatan adalah perempuan, dan di antara mereka, sekitar 70% pernah mengalami perdagangan manusia di China. Mereka yang beruntung bisa mencapai Korea Selatan dengan selamat adalah pengecualian.

  • Kakanwil Kemenkum HAM Jatim Dorong Optimalisasi Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin

    Kakanwil Kemenkum HAM Jatim Dorong Optimalisasi Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin

  • Kata Menko Yusril soal Hakim Jadi Tersangka Suap Vonis Lepas Kasus Minyak Goreng – Page 3

    Kata Menko Yusril soal Hakim Jadi Tersangka Suap Vonis Lepas Kasus Minyak Goreng – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Koordinator (Menko) Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra sempat menanggapi kasus suap vonis lepas korupsi minyak goreng yang menjerat empat hakim sebagai tersangka.

    “Iya kalau ditahan sih tetap saja diproses hukum ya, tergantung pada apakah ada bukti atau tidak,” tutur Yusril di Istana Negara, Jakarta, dikutip Sabtu (19/4/2025).

    Yusril menyatakan, seluruh proses hukum kasus korupsi akan berjalan sebagaimana mestinya, meski menjerat hakim pengadilan. Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) juga terus mendalami temuan alat bukti dan keterangan saksi.

    “Prosesnya berjalan normal. Jadi siapapun yang sebenarnya dilakukan penahanan oleh kejaksaan itu dilakukan dengan penyelidikan, dan penyidikan, tapi dilihat perkembangannya, apakah cukup bukti atau tidak,” kata Yusril.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka baru di kasus vonis lepas perkara korupsi minyak goreng, yakni Muhammad Syafei (MSY) selaku pejabat hukum Wilmar Group.

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengungkap, peran Muhammad Syafei baru terungkap setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap lima saksi berinisial MBDH, MS, STF, WG, dan Muhammad Syafei sendiri.

    “Bermula dari pertemuan antara tersangka AR dengan tersangka WG. Pada saat itu tersangka WG menyampaikan agar perkara minyak goreng harus diurus, jika tidak putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum,” tutur Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).

    Dalam pertemuan tersebut, tersangka Wahyu Gunawan (WG) selaku Panitera Muda Perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) juga menanyakan kesiapan dana dari pihak korporasi terdakwa. Tersangka Ariyanto (AR) selaku advokat yang mendampingi perusahaan itu belum dapat menjawab dan harus mengonfirmasi terlebih dahulu ke kliennya.

    Informasi dari Ariyanto kemudian diteruskan ke tersangka Marcella Santoso (MS) selaku advokat, yang lantas bertemu dengan Muhammad Syafei di sebuah rumah makan di kawasan Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, tersangka Marcella Santoso menyampaikan potensi bantuan tersangka Wahyu Gunawan dalam mengurus perkara tersebut.

    “Tersangka WG bisa membantu pengurusan perkara minyak goreng yang ditanganinya. Mendapati informasi tersebut MSY menyampaikan bahwa sudah ada tim yang mengurusnya,” jelas Harli.

     

  • DPR Desak Investigasi Serius Dugaan Penyiksaan dan Eksploitasi Pekerja Sirkus

    DPR Desak Investigasi Serius Dugaan Penyiksaan dan Eksploitasi Pekerja Sirkus

    GELORA.CO – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti isu dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Oriental Circus Indonesia (OCI).

    OCI saat ini menjadi perhatian publik akibat perlakuan tidak manusiawi terhadap para pekerjanya baru-baru ini.

    Menanggapi hal itu, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Kawendra Lukistian menegaskan bahwa industri hiburan dan destinasi wisata tidak boleh mengabaikan hak-hak dasar manusia demi keuntungan.

    “Tidak ada artinya seni pertunjukan di destinasi wisata bila di balik gemerlap lampu dan tepuk tangan penonton terdapat pelanggaran hak asasi manusia. Kemanusiaan harus menjadi panglima, termasuk dalam industri hiburan,” tegas Kawendra, dalam keterangannya, Sabtu 19 April 2025.

    Menurut laporan yang diterima, sejumlah pekerja sirkus diduga mengalami jam kerja berlebihan tanpa kepastian upah layak, perlakuan diskriminatif, serta minimnya jaminan keselamatan kerja.

    Kisah pilu itu disampaikan sejumlah mantan pemain sirkus OCI saat mengadu ke kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa 15 April 2025. Di depan Wakil Menteri HAM Mugiyanto, mereka menceritakan eksploitasi dan kekerasan yang dialami.

    Mereka mengaku dirantai, dipaksa makan kotoran gajah, dipaksa bekerja walaupun dalam kondisi hamil, dipisahkan dari anak yang baru dilahirkan, bahkan pihak sirkusi mempekerjakan anak-anak di bawah umur.

    Dugaan ini memantik keprihatinan berbagai pihak dan mendorong Komnas HAM untuk melakukan investigasi lebih lanjut.

    Kawendra pun mengimbau seluruh pengelola hiburan dan destinasi wisata di Indonesia untuk meninjau ulang sistem kerja yang diterapkan dan memastikan bahwa setiap pekerja diperlakukan secara adil dan manusiawi.

    “Kita tidak bisa mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan demi sebuah tontonan. Industri ini harus bersih, transparan, dan menjunjung tinggi martabat para pelaku seninya,” ujarnya.

    Saat ini Komnas HAM tengah mengumpulkan data serta membuka ruang pelaporan bagi masyarakat yang memiliki informasi tambahan terkait kasus ini. Apabila terbukti, pihak-pihak yang bertanggung jawab akan diproses sesuai hukum yang berlaku.

  • RUU Masyarakat Adat Mendesak Disahkan, Lindungi Hak Tradisional dan Wilayah Leluhur

    RUU Masyarakat Adat Mendesak Disahkan, Lindungi Hak Tradisional dan Wilayah Leluhur

    Liputan6.com, Jakarta – Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menggelar diskusi publik pada Kamis (17/4/2025) untuk menyoroti urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat, sebagai upaya menghadirkan perlindungan hukum atas hak-hak tradisional masyarakat adat di Indonesia.

    Kegiatan ini menjadi ruang strategis untuk menggali makna frasa hak-hak tradisional sebagaimana termaktub dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, serta menekankan perlunya payung hukum yang menjamin pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat adat secara menyeluruh.

    Diskusi tersebut lahir dari keprihatinan terhadap belum adanya definisi hukum yang jelas terkait hak-hak tradisional dalam peraturan perundang-undangan.

    Istilah ini menggantikan “hak asal-usul” setelah amandemen UUD 1945, dan menyimpan potensi besar untuk memperkuat eksistensi masyarakat adat jika diatur secara tepat.

    Rina Mardiana, akademisi dari IPB University, menyatakan bahwa RUU Masyarakat Adat merupakan manifestasi dari amanat konstitusi.

    Tanpa undang-undang ini, proses pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat akan tetap bersifat sektoral, lamban, dan rawan diskriminasi.

    “Masyarakat adat adalah komunitas otonom dengan keterikatan historis dan budaya terhadap wilayah tertentu. Mereka memiliki sistem sosial, hukum, serta ekonomi sendiri, termasuk hak atas tanah dan sumber daya alam secara turun-temurun,” jelas Rina.

    Menurutnya, keberadaan undang-undang menjadi krusial agar negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk melindungi dan menghormati hak-hak tersebut.

    Erwin dari Perkumpulan HuMa, anggota Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, menjelaskan bahwa risalah perubahan UUD 1945 mencatat bahwa istilah “hak-hak tradisional” dimaksudkan untuk memberi ruang yang fleksibel bagi masyarakat adat.

    Namun demikian, ia menekankan bahwa RUU Masyarakat Adat harus mampu menguraikan hak-hak tersebut secara rinci, memastikan bahwa seluruh hak masyarakat adat diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM), dan menegaskan tanggung jawab negara untuk melindunginya.