Kasus: HAM

  • Ida Lumpuh Akibat Atraksi, Taman Safari Bantah Penelantaran dengan Bukti Pembayaran – Halaman all

    Ida Lumpuh Akibat Atraksi, Taman Safari Bantah Penelantaran dengan Bukti Pembayaran – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ida, seorang mantan pemain sirkus, mengklaim lumpuh akibat jatuh saat atraksi, namun Taman Safari Indonesia membantah penelantaran. 

    Direktur Taman Safari, Jansen Manansang, menegaskan bahwa mereka telah membayar semua biaya perawatan Ida, termasuk tiket pesawat dan biaya operasi. 

    Taman Safari menyertakan bukti pembayaran untuk mendukung klaim mereka.

    Ida Lumpuh Akibat Atraksi, Taman Safari Bantah Penelantaran dengan Bukti Pembayaran

    Ida, mantan pemain Oriental Circus Indonesia, mengungkapkan bahwa ia mengalami kecelakaan saat tampil di Lampung yang menyebabkan dirinya lumpuh.

     “Saya jatuh dari ketinggian saat show di Lampung. Setelah jatuh, saya tidak langsung dibawa ke rumah sakit. Setelah pinggang saya mulai bengkak, barulah saya dibawa ke Jakarta dan dioperasi,” ujar Ida.

    Taman Safari Indonesia membantah klaim tersebut, mengatakan bahwa Ida langsung dibawa ke rumah sakit setelah kecelakaan dan memberikan bukti tiket pesawat serta biaya operasi.

    TAMAN SAFARI INDONESIA – Ida mengalami kecelakaan saat atraksi sirkus yang menyebabkan lumpuh, Taman Safari membantah penelantaran dengan bukti pembayaran biaya operasi. (Tribunnews/Jeprima/KOMPAS.COM /KIKI SAFITRI)

    Taman Safari Klaim Tidak Ada Penelantaran

    Pemilik Taman Safari Indonesia, Jansen Manansang, menegaskan bahwa tidak ada penelantaran terhadap Ida setelah kecelakaan.

    “Ida langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan dan operasi. Tidak ada ditelantarkan,” kata Jansen dalam konferensi pers pada Senin (21/4/2025).

     Ia juga menambahkan bahwa Ida diterbangkan menggunakan tiket pesawat kelas satu Garuda dari Lampung ke Jakarta untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit Sumber Waras.

    Bukti Pembayaran dan Perawatan Dibeberkan

    Jansen membeberkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk operasi Ida pada tahun 1989 mencapai Rp 39 juta.

    “Kami memiliki bukti tiket pesawat, biaya perawatan, dan operasi yang semuanya kami bayarkan. Dokter Lukas adalah yang menangani Ida saat itu,” ucapnya.

    Selain itu, Ida juga mendapatkan perawatan lanjutan di Pondok Indah dan rumah sakit Fatmawati selama beberapa tahun.

    Ida Tetap Bekerja di Administrasi Setelah Kecelakaan

    Setelah kecelakaan, meskipun tidak bisa berjalan, Ida tetap dipekerjakan di bagian administrasi di Cisarua.

    “Ida bekerja di administrasi karena tidak bisa berjalan. Namun, akhirnya dia memilih untuk berhenti tanpa alasan yang jelas,” kata Jansen menanggapi keputusan Ida yang mengundurkan diri.

    Kementerian HAM Akan Klarifikasi dengan Taman Safari Indonesia

    Terkait dengan pengakuan Ida, Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, menyatakan bahwa kementerian akan memanggil Taman Safari Indonesia untuk mendapatkan klarifikasi lebih lanjut.

    Pemanggilan ini bertujuan untuk mencegah adanya kekerasan, intimidasi, atau eksploitasi terhadap para pemain sirkus di masa mendatang.

    Akses Tribunnnews.com di Google News atau WhatsApp Channel Tribunnews.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

    KOMPAS.TV/TRIBUNNEWS.COM

  • Sukatani Tidak Suka Tambang, Aksi Band Punk Asal Purbalingga di Hari Kartini dan Hari Bumi di Pati

    Sukatani Tidak Suka Tambang, Aksi Band Punk Asal Purbalingga di Hari Kartini dan Hari Bumi di Pati

    TRIBUNJATENG.COM, PATI – Band punk asal Purbalingga, Sukatani, memeriahkan perhelatan Halalbihalal sekaligus Peringatan Hari Kartini dan Hari Bumi bertajuk “Nyawiji Bumi” yang digelar oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Senin (21/4/2025) sore.

    Acara ini digelar di Omah Sonokeling, Desa Gadudero, Kecamatan Sukolilo, Pati.

    Grup musik yang digawangi Muhammad Syifa Al Lufti alias Alectroguy sebagai gitaris dan Novi Citra Indriyati alias Twister Angel sebagai vokalis ini membawakan sejumlah lagu, di antaranya “Jangan Bicara Solidaritas”, “Gelap Gempita”, “Semakin Tua Semakin Punk”, dan single terbaru mereka “Tumbal Proyek”.

    Lagu viral yang bermuatan kritik terhadap institusi kepolisian, “Bayar Bayar Bayar”, tidak mereka bawakan meskipun penonton terus meminta mereka menyanyikan lagu itu setiap kali jeda pergantian lagu.

    Sukatani tampil di panggung dengan durasi sekira 30 menit mulai sekira pukul 17.00 WIB.

    Ratusan penonton kompak melantunkan lagu-lagu yang dibawakan Sukatani. Suasana makin panas dengan slam dancing atau moshing yang dilakukan para penonton.

    Di belakang kerumunan penonton, dipasang spanduk berukuran besar bertuliskan “Sukatani Tidak Suka Tambang”.

    Gitaris Sukatani, Alectroguy, juga menegaskan pesan tersebut di jeda pergantian lagu. 

    ”Salam Kendeng! Terima kasih kepada teman-teman. Perjuangan kawan-kawan di Kendeng menjadikan cerminan bagi kami untuk berjuang melawan tambang,” ujar dia. 

    Ketua JMPPK, Gunretno, mengatakan bahwa kegiatan ini rutin dilakukan oleh JMPPK setiap April.

    Dia menyebut, bagi JMPPK, April adalah momentum bersejarah.

    “Bulan April bagi kami selalu diperingati. 21 April Hari Kartini dan 22 April Hari Bumi. Tapi sebelum Hari Kartini, 12 April adalah hari lahirnya kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang diperintahkan presiden yang ke-7, Pak Jokowi, yang kami minta untuk dilakukan KLHS di Pegunungan Kendeng Utara,” jelas dia.

    Selain panggung musik, acara ini juga diisi pembacaan puisi di alam, yakni di lokasi penambangan.

    Gunretno mengatakan, dulur-dulur Kendeng datang ke lokasi tambang untuk mengingatkan agar di saat Hari Bumi ibu bumi jangan sampai tersakiti.

    Dia menegaskan, acara ini menunjukkan totalisme JMPPK dalam memerangi perusakan lingkungan.

    Banyak pihak yang menunjukkan dukungan dengan menghadiri acara ini. Termasuk tokoh Muhammadiyah yang pernah menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas.

    “Kegiatan ini juga diisi dengan pengajian yang berbicara tentang lingkungan. Hadir Busyro Muqoddas, lalu Kiai Budi Harjono, ada juga Gus Faishol dari NU Jateng dan lain-lain. Semuanya totalitas karena ini Hari Bumi. Ibu yang melahirkan manusia. Ibu Bumi yang menghasilkan buliran padi untuk kehidupan manusia melalui para petani, bukan dari bongkahan batu yang ditambang untuk keuntungan pribadi tanpa memikirkan bagaimana dampak kerusakan lingkungan,” tegas dia.

    Sebelum Sukatani tampil, ada pula penampilan dari Usman and The Blackstones, band yang dipelopori tokoh aktivis HAM dan advokat, Usman Hamid.

    Gunretno mengatakan, acara ini bukan seremoni belaka. 

    Pihaknya menjamin akan terus ada tindak lanjut untuk menyadarkan semua orang tentang pentingnya pelestarian lingkungan.

    Kita berpijak di bumi, maka harus berbakti kepada bumi, mengembalikan keterawatan bumi ini. 14 April kami sudah datangi DPR, kepolisian, berkaitan tambang-tambang di Pegunungan Kendeng yang dibiarkan begitu saja, dan ketika kami lapor tidak ada kegiatan berikutnya, kami datang ke lokasi tambang. Kami tidak berhenti. Di wilayah Kendeng kalau ada perusakan lingkungan, tidak hanya tambang, termasuk penggundulan hutan, yang dirugikan adalah masyarakat petani secara luas,” papar dia.

    Menurut Gunretno, para ibu di JMPPK selama ini selalu menunjukkan semangat Kartini dalam langkah-langkah perjuangan mereka.

    Selama ini,  bukan hanya kaum pria yang berjuang di JMPPK.

    Bahkan para “Kartini Kendeng” beberapa waktu lampau pernah melakukan aksi ikonik mengecor kaki untuk melawan perusakan lingkungan oleh korporasi semen.

    “Karena sadar betul bahwa dengan rusaknya gunung menjadikan hilangnya mata air, di saat itu terjadi ibulah yang paling merasakan. Maka di JMPPK ada Kartini Kendeng yang pernah berani mengecor kaki, berani mati demi memperjuangkan Kendeng.

    Karena memikirkan ke depan, Indonesia dibelenggu semen, sudah overproduksi sejak 2014. Namun pemerintah malah mengobral izin seenaknya untuk tambang semen, industri ekstraktif yang tidak bisa diperbaharui. Maka dengan mengecor kaki mereka menegaskan, jangan belenggu anak cucu kami, belenggulah kaki kami,” tandas dia. (mzk)

     

     

  • TSI: Laporan Penyiksaan Pemain Sirkus Pernah Ada pada 1997

    TSI: Laporan Penyiksaan Pemain Sirkus Pernah Ada pada 1997

    Jakarta, Beritasatu.com – Laporan mengenai dugaan penyiksaan dan penganiayaan anak-anak pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) di lingkungan Taman Safari Indonesia ternyata pernah ada pada tahun 1997. Namun, setelah dilakukan penyelidikan mendalam, tidak ditemukan adanya penyiksaan dan penganiayaan oleh pihak OCI.

    “Pada tahun 1997 memang ada pelaporan dari Komnas HAM terkait dengan dugaan pelanggaran hak anak-anak pemain sirkus, termasuk tuduhan penganiayaan dan penyiksaan pemain sirkus di lingkungan Oriental Circus,” ujar Direktur Taman Safari Indonesia (TSI) Group Jansen Manansang, saat menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    RDPU ini juga dihadiri oleh para mantan pemain OCI serta perwakilan dari pihak OCI.

    Jansen Manansang menjelaskan, Komnas HAM kemudian melakukan pemeriksaan investigasi secara komprehensif dengan membentuk tim pencari fakta untuk menelusuri laporan-laporan kasus dugaan penganiayaan dan penyiksaan tersebut.

    “Penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM untuk mencari alat-alat bukti dan melakukan peninjauan lokasi.”

    “Prosesnya cukup lama pada waktu itu, karena tim investigasi melakukan wawancara kepada pihak pengelola dari Oriental Sirkus, dan kami juga didampingi oleh pengacara yang saat itu bernama almarhum Bapak Poltak Hutajulu, serta Bapak Hamdan (Hamdan Zoelva),” jelas Jansen.

    “Semua laporan dan saksi-saksi diperiksa secara menyeluruh, termasuk juga peninjauan lokasi sirkus yang ada di Cisarua dan di berbagai tempat lainnya,” tambahnya.

    Setelah proses investigasi yang cukup panjang, Komnas HAM kemudian menerbitkan surat hasil penyidikan atas laporan tersebut pada tanggal 1 April 1997. Dalam laporan resmi tersebut dinyatakan bahwa tidak ditemukan adanya penganiayaan dan penyiksaan terhadap pemain sirkus.

    “Dalam rekomendasi tersebut tertuang kesimpulan bahwa tidak ada penganiayaan maupun penyiksaan. Selain itu, terdapat juga rekomendasi terkait asal-usul anak kepada Komnas HAM bersama Oriental Sirkus untuk mencari tahu asal-usul anak-anak pemain sirkus dan melakukan upaya pencarian orang tua mereka di beberapa lokasi,” tutur Jansen.

    Untuk meyakinkan implementasi rekomendasi Komnas HAM, pihak OCI ditegaskan untuk menyediakan fasilitas pendidikan bagi anak-anak pemain sirkus dengan sistem homeschooling atau privat.

    “Awalnya, karyawan yang bertugas mengawasi pendidikan diganti dengan guru privat yang biasa berkeliling. Kemudian, ada upaya agar anak-anak tersebut dapat masuk ke sekolah formal.”

    “Jadi, rekomendasi dari Komnas HAM terkait pendidikan pemain sirkus dan juga temuan Komnas HAM tersebut telah dikomunikasikan dengan semua pihak, dan kami menganggap bahwa kami telah melakukan apa yang direkomendasikan oleh Komnas HAM,” pungkas Jansen, terkait isu dugaan penyiksaan pemain sirkus.

     

  • Polda Jabar Tunggu Laporan Mantan Pemain Sirkus Taman Safari: Masalah Ini Sudah Kedaluwarsa

    Polda Jabar Tunggu Laporan Mantan Pemain Sirkus Taman Safari: Masalah Ini Sudah Kedaluwarsa

    PIKIRAN RAKYAT – Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan mengaku belum menerima laporan dari mantan pemain sirkus Taman Safari atau Oriental Circus Indonesia (OCI).

    “Sejauh ini kita belum menerima laporan pun dari pihak korban, jadi kita belum menangani apa-apa,” ucap Surawan di DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 21 April 2025.

    Surawan memastikan pihaknya tidak akan jemput bola untuk menangani kasus ini. Meskipun di media sosial ramai permintaan dari warganet mendesak agar pihak Kepolisian segera mengusut.

    “Coba nanti kita coba menghubungi para korbannya, kalau memang mau melaporkan kita terima laporannya. Tapi kan masalah ini sudah lama, sudah kedaluwarsa kan,” ucapnya.

    Dirreskrimum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan.

    Dia mengaku sepakat dengan usulan DPR agar kasus para pihak untuk bertemu dulu kan, selesaikan secara keluarga dan sesuai dengan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

    “Tadi kalau dari pimpinan menyampaikan bahwa ya silakan para pihak untuk bertemu dulu kan, selesaikan secara keluarga dan sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM. Itu sih intinya ya,” tuturnya.

    “Jadi pimpinan tadi ini menyarankan para pihak untuk bertemu kembali, melakukan rekomendasi sebagaimana rekomendasi dari Komnas HAM untuk selesaikan secara kekeluargaan. Nanti kan ada rekomendasi seperti itu kira kira,” ujarnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Sahroni Minta OCI-Taman Safari Duduk Bareng Selesaikan Eksploitasi Sirkus

    Sahroni Minta OCI-Taman Safari Duduk Bareng Selesaikan Eksploitasi Sirkus

    Jakarta

    Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan pihak Oriental Circus Indonesia (OCI) dan Taman Safari terkait dugaan eksploitasi sirkus yang terjadi. Komisi III DPR meminta agar kedua belah pihak duduk bersama untuk menyelesaikan kasus ini.

    “Saya minta tadi kalau bapak (pihak Taman Safari) dirugikan dengan situasi ini, di sini (pihak OCI) juga merasa dirugikan dengan kondisi yang berbeda, makanya duduk sama-sama, pak,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dalam rapat tersebut, di ruang Komisi III DPR RI, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Jika kedua belah pihak saling membantah satu sama lain, maka kasus ini tidak akan selesai. Pihak kepolisian nantinya bisa jadi penengah pembahasan antar keduanya.

    “Kita harapannya pak, Pak Jansen dan pihak sini duduk sama-sama, pak. Duduklah. Nanti orang tengahnya orang Dirkrimum Polda Jabar,” sebutnya.

    Ia juga menyarankan para pihak terkait jangan terlalu banyak bicara ke media karena dapat menimbulkan kegaduhan. Jika perkara ini tidak selesai dalam waktu 1 minggu, bisa kembali mengadu ke Komisi III DPR.

    “Berkenan jangan lagi ngomong di berita, udah setop di berita. Udah duduk sama-sama kalau seminggu nggak selesai datang lagi sini baru kita lapor polda, mana yang bener mana yang salah baru berlanjut prosesnya,” ucapnya.

    “Kemarin saya menerima audiensi dari para korban kekerasan, pelecehan dan dugaan perbudakan. Dari keterangan yang para korban yang semuanya perempuan ini, diduga telah terjadi Pelanggaran HAM. Kejadian ini sudah puluhan tahun yang lalu di tempat mereka bekerja yaitu sebuah bisnis pengelola hiburan sirkus,” ujar Mugiyanto, dalam unggahannya di akun resmi Instagramnya, dilihat Rabu, (16/4).

    KemenHAM akan memanggil pihak Taman Safari. Pemanggilan itu untuk mendengarkan penjelasan dari dua belah pihak.

    (ial/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Akui Ada Kegagalan Profesional Saat Bunuh 15 Tenaga Medis Gaza

    Israel Akui Ada Kegagalan Profesional Saat Bunuh 15 Tenaga Medis Gaza

    Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah gelombang kecaman global dan desakan internasional untuk dilakukan penyelidikan kejahatan perang, militer Israel akhirnya mengakui terjadinya sejumlah “kegagalan profesional” serta pelanggaran perintah dalam insiden tragis yang menewaskan 15 petugas penyelamat di Gaza selatan pada 23 Maret lalu.

    Dalam pernyataan resmi yang dirilis Minggu (20/4/2025), militer Israel menyatakan bahwa penyelidikan internal menemukan bahwa peristiwa tersebut melibatkan “kesalahan operasional”, pelanggaran prosedur, dan kegagalan dalam pelaporan.

    “Investigasi telah mengidentifikasi beberapa kegagalan profesional, pelanggaran perintah, dan kegagalan untuk melaporkan insiden secara penuh,” kata militer Israel, dilansir The Guardian.

    Sebagai akibat dari temuan tersebut, wakil komandan Brigade Golani IDF yang memimpin operasi saat itu akan diberhentikan dari jabatannya karena dinilai bertanggung jawab di lapangan serta memberikan laporan yang “tidak lengkap dan tidak akurat” selama pengarahan.

    Sementara itu, seorang komandan lain yang unitnya juga beroperasi di Rafah, tempat kejadian berlangsung, akan dikenakan sanksi disipliner karena tanggung jawab keseluruhan atas insiden tersebut.

    Namun, meskipun mengakui kesalahan, militer Israel tidak merekomendasikan adanya tindakan pidana terhadap unit-unit yang terlibat. Mereka juga menyatakan tidak ditemukan pelanggaran terhadap kode etik militer IDF. Hasil penyelidikan tersebut kini telah diserahkan kepada Jaksa Militer Israel.

    Pernyataan ini memicu respons tajam, termasuk dari Menteri Keamanan Nasional Israel yang beraliran sayap kanan ekstrem, Itamar Ben-Gvir, yang menyebut keputusan untuk memecat wakil komandan sebagai “kesalahan besar”.

    Kuburan Massal

    Insiden ini menewaskan delapan paramedis Bulan Sabit Merah Palestina, enam petugas pertahanan sipil, dan satu staf PBB saat mereka tengah menjalankan misi penyelamatan di Gaza selatan.

    Jenazah mereka baru ditemukan beberapa hari kemudian dalam kuburan massal berpasir, bersama kendaraan mereka yang hancur. Seorang pejabat PBB mengatakan bahwa para korban “dibunuh satu per satu”.

    Awalnya, Israel mengeklaim bahwa kendaraan medis tersebut tidak menyalakan sinyal darurat saat terjadi penembakan. Namun, klaim itu terbantahkan setelah ditemukan rekaman video dari ponsel salah satu korban yang menunjukkan adanya lampu darurat menyala saat penembakan terjadi.

    Penyelidikan militer menemukan bahwa kejadian tersebut merupakan “kesalahpahaman operasional” akibat penglihatan malam yang buruk, yang menyebabkan komandan batalion menduga bahwa ambulans yang ada adalah milik kelompok Hamas.

    Namun, video dari lokasi menunjukkan bahwa ambulans jelas terlihat dengan lampu darurat menyala.

    “Kami mengatakan ini adalah kesalahan, namun bukan kesalahan yang terjadi setiap hari,” ujar Mayor Jenderal Yoav Har-Even, ketua tim investigasi militer.

    Selain itu, laporan militer juga menyatakan bahwa penembakan terhadap kendaraan PBB yang melintas 15 menit kemudian juga merupakan pelanggaran perintah langsung.

    Kecaman Internasional

    Bulan Sabit Merah Palestina secara tegas menolak hasil penyelidikan militer Israel.

    “Laporan itu penuh kebohongan. Tidak sah dan tidak dapat diterima karena mencoba membenarkan pembunuhan dan mengalihkan tanggung jawab kepada kesalahan pribadi komando lapangan, padahal kenyataannya sangat berbeda,” tegas Nebal Farsakh, juru bicara Bulan Sabit Merah kepada AFP.

    Para pengacara hak asasi manusia juga mengkritik keras proses penyelidikan, menyebutnya tidak independen karena dilakukan oleh militer Israel sendiri.

    “Tidak ada yang objektif atau netral dari penyelidikan ini. Kasus ini seharusnya langsung masuk ke penyidikan pidana. Tapi yang terjadi justru militer menyelidiki dirinya sendiri, dan lagi-lagi bukti pelanggaran hukum internasional serta kejahatan perang disapu di bawah karpet,” ujar Sawsan Zaher, pengacara HAM Palestina yang berbasis di Israel.

    Laporan tersebut juga menyatakan bahwa enam dari 15 korban adalah militan Hamas, meskipun tidak disertai bukti lebih lanjut. Klaim semacam ini sebelumnya juga kerap dibantah oleh Bulan Sabit Merah.

    Seorang pejabat forensik di Gaza, Ahmed Dhair, yang melakukan otopsi terhadap para korban, mengungkapkan bahwa para korban tewas akibat tembakan di kepala dan dada, serta luka-luka yang disebabkan oleh bahan peledak, termasuk dugaan peluru peledak.

    Namun, ia mengatakan tidak menemukan tanda-tanda korban diikat, sebagaimana dugaan dari sejumlah saksi dan keluarga korban.

    Organisasi HAM Israel, Yesh Din, menyebut insiden ini sebagai contoh lain dari impunitas hampir total yang diberikan kepada tentara dalam operasi di Gaza.

    “Ini contoh lain dari impunitas hampir total bagi tentara atas insiden di Gaza. Dalam kasus ini, mereka cepat bertindak karena menghadapi tekanan internasional. Tapi dengan hanya memberikan sanksi ringan pada satu komandan, mereka justru menggagalkan peluang untuk penyidikan pidana yang lebih luas,” ujar Ziv Stahl, Direktur Eksekutif Yesh Din.

    Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah menyatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant sedang dalam proses penyelidikan atas dugaan kejahatan perang.

    Meski begitu, Israel yang bukan anggota ICC selalu menyatakan bahwa sistem hukumnya mampu menyelidiki pelanggaran militer secara internal. Netanyahu bahkan menuduh ICC bersikap antisemit.

    Sementara itu, satu dari dua paramedis yang selamat dalam insiden tersebut, Assad al-Nsasrah, dilaporkan masih ditahan oleh Israel hingga pekan lalu, menurut pernyataan Bulan Sabit Merah Palestina.

    (luc/luc)

  • Polda Jabar Tunggu Laporan Mantan Pemain Sirkus Taman Safari: Masalah Ini Sudah Kedaluwarsa

    Hari ini Komisi III Panggil Mantan Pemain OCI Taman Safari, Perdalam Dugaan Ekploitasi dan Kekerasan

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi III DPR RI berencana akan menggelar Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Dirreskrimum Polda Jabar, Kuasa Hukum Mantan Pemain Sirkus dan Pengelola Sirkus Taman Safari, Senin, 21 April 2025. 

    Adapun rapat dilakukan untuk menindaklanjuti dugaan adanya penganiayaan terhadap mantan pemain OCI di Taman Safari. 

    Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Rano Alfath sempat membenarkan adanya RDPU dengan mantan pemain OCI tersebut hari ini pukul 15:00 WIB sore.

    “Iya-iya, besok (hari ini) jam 3 rencananya kita panggil. Kita pengen perdalam aja, masalahnya apa,” ujar Rano kepada wartawan di rumah dinas Cak Imin, Jakarta, Minggu, 20 April 2025 malam.

    “Terus memang kok, apakah benar ada kekerasan di dalamnya, nanti itu dibuka di situ semua,” lanjut ujarnya. 

    Meski jadwal RDPU sudah ditentujan namun dia mengaku masih belum mengetahui siapa saja yang akan hadir dalam rapat tersebut.

    “Nanti kita cek ya, saya belum dapat gambaran ini keseluruhan. Tapi jadwalnya insya Allah jam 3 (yang dipimpin) Habiburakhman,” katanya. 

    Taman Safari diduga mengeksploitasi tenaga kerja, khususnya para pekerja di sirkus OCI yang memiliki hubungan dekat dengan Taman Safari.

    Sejumlah mantan pekerja sirkus OCI mengadukan dugaan eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia kepada Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta Selatan, Selasa, 15 April 2025. 

    Dugaan tindak kekerasan, perbudakan, dan eksploitasi anak yang disampaikan para mantan pekerja diduga terjadi sejak 1970-an oleh para pemilik OCI dan Taman Safari Indonesia.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • SP3 Bukan Kunci Mati, Komisi III Desak Buka Kembali Kasus Kekerasan Eks Pemain Sirkus OCI
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    SP3 Bukan Kunci Mati, Komisi III Desak Buka Kembali Kasus Kekerasan Eks Pemain Sirkus OCI Nasional 21 April 2025

    SP3 Bukan Kunci Mati, Komisi III Desak Buka Kembali Kasus Kekerasan Eks Pemain Sirkus OCI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Komisi III DPR
    RI mendesak agar kasus dugaan penganiayaan dan eksploitasi para eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) diusut kembali meskipun pihak kepolisian sudah menghentikan penyidikan.
    Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Nasir Djamil mengatakan, meski kasus dugaan pelanggaran oleh OCI pernah dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh kepolisian, bukan berarti kasus tersebut tidak bisa dibuka kembali.
    “Bila ada bukti atau fakta baru yang terungkap, proses hukum masih bisa berlanjut,” kata Nasir saat dihubungi Kompas.com, Minggu (20/4/2025).
    “SP3 itu bukan kunci mati, itu gembok yang masih bisa dibuka lagi. Makanya kita dengar dulu nih, apa potensi pidana yang kira-kira ada dalam pengaduan itu,” imbuhnya.
    Sebagai informasi, Komisi III DPR RI rencananya hari ini, Senin (21/4/2025), akan memanggil para mantan pemain sirkus OCI untuk mendengar langsung kesaksian mereka terkait dugaan praktik eksploitasi yang dialami saat bekerja di lingkungan sirkus tersebut.
    Selain itu, Komisi III juga akan melangsungkan Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Dirreskrimum Polda Jabar, kuasa hukum mantan pemain sirkus, dan pengelola Sirkus
    Taman Safari
    .
    Rapat ini terkait dengan dugaan adanya penganiayaan terhadap mantan pemain OCI di Taman Safari.
    “Kalau memang situ ada potensi pidana, tentu kita dorong aparat penegak hukum untuk memproses pidana tersebut. Jadi, Komisi III akan melihat apakah ada potensi pidana dalam kasus itu,” kata dia.
    Dia menyatakan, pemanggilan ini merupakan tindak lanjut dari pengaduan para korban yang sebelumnya juga telah menyampaikan keluhan mereka ke Kementerian Hukum dan HAM.
    Menurutnya, pengakuan para mantan pemain sirkus tersebut menggambarkan perlakuan yang tidak manusiawi, bahkan membuka kemungkinan adanya unsur tindak pidana.
    “Ada mengundang korban (yang diduga mengalami kekerasan). Jadi memang kami menindaklanjuti pengaduan karena secara sepintas memang sangat tidak manusiawi,” ujar Nasir.
    Nasir menegaskan, Komisi III akan mengkaji lebih dalam apakah pada kasus ini terdapat unsur pidana yang bisa ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
    Ia mencontohkan, kasus ini memiliki kemiripan dengan peristiwa kerangkeng manusia di Langkat, Sumatera Utara, yang beberapa waktu lalu menyeret pelaku ke meja hijau meskipun awalnya berdalih soal rehabilitasi narkoba.
    “Walaupun tidak sama, tapi barangkali ada perlakuan yang tidak manusiawi,” ujarnya.
    “Nah, makanya kalau memang ada potensi pidana di situ, kita akan dorong para penegak hukum untuk menindaklanjuti dan menyelidikinya,” katanya.
    Selain mendengarkan kesaksian korban, DPR juga membuka opsi untuk memanggil pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk aparat penegak hukum dan instansi terkait, jika nantinya dinilai perlu untuk pendalaman kasus.
    “Ya, kita dengar dulu dari korban, nanti bisa jadi kita tindaklanjuti dengan memanggil para pihak, apakah itu APH, penegak hukum, atau pihak-pihak lain yang kita nilai punya irisan di situ,” pungkas Nasir.
    Saat ditanya soal komunikasi dengan Taman Safari, yang disebut-sebut memiliki hubungan dengan manajemen OCI, Nasir menyatakan belum ada komunikasi sejauh ini.
    “Belum, belum ada komunikasi dengan Taman Safari,” ucapnya.
    Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdullah.
    Abdullah mengatakan, Komisi III akan memanggil korban untuk mendapatkan keterangan.
    Dia bilang, sejauh ini pihaknya sudah berkomunikasi dengan pihak Taman Safari Indonesia, tapi belum mendapatkan jawaban.
    “Kita lagi coba memanggil dari tim Taman Safari untuk klarifikasi, tapi belum ada jawaban,” kata Abdullah.
    “Ya, kalau tidak kita coba panggil korbannya dulu. Habis itu baru kita bantu (panggil) yang terkait. Kita akan panggil bareng-bareng semua dari Taman Safari,” jelasnya.
    Adapun pertemuan untuk mendapatkan keterangan dari korban akan dilakukan tertutup.
    “Tapi kita mau rapat internal dulu jam 1. Memang benar, kita mau panggil pihak korban. Iya (tertutup),” tegas dia.
    Sementara itu, mantan pemain sirkus yang diduga merupakan korban kekejaman OCI, Vivi, mengatakan bahwa dirinya bersama rekan mantan pemain sirkus lainnya akan datang untuk memenuhi panggilan Komisi III DPR RI pada Senin.
    “Iya, kami semua akan datang untuk memberikan keterangan di hadapan Komisi III, Senin pada pukul 14.00 WIB,” kata Vivi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu malam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ham Pan, Camilan Pedas Khas Singkawang yang Terbuat dari Beras dan Ebi

    Ham Pan, Camilan Pedas Khas Singkawang yang Terbuat dari Beras dan Ebi

    Ada aroma laut yang samar namun menggoda dari ebi, dipadukan dengan keharuman bawang dan cabai yang meresap ke setiap pori-pori camilan ini. Meski sederhana, rasa Ham Pan sangat menggugah selera, dan membuatnya menjadi camilan yang sulit untuk berhenti dinikmati hanya satu atau dua keping saja.

    Dalam budaya masyarakat Singkawang, khususnya keturunan Tionghoa, Ham Pan memiliki tempat tersendiri sebagai sajian yang selalu hadir dalam berbagai kesempatan.

    Mulai dari perayaan Imlek, Cap Go Meh, hingga pertemuan keluarga besar, Ham Pan sering kali disuguhkan sebagai camilan pelengkap teh atau kopi. Bahkan, beberapa keluarga besar masih mempertahankan tradisi membuat Ham Pan secara turun-temurun, di mana resep dan teknik pembuatannya diwariskan dari generasi ke generasi.

    Proses membuat Ham Pan ini bukan hanya soal memasak, tapi juga menjadi ajang berkumpulnya anggota keluarga, mempererat ikatan dan mengenang kembali kisah-kisah masa lalu yang selalu mengiringi makanan ini.

    Tidak jarang, aktivitas membuat Ham Pan menjadi bagian dari ritual tahunan menjelang Tahun Baru Imlek, di mana para ibu dan nenek berkumpul di dapur untuk mempersiapkan adonan, sementara anak-anak membantu menjemur dan menyusun camilan itu di bawah sinar matahari.

    Tradisi ini, yang tampak sederhana, justru menjadi fondasi dari kekayaan budaya yang terus dijaga oleh masyarakat Singkawang. Saat ini, Ham Pan tidak hanya dikenal oleh masyarakat Tionghoa Singkawang, tetapi juga mulai diminati oleh wisatawan dan pecinta kuliner Nusantara dari berbagai daerah.

    Banyak toko oleh-oleh khas Singkawang yang menyediakan Ham Pan dalam berbagai variasi rasa, mulai dari yang orisinal pedas, hingga yang ditambahkan rasa-rasa modern seperti keju pedas atau seaweed untuk menyesuaikan dengan lidah generasi muda.

    Meskipun mengalami modernisasi dalam hal varian rasa dan kemasan, cita rasa khas Ham Pan yang berbasis pada tepung beras dan ebi tetap dipertahankan. Beberapa produsen lokal bahkan mulai memasarkan Ham Pan secara daring, memperluas jangkauan pasar hingga ke luar Kalimantan Barat.

    Fenomena ini menunjukkan bahwa makanan tradisional seperti Ham Pan tidak lantas tergerus zaman, tetapi justru menemukan bentuk baru untuk bertahan di tengah arus perubahan. Lebih dari sekadar camilan, Ham Pan telah menjadi simbol kreativitas kuliner, kekuatan identitas budaya, dan semangat adaptasi masyarakat Singkawang yang multikultural.

    Penulis: Belvana Fasya Saad

  • Disetrum, Dijejali Kotoran, Tak Digaji Layak

    Disetrum, Dijejali Kotoran, Tak Digaji Layak

    PIKIRAN RAKYAT – Sejumlah mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI), yang pernah menjadi bagian dari atraksi di Taman Safari Indonesia (TSI), memberanikan diri mengungkap dugaan kekerasan dan eksploitasi sistematis yang mereka alami selama bertahun-tahun.

    Dalam sebuah audiensi yang berlangsung pada Selasa, 15 April 2025, di kantor Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamen HAM) Mugiyanto, para mantan pemain sirkus ini dengan suara bergetar membeberkan pengalaman traumatis yang mereka alami sejak era 1970-an.

    Butet, salah seorang mantan pemain sirkus yang hadir dalam audiensi tersebut, dengan gamblang menceritakan rentetan perlakuan kasar yang ia terima selama menjadi bagian dari pertunjukan.

    Namun, pengakuannya yang paling mengejutkan adalah ketika ia mengungkapkan pernah dipaksa dan dijejali kotoran.

    Lebih lanjut, Butet juga mengaku pernah dirantai menggunakan rantai yang lazim digunakan untuk mengikat gajah, sebuah perlakuan yang menggambarkan dehumanisasi dan pengekangan kebebasan yang ekstrem.

    Ironisnya, kekerasan tersebut tidak berhenti bahkan ketika Butet dalam kondisi hamil. Ia dipaksa untuk tetap tampil di bawah tekanan, mengabaikan risiko bagi dirinya dan janin yang dikandungnya.

    Setelah melahirkan, penderitaannya berlanjut dengan pemisahan paksa dari anaknya, menghilangkan haknya sebagai seorang ibu untuk memberikan air susu dan kasih sayang di masa-masa awal kehidupan sang buah hati.

    “Saat hamil pun saya dipaksa tetap tampil. Setelah melahirkan, saya dipisahkan dari anak saya, saya tidak bisa menyusui,” lirih Butet.

    Puncak dari perlakuan sadis yang ia alami adalah ketika ia dijejali kotoran gajah hanya karena ketahuan mengambil lauk makanan.

    Kisah pilu serupa juga diungkapkan oleh Fifi, yang ternyata adalah anak dari Butet dan juga mantan pemain sirkus Taman Safari Indonesia. Fifi mengaku mengalami perlakuan yang tidak kalah mengerikan, termasuk disetrum hingga tubuhnya lemas dan kemudian dipasung selama dua minggu.

    “Sampai saya jatuh lemas akhirnya dipasung selama dua minggu,” kata Fifi kepada Wamen HAM, seperti yang dikutip dari unggahan di akun Instagram resmi @mugiyanto.official.

    Pengakuan ini mengindikasikan adanya pola kekerasan yang mungkin telah berlangsung secara turun-temurun dalam lingkungan kerja sirkus tersebut.

    Ida Yani, mantan pemain sirkus TSI lainnya, menambahkan luka mendalam dalam daftar panjang dugaan pelanggaran hak asasi manusia ini.

    Ia mengungkapkan bahwa dirinya mengalami kelumpuhan setelah terjatuh dari ketinggian sekitar 15 meter saat melakukan atraksi trapeze di Lampung.

    Kecelakaan kerja yang seharusnya mendapatkan perhatian dan kompensasi yang layak, justru berujung pada patah tulang belakang dan kelumpuhan permanen yang membuatnya harus menggunakan kursi roda hingga saat ini.

    “Saat itu saya main Trapeze, akrobatik di udara itu. Saya jatuh, pada saat saya sium, ternyata saya patah tulang belakang,” terang Ida.

    Menyikapi pengakuan-pengakuan yang mengejutkan ini, kuasa hukum para mantan pekerja OCI, Muhammad Sholeh, mendesak Kementerian HAM dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk segera membentuk tim pencari fakta independen.

    Langkah ini dianggap krusial untuk menguak kebenaran di balik dugaan kekerasan dan eksploitasi yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

    Lebih lanjut, Sholeh mengungkapkan bahwa selama para mantan pemain sirkus ini “bekerja” di bawah tekanan dan kekerasan, mereka tidak pernah menerima gaji yang layak.

    “Selama mereka menjadi budak, tidak pernah menerima gaji, menerima kekejaman, kekerasan, maka harus ada ganti rugi kepada para korban,” tegas Sholeh.

    Pengakuan para mantan pemain sirkus ini tentu menjadi pukulan telak bagi citra Taman Safari Indonesia, salah satu destinasi wisata alam dan konservasi terbesar di Indonesia yang selama ini dikenal dengan koleksi satwa dan pertunjukan edukatifnya.

    Jika dugaan kekerasan dan eksploitasi ini terbukti benar, hal ini akan mencoreng reputasi TSI dan menimbulkan pertanyaan serius tentang standar etika dan perlakuan terhadap pekerja di industri pariwisata dan hiburan.

    Pemerintah, melalui Kementerian HAM dan PPPA, diharapkan dapat merespons dengan cepat dan serius pengaduan ini.

    Pembentukan tim pencari fakta independen yang melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan dari organisasi hak asasi manusia dan perlindungan pekerja, menjadi langkah penting untuk memastikan investigasi yang objektif dan transparan.

    Investigasi ini harus mencakup penelusuran lebih lanjut terhadap dugaan kekerasan fisik, verbal, dan psikologis yang dialami para mantan pemain sirkus, kondisi kerja mereka selama ini, serta dugaan pelanggaran hak-hak pekerja terkait upah dan jaminan sosial.

    Keterangan dari pihak-pihak terkait, termasuk manajemen Taman Safari Indonesia dan Oriental Circus Indonesia, juga perlu didengar untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai permasalahan ini.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News