Kasus: HAM

  • Yusril sebut pabrik pintar jadi komitmen RI hadapi industri digital

    Yusril sebut pabrik pintar jadi komitmen RI hadapi industri digital

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyebutkan bahwa pembangunan pabrik pintar atau smart factory merupakan bagian dari komitmen besar Indonesia dalam menghadapi revolusi industri berbasis digital.

    Saat meresmikan pabrik pintar milik PT Pegaunihan Technology Indonesia, anak usaha Pegatron Corporation yang berlokasi di Batamindo Industrial Park, Batam, Kepulauan Riau, Kamis, ia menuturkan acara peresmian menandai babak baru dalam transformasi industri berbasis teknologi di Indonesia, khususnya dalam sektor manufaktur cerdas berbasis 5G.

    ‎“Kehadiran smart factory ini bukan sekadar pencapaian bagi Pegatron, tetapi juga bukti bahwa Indonesia siap menjadi pusat manufaktur berteknologi tinggi di kawasan,” ujar Yusril, seperti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

    Dengan dukungan infrastruktur, kebijakan yang berpihak pada investasi, serta tenaga kerja yang kompetitif, dirinya semakin optimistis bahwa Batam akan menjadi pusat inovasi industri.

    ‎Lebih lanjut, Menko Yusril juga menyoroti manfaat luas dari keberadaan fasilitas pabrik pintar bagi ekosistem industri dalam negeri.

    Pabrik pintar, menurutnya, tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga menjadi pusat transfer teknologi, peningkatan keterampilan digital tenaga kerja lokal, serta penguatan rantai pasok industri dalam negeri.

    “Ini adalah langkah besar menuju kemandirian teknologi Indonesia,” katanya menambahkan.

    ‎Fasilitas pabrik pintar yang dikembangkan sejak tahun 2023 tersebut merupakan bagian dari Pegatron Corporation, perusahaan global yang mempekerjakan lebih dari 10 ribu orang di seluruh dunia. Adapun PT Pegaunihan telah aktif di Indonesia sejak tahun 2018 dan kini memperkerjakan sekitar 6 ribu tenaga profesional.

    ‎Dalam kesempatan yang sama, Presiden sekaligus CEO Pegatron Gary Cheng, menyampaikan bahwa setiap krisis harus dilihat sebagai peluang.

    “Krisis merupakan kesempatan untuk melihat potensi besar dalam inovasi. Batam adalah lokasi yang ideal dengan kesiapan teknologi cerdas yang mumpuni,” ujar Gary.

    ‎Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Rizal Edwin Manansang menekankan pentingnya kolaborasi inovatif.

    “Kami berharap Pegatron dapat bekerja sama dengan kampus-kampus di Indonesia untuk menciptakan inovasi asli karya anak bangsa, dalam semangat bertumbuh bersama Indonesia,” tutur Rizal.

    ‎Rangkaian acara ditutup dengan prosesi pemotongan pita dan penandatanganan prasasti oleh Menko Kumham Imipas, yang dilanjutkan dengan kunjungan langsung ke fasilitas pabrik pintar tersebut.

    ‎Dengan hadirnya fasilitas itu, Batam semakin memperkuat perannya sebagai pusat industri berteknologi tinggi di Asia Tenggara.

    Didukung oleh lokasi strategis, infrastruktur memadai, serta kebijakan pemerintah yang pro-investasi, Batam menjadi pilihan ideal bagi pengembangan industri berbasis teknologi canggih seperti 5G dan otomasi.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kardinal Suharyo: Ketua KWI Berangkat Ke Vatikan Malam Ini untuk Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 April 2025

    Kardinal Suharyo: Ketua KWI Berangkat Ke Vatikan Malam Ini untuk Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus Nasional 24 April 2025

    Kardinal Suharyo: Ketua KWI Berangkat Ke Vatikan Malam Ini untuk Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Uskup Agung Jakarta,
    Kardinal Ignatius Suharyo
    , mengatakan,
    Uskup Bandung
    sekaligus Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Monsinyur Antonius Subianto Bunjamin, akan berangkat ke
    Vatikan
    , pada Kamis (24/4/2025) malam.
    Keberangkatan ke Vatikan ini untuk menghadiri
    pemakaman Paus Fransiskus
    , pada Sabtu (26/4/2025).
    “Bapa Uskup
    Ketua KWI
    akan berangkat ke Vatikan malam ini. Beliau tidak bisa hadir karena harus cepat-cepat ke bandara supaya tidak ketinggalan pesawat malam ini,” kata Suharyo, saat jumpa pers di Gereja Katedral, Jakarta, Kamis, usai misa arwah mengenang
    Paus Fransiskus
    .
    “Beliau akan mewakili gereja Katolik Indonesia dalam upacara pemakaman Bapa Paus,” tambah dia.
    Suharyo menyampaikan, pemakaman akan dilaksanakan pada Sabtu dengan upacara yang dimulai pada pukul 10.00 waktu setempat.
    Upacara pemakaman akan dipimpin oleh Ketua Dewan Kardinal, Giovanni Battista Re.
    Ia mengaku, tidak ikut ke Vatikan untuk menghadiri pemakaman Paus.
    “Saya baru akan berangkat 4 Mei untuk mengikuti konklaf,” ujar Suharyo.
    Diberitakan sebelumnya, Paus Fransiskus wafat, pada Senin (21/4/2025) di Vatikan.
    Paus akan dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore.
    Sebanyak empat orang ditunjuk Presiden Prabowo Subianto untuk menjadi utusan menghadiri pemakaman Paus Fransiskus.
    “Atas nama pemerintah Indonesia, Bapak Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk mengutus beberapa tokoh untuk ikut menghadiri acara pemakaman di Vatikan,” kata Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025).
    Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa salah satu tokoh yang akan menjadi utusan Presiden Prabowo adalah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
    1. Presiden ke-7 RI, Joko Widodo
    2. Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono
    3. Menteri HAM, Natalius Pigai
    4. Mantan Menteri ESDM, Ignasius Jonan
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Tuai Penolakan, Amnesty Internasional: Langgar Amanat Reformasi

    Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Tuai Penolakan, Amnesty Internasional: Langgar Amanat Reformasi

    “Tanpa mempertimbangkan semua masalah tersebut, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional hanyalah upaya menghapus dosa-dosa Soeharto dan memutarbalikkan sejarah,” tegas Usman.

    Usman juga mengingatkan bahwa pemerintah semestinya lebih fokus menuntaskan janji-janji reformasi, termasuk pengusutan pelanggaran HAM yang diakui negara melalui TAP MPR dan pernyataan resmi Presiden RI.

    Sejumlah peristiwa kelam seperti Tragedi 1965-1966, Penembakan Misterius, Tanjung Priok, Talangsari, hingga Trisakti dan Semanggi, disebutnya masih menyisakan luka dan pertanyaan besar yang belum terjawab oleh negara.

    Latar belakang usulan ini mengemuka kembali setelah Kementerian Sosial melalui Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) memasukkan nama Soeharto dalam daftar calon penerima gelar Pahlawan Nasional pada Maret 2025. Usulan serupa juga sempat disampaikan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo pada September 2024.

    Menanggapi penolakan terhadap usulan tersebut, Prasetyo Hadi menyatakan bahwa tidak ada tokoh yang sempurna.

    “Menurut kami merasa, apa salahnya juga? Menurut kami penghormatan presiden itu sudah sewajarnya,” ucapnya kepada media, Senin (21/4/2025).

    Namun, pernyataan tersebut tidak mengubah pendirian Amnesty International Indonesia yang tetap meminta agar negara tidak melupakan sejarah dan menghormati amanat reformasi untuk menegakkan keadilan bagi para korban. (Wahyuni/Fajar)

  • Kanwil KemenHAM Jakarta Jalin Kerjasama Peningkatan Kesadaran HAM dengan PWNU Jakarta – Halaman all

    Kanwil KemenHAM Jakarta Jalin Kerjasama Peningkatan Kesadaran HAM dengan PWNU Jakarta – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia Daerah Khusus Jakarta (Kanwil Kemenham DKJ), Mikael Azedo Harwito, melakukan audiensi dengan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta pada Kamis (25/4/2025). 

    Audiensi ini diterima langsung oleh Ketua Tanfidziyah PWNU DKI Jakarta, KH. Samsul Ma’arif.

    Dalam pertemuan tersebut, Mikael Azedo Harwito menjelaskan bahwa KemenHAM DK Jakarta memiliki program mainstreaming hak asasi manusia yang ditujukan kepada komunitas, pelaku usaha, masyarakat, dan Aparatur Sipil Negara (ASN).

    Oleh karena itu, ia meminta dukungan PWNU DKI Jakarta untuk berkolaborasi dalam menjalankan program pengarusutamaan hak asasi manusia di Jakarta.

    “Kami ingin bekerja sama dengan PWNU DKI Jakarta untuk meningkatkan pemahaman semua pihak terhadap konsep dan implementasi hak asasi manusia di Jakarta ,” kata Mikael.

    KH. Samsul Ma’arif menyambut baik rencana kolaborasi tersebut dan menyatakan bahwa NU, sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia dengan jaringan kepengurusan yang luas di Jakarta, siap mendukung upaya pemenuhan hak asasi manusia.

    Ia berharap agar kerja sama ini dapat terus berlanjut dan memperkuat sinergi antara kedua pihak untuk mencapai tujuan bersama.

    “PWNU DKI Jakarta menyambut baik rencana kerja sama ini dan berkomitmen untuk mendukung upaya pemenuhan hak asasi manusia di Jakarta,” kata KH. Samsul Ma’arif.

    Audiensi ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara Kemenkumham DKI Jakarta dan PWNU DKI Jakarta dalam meningkatkan kesadaran dan pemenuhan hak asasi manusia di Jakarta.

    Turut hadir dalam audiensi ini Kabid Instrumen dan Penguatan HAM, Ratna Dumasari, Kabid Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Rulinawaty, Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU DKI Jakarta, H. Sirra Prayuna, Wakil Sekretaris Tanfidziyah PWNU DKI Jakarta, H. Abdullah Affaz, dan Pelaksana Bidang Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Didik Aprihadi.

  • Soeharto Masuk Daftar Usulan Gelar Pahlawan Nasional 2025 Jadi Polemik, Ini 9 Nama Calon Lainnya

    Soeharto Masuk Daftar Usulan Gelar Pahlawan Nasional 2025 Jadi Polemik, Ini 9 Nama Calon Lainnya

    PIKIRAN RAKYAT – Polemik kepahlawanan Presiden ke-2 RI Soeharto muncul usai masuk daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.

    Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir, polemik pengusulan gelar Pahlawan Nasional ini perlu diurai lewat dialog kebangsaan yang terbuka dan menyeluruh.

    “Semua harus ada dialog dan titik temu. Perspektif kita menghargai tokoh-tokoh bangsa yang memang punya sisi-sisi yang tidak baik, tetapi juga ada banyak sisi-sisi baiknya,” kata Haedar Nashir di Yogyakarta pada Selasa, 22 April 2025.

    Gelar Pahlawan

    Menurutnya, sejarah bangsa Indonesia sering diwarnai tarik ulur pemberian gelar pahlawan, karena belum tercapainya titik temu memandang tokoh secara utuh.

    Haedar mencontohkan Presiden pertama RI, Soekarno yang sempat tertunda mendapat gelar Pahlawan Nasional karena perdebatan semacam ini.

    “Dulu kita kontroversi soal Bung Karno. Padahal beliau adalah tokoh sentral, proklamator, dan lain sebagainya,” lanjut Haedar.

    Ia mengaku hal serupa juga pernah terjadi pada tokoh-tokoh dari kekuatan masyarakat seperti Muhammad Natsir dan Buya Hamka.

    Keduanya sempat mengalami kesulitan dalam proses pengusulan gelar pahlawan, tapi akhirnya mendapat pengakuan negara.

    Pihaknya berharap bangsa Indonesia tidak lagi mengulang pola ini. Ia mengajak seluruh pihak melihat tokoh bangsa secara lebih utuh, menjadikan proses penilaian kepahlawanan sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional.

    “Ke depan, coba bangun dialog untuk rekonsiliasi. Lalu, dampak dari kebijakan-kebijakan yang dulu berakibat buruk pada hak asasi manusia (HAM) dan lain sebagainya itu diselesaikan dengan mekanisme ketatanegaraan yang tentu sesuai koridornya,” lanjutnya.

    Ia juga berharap proses pembahasan gelar kepahlawanan menjadi pembelajaran kolektif agar bangsa ke depan tak terjebak dalam konflik yang kontradiktif.

    “Saya selalu berpesan bahwa jatuhnya setiap tokoh bangsa yang besar itu karena godaan kekuasaan yang tak berkesudahan. Nah, di sinilah semua harus belajar tentang nilai-nilai kepahlawanan bahwa tokoh bangsa saat ini dan ke depan harus sudah selesai dengan dirinya,” lanjut Haedar.

    14 Usulan Calon Gelar Pahlawan Nasional 2025

    Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasi mengungkap 10 nama yang masuk daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025 padavSelasa, 18 Maret 2025.

    Sejumlah tokoh yang kembali diusulkan yakni Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Soeharto (Jawa Tengah), Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh) serta Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).

    Empat nama baru diusulkan tahun ini yakni Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara) serta Yusuf Hasim (Jawa Timur).***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • DPR: Pengusutan Kasus Eksploitasi Sirkus OCI Bakal Lemah karena Laporan Kadaluwarsa

    DPR: Pengusutan Kasus Eksploitasi Sirkus OCI Bakal Lemah karena Laporan Kadaluwarsa

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo menilai kasus dugaan eksploitasi dan penganiayaan mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) argumentasinya akan lemah bila kembali diusut secara pidana oleh aparat penegak hukum (APH).

    Dia berpandangan demikian lantaran kasus ini kejadiannya sudah terjadi pada 28 tahun yang lalu atau tepatnya pada 1997 silam. Menurutnya, penuntutan kasus ini sudah kedaluwarsa di mata hukum.

    “Misalkan mengakibatkan meninggal dunia pun, itu kedaluwarsanya 18 tahun. Jadi hampir pasti kalau bicara pidana, pasti argumentasi hukumnya lemah. Lain halnya kalau bicara soal pelanggaran HAM,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).

    Yang dirinya tahu, pada 1997 lalu pun sudah keluar surat rekomendasi dari Komnas HAM dan dia memandang rekomendasi itu obskur atau tidak jelas hingga tidak tegas.

    Lebih jauh, dia memandang bahwa kasus ini pun akan sulit diinvestigasi bika menggunakan UU tindak perdagangan anak, karena UU ini saja baru dibentuk pada 2002. 

    “Begini Undang-undang perdagangan anak itu lahir 2002. Ini [kasusnya] ‘97. Jadi harus bicara argumentatif, kalau saya orang hukum, jadi tahu,” jelasnya.

    Maka demikian, legislator NasDem ini menekankan kasus ini lebih baik diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Terlebih, korban meminta kepedulian dari OCI.

    “Saya berharap hati pihak manajemen OCI ini bisa tergugah hatinya supaya bisa peka dan peduli kepada korban-korban yang sedang mencari keadilan ini,” pungkasnya.

    Sebelumnya, dalam audiensi antara Komisi XIII DPR RI dengan mantan pemain OCI kemarin, Rabu (23/4/2025), Komisi XIII DPR mendorong kasus ini untuk dibuka kembali oleh Mabes Polri.

    Pihaknya sepakat bahwa tahun berapapun kejadian tindak kejahatannya, tidak boleh didiamkan karena Indonesia merupakan negara yang berbasis hukum.

    “Kita akan sama-sama menguatkan ke Mabes Polri untuk membuka kembali kasus ini dengan runtutan-runtutan kejahatan yang sudah ada,” pungkasnya.

  • Kemenkop gandeng notaris kejar target pembentukan Kopdes Merah Putih

    Kemenkop gandeng notaris kejar target pembentukan Kopdes Merah Putih

    kami berharap dukungan dari teman-teman notaris karena keberadaan bapak dan ibu semua sangatlah penting

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Koperasi mempercepat pembentukan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih dengan menggandeng para notaris di seluruh Indonesia untuk mewujudkan target tersebut pada 12 Juli 2025.

    Dukungan notaris dinilai krusial dalam proses legalitas pendirian koperasi di tingkat desa/kelurahan, kata Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono dalam diskusi yang digelar secara daring oleh kelompok notaris pendengar dan pemikir (Kelompencapir) di Jakarta pada Kamis.

    Ferry menekankan pentingnya peran notaris dalam proses legalitas pendirian koperasi dengan menerbitkan akta pendirian koperasi yang sah, berdasarkan berita acara musyawarah desa khusus atau musdesus di tingkat desa/kelurahan.

    Akta notaris ini menjadi syarat utama sebelum pengesahan badan hukum oleh Kementerian Hukum dan HAM.

    “Untuk itu kami berharap dukungan dari teman-teman notaris karena keberadaan bapak dan ibu semua sangatlah penting. Saat ini sudah mulai banyak desa-desa yang menyelenggarakan musyawarah desa khusus untuk pembentukan koperasi desa,” ujar Ferry dalam keterangan persnya di Jakarta.

    Ferry menjelaskan bahwa Kemenkop atau dinas koperasi setempat turut aktif mendampingi pelaksanaan musdesus di setiap desa. Langkah ini bertujuan untuk memastikan proses musyawarah berjalan sesuai ketentuan dan mencegah potensi permasalahan.

    “Dalam proses musyawarah desa khusus itu, kami sudah membuat petunjuk pelaksanaan bahwa inisiatif dari pembentukan musyawarah desa kelurahan itu dilaksanakan oleh pemerintah desa,” jelasnya.

    Kemenkop telah menetapkan tiga strategi dalam pembentukan Kopdes Merah Putih, yaitu pembentukan koperasi baru di desa yang belum memiliki koperasi, pengembangan kapasitas usaha koperasi yang sudah aktif dan berkinerja baik, serta revitalisasi koperasi yang tidak aktif atau lemah.

    Lebih lanjut, Ferry mengungkapkan bahwa pihaknya telah menjalin komunikasi intensif dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk mempercepat proses pengesahan badan hukum Kopdes Merah Putih.

    Sebagai bentuk komitmen, Kementerian Hukum dan HAM bahkan disebutnya akan membuat laman khusus pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) untuk menangani pendirian koperasi di tingkat desa/kelurahan ini.

    Diharapkan, dengan sinergi ini, proses pendirian legalitas koperasi dapat berjalan lebih cepat setelah akta notaris disahkan.

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kasus Dugaan Eksploitasi OCI, Polri Telusuri Kembali Data yang Pernah Dilaporkan Tahun 1997 – Halaman all

    Kasus Dugaan Eksploitasi OCI, Polri Telusuri Kembali Data yang Pernah Dilaporkan Tahun 1997 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polisi kembali menelusuri kasus dugaan eksploitasi yang dialami para korban Oriental Circus Indonesia (OCI).

    Direktur Tindak Pidana Perdagangan Perempuan dan Anak (PPA)-Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri Brigjen Pol Nurul Azizah mengatakan kasus tersebut pernah dilaporkan 28 tahun silam.

    “Terkait dengan laporan di tahun 1997 tentu kami masih proses mencari datanya mengingat kejadian sudah sangat lama,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).

    Polisi juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) yang turut mendampingi para korban.

    Beberapa pertemuan sudah dilakukan untuk memperbarui informasi dan mendalami penanganan kasus ini.

    “Dan kami sudah bersurat ke fungsi yang membidangi (Kemen PPPA),” tandasnya.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso mengungkapkan bahwa kasus dugaan pelanggaran HAM oleh Oriental Circus Indonesia (OCI) mengandung unsur-unsur tindak pidana.

    Termasuk dugaan perdagangan anak, eksploitasi, dan penyiksaan. 

    Komisi XIII pun mendesak agar Polri membuka kembali kasus ini yang sebelumnya telah diberi status SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).

    Hal itu disampaikannya usai audiensi Komisi XIII DPR bersama eks pegawai OCI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Kementerian HAM.

    “Ada banyak tindakan kejahatan yang terjadi terkait kasus ini. Misalnya, ditemukan bahwa sejak umur bayi, ada yang usia 2 tahun, 5 tahun, mereka diperdagangkan, katakanlah oleh oknum orang tuanya ke OCI dan dieksploitasi untuk bekerja sebagai pemain sirkus,” kata Sugiat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Sugiat mengungkapkan, dari berbagai keterangan para korban, ditemukan indikasi kuat adanya penyiksaan dan berbagai bentuk kekerasan lainnya yang dialami mereka selama bertahun-tahun.

    Bahkan, para korban telah memperjuangkan keadilan sejak tahun 1997, namun belum mendapatkan kejelasan hukum hingga kini.

    “Dan dari beberapa penjelasan mereka, ternyata banyak sekali tindak kejahatan, penyiksaan, dan sebagainya. Mereka sudah melakukan pencarian keadilan sejak tahun 1997,” ujarnya.

    Komisi XIII telah menyepakati untuk mendorong Polri membuka kembali penyelidikan kasus tersebut, dengan pintu masuk pada indikasi perdagangan manusia. 

    Sugiat mengakui bahwa untuk pembuktian kekerasan fisik mungkin sudah sulit, mengingat kasus ini terjadi puluhan tahun lalu.

    “Kalau pintu masuknya adalah tadi saya katakan, bisa saja terkait dengan kejahatan perdagangan manusia. Kalau penyiksaan fisik karena sudah 28 tahun, mungkin agak sulit menemukan bukti-bukti atau visum. Tapi OCI dan eks-karyawan ini sudah sepakat bahwa sejak umur bayi mereka sudah diperdagangkan di OCI. Saya pikir itu bisa jadi pintu masuk,” kata Sugiat.

    Ia juga menekankan pentingnya kehadiran negara dalam proses pemulihan para korban yang selama ini merasa ditelantarkan dan dieksploitasi sejak anak-anak.

    “Kehadiran negara dalam proses pemulihan itu penting. Mereka rakyat Indonesia, mereka sejak dari umur bayi sudah ditelantarkan dan dieksploitasi oleh oknum OCI. Saya pikir harus ada kehadiran negara untuk proses pemulihan itu,” ujar Sugiat.

    Menurutnya, berdasarkan keterangan korban, kuasa hukum, serta hasil investigasi dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan, kasus ini sudah layak dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

    “Kalau dilihat dari temuan, saya pikir sudah dijelaskan kuasa hukum, para korban, dan dikuatkan oleh temuan investigasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan, ini pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

    Sebagai tindak lanjut, Komisi XIII sepakat untuk berkolaborasi antara Kementerian HAM sebagai leading sector bersama Komnas HAM dan Komnas Perempuan guna mendorong Polri membuka kembali kasus ini.

    Kekerasan dan Pelecehan

    Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengungkapkan pengalaman pahit mereka menjadi korban kekerasan fisik, eksploitasi, hingga pelecehan seksual selama bertahun-tahun terlibat dalam pertunjukan.

    Pengakuan ini mereka sampaikan di hadapan Komisi XIII DPR RI pada Rabu (23/4/2025).

    Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini menghadirkan perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

    Fifi Nurhidayah, korban yang hadir dalam audiensi, menuturkan bahwa ia dibawa ke OCI oleh Frans Manansang sejak usia belia, ia bahkan tidak mengetahui pasti umurnya saat itu.

    Kekerasan fisik seperti pukulan, tendangan, dan cambukan rotan, menjadi bagian tak terpisahkan dari kesehariannya jika ia gagal menampilkan pertunjukan dengan baik.

    Akibat penyiksaan yang terus-menerus selama bertahun-tahun, membuat Fifi akhirnya melarikan diri dari Taman Safari.

    Namun, pelariannya hanya berlangsung tiga hari sebelum ia ditangkap kembali oleh pihak keamanan dan dibawa pulang.

    Akibat pelarian itu, ia mengaku mendapatkan hukuman berupa setruman di badan hingga alat kelamin, yang kemudian membuatnya mengompol.

    “Setelah saya melarikan diri, 3 hari saya menghirup udara luar, saya ditangkap lagi dengan security. Di tengah jalan saya dipukulin, dikata-katain kasar seperti binatang. Sampai rumah saya dimasukkan ke kantor dan saya disetrum pakai setruman gajah. Sampai saya lemas. Sampai alat kelamin saya disetrum. Akhirnya saya jatuh, saya lemas, saya minta ampun, saya sakit. Tapi dia tidak mendengarkan omongan saya, malah dia menambahkan pukulan itu,” ungkap Fifi dengan suara bergetar.

    “Setelah itu, saya jatuh lemas, ditarik lagi rambut saya, dijedotin ke dinding, dan saya ditampar. Akhirnya saya ngompol di situ. Setelah itu, saya dirantai selama 2 minggu, dipasung. Setelah 2 minggu dipasung, saya dibebaskan. Dan seperti biasa, saya latihan seperti biasa,” lanjutnya.

    Bertahun-tahun kemudian, Fifi akhirnya menemukan celah untuk kabur dan meninggalkan Taman Safari dengan bantuan sang mantan kekasih.

    Hingga sekarang, menurut Fifi, rangkaian peristiwa di Taman Safari masih membekas dan meninggalkan trauma mendalam.

    Dalam kesempatan yang sama, Ida mengatakan bahwa ia pernah terjatuh dari ketinggian 13-14 meter saat melakukan atraksi di Bandar Lampung pada tahun 1989.

    Ironisnya, setelah jatuh, pihak sirkus tidak langsung membawanya ke rumah sakit.

    Ia mengaku hanya dipijat di belakang panggung.

    “Setelah kira-kira beberapa jam (setelah jatuh) baru saya dibawa ke rumah sakit. Kejadiannya di Bandar Lampung. Satu malaman saya menunggu rasa sakit, belum ditangani sama dokter. Pagi baru mendapat penanganan, di-gips. Di-gips itu saya sudah tidak merasa sakit, karena mungkin dibius ya,” katanya.

    Setelah di gips, Ida dibawa ke Jakarta oleh pihak OCI untuk menjalani operasi dan terapi.

    Ia kemudian tak lagi menjadi pemain sirkus.

    Dalam keterbatasan fisik, Ida kemudian bekerja dalam naungan manajemen Taman Safari dengan kondisi menggunakan kursi roda.

    Pada tahun 1997 ia akhirnya mengajukan diri untuk keluar dari Taman Safari.

    “Sekitar tahun 1997 saya lalu izin keluar. Saya sudah tidak mau ikut lagi di situ. Setelah saya keluar, saya diminta buat surat pengunduran diri. Padahal saya pikir untuk apa saya bikin, karena saya sebetulnya kan bagian dari keluarga katanya. Tapi saya dipaksa membuat surat sebelum saya meninggalkan Taman Safari. Jadi setelah saya tanda tangan, saya diizinkan keluar, tapi saya tidak menerima apa-apa. Jadi saya keluar, tidak dapat satu rupiah pun, saya keluar meninggalkan Taman Safari pada saat itu seperti itu gitu,” katanya.

    Lisa, mantan pemain sirkus OCI lainnya, mengungkapkan bagaimana pihak OCI tidak mengizinkannya untuk bertemu keluarga kandungnya.

    Menurut pengakuannya, istri dari Yansen, seorang pengelola sirkus, mengatakan bahwa Lisa adalah anak yang dijual oleh orang tuanya.

    “Setelah usia saya 12 tahun, saya minta sama Pak Tony untuk dipertemukan dengan keluarga saya. Tapi Tony bilang, nanti suatu saat kalau kamu ada waktunya, kamu akan saya pertemukan. Setelah 15 tahun, saya juga minta lagi dengan Ibu Yansen. Kita panggil dia Sausau. Sau, saya ingin ketemu orang tua saya. Sausau terus bilang, kamu itu dijual. Kamu itu anak yang dijual. Saya sedih dari saat itu,” ungkapnya.

    Lisa juga mengaku bahwa ia tidak diizinkan untuk memiliki KTP pada usia 17 tahun.

    Ia akhirnya berhasil keluar dari sirkus pada usia 19 tahun setelah memiliki seorang pacar, namun hingga kini ia tak tahu asal usul keluarganya dan tidak menerima upah sepeserpun selama menjadi pemain sirkus.

    “Sampai sekarang saya pun belum bisa ketemu orang tua saya. Identitas saya juga tidak tahu. Dari mana saya, nama orang tua saya itu siapa,” imbuh Lisa.

  • Aprindo sebut penyeragaman kemasan rokok sulitkan pengusaha-konsumen

    Aprindo sebut penyeragaman kemasan rokok sulitkan pengusaha-konsumen

    Pemerintah seharusnya mendorong kemudahan berusaha, bukan menambah beban dengan regulasi yang tidak berpihak pada dunia usaha.

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin menyatakan bahwa peraturan untuk menyeragamkan kemasan rokok menambah beban para pelaku usaha dan menyulitkan konsumen untuk membedakan antara rokok legal dan ilegal.

    Ia berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini dan tidak memberlakukan kebijakan yang dapat membebani pelaku usaha.

    “Pemerintah seharusnya mendorong kemudahan berusaha, bukan menambah beban dengan regulasi yang tidak berpihak pada dunia usaha,” kata Solihin, di Jakarta, Kamis.

    Ia juga menyoroti potensi semakin maraknya rokok ilegal, karena kemasan produk yang seragam akan menyulitkan konsumen dalam mengidentifikasi merek rokok legal yang biasa mereka beli.

    “Rokok ilegal yang sudah marak saja belum sepenuhnya bisa ditindak, apalagi dengan tambahan kebijakan seragam kemasan,” ujarnya pula.

    Selain itu, ia menyatakan bahwa pengawasan terhadap implementasi aturan tersebut juga menimbulkan tantangan besar, terutama di tingkat pengecer, khususnya warung kecil dan toko kelontong.

    “Kalau di supermarket mungkin masih bisa dikontrol, tapi tidak demikian dengan toko-toko kecil,” ujar Solihin.

    Senada dengan Solihin, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi juga mengatakan bahwa usulan penyeragaman kemasan rokok berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di pasaran.

    “Ini bisa menimbulkan kebingungan di masyarakat dan membuka celah makin banyaknya rokok ilegal di pasaran,” ujarnya pula.

    Dia juga menyoroti lemahnya penindakan terhadap rokok ilegal, yang selama ini hanya menyasar level distribusi seperti pengecer dan sopir pengangkut, bukan sampai ke produsen atau pabrik.

    “Kami belum pernah mendengar adanya tindakan tegas terhadap mesin produksi rokok ilegal,” kata Benny Wachjudi.

    Gaprindo mencatat bahwa pendapatan cukai rokok mencapai sekitar Rp216,9 triliun pada 2024, mendekati target Rp230 triliun, yang sebagian besar dipengaruhi oleh daya beli masyarakat.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Omar Sharif Hiariej menyoroti peredaran rokok ilegal yang kian marak dalam sesi wawancara di Jakarta, Senin (14/4).

    Ia mengatakan bahwa rokok ilegal bersifat berbahaya dan melanggar berbagai aturan, di antaranya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hingga aturan perdagangan yang berkaitan dengan pelanggaran merek.

    “(Rokok ilegal) harus ditertibkan. Karena tidak hanya merusak perekonomian, ada soal merek, tapi juga sifat bahayanya barang itu. Kalau rokok (ilegal) itu dijual, satu perbuatan dia terkena beberapa pasal,” ujarnya lagi.

    Melihat wacana kebijakan penyeragaman bungkus rokok dianggap akan memperparah peredaran rokok ilegal dan kian menekan industri rokok legal, ia menyatakan perlunya pendekatan yang berimbang antara aspek kesehatan dan kepentingan ekonomi.

    “Solusinya harus bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak, antara manfaat ekonomi dan keadilan hukum,” ujar Edward Omar Sharif Hiariej.

    Pembahasan mengenai aturan baru soal kemasan rokok tengah mencuat seiring dengan penyusunan Peraturan Menteri Kesehatan yang menjadi turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

    Kementerian Kesehatan berencana menyamakan seluruh warna dan kemasan produk tembakau dan rokok elektronik. Gagasan tersebut mendapatkan tentangan dari berbagai pihak, baik lembaga pemerintahan, industri, maupun konsumen.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • Cerita-cerita Pilu Pemain Sirkus OCI: Dirantai-Dipaksa Makan Kotoran

    Cerita-cerita Pilu Pemain Sirkus OCI: Dirantai-Dipaksa Makan Kotoran

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah mantan pemain sirkus anak di Oriental Circus Indonesia (OCI) akhirnya angkat bicara, mengungkap dugaan kekerasan dan eksploitasi yang mereka alami sejak usia dini.

    Dalam rapat bersama Komisi XIII DPR RI, mereka membeberkan pengalaman hidup yang jauh dari gemerlap panggung sirkus. Berikut cerita-cerita pilu mantan pemain sirkus OCI yang diduga mendapat eksploitas.

    Cerita-cerita Pilu Pemain Sirkus OCI

    Vivi Nurhidayah: Disetrum, Dirantai, dan Kabur Demi Kebebasan

    Vivi mengaku tidak ingat sejak kapan ia diambil dari keluarganya. Namun, yang ia ingat, sejak usia dua tahun, ia telah menjalani latihan keras di sebuah rumah milik Fran, Toni, dan Yansen.

    “Sejak umur segitu, saya sudah dapat kekerasan. Kalau tidak bisa latihan, dipukul, ditendang, dirotan. Itu sudah hal biasa buat kami,” ujar Vivi.

    Pindah ke Taman Safari Indonesia di usia 12 tahun, Vivi berharap kehidupannya membaik. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

    “Saya melarikan diri karena tidak tahan. Tiga hari kemudian, saya ditangkap security, dibawa pulang, dan di tengah jalan sudah dipukuli, dikata-katai seperti binatang,” kata Vivi.

    Siksaan berlanjut setibanya di rumah. “Saya disetrum pakai setruman gajah sampai lemas, bahkan sampai ke kelamin. Saya jatuh, minta ampun, tapi mereka tidak peduli. Rambut saya dijambak, kepala dijedotin ke dinding, perut ditonjok. Saya sampai ngompol di situ.” jelasnya.

    Ia dirantai selama dua minggu sebelum dipaksa kembali berlatih. Bertahun-tahun kemudian, Vivi melarikan diri dan berhasil bebas berkat bantuan mantan kekasihnya. Ia kemudian melapor ke Komnas HAM.

    Lisa: Dijual Tanpa Identitas, Dipukul hingga Lupa Keluarga

    Lisa dibawa dari keluarganya sekitar tahun 1976 oleh seseorang bernama Yansen. Saat itu, ia masih kecil dan belum memahami apa yang terjadi.

    “Saya dibawa ke Balikpapan, dimasukkan ke karavan gelap. Saya nangis terus, cari mama, sampai akhirnya capek dan ketiduran,” kenangnya.

    Di sana, Lisa menyaksikan anak-anak lain yang juga dipaksa berlatih di bawah tekanan kekerasan.

    “Setiap ada masalah, kami dipukul, ditampar, ditendang, disambit pakai sandal kayu. Saya selalu mencari mama, tapi lama-lama saya mulai melupakan orang tua saya,” ungkap Lisa.

    Saat berusia 12 tahun, ia meminta dipertemukan dengan keluarganya. “Nanti suatu saat kalau sudah waktunya, kamu akan saya pertemukan,” jawab Tony.

    Lisa tidak pernah diberi identitas resmi. Saat ia meminta izin menikah dan keluar dari sirkus, Tony justru mengamuk: “Enak aja! Kamu itu saya yang pelihara, kok kamu yang ambil?” kata Lisa mencontohkan.

    Lisa akhirnya memilih kabur dan hingga kini tidak tahu siapa orang tuanya.

    Butet: Dipaksa Makan Kotoran Gajah, Dirantai Pakai Rantai Hewan

    Meliliana Damayanti, atau Butet, adalah korban lain yang diambil sejak 1975 dan hingga kini tidak tahu asal-usul dirinya. “Saya juga nggak tahu jelas berapa usia saya. Mereka (OCI) tidak memberikan identitas buat saya,” ungkapnya.

    Salah satu bentuk penyiksaan yang paling ia ingat adalah saat ia dipaksa memakan kotoran gajah karena mencuri makanan. “Itu saya dijejali tahi gajah. Pokoknya mereka memperlakukan saya tidak manusiawi sama sekali,” ungkap Butet.

    Saat berusia 17 tahun, ia pernah dirantai dengan rantai besar bekas gajah sebagai hukuman karena berpacaran dengan seorang karyawan sirkus.

    “Dirantai sampai buang air saja kesulitan. Saya dibantu teman-teman. Pakai rantai gajah yang besar itu.” jelasnya.

    Hingga kini, hidup Butet berjalan tanpa arah, tanpa identitas, dan tanpa kepastian tentang siapa dirinya.

    Rita Louisa: Dilempar Seperti Bola, Disiksa dengan Senyuman

    Rita diambil dari keluarganya saat berusia 3 tahun dengan bujukan balon dan permen. “Saya dilatih dengan keras. Fran melempar saya seperti bola—atas, bawah, ditendang, dilempar lagi. Dia tidak peduli kepala saya masih kecil,” ceritanya.

    Kekerasan yang diterima selalu dibarengi dengan senyum. “Kalau kami salah sedikit, langsung dipukul. Saya pernah ditonjok sampai mata bengkak berdarah. Mereka tidak pernah kasihan,” ungkapnya.

    Rita melarikan diri di usia 14 tahun, dan secara tidak sengaja akhirnya menemukan keluarganya kembali.

    “Saya buka pintu salah, ternyata itu rumah keluarga saya. Mama bilang, ‘Kamu punya kakak kandung yang juga pemain sirkus.’ Saya kaget, ternyata kami semua korban.” pungkas Rita.

    Yuli: Jatuh Koma, Tetap Dipaksa Tampil

    Yuli bersama kakaknya diambil saat masih kecil. Saat ayahnya datang menjenguk, ia malah diusir dengan ancaman. “Papa bilang, ‘Ayo pulang,’ tapi kami diumpetin. Beberapa minggu kemudian, kami dibawa ke sirkus,” kata Yuli.

    Ia dipaksa tampil dalam atraksi berbahaya. Suatu hari, ia jatuh dari kawat dan koma selama 14 jam. “Saya tidak diobati. Begitu sadar, langsung disuruh tampil lagi,” ungkapnya.

    Yuli pernah melarikan diri bersama temannya Eva, tapi mereka ditangkap dan disiksa.

    “Eva lebih menderita. Dia ditelanjangi dan dilecehkan oleh Fran. Saya selamat karena harus segera tampil.” pungkas Yuli.

    Akhirnya Yuli bisa kabur dengan menikahi sesama pemain sirkus.

    Anton: Dibohongi, Dihantui Ancaman Kematian

    Anton dijanjikan akan disekolahkan saat diambil dalam usia 8 tahun. “Mereka bilang, ‘Nanti kalau sudah pintar, akan dikembalikan ke orang tua.’ Tapi ternyata bohong.” kata Anton.

    Saat ia kabur, ia dibohongi bahwa ibunya telah meninggal. “Ibu Yansen bilang, ‘Mama lu udah mati, yang ngurusin kamu cuma saya.’ Saya percaya sampai bertemu kakak saya dan tahu itu dusta,” ucapnya.

    Ketika mencoba melawan, Anton disiksa habis-habisan. “Fran bilang, ‘Ambil belati, mau belek mukanya!’ Saya hampir loncat dari Pondok Indah.” jelas Anton.

    Cerita-cerita memilukan para mantan pemain sirkus OCI membuka mata tentang adanya dugaan eksploitasi. Mereka bukan sekadar penghibur di atas panggung, mereka adalah anak-anak yang dirampas haknya untuk tumbuh dalam cinta dan perlindungan.