Kasus: HAM

  • Dia Itu Bekas Pahlawan, Banyak Jasanya di Medan Pertempuran

    Dia Itu Bekas Pahlawan, Banyak Jasanya di Medan Pertempuran

    GELORA.CO – Di tengah perseteruan Hercules dengan sejumlah purnawirawan TNI, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Tahun 2001-2004, AM Hendropriyono, mengungkit masa lalu sang eks preman tersebut. 

    AM Hendropriyono bercerita bahwa Hercules dan juga para prajurit TNI yang kala itu terlibat dalam perang Timor Timur adalah korban dari konspirasi global.

    Mereka terpaksa terlibat dalam perang di Timor Timur karena diotaki oleh Amerika Serikat. 

    Saat itu, Front Revolusioner untuk Kemerdekaan Timor Timur (Fretilin) dianggap Amerika sebagai penganut komunis.

    “Dia (Hercules) dan para prajurit kita, adalah korban dari konspirasi global. Yang nyuruh kita ke Timor Timur dulu siapa? Amerika. Dia (Amerika) mau balas kekalahannya di Vietnam.”

    “Jadi tahun 1974 dia (Amerika) kalah, 1975 kami (TNI) ini masuk termasuk saya, bulan Februari masuk operasi Seroja, dia (Amerika) yang suruh, dikasih mobil, juga utility banyak sekali. Kita enggak punya mobil (saat itu),” ujar Hendropriyono seperti dikutip dari YouTube Prof Rhenald Kasali yang tayang pada Minggu (4/5/2025). 

    Mobil-mobil untuk keperluan militer, kata Hendropriyono diangkut dari Vietnam setelah Amerika kalah perang. 

    Ia meyakini bahwa atasan-atasannya kala itu juga diperintah oleh Amerika Serikat untuk menyerbu Timor Timur. 

    “Saya yakin bos-bos saya dulu karena saya kan masih kapten dulu kan, pasti juga disuruh sampai begitu hebat dan dulu sebelum kita nyerbu itu banyak yel-yel dan slogan ‘Viva Amerika’, ‘Viva United States’,” ujarnya. 

    Indonesia yang didukung oleh Amerika kemudian menyerbu Timor Timur, yang kala itu sudah ditinggalkan Portugal.

    “Jadi, kita mendukung Amerika untuk menyerbu sana selagi Portugal waktu itu dikuasai perwira-perwira revolusioner yang kiri. Jadi memang waktunya sangat tepat sehingga tidak terlalu sulit untuk menguasai.”

    “Tapi, tahun 1998 kita diusir, diseret, diancam pelanggaran HAM. Artinya dia yang mulai, dia yang mengakhiri kita dikambing congekan,” ujarnya. 

    Hendropriyono menjelaskan, bahwa Hercules, yang kala itu bertugas sebagai Tenaga Bantuan Operasi (TBO) di Timor Timur, bersama para tentara TNI adalah korban konspirasi internasional. 

    Bahkan, ia mengakui dirinya, termasuk para perwira yang bertugas kala itu dan Prabowo Subianto juga korban serupa. 

    “Ini semuanya korban konspirasi internasional. Kita jangan lupa kenapa kalau dinilai meresahkan, berarti kan masalah pembinaan, sebenarnya kan bekas teroris, ini bukan bekas teroris ini bekas pahlawan yang sebenarnya harus kita bina secara sistemik,” pungkasnya. 

    Salah satu anak bangsa dan punya peran

    Menurutnya, Hercules ialah seorang anak bangsa yang juga memiliki jasa terhadap bangsa ini.

    “Hercules seperti halnya juga setiap orang Indonesia adalah anak bangsa kita, dia dulu juga sebagai TBO (Tenaga Bantuan Operasi), kemudian partisan, itu ikut bahu-membahu bersama kita melaksanakan tugas negara. Waktu itu di Timor Timur yang sekarang menjadi Timor Leste,” ujar Hendropriyono seperti dikutip dari Kilat Media yang tayang di YouTube pada Sabtu (4/5/2025). 

    Hendropriyono meminta agar pria bernama lengkap Rosario de Marshall tersebut tidak di-bully. 

    Pasalnya, perundungan terhadap Hercules sama saja membunuhnya secara perdata. 

    “Kalau terus kita ramai-ramai menghujat, semuanya langsung ikut pro dan kontra pada nge-bully itu kan namanya membunuh secara perdata,” ujarnya.

    Ia melanjutkan saat konflik pecah sehingga Timor Leste menjadi negara merdeka, banyak orang yang pindah ke sana berganti kewarganegaraan. 

    Namun, Hercules tetap setia kepada Republik Indonesia.

    “Dalam kebersamaannya dengan kita di medan pertempuran, itu tercatat banyak juga jasa dia yang sampai kakinya buntung, dia kan orang berkaki buntung satu, tangannya juga satu, matanya juga satu,” katanya.

    Panglima Kodam Jayakarta pada tahun 1993-1994 tersebut pun meminta agar Hercules memperbaiki dirinya agar tidak berulah seperti seorang preman. 

    Namun, ia juga mengingatkan semua anak bangsa untuk menginstropeksi diri.

    “Dia jadi kayak begini kan akibat dari kita, kondisi masyarakat kita secara sosial ekonomi, akhlak kejiwaan, rasa kebangsaan, rasa profesionalisme kita membentuk dia. Kok, jadi seperti ini. Di mana salahnya? Ini lah yang harus kita pikirkan untuk memperbaiki dan rasanya dia itu patut merubah organisasinya menjadi bagaimana yang diharapkan oleh para purnawirawan semua dan rakyat,” pungkasnya. 

  • Wapres Gibran dan AI: Antara Mengejar Ketinggalan dan Malas Berpikir…

    Wapres Gibran dan AI: Antara Mengejar Ketinggalan dan Malas Berpikir…

    Wapres Gibran dan AI: Antara Mengejar Ketinggalan dan Malas Berpikir…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dalam beberapa waktu terakhir, Wakil Presiden (Wapres)
    Gibran Rakabuming Raka
    terus menunjukkan komitmen yang kuat agar kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kian berkembang di Indonesia.
    Dalam sejumlah kesempatan, Gibran bahkan kerap mendatangi kegiatan di sekolah maupun universitas yang tengah menyelenggarakan kegiatan bertemakan AI. Seperti pada Jumat (2/5/2025) kemarin, putra Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu menyambangi Binus University, BSD, Tangerang Selatan untuk berbicara tentang AI di depan mahasiswa.
    Dalam kesempatan itu, Gibran mengatakan pelajaran AI akan masuk ke SD, SMP, SMA, dan SMK mulai tahun ajaran baru nanti.
    “Beberapa hari lalu kita ratas, dengan Pak
    Menteri Pendidikan
    juga. Nanti di tahun ajaran baru kita mulai memasukkan
    kurikulum AI
    , pelajaran AI di SD, SMP, SMA, SMK juga,” ujar Gibran.
    Pada 12 Maret lalu, saat menyambangi SMA 66 Jakarta, Gibran memang sempat mendorong agar AI masuk dalam kurikulum di sekolah. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah kemudian menyambut hal ini dan menyatakan bahwa pelajaran coding serta AI akan mulai diajarkan di Kelas 5 SD hingga SMA.
    Menurut Gibran, AI tidak akan menggantikan tugas manusia, tetapi justru membantu meningkatkan produktivitas yang ada.
    “(Bisa) bikin video lucu, grafis-grafis gitu ya. Tapi, intinya bukan itu ya, kita intinya ingin mempermudah tugas-tugas sehari-hari kalian, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kreativitas,” ujar Gibran, saat menjadi juri dalam seminar di sekolah tersebut.
    Gibran menilai, adaptasi penggunaan AI perlu segera dilakukan agar anak muda Indonesia tidak tertinggal dengan anak muda dari negara lain, yang telah lebih dulu memanfaatkannya.
    “Di negara-negara lain, pemerintahnya sudah mendorong anak-anak muda untuk menggunakan AI. Kita enggak boleh ketinggalan,” ujar Gibran saat menghadiri acara Talkshow & Showcase Inovasi AI bertajuk Artificial Intelligence: Shaping Indonesia’s Future di Universitas Pelita Harapan (UPH) Kampus Lippo Village, Karawaci, Tangerang, Banten, pada 20 Maret lalu.
    Meski Gibran terus mendorong penggunaan AI di Tanah Air, bukan berarti keberadaannya tidak menghadapi tantangan.
    Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar khawatir, kemudahan yang ditawarkan AI dalam memproduksi sesuatu, justru akan menjadi sebuah kemunduran dan krisis.
    “Kita juga menghadapi tantangan kemunduran dan krisis akibat kemajuan teknologi. Kita menjadi malas berpikir,” kata Muhaimin dalam acara Waisak Nasional PKB di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (3/5/2025).
    Ia menilai, kehadiran AI membuat budaya semakin ditinggalkan. Meskipun, ia tak memungkiri bahwa keberadaannya memudahkan kinerja manusia.
    “Kemajuan teknologi informasi yang begitu cepat. Bahkan kita berkedip saja, teknologi baru sudah muncul di depan mata kita. Adanya artificial intelligence ini salah satu kebutuhan nyata memudahkan cara kerja dan pola hidup kita,” ucap Muhaimin.
    Karena memiliki kelebihan dan kekurangan, Ketua Umum PKB ini meminta masyarakat lebih bijak dalam menggunakan AI.
    “Sangat rentan jika nilai-nilai agama yang menjadi fondasi kehidupan kita akan terus tergerus dan tidak memiliki relevansi dengan zamannya,” tandasnya.
    Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menilai, AI sulit dikuasai pekerja Indonesia. Sebab, mayoritas pekerja di RI belum menjalani pendidikan hingga perguruan tinggi.
    Sebanyak 52 persen pekerja RI lulusan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Kemudian, 36 persen lainnya yang merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
    “Kami diamanahkan juga untuk mempersiapkan pekerja, untuk bekerja. Makanya kita punya
    vocational training center
    , balai-balai latihan kerja tersebar di Indonesia. Kita latih, ada program yang namanya
    skilling, reskilling, upskilling
    ,” ujar Menaker di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
    “Tapi Bapak dan Ibu bisa bayangkan, negara lain
    skilling, upskilling, reskilling
    menyiapkan untuk tema-temanya itu adalah siap dengan AI, siap dengan
    green economy
    (ekonomi hijau). Tapi potret pekerja kita 88 persen lulusan SMA dan SMK. Tidak mudah kita kemudian
    reskilling
    mereka,
    upskilling
    mereka untuk menghadapi itu semua,” jelasnya.
    Di sisi lain, untuk lulusan perguruan tinggi ternyata masih banyak yang menganggur.
    Pemerintah tengah menyiapkan regulasi setingkat Peraturan Presiden (Perpres) guna mengatur perkembangan teknologi AI secara lintas sektor.
    Langkah ini diambil sebagai respons atas pesatnya perkembangan AI dan meningkatnya kekhawatiran global terhadap potensi dampaknya.
    “Mungkin akan dibuat satu peraturan setingkat Perpres yang mungkin agar bisa mengatur lintas sektor perkembangan AI ini,” kata Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia (Wamenkomdigi) Nezar Patria di Kemenko PMK, Selasa (29/4/2025).
    Selain itu, sejumlah regulasi seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), serta aturan tentang perlindungan anak di ruang digital sudah tersedia.
    “Kita coba melakukan assessment, kita berada di mana di tengah perkembangan global itu, sehingga dibutuhkan regulasi-regulasi yang tepat,” ujar Nezar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Viral Kenakalan Remaja di Jabar, Curi Mobil hingga Bacok Teman, Dedi Mulyadi: Cerita Menyedihkan – Halaman all

    Viral Kenakalan Remaja di Jabar, Curi Mobil hingga Bacok Teman, Dedi Mulyadi: Cerita Menyedihkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi berita viral yang menyangkut remaja di Jawa Barat, ada yang curi mobil hingga bacok teman karena kerap diejek.

    Sebelumnya, diberitakan dua remaja mencuri mobil di Apartemen Bandung pada Kamis (24/4/2025).

    Diketahui, pelaku masih di bawah umur, mereka adalah A (13) dan saudaranya S (10).

    Kasus ini diungkap Polsek Cicendo, setelah petugas menangkap dua pelaku di Calincing, Cianjur.

    Peristiwa pencurian terjadi saat dua pelaku menyewa kamar di sebuah apartemen di Kota Bandung, pada Rabu (23/4/2025).

    “Pelaku mengambil kendaraan itu memang kendaraan dalam kondisi hidup.”

    “Pemilik mengakui mobil dalam keadaan hidup karena mau dipanasi, lalu ditinggal berenang di sekitar situ,” ungkap Kapolsek Cicendo, Kompol Dadang Gunawan, pada Kompas TV.

    Mobil yang dibawa pelaku sempat kejar-kejaran dengan polisi.

    Hingga, kedua pelaku yang disebut anak putus sekolah tersebut tertangkap di wilayah Calincing, Cianjur.

    Menurut pemaparannya, mobil tersebut sengaja dicuri untuk jalan-jalan dan keliling Bandung.

    Namun, karena pelaku anak di bawah umur, pihak kepolisian mengembalikannya ke pihak orang tua untuk dibina.

    Setelah viral, kasus tersebut terdengar sampai telinga Dedi Mulyadi.

    Dedi Mulyadi mengaku sudah berkomunikasi dengan kedua orang tua pelaku.

    “Pagi hari ini kita mendapat banyak hal atau cerita atau berita yang menyedihkan, menyangkut remaja,” ungkap Dedi Mulyadi, dikutip dari Instagram @dedimulyadi71 pada Minggu (4/4/2025)

    “Ada remaja yang mencuri mobil dan kemudian tertangkap di Cianjur. Orang tuanya sore hari nanti akan menemui saya untuk mendiskusikan jalan keluarnya,” tambahnya.

    Dedi Mulyadi tak menampik apa yang dilakukan dua remaja tersebut adalah tindakan hukum.

    Namun, Dedi Mulyadi menilai harus ada pembimbingan lanjutan untuk kedua pelaku yang masih di bawah umur tersebut.

    “Betul, itu kriminal iya. Tapi, penanganan pasca-proses pidananya dan proses bimbingan berikutnya harus dilakukan,” tegasnya.

    Selain kasus pencurian mobil, Dedi Mulyadi juga mendapat kabar ada anak yang membacok temannya karena kerap diejek.

    “Yang kedua, remaja SMP anak yatim piatu karena diejekin terus sama temennya, akhirnya dia membacok orang yang mengejek,” ungkap Dedi Mulyadi.

    Dedi Mulyadi berharap para remaja yang terseret kasus pidana masih memiliki masa depan.

    “Hari ini orang tua (red-wali) mau dateng dalam proses pidana dan saya akan mendampinginya. Agar dia tetap punya masa depan,” terangnya lagi.

    Hal ini mengingatkan dia tentang kebijakan Barak Militer yang baru dia gaungkan.

    Mendisiplinkan anak yang memiliki gejala ‘nakal’ dengan Barak Militer bertujuan agar anak memiliki benteng dan menahan godaan untuk melakukan kenalan atau bahkan tindak pidana.

    “Dan proses-proses yang saya jalani barak militer sesungguhnya adalah upaya pencegahan. Jadi anak-anak SMP yang masih gejala, diperlukan upaya-upaya kita untuk gejala itu dihilangkan. Dan dia punya antibody sehingga ke depan dia tahan terhadap godaan. Sesunguhnya itu tujuannya,” tungkasnya.

    Komnas HAM sebut Kebijakan Barak Militer Langgar Hak Anak

    Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) tidak setuju dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim siswa nakal ke barak militer.

    Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro, menyatakan hal tersebut dianggap melanggar hak anak.

    Atnike pun memperingatkan, mengirim siswa ke barak militer sebagai bentuk hukuman adalah bentuk penegakan hukum yang tidak sah. 

    Terlebih, jika dilakukan kepada anak-anak di bawah umur yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum.

    “Oh iya dong (keliru). Itu proses di luar hukum kalau tidak berdasarkan hukum pidana bagi anak di bawah umur,” tegasnya saat ditemui di kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).

    Selain itu, TNI juga tidak mempunyai kewenangan untuk mendidik pelajar dalam bentuk ‘wajib militer’.

    “Itu bukan kewenangan TNI melakukan edukasi-edukasi civic education,” ujar Atnike. 

    Pelibatan TNI dalam kegiatan pendidikan hanya dapat dibenarkan jika bersifat mengenalkan profesi, seperti melalui kunjungan ke markas TNI atau lembaga publik lain.

    Namun, jika dilakukan dalam bentuk pendidikan militer, apalagi sebagai bentuk hukuman, maka hal itu keliru dan melanggar prinsip hak anak.

    “Pendidikan karier ke markas TNI, rumah sakit, atau tempat kerja itu boleh saja. Tapi kalau dalam bentuk pendidikan militer, itu mungkin tidak tepat,” katanya.

    Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi meluncurkan program wajib militer untuk pelajar pada Jumat, 2 Mei 2025 lalu.

    Program ini diluncurkan Dedi Mulyadi sebagai respons terhadap meningkatnya kasus kenakalan remaja, termasuk penyalahgunaan narkoba, tawuran, dan seks bebas.

    Dalam program ini, pelajar yang dianggap bermasalah akan dijemput langsung oleh personel TNI dari rumah masing-masing untuk mengikuti pembinaan selama enam bulan di barak militer. 

    Di sana, mereka akan dilatih oleh TNI dan Polri dengan fokus pada karakter dan disiplin.

    Namun, kebijakan tersebut menuai pro dan kontra.

    Sebagian pihak mendukung program tersebut sebagai solusi tegas untuk menekan kenakalan remaja.

    Sebagian lainnya lagi, termasuk Komnas HAM menganggap bahwa pendekatan militeristik bertentangan dengan prinsip pendidikan dan perlindungan anak. (*)

    (Tribunnews.com/Siti N/ Rifqah/Fersianus Waku)

  • Ramai Kritik Dedi Mulyadi Jadikan Vasektomi Syarat Dapat Bansos: Dianggap Haram hingga Langgar HAM

    Ramai Kritik Dedi Mulyadi Jadikan Vasektomi Syarat Dapat Bansos: Dianggap Haram hingga Langgar HAM

    Ramai Kritik Dedi Mulyadi Jadikan Vasektomi Syarat Dapat Bansos: Dianggap Haram hingga Langgar HAM
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Usulan Gubernur Jawa Barat
    Dedi Mulyadi
    yang menjadikan program Keluarga Berencana (KB), khususnya
    vasektomi
    sebagai syarat menerima
    bantuan sosial
    (bansos) menuai polemik dan mendapat
    penolakan
    dari berbagai pihak.
    Untuk diketahui, ide tersebut diungkapkan Dedi dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat bertajuk “Gawé Rancagé Pak Kadés jeung Pak Lurah” di Pusdai Jawa Barat, Senin (28/4/2025).
    Dalam rapat itu, Dedi mewacanakan kepesertaan KB, khususnya KB pria, menjadi prasyarat masyarakat prasejahtera menerima berbagai program bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, mulai dari beasiswa pendidikan hingga bansos non-tunai.
    “Jadi seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan KB. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga,” kata Dedi Mulyadi di hadapan para pejabat kementerian dan kepala daerah.
    Dedi menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk distribusi bansos yang lebih merata dan adil.
    Ia menilai selama ini bantuan banyak tertumpu pada keluarga miskin yang memiliki anak dalam jumlah besar.
    “Pak Menteri, saya tidak tahu kok rata-rata keluarga miskin itu anaknya banyak. Sementara orang kaya susah punya anak. Saya pernah menemukan satu keluarga punya 22 anak, punya 16 anak,” ucapnya.
    Dalam penjelasannya, Dedi juga menyebut fenomena keluarga kurang mampu yang justru memilih melahirkan dengan operasi sesar sebagai bentuk pengeluaran tidak efisien.
    “Uang segitu bisa untuk bangun rumah kan. Makanya berhentilah bikin anak kalau tidak sanggup, menafkahi dengan baik,” ujarnya.
    Dia menekankan bahwa KB pria dipilih karena metode kontrasepsi pada perempuan dinilai kerap bermasalah dan rentan tidak konsisten dilakukan.
    “Kenapa harus laki-laki? Karena misalnya nanti perempuannya banyak problem. Misalnya lupa minum pilnya atau lainnya,” kata Dedi.
    Di samping itu, Dedi menekankan bahwa program vasektomi adalah bentuk tanggung jawab pria terhadap keluarga.
    Ia berharap, suami atau ayah di keluarga prasejahtera bisa menjadi peserta KB.
    “Saya harapkan yang laki-lakinya, saya harapkan suaminya atau ayahnya yang ber-KB sebagai bentuk tanda tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya, jangan terus-terusan dibebankan pada perempuan,” jelas Dedi.
    Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menegaskan bahwa tidak ada aturan vasektomi sebagai syarat penerima bansos.
    “Enggak ada, enggak ada. Enggak ada syarat itu,” tegas Muhaimin di Kompleks Parlemen, Sabtu (3/5/2025).
    Menurutnya, pemerintah telah memiliki regulasi penyalur bansos, termasuk di dalamnya kriteria masyarakat yang berhak menerima.
    Cak Imin mencontohkan ibu hamil, anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas yang masuk kategori penerima bansos pemerintah.
    Oleh karena itu, Cak Imin menegaskan bahwa aturan dan kriteria terkait bansos tidak boleh diubah atau ditambah secara sepihak.
    “Aturan enggak ada. Tidak boleh bikin aturan sendiri,” katanya.
    Senada dengan Cak Imin, Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul juga menyatakan bahwa wacana tersebut perlu dipertimbangkan secara matang, termasuk dari sisi agama dan hak asasi manusia (HAM).
    “Kalau maksa, ya enggak boleh. Itu hanya imbauan sifatnya. Saya lihatnya baru sebatas gagasan saja,” kata Gus Ipul kepada Kompas.com, Sabtu (3/5/2025).
    Gus Ipul menegaskan, bansos diberikan sebagai bentuk perlindungan terhadap kelompok rentan dan tidak bisa dikaitkan dengan syarat yang menyentuh wilayah hak tubuh seseorang.
    “Program KB itu sendiri kan sudah lama berjalan, dan itu pun hanya berupa imbauan. Tidak ada unsur paksaan,” katanya.
    Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro turut mengkritik usulan tersebut.
    Menurutnya, menjadikan vasektomi sebagai syarat bansos berpotensi melanggar hak privasi warga negara.
    “Vasektomi apa yang dilakukan terhadap tubuh itu bagian dari hak asasi. Jadi sebaiknya tidak dipertukarkan dengan bantuan sosial atau hal-hal lain,” ujar Atnike di Jakarta, Jumat (2/5/2025).
    Dia menambahkan, pemaksaan tindakan medis seperti vasektomi, bahkan dalam konteks hukum pidana, tidak dibenarkan.
    Apalagi, jika itu dilakukan terhadap warga miskin demi menerima hak sosial mereka.
    “Pemaksaan KB saja itu kan pelanggaran HAM,” tegas Atnike.
    Penolakan
    terhadap ide Dedi Mulyadi juga datang dari kalangan organisasi keagamaan.
    Ketua Bidang Keagamaan PBNU, Ahmad Fahrur Rozi menyatakan bahwa pemaksaan vasektomi adalah tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
    “Kami tidak mendukung pemaksaan vasektomi untuk penerima bansos,” kata Gus Fahrur, Sabtu (3/5/2025).
    Menurutnya, mayoritas ulama mengharamkan metode vasektomi karena dianggap sebagai tindakan pemandulan permanen.
    “Karena vasektomi itu ulama masih berbeda pendapat dan mayoritas mengharamkan apabila mencegah kelahiran secara total,” ucapnya.
    Dia menambahkan, pemerintah seharusnya cukup menganjurkan KB tanpa memaksakan jenis kontrasepsi tertentu.
    “Saya kira ajaran ber-KB sudah cukup, tidak harus dipaksakan vasektomi,” ujarnya.
    Sementara itu, Ketua MUI Jawa Barat KH Rahmat Syafei menegaskan bahwa vasektomi bertentangan dengan syariat Islam, kecuali dalam kondisi tertentu yang mendesak secara medis.
    “Pada intinya vasektomi itu haram dan itu sesuai Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat pada 2012,” kata Rahmat, Jumat (2/5/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Israel Bunuh dan Bungkam Jurnalis di Gaza

    Israel Bunuh dan Bungkam Jurnalis di Gaza

    GELORA.CO – Ketika semua negara memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia, para jurnalis Palestina di Jalur Gaza terus menjalankan tugas profesional dan kemanusiaan mereka untuk meliput perang genosida yang dilakukan Israel sejak 7 Oktober 2023, meski menghadapi serangan bom, menjadi sasaran penembak jitu, hingga penangkapan.

    Semua itu terjadi di tengah keheningan yang memekakkan dari komunitas internasional dan lembaga-lembaga global yang seharusnya peduli pada hak-hak jurnalis. Keheningan tersebut, menurut lembaga-lembaga pemerintahan dan hak asasi manusia, justru mendorong Israel untuk terus melakukan pelanggaran.

    Sejak awal agresi, Israel telah membunuh 212 jurnalis Palestina –termasuk 13 jurnalis perempuan– dalam serangkaian serangan yang disebut Kantor Media Pemerintah Gaza sebagai ‘pembunuhan yang disengaja’.

    Angka itu merupakan jumlah kematian jurnalis tertinggi secara global sejak pencatatan dimulai pada 1992, menurut Pusat Hak Asasi Manusia Palestina per 26 April lalu.

    Meski organisasi hak asasi manusia dan badan-badan PBB kerap mengutuk serangan terhadap jurnalis di Jalur Gaza, mereka belum menunjukkan tindakan nyata untuk melindungi atau menjamin hak kebebasan pers bagi jurnalis.

    Seperti 2,4 juta warga Gaza lainnya yang telah 18 tahun hidup dalam blokade Israel, para jurnalis Gaza dan keluarganya juga menghadapi bahaya besar: dari serangan langsung, penangkapan, hingga perjuangan sehari-hari melawan kelaparan, kehausan, dan keterbatasan layanan medis.

    Pada 18 April lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan turut mengecam diamnya lembaga-lembaga media internasional atas pembunuhan jurnalis dan mengkritik pasifnya para pembela HAM terhadap pembantaian anak-anak di Gaza oleh Israel.

    Korban Kemanusiaan

    Hingga 25 April 2025, tentara Israel telah membunuh 212 jurnalis di Gaza dalam rangkaian serangan terhadap warga sipil. Menurut pernyataan Kantor Media Pemerintah Gaza, seluruh kematian itu terjadi sejak 7 Oktober 2023.

    Direktur Kantor Media Pemerintah Gaza, Ismail Al-Thawabta, kepada Anadolu Agency menyampaikan bahwa para korban mencakup jurnalis lokal, reporter kantor berita, hingga koresponden media internasional.

    Ia menambahkan bahwa Israel juga melukai 409 jurnalis, menangkap 48 orang, serta membunuh 21 aktivis media terkemuka yang dikenal aktif di media sosial.

    Al-Thawabta menyebut Israel juga menargetkan keluarga para jurnalis, termasuk membunuh anggota 28 keluarga media serta menghancurkan 44 rumah jurnalis –baik secara total maupun sebagian.

    Ia menyebut penargetan jurnalis tersebut sebagai ‘kejahatan yang disengaja dan tergolong kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan’, yang bertujuan ‘membungkam kebenaran dan menghalangi dokumentasi atas genosida dan pembersihan etnis’ yang terus berlangsung terhadap warga sipil Palestina.

    Ia juga mengutuk pembunuhan jurnalis, pengeboman kantor media, serta berbagai pembatasan peliputan sebagai ‘pelanggaran nyata’ terhadap Konvensi Jenewa dan hukum humaniter internasional, yang dengan tegas menjamin perlindungan jurnalis di wilayah konflik.

    Kerugian Finansial

    Menurut Al-Thawabta, sektor media di Gaza telah mengalami kerugian awal yang diperkirakan mencapai US$400 juta (sekitar Rp6,59 triliun) sejak awal agresi Israel yang telah berlangsung lebih dari 19 bulan.

    Kerugian itu mencakup kehancuran lembaga-lembaga media dan peralatannya, termasuk stasiun televisi, saluran radio, kantor berita, dan pusat pelatihan media.

    Sebanyak 12 kantor media cetak dan 23 media daring hancur sebagian atau sepenuhnya. Selain itu, 11 stasiun radio dan 16 saluran TV –empat media lokal dan 12 internasional– juga menjadi target serangan.

    Lima percetakan besar dan 22 percetakan kecil juga hancur, begitu pula lima serikat profesional dan hukum yang berkaitan dengan kebebasan media.

    Kendati kehancuran dan jatuhnya korban jiwa, sebanyak 143 lembaga media masih tetap beroperasi di Gaza.

    Sejak awal perang, pasukan Israel juga menargetkan kendaraan siaran, pemancar, puluhan kamera, dan kendaraan bertanda ‘PRESS’ secara terang-terangan.

    “Berbicara soal kebebasan pers menjadi tidak berarti selama dunia terus bungkam atas pembunuhan sistematis terhadap jurnalis,” tegas Al-Thawabta pada peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia.

    “Kami sampaikan kepada dunia, kebebasan pers tidak diukur dari pidato atau pernyataan, tetapi dari kemampuan dunia melindungi jurnalis dan memberi mereka hak untuk meliput dengan bebas,” tambahnya.

    Penargetan yang Disengaja

    Pada 26 April lalu, Pusat Hak Asasi Manusia Palestina menuduh Israel ‘dengan sengaja’ membunuh jurnalis di Gaza sebagai upaya intimidasi dan pencegahan terhadap peliputan realitas perang.

    Lembaga independen itu menyebut peningkatan pembunuhan jurnalis menunjukkan jelas bahwa ‘niat utamanya adalah membungkam kebenaran dan menutupi kejahatan’ terhadap warga sipil Gaza.

    Menurut laporan mereka, sebagian besar jurnalis tewas dalam serangan udara, sementara lainnya ditembak oleh penembak jitu.

    Pusat HAM tersebut menegaskan bahwa pembunuhan jurnalis secara sengaja merupakan ‘kejahatan perang di bawah yurisdiksi Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)’, sesuai Pasal 8 Statuta Roma.

    Lembaga itu juga memperingatkan bahwa impunitas Israel akan mendorong lebih banyak kejahatan terhadap jurnalis dan keluarga mereka.

    Mereka menyerukan komunitas internasional untuk melindungi warga sipil di Gaza dan mendesak Jaksa ICC, Karim Khan, agar segera mengambil langkah konkret dalam menyelidiki kejahatan di Palestina –terutama pembunuhan jurnalis yang telah membayar harga tertinggi demi mengungkap kebenaran.

    Hari Kebebasan Pers Sedunia ditetapkan melalui resolusi PBB pada 20 Desember 1993, dan diperingati setiap tanggal 3 Mei.

  • Ormas Rasa Preman: Perlunya Tindakan Tegas Negara yang Humanis

    Ormas Rasa Preman: Perlunya Tindakan Tegas Negara yang Humanis

    Ormas Rasa Preman: Perlunya Tindakan Tegas Negara yang Humanis
    Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis
    KEBERADAAN
    organisasi masyarakat (
    ormas
    ) di Indonesia, yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945, sejatinya merupakan wujud dari kebebasan berorganisasi yang dilindungi sebagai hak asasi manusia.
    Pasal 28E UUD NRI 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Salah satu cara untuk merealisasikan hak ini adalah melalui pembentukan ormas.
    Namun, belakangan, muncul fenomena yang meresahkan terkait dengan ormas yang tidak hanya menyuarakan aspirasi atau kepentingan masyarakat, tetapi juga terlibat dalam tindakan kekerasan, intimidasi, bahkan
    premanisme
    .
    Ormas
    -ormas ini, meskipun mengatasnamakan perjuangan sosial atau kepentingan bersama, pada kenyataannya lebih sering memperlihatkan perilaku yang merugikan masyarakat, dengan modus yang serupa dengan premanisme, yakni pemerasan dan intimidasi terhadap individu atau kelompok lain, bahkan perusahaan.
    Fenomena ormas yang berpakaian seragam rapi, tetapi bertindak selayaknya preman ini menjadi semakin meresahkan.
    Mereka sering kali tampil sebagai ‘penjaga ketertiban’, tetapi yang terjadi justru aksi kekerasan dan intimidasi terhadap masyarakat dan korporasi yang tidak sejalan dengan kepentingan mereka.
    Hal ini tentu sangat mengganggu tatanan sosial yang seharusnya dijaga oleh negara. Dalam konteks ini, perlu adanya upaya yang lebih tegas dari negara untuk menangani fenomena ini.
    Namun, tindakan tegas tersebut harus dilakukan dengan pendekatan humanis, dengan tetap menjaga nilai-nilai HAM bagi setiap individu, termasuk anggota ormas itu sendiri.
    Tindakan tegas yang dimaksud tidak berarti mengabaikan prinsip-prinsip dasar HAM. Negara—dalam hal ini—memiliki kewajiban untuk memberikan pelindungan terhadap hak-hak individu, termasuk hak untuk bebas dari ancaman dan kekerasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945.
    Penindakan terhadap ormas yang melakukan pelanggaran harus dilakukan dengan prosedur hukum yang adil, tanpa menggunakan cara-cara yang melanggar hak dasar mereka sebagai warga negara.
    Dalam hal ini, penting untuk menegakkan prinsip keadilan restoratif yang mengedepankan perbaikan dan reintegrasi sosial, bukan sekadar penghukuman.
    Proses hukum harus memastikan bahwa setiap individu, baik anggota ormas maupun masyarakat, mendapatkan perlindungan yang sama di depan hukum tanpa ada diskriminasi.
    Negara pun harus mempertimbangkan dampak sosial dari setiap tindakan terhadap ormas tersebut.
    Ormas yang terjerumus dalam kekerasan atau tindakan premanisme seharusnya diberikan kesempatan untuk melakukan reformasi internal dan kembali menjadi bagian dari masyarakat yang produktif.
    Negara melalui aparat penegak hukum harus fokus pada tindakan preventif dengan mengedukasi ormas-ormas tersebut tentang pentingnya menjalankan organisasi sesuai dengan hukum dan norma yang berlaku, sekaligus memberikan sanksi yang sesuai bagi mereka yang melanggar.
    Di sini, prinsip-prinsip HAM tetap harus dijaga, dengan memastikan bahwa setiap proses penegakan hukum dilakukan secara transparan, proporsional, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
    Jika mengaitkannya dengan teori
    social contract
    ala Rousseau, maka negara memiliki kewajiban untuk menjaga ketertiban dan keadilan melalui perjanjian sosial, sementara ormas tidak seharusnya mengambil alih peran tersebut dengan kekerasan atau intimidasi.
    Negara perlu menegakkan kontrak sosial dengan memastikan bahwa ormas tidak menggantikan kewenangan negara dalam penegakan hukum yang sah.
    Teori
    power and authority
    ala Weber pun dalam hal ini relevan. Negara memiliki otoritas yang sah untuk menjaga ketertiban, sedangkan ormas yang bertindak seperti preman hanya memaksakan kekuasaan yang tidak diakui oleh hukum.
    Dalam hal ini, negara harus membedakan antara kekuasaan sah dan yang tidak sah, serta menanggapi ormas yang menyimpang dengan pendekatan yang berbasis pada hukum yang adil.
    Dalam kerangka hak asasi manusia, negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak setiap individu, termasuk anggota ormas, dengan pendekatan yang humanis.
    Penegakan hukum terhadap ormas yang melanggar hukum harus seimbang, memberikan kesempatan untuk reformasi tanpa mengabaikan hak dasar mereka.
    Negara perlu menggabungkan tindakan tegas dengan solusi pemulihan sosial, memastikan keadilan bagi semua pihak, dan menciptakan masyarakat yang harmonis, adil, dan aman.
    Penting untuk menyadari bahwa tindakan tegas terhadap ormas yang berperilaku premanisme bukan hanya soal menegakkan hukum, tetapi juga tentang menciptakan ekosistem yang mengutamakan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat.
    Negara tidak bisa menutup mata terhadap potensi kerusakan sosial yang diakibatkan oleh ormas yang menyalahgunakan kewenangannya.
    Intimidasi, pemerasan, atau kekerasan yang dilakukan oleh ormas semacam ini sangat merusak tatanan sosial yang sudah dibangun. Masyarakat yang seharusnya dilindungi, justru menjadi korban dari tindakan yang melanggar hak-hak dasar mereka.
    Namun, tindakan tegas dari negara harus dilakukan dengan cara yang berlandaskan pada prinsip keadilan. Negara tidak bisa bertindak sembarangan, tanpa memperhatikan hak asasi manusia yang dijamin oleh instrumen HAM, termasuk Konstitusi.
    Penyelesaian yang bersifat represif pun justru berpotensi akan menciptakan ketidakadilan dan “kerusakan” yang lebih besar. Maka, perlu ada upaya yang tepat dan efektif untuk menanggulangi hal ini.
    Oleh karena itu, negara harus bertindak sebagai fasilitator bagi terciptanya keamanan dan keadilan, bukan sekadar sebagai penegak hukum.
    Dialog, edukasi, dan pendekatan yang berbasis pada pemulihan sosial adalah langkah-langkah yang perlu diambil untuk memastikan bahwa ormas yang terjerumus dalam perilaku premanisme bisa kembali menjadi bagian dari solusi sosial—bukan malah menjadi masalah yang terus menghantui masyarakat.
    Tindakan negara yang adil dan humanis, dengan menempatkan masyarakat sebagai pihak utama yang dilindungi, akan menciptakan lingkungan yang lebih damai dan aman bagi semua.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mensos soal Vasektomi Jadi Syarat Terima Bansos: Kita Perlu Waktu untuk Mencerna Idenya Kang Dedi – Page 3

    Mensos soal Vasektomi Jadi Syarat Terima Bansos: Kita Perlu Waktu untuk Mencerna Idenya Kang Dedi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggulirkan program kepesertaan keluarga berencana (KB) melalui vasektomi. Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi usai memimpin rapat bersama seluruh OPD lintas daerah di Balai Kota Depok.

    Terkait hal itu, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengatakan, masih perlu waktu untuk mencermati ide dari Dedi Mulyadi tersebut.

    “Ya, kita perlu waktu untuk mencerna idenya Kang Dedi (Dedi Mulyadi) itu,” kata dia seperti dilansir dari Antara, Sabtu (3/5/2025).

    Gus Ipul menjelaskan, usulan perlunya vasektomi untuk pemberian bansos tersebut harus dipertimbangkan secara menyeluruh, mengingat bansos selama ini diberikan dalam kerangka perlindungan dan jaminan sosial.

    Bansos melalui Program Keluarga Harapan (PKH), kata dia, selama ini dirancang untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan dasar sekaligus membuka jalan menuju kemandirian.

    “Memotivasi penerima bansos untuk bisa naik kelas, untuk bisa hidup lebih mandiri, untuk memiliki keterampilan dan membuka akses,” ungkap Gus Ipul.

    Dia menegaskan, Jika ingin menambahkan syarat baru dalam penyaluran bansos, tak bisa dilakukan secara sepihak mengingat banyak pertimbangan yang harus dikaji.

    “Kalau itu ditambahkan dengan syarat-syarat di luar rancangan program, harus kita diskusikan. Apalagi kalau kita mengambil keputusan dengan harus mempertimbangkan nilai-nilai agama, nilai-nilai HAM, dan pertimbangan lain,” jelas Gus Ipul.

    Soal adanya fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait vasektomi, dirinya tak menampik bahwa hal tersebut menjadi salah satu alasan perlunya pembahasan lintas sektor.

    “Makanya itu salah satunya, banyak. Ini harus dihitung secara bersama,” kata Gus Ipul.

    Gus Ipul juga mengingatkan, sebagian besar bansos dari pemerintah selama ini ditujukan untuk kebutuhan dasar masyarakat, seperti asupan gizi untuk ibu hamil dan anak-anak.

    “Ini harus diberikan untuk kebutuhan ibu hamil, untuk anak, bayi. Jadi, sudah jelas peruntukannya,” kata dia.

     

  • Mensos Minta Waktu Kaji Rencana Program Vasektomi Penerima Bansos Dedi Mulyadi

    Mensos Minta Waktu Kaji Rencana Program Vasektomi Penerima Bansos Dedi Mulyadi

    Bisnis.com, JAKRATA – Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan perlu mengkaji dengan cermat ide Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang ingin menjadikan vasektomi sebagai syarat bagi masyarakat untuk menerima bantuan sosial (bansos).

    Menurut dia, usulan seperti itu harus dipertimbangkan secara menyeluruh, terutama karena bantuan sosial selama ini diberikan dalam kerangka perlindungan dan jaminan sosial.

    “Ya, kita perlu waktu untuk mencerna idenya Kang Dedi [Dedi Mulyadi] itu,” ujar Mensos Saifullah dilansir dari Antara, Sabtu (3/5/2025).

    Bansos melalui Program Keluarga Harapan (PKH), kata dia, selama ini dirancang untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan dasar sekaligus membuka jalan menuju kemandirian.

    Menurutnya, jika ingin menambahkan syarat baru dalam penyaluran bantuan, tidak bisa dilakukan secara sepihak mengingat banyak pertimbangan yang harus dikaji, mulai dari aspek agama hingga hak asasi manusia (HAM).

    “Kalau itu ditambahkan dengan syarat-syarat di luar rancangan program, harus kita diskusikan. Apalagi kalau kita mengambil keputusan dengan harus mempertimbangkan nilai-nilai agama, nilai-nilai HAM, dan pertimbangan lain,” kata dia.

    Saat disinggung soal fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait vasektomi, Saifullah tak menampik bahwa hal tersebut menjadi salah satu alasan perlunya pembahasan lintas sektor.

    “Makanya itu salah satunya, banyak. Ini harus dihitung secara bersama,” kata dia.

    Gus Ipul juga mengingatkan bahwa sebagian besar bansos dari pemerintah selama ini ditujukan untuk kebutuhan dasar masyarakat, seperti asupan gizi untuk ibu hamil dan anak-anak.

    “Ini harus diberikan untuk kebutuhan ibu hamil, untuk anak, bayi. Jadi, sudah jelas peruntukannya,” tutur Mensos.

    Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana menjadikan kepesertaan KB sebagai syarat bagi masyarakat untuk menerima bantuan mulai beasiswa hingga berbagai bantuan sosial dari provinsi.

    Dedi di Bandung, Senin (28/4), mengatakan rencana tersebut bertujuan agar pemberian bantuan pemerintah, termasuk dari provinsi, lebih merata dan tidak terfokus pada satu pihak atau satu keluarga saja.

    Seluruh bantuan pemerintah nanti, kata dia, akan diintegrasikan dengan KB.

    Dedi menekankan bahwa ke depan, data penerima bantuan sosial harus terintegrasi dengan data kependudukan. Lebih spesifik lagi, dalam data kependudukan tersebut harus memuat data peserta KB, terutama KB laki-laki atau vasektomi.

    “Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tetapi negara menjamin keluarga itu-itu juga. Yang dapat beasiswa, yang bantuan melahirkan, perumahan keluarga, bantuan nontunai keluarga dia, nanti uang negara mikul di satu keluarga,” ujar Dedi.

  • Cek fakta, artikel Jokowi yang sebut peti jenazah Paus Fransiskus bercahaya

    Cek fakta, artikel Jokowi yang sebut peti jenazah Paus Fransiskus bercahaya

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Sebuah unggahan di X menampilkan tangkapan layar berita yang mengutip perkataan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo yang menyebut peti jenazah Paus Fransiskus bercahaya.

    Diketahui, Presiden Prabowo Subianto mengutus Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, Menteri HAM Natalius Pigai, dan Mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk menghadiri pemakaman pemimpin tertinggi Gereja Khatolik, Paus Fransiskus, di Vatikan.

    Berikut narasi dalam unggahan tersebut:

    “Joko Widodo: Peti Yang Mulia Paus Fransiskus Mengeluarkan Cahaya, Ini Menjadi Sejarah Dalam Hidup Saya.”

    Namun, benarkah artikel Jokowi klaim peti Paus Fransiskus bercahaya?

    Tangkapan layar artikel yang menarasikan Jokowi klaim peti Paus Fransiskus bercahaya. Faktanya, judul artikel dalam tangkapan layar tersebut merupakan suntingan. (X)

    Penjelasan:

    Berdasarkan penelusuran ANTARA, tidak ditemukan artikel yang menyatakan Jokowi mengeluarkan pernyataan sebagaimana diklaim dalam unggahan yang beredar itu.

    Namun, ANTARA menemukan artikel lain dengan elemen yang serupa, yakni foto, tanggal, dan sumber media yang sama, yang berjudul berbeda, yaitu “Mengapa Prabowo Utus Jokowi Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus?”. Artikel ini dipublikasikan di laman Tempo pada 26 April 2025.

    Isi artikel tersebut membahas latar belakang serta tanggapan pro dan kontra terkait keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menunjuk Joko Widodo sebagai Utusan Khusus Presiden untuk menghadiri prosesi pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan.

    Pewarta: Tim JACX
    Editor: Indriani
    Copyright © ANTARA 2025

  • Cek fakta, artikel Jokowi yang sebut peti jenazah Paus Fransiskus bercahaya

    Cek fakta, artikel Jokowi yang sebut peti Paus Fransiskus bercahaya

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Sebuah unggahan di X menampilkan tangkapan layar berita yang mengutip perkataan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo yang menyebut peti jenazah Paus Fransiskus bercahaya.

    Diketahui, Presiden Prabowo Subianto mengutus Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, Menteri HAM Natalius Pigai, dan Mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk menghadiri pemakaman pemimpin tertinggi Gereja Khatolik, Paus Fransiskus, di Vatikan.

    Berikut narasi dalam unggahan tersebut:

    “Joko Widodo: Peti Yang Mulia Paus Fransiskus Mengeluarkan Cahaya, Ini Menjadi Sejarah Dalam Hidup Saya.”

    Namun, benarkah artikel Jokowi klaim peti Paus Fransiskus bercahaya?

    Tangkapan layar artikel yang menarasikan Jokowi klaim peti Paus Fransiskus bercahaya. Faktanya, judul artikel dalam tangkapan layar tersebut merupakan suntingan. (X)

    Penjelasan:

    Berdasarkan penelusuran ANTARA, tidak ditemukan artikel yang menyatakan Jokowi mengeluarkan pernyataan sebagaimana diklaim dalam unggahan yang beredar itu.

    Namun, ANTARA menemukan artikel lain dengan elemen yang serupa, yakni foto, tanggal, dan sumber media yang sama, yang berjudul berbeda, yaitu “Mengapa Prabowo Utus Jokowi Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus?”. Artikel ini dipublikasikan di laman Tempo pada 26 April 2025.

    Isi artikel tersebut membahas latar belakang serta tanggapan pro dan kontra terkait keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menunjuk Joko Widodo sebagai Utusan Khusus Presiden untuk menghadiri prosesi pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan.

    Pewarta: Tim JACX
    Editor: Indriani
    Copyright © ANTARA 2025