Natalius Pigai Usul Pendidikan Militer Ala Dedi Mulyadi Dijalankan Secara Masif
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Hak Asasi Manusia (HAM)
Natalius Pigai
akan mengusulkan
pendidikan militer
yang dicetuskan Gubernur Jawa Barat
Dedi Mulyadi
kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti.
Menurutnya, pengiriman siswa bermasalah ke barak militer dapat diterapkan secara masif di banyak tempat.
“Ya, kami meminta menteri dikdasmen untuk mengeluarkan sebuah peraturan supaya ini bisa dijalankan secara masif di seluruh Indonesia, kalau bagus,” ujar Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Ia pun mendukung pendidikan militer untuk siswa bermasalah. Sebab kebijakan tersebut dinilainya dapat mendidik mental dan karakter siswa.
“Mereka mau dididik mental, karakter, dan disiplin, serta tanggung jawab,” ujar Pigai.
Di samping itu, ia melihat bahwa pendidikan militer yang dicetuskan Dedi Mulyadi tidaklah melanggar HAM. Dalihnya, kebijakan tersebut bertujuan untuk mendidik anak-anak bermasalah.
“Kebijakan gubernur Jawa Barat yang mau, bukan mengirim, ya mau mendidik anak-anak nakal di barak tentara, dalam perspektif HAM, saya pertegaskan tidak melanggar HAM,” ujar Pigai.
Diketahui, program pendidikan karakter ala militer yang dicanangkan Dedi Mulyadi telah dimulai di dua daerah, yakni Purwakarta dan Bandung, pada Jumat (2/5/2025).
Sebanyak 39 pelajar SMP yang dinilai “sulit diatur” oleh sekolah dan keluarga yang dikirim menjalani pendidikan di di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Armed 9, Purwakarta.
Sementara itu, sebanyak 30 pelajar yang dianggap nakal di Bandung, Jawa Barat, mengikuti sekolah militer di Rindam III Siliwangi, Bandung.
Dedi Mulyadi mengatakan, program pendidikan militer yang melibatkan TNI dan Polri ini dilakukan untuk memperkuat karakter bela negara pada siswa, khususnya mereka yang terseret dalam pergaulan bebas atau terindikasi melakukan tindakan kriminal.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: HAM
-
/data/photo/2025/03/19/67da908ad7dac.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pemerintah Dorong DPR Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat
Pemerintah Dorong DPR Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Hak Asasi Manusia (HAM)
Natalius Pigai
mendorong
DPR
segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat.
Natalius mengatakan, sejak Indonesia merdeka, belum ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan, pelestarian, penghormatan terhadap masyarakat adat.
Padahal, Pasal-pasal dalam konstitusi secara tegas sudah mengatur keberadaan Masyarakat Hukum Adat dengan Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
“Dalam kerangka itulah,
Kementerian HAM
konsisten mendukung percepatan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat yang berisikan penghormatan terhadap nilai-nilai atau dijiwai, disemangati, oleh nilai-nilai hak asasi manusia. Saya kira itu sikap dari Kementerian Asasi Manusia,” kata Natalius di kantor Kemenham, Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Natalius yakin DPR tak memiliki kesulitan dalam mengesahkan RUU tentang Masyarakat Adat.
Dia mengatakan, RUU yang disahkan harus bersifat substantif seperti memenuhi nilai-nilai HAM dan penghormatan terhadap nilai masyarakat adat.
“Pengesahan itu kalau sudah menjadi hak inisiatif DPR, saya meyakini, apalagi saya pasti akan menyurati, saya meyakini tidak akan mengalami kesulitan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Perwakilan dari Koalisi Kawal
RUU Masyarakat Adat
, Abdon Nababan mengatakan, Kementerian HAM merupakan rumah bagi masyarakat adat.
Karenanya, ia meminta adanya pembahasan sampai dengan pengesahan RUU Masyarakat Adat terus dikawal.
“Oleh karena itu tadi kami minta kementerian supaya RUU Masyarakat Adat ini dikawal betul di dalam pemerintahan Pak Prabowo lewat Menteri HAM, karena memang ini janji konstitusi,” kata Abdon.
Untuk diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebanyak tiga kali.
Meski sudah diajukan sejak 2009, RUU Masyarakat Adat masih tak kunjung disahkan sampai hari ini.
Pakar hukum dan masyarakat dari Universitas Indonesia (UI) Ismala Dewi mengatakan, pengesahan RUU tersebut perlu dilakukan untuk memberikan keadilan dan memenuhi hak masyarakat adat.
Hal tersebut disampaikan Ismala dalam diskusi daring pada Selasa (22/4/2025), sebagaimana dilansir Antara.
“Sudah 15 tahun, artinya sudah lama sekali. Artinya belum sampai ini keadilan karena untuk menjamin kepastian masyarakat, untuk mencapai kesejahteraan itu belum terealisasi,” jelas Ismala.
Masyarakat adat memerlukan perlindungan dan pengakuan hak-haknya, termasuk atas sumber daya alam seperti air yang dijaga dengan penerapan hukum adat.
Dalam kesempatan tersebut, dia meminta pasal-pasal dalam RUU Masyarakat Adat tidak bertentangan, sebaliknya dapat memperbaiki aturan lama.
“Sehingga substansi UU Masyarakat Adat menjadi lebih lengkap sesuai dan tidak bertentangan dengan aturan sebelumnya atau bahkan dapat memperbaiki aturan sebelumnya apabila dianggap peraturan lama tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat,” jelasnya.
Dia juga mendorong agar pasal yang mengatur mengenai sumber daya alam dalam RUU itu memperhatikan prinsip pengelolaan sumber daya air berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.85/PUU-XI/2013 yang lebih jelas narasinya dan lebih lengkap substansinya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/11/06/672b66902d1c8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tak Hanya Pertahanan, DPR Diminta Bahas Aset Strategis Saat Susun RUU Pengelolaan Ruang Udara
Tak Hanya Pertahanan, DPR Diminta Bahas Aset Strategis Saat Susun RUU Pengelolaan Ruang Udara
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI diingatkan untuk tidak hanya fokus pada aspek
pertahanan
dan kedaulatan negara, dalam menyusun aturan untuk Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Ruang Udara.
Hal itu disampaikan sejumlah para pakar dan akademisi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar Pantia Khsus (Pansus) DPR RI untuk
RUU Pengelolaan Ruang Udara
, Selasa (6/5/2025).
“RDPU hari ini merupakan langkah penting dalam proses penyusunan RUU Pengelolaan Ruang Udara. Kami menerima banyak masukan berharga dari para akademisi dan pakar yang menegaskan ruang udara bukan hanya soal pertahanan, tetapi juga aset strategis,” ujar Wakil Ketua Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara Amelia Anggraini di Gedung DPR RI, Selasa (6/5/2025).
Menurut Amelia, para akademisi menegaskan bahwa ruang udara memiliki dimensi strategis yang jauh lebih luas dan berkaitan erat dengan berbagai sektor penting.
Oleh karena itu, DPR harus menyusun regulasi yang tidak hanya kuat dalam menjaga kedaulatan, tetapi juga membuka peluang bagi pertumbuhan industri nasional yang inovatif dan berdaya saing.
“Ruang udara juga aset strategis yang berkaitan erat dengan riset, teknologi, transportasi, hingga kedaulatan data dan ekonomi digital,” kata Amelia.
“DPR ingin memastikan agar regulasi yang kita susun tidak hanya tegas menjaga kedaulatan, tapi juga mampu membuka ruang bagi pertumbuhan industri nasional yang inovatif dan berdaya saing,” sambungnya.
Politikus Nasdem itu pun berharap RUU ini bisa menghadirkan tata kelola ruang udara yang terpadu di Indonesia, dan tidak terjadi tumpang tindih antar sektor.
Di samping itu, Amelia juga berharap RUU Pengelolaan Ruang Udara mampu menjawab tantangan zaman dari sisi keamanan, efisiensi, dan diplomasi kawasan.
“Kami di
Komisi I
DPR RI berkomitmen merumuskan produk legislasi yang adaptif terhadap teknologi, namun tetap kokoh dalam melindungi kepentingan nasional,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, DPR RI telah resmi membentuk Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara. Pembentukan pansus itu ditetapkan oleh Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/3/2025).
“Sesuai dengan hasil Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah DPR RI, antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi tanggal 5 Maret 2025, memutuskan bahwa telah dibentuk Pansus Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Ruang Udara,” kata Adies.
Menyusul hal itu, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas pun menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah kepada DPR RI dalam rapat Pansus RUU Pengelolaan Ruang.
Dalam kesempatan itu, Supratman menekankan bahwa RUU ini penting untuk memastikan ruang udara Indonesia dapat dikelola secara maksimal demi kepentingan bangsa dan negara.
Dia berharap pembahasan RUU ini dapat dirampungkan dan disahkan dalam periode DPR RI saat ini.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Kala Prabowo Dukung RUU Perampasan Aset dan Yusril Ihza Mahendra Sebut Belum Ada Urgensi Bikin Perpu – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Membandingkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko KumHAM Imipas) Yusril Ihza Mahendra dan Presiden RI Prabowo Subianto soal Undang-undang (UU) Perampasan Aset.
Prabowo Dukung Pengesahan RUU Perampasan Aset
Adapun Prabowo menyatakan dukungan untuk pengesahan segera Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi UU di hadapan ribuan buruh dalam peringatan Hari Buruh 2025 atau May Day di lapangan Monas, Kamis (1/5/2025).
Janji tersebut merupakan bagian dari komitmen Prabowo dalam memberantas korupsi.
“Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!” ujar Prabowo di atas panggung.
Kemudian, Prabowo mengajak para buruh untuk meneruskan perlawanan terhadap kasus korupsi di Indonesia.
“Bagaimana? Kita teruskan perlawanan terhadap koruptor?” tanya Prabowo yang selanjutnya dijawab setuju oleh para buruh yang memadati Lapangan Monas.
Prabowo juga tegas akan menyikat maling negara dan tidak boleh ada kompromi terhadap para koruptor yang tidak mau mengembalikan uang hasil kejahatannya.
“Enak aja, udah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja deh itu,” kata Prabowo, yang langsung disambut teriakan antusias dari massa buruh, “Setuju!”
Adapun pengesahan RUU Perampasan Aset juga menjadi satu dari enam tuntutan buruh pada May Day 2025.
HARI BURUH – Presiden RI Prabowo Subianto menghadiri acara peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025). Peringatan Hari Buruh Internasional 2025 kali ini diselenggarakan di lapangan Monas yang dihadiri sekitar 200.000 Buruh dari berbagai elemen organisasi buruh. Peringatan Hari Buruh kali ini membawa enam tuntutan utama yaitu Penghapusan sistem outsourcing, Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Realisasi upah layak, Pengesahan RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi, Pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK). Dalam pidatonya Prabowo menyampaikan akan membentuk Satgas PHK, meloloskan RUU perlindungan pekerja rumah tangga, serta berusaha memberantas korupsi di Indonesia. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)
Maki Dorong Prabowo Terbitkan Perpu Perampasan Aset
Selanjutnya, menanggapi dukungan Prabowo terhadap pengesahan RUU Perampasan Aset, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong Prabowo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Perampasan Aset.
“Urusan perampasan aset itu satu kata saja, Pak Prabowo membuat Perppu mengesahkan perampasan aset, kemudian diurus jadi Undang-Undang,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Sabtu (3/5/2025).
Yusril Ihza Mahendra: Belum Ada Urgensi untuk Perpu Perampasan Aset
Diwartakan Tribunnews.com, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, belum ada urgensi bagi Prabowo untuk mengeluarkan Perpu Perampasan Aset.
Hal itu disampaikan Yusril di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin, (5/5/2025).
“Belum ada alasan untuk mengeluarkan Perppu untuk itu (perampasan aset),” kata Yusril.
Menurutnya, penerbitan Perppu harus memenuhi sejumlah syarat, salah satunya yakni memenuhi unsur kegentingan memaksa.
“Karena Perppu harus dikeluarkan hal ihwal kegentingan yang memaksa, sampai sekarang kita melihat ada kegentingan yang memaksa,” katanya.
Yusril menilai terkait perampasan aset, UU yang ada sekarang baik itu Undang-undang Tipikor, Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK sudah cukup efektif.
“Jadi saya kira belum ada urgensinya untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Tapi ya semuanya terserah kita kembalikan kepada presiden,” pungkasnya.
Diusulkan Masuk Prolegnas
Bulan lalu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa pemerintah akan mengusulkan RUU Perampasan Aset masuk program legislasi nasional (Prolegnas).
“Pada waktunya, seperti harapan seluruh masyarakat Indonesia dan juga teman-teman pers, saya yakin ini akan sesegera mungkin kita ajukan dalam revisi Prolegnas yang akan datang,” ujar Supratman di kantornya, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Menurut Supratman, pemerintah sudah menyerahkan draf RUU Perampasan Aset ke DPR.
Namun, pembahasannya sangat berkaitan erat dengan kekuatan politik.
Supratman pun mengatakan, komunikasi dengan seluruh partai politik sangat diperlukan untuk menentukan nasib pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR.
“Karena RUU-nya sudah pernah diserahkan ke DPR. Nah, cuma kan seperti yang selalu saya sampaikan kemarin bahwa ini menyangkut soal politik,” kata Supratman.
(Tribunnews.com/Rizki/Taufik Ismail)
-

Jangan Biarkan Korban Dibunuh Dua Kali
GELORA.CO – MS alias Syuhada (16), remaja asal Belawan, tewas dengan luka tembak di perut. Penembakan diduga dilakukan oleh Kapolres Belawan AKBP Oloan Siahaan saat membubarkan tawuran di sekitar Jalan Tol Belawan, Minggu, 4 Mei 2025. Namun hingga kini, belum ada bukti yang menyebut Syuhada terlibat dalam tawuran tersebut.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara mengecam keras kejadian ini dan menuntut pengusutan tuntas. “Pengusutan harus transparan, profesional, dan berpihak pada keadilan korban. Jangan sampai Syuhada dibunuh dua kali: oleh peluru polisi, lalu oleh stigma yang menuduhnya pelaku tawuran,” tegas Kepala Operasional KontraS Sumut, Adinda Zahra Noviyanti, Selasa, 6 Mei 2025.
Ia menyebut, terlalu sering polisi mencari pembenaran atas kekerasan dengan membangun citra negatif korban. “Tindakan tegas bukan berarti menembak mati. Penggunaan kekuatan harus melumpuhkan, bukan menghabisi nyawa,” ungkapnya.
KontraS juga menuntut agar pengusutan ini disertai penerapan standar HAM yang ketat dan terbuka. Mereka mendesak agar proses ini mengacu pada regulasi yang ada seperti PERKAP 1/2009, PERKAP 8/2009, dan PERPOL 1/2022. Menurut mereka, pembentukan tim penyelidikan harus dibarengi dengan komitmen nyata untuk mempertanggungjawabkan setiap tembakan senjata api.
“Dukungan publik terhadap kekerasan dalam penegakan hukum hanya akan menormalisasi tindakan brutal aparat. Asas legalitas, proporsionalitas, dan nesesitas sering kali diabaikan hanya dengan dalih ‘tindakan tegas dan terukur’,” ujar Dinda.
KontraS juga mengingatkan bahwa kekerasan aparat tidak menyentuh akar persoalan tawuran yang marak di Medan, terutama di Belawan. “Mayoritas pelaku tawuran adalah anak-anak. Penggunaan senjata api tidak menyelesaikan masalah, justru memperpanjang siklus kekerasan,” tegasnya.
KontraS mendesak evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan senjata api oleh aparat. “Kapolri harus memperketat pengawasan dan memastikan setiap prosedur kepolisian berjalan sesuai hukum.”tegas Dinda
Sementara itu, Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan Februanto menyatakan telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus ini. Oloan Siahaan telah dinonaktifkan dari jabatannya untuk kelancaran penyelidikan. “Kami transparan. Kapolres sudah kami laporkan ke Mabes Polri untuk diperiksa secara menyeluruh,” kata Whisnu.
-

Beda Pandangan Menteri Prabowo Soal Pembahasan RUU Perampasan Aset
Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali menjadi sorotan setelah mendapatkan dukungan dari Presiden Prabowo Subianto saat memberikan sambutan di agenda Hari Buruh di Monumen Nasional (Monas), Kamis (1/5/2025).
Orang nomor satu di Indonesia itu menegaskan komitmennya untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA). Dia menekankan agar aturan yang sempat mandek di parlemen ini agar kembali dilanjutkan khususnya untuk memberantas praktik korupsi di Tanah Air.
“Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu,” ujarnya dengan nada tegas yang disambut riuh peserta aksi buruh.
Sayangnya, beberapa pernyataan berbeda justru disampaikan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.
Keduanya memberikan pandangan berbeda mengenai status dan arah pembahasan RUU yang telah tertunda sejak 2023 tersebut saat ditemui wartawan sebelum pelaksanaan Sidang Kabinet (Sidkab) Paripurna di Kantor Presiden, Senin (5/5/2025) kemarin.
Supratman menegaskan bahwa pemerintah tetap serius mendorong RUU Perampasan Aset agar segera dibahas bersama DPR. Menurutnya, Presiden RI telah memberikan arahan yang jelas kepada kabinet, termasuk Kementerian Hukum dan HAM, untuk menindaklanjuti proses legislasi tersebut.
“Pemerintah, sekali lagi, Presiden sudah sampaikan itu tentu menjadi perhatian bagi kabinet termasuk Kementerian Hukum untuk melakukan,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).
Supratman mengungkapkan bahwa Kemenkumham telah mengambil sejumlah langkah konkret untuk mendorong proses pembahasan RUU tersebut.
Dia menyebut telah melakukan pertemuan dengan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada hari yang sama untuk membahas finalisasi draf terakhir RUU tersebut.
“Dan kami sudah lakukan. Saya bersama-sama dengan Ketua PPATK untuk mematangkan menyangkut soal draft terakhir,” ungkapnya.
Selanjutnya, pemerintah berencana menjalin komunikasi lebih intensif dengan DPR untuk menentukan waktu pembahasan RUU tersebut dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) ke depan.
“Kemudian juga kami akan berkonsultasi dengan DPR menyangkut soal kapan waktu yang tepat untuk kita rapat untuk menentukan prolegnas berikutnya,” lanjutnya.
Ketika ditanya apakah RUU Perampasan Aset akan tetap menjadi inisiatif pemerintah, Supratman menegaskan bahwa hal itu masih berlaku hingga saat ini.
“Sampai sekarang masih tetap akan menjadi inisiatif pemerintah,” tegasnya.
Mengenai surat presiden (surpres) yang sebelumnya dikirimkan pada Mei 2023, Supratman belum dapat memastikan apakah dokumen itu akan diperbarui atau tetap digunakan. Namun, dia menyebut proses komunikasi dengan lintas kementerian tengah berlangsung sambil menunggu arahan dari Presiden.
“Nanti kita lihat. Yang pasti kan kita lagi komunikasikan dengan teman-teman di DPR. Kemudian juga dengan Lintas Kementerian ya. Tadi pagi saya sudah ketemu dengan Ketua PPATK membicarakan juga. Kita, saya belum lihat apakah ada perubahan draft baru. Justru karena itu kita akan rapat Lintas Kementerian sambil menunggu arahan Bapak Presiden. Oke ya?” ucapnya.
Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra, yang juga dikenal sebagai tokoh hukum senior itu memberikan pandangan berbeda. Menurutnya, inisiatif pembahasan RUU Perampasan Aset berasal dari DPR, bukan pemerintah, sehingga prosesnya sangat bergantung pada kesiapan parlemen.
Menurutnya, meski RUU tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024–2029, kelanjutannya sangat tergantung pada langkah DPR selaku pengusul.
“Jadi setelah terjadi pergantian pemerintah, apakah DPR masih akan sama dengan draft yang mereka ajukan pada 2023 itu atau mungkin akan melakukan revisi terhadapnya, seperti misalnya pembahasan terhadap rancangan undang-undang KUHAP ya, itu kan sudah diajukan pada masa pemerintahan Pak Jokowi,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (5/5/2025).
Dia mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini masih menunggu langkah DPR terkait pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Menurutnya, proses revisi RUU tersebut kini berada di tangan legislatif.
“Ketika terjadi pergantian pemerintahan, DPR merevisi RUU KUHAP, termasuk juga melakukan revisi terhadap naskah akademiknya. Kini, rancangan tersebut tengah dibahas bersama antara DPR dan pemerintah,” ujarnya.
Tak hanya itu menambahkan, pemerintah bersikap menunggu hingga DPR memulai proses pembahasan lebih lanjut.
Yusril juga menegaskan, apabila DPR telah siap dan pembahasan akan dimulai, maka Presiden akan menerbitkan surat presiden untuk menunjuk menteri-menteri terkait yang akan mewakili pemerintah dalam proses pembahasan hingga tuntas.
Yusril menegaskan bahwa inisiatif RUU ini memang berasal dari DPR, bukan pemerintah. Oleh karena itu, posisi pemerintah adalah menunggu kesiapan DPR untuk memulai proses pembahasan lebih lanjut.
“Karena inisiatifnya kan dari DPR, bukan dari pemerintah,” tegasnya.
Di sisi lain, ketika ditanya soal kemungkinan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) sebagai alternatif percepatan, Yusril menyatakan hal tersebut belum diperlukan.
Dia menyebut belum ada situasi yang dapat dikategorikan sebagai kegentingan yang memaksa sesuai dengan syarat dikeluarkannya Perpu.
“Karena undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi baik dalam undang-undang tipikor maupun lembaga-lembaga yang menangani korupsi itu baik kepolisian, kejaksaan maupun KPK sebenarnya cukup efektif untuk menangani masalah ini. Jadi saya kira belum ada urgensinya untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, tapi ya semuanya terserah kita kembalikan kepada Presiden,” ujar Yusril.
RUU Perampasan Aset sendiri sebenarnya sudah masuk dalam agenda sejak tahun 2023, namun hingga kini belum juga dibahas secara tuntas. Menanggapi hal tersebut, Yusril mengatakan bahwa pemerintah tetap menunggu karena tanggung jawab utama berada di DPR sebagai pengusul.
“Ya kita tunggu saja, kan DPR yang mengajukan inisiatif, pemerintah kan menunggu saja,” ucapnya.
Meski Presiden telah menyatakan dukungannya terhadap percepatan pengesahan RUU ini, Yusril menegaskan bahwa pemerintah tetap menanti kesiapan DPR untuk memulai proses pembahasan.
“Presiden mengatakan setuju dengan hal itu, kita menunggu saja. Kalau pemerintah yang mengajukannya, pemerintah bisa proaktif untuk membahas, tapi karena ini diajukan oleh DPR, pemerintah menunggu Sampai dimana kesiapan dari DPR, pemerintah siap saja untuk membahas RUU ini,” pungkas Yusril.
/data/photo/2025/05/05/68181d1e0ef1f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



