Imparsial Kritik Dandim Jakpus Surati Bea Cukai Minta Amankan Barang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Tindakan Komandan Kodim (Dandim) 0501/JP Jakarta Pusat, Letkol Harry Ismail, yang menyurati Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta dikritik oleh kelompok pemerhati militer dan hak asasi manusia (HAM),
Imparsial
.
“Biarkan Bea Cukai bekerja sesuai standar aturan yang sudah berlaku di Bea Cukai. Jangan ada intervensi, intimidasi, kolusi, dan nepotisme kepada Bea Cukai dalam menjalankan kerjanya,” ujar peneliti senior Imparsial,
Al Araf
, kepada wartawan, Kamis, (29/5/2025).
Soalnya, surat menyurati ini dinilai menyiratkan adanya intervensi dan intimidasi dari
TNI
kepada Bea Cukai.
Al Araf mengatakan TNI bertugas sebagai alat pertahanan negara sehingga urusan surat menyurat tidak masuk dalam tugas dan fungsi pokok para prajurit.
Dilantiknya, Letjen (Purn) TNI
Djaka Budi Utama
sebagai
Dirjen Bea Cukai
dinilai tidak membenarkan tindakan Dandim Jakpus yang meminta Bea Cukai untuk meloloskan barang pribadi milik kerabatnya.
“Jangan karena Dirjen Bea Cukai berasal dari militer hal-hal seperti ini diperbolehkan dan dibiarkan. Bea cukai harus tegas bahwa semua harus sesuai prosedur dan tidak perlu ada surat menyurat seperti itu,” tegas Araf.
Lebih lanjut, pimpinan TNI juga diharapkan segera mengevaluasi tindak laku anak buahnya ini agar tidak lagi melakukan tindakan yang menimbulkan pertanyaan di publik.
Diberitakan, Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta (Kodam Jaya) memberikan klarifikasi terkait beredarnya surat dari Komandan Kodim (Dandim) 0501/JP Jakarta Pusat, Letkol Harry Ismail, kepada Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta.
Dalam surat tersebut, Letkol Harry meminta petugas Bea Cukai mengamankan barang bawaan seorang penumpang bernama Arie Kurniawan yang baru kembali dari luar negeri.
Kepala Penerangan Kodam Jaya (Kapendam Jaya) Kolonel Czi Anto Indriyanto menegaskan, surat itu tidak dimaksudkan untuk mengintervensi proses kepabeanan atau menghindari kewajiban pajak impor.
“Surat yang dibuat oleh Dandim bukan untuk mengintervensi atau menghindari kewajiban kepabeanan,” kata Kapendam Jaya kepada wartawan, Rabu (28/5/2025).
Kapendam menjelaskan bahwa meskipun surat permohonan tersebut dikirim, barang-barang milik Arie Kurniawan tetap diperiksa secara menyeluruh oleh petugas Bea Cukai di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: HAM
-
/data/photo/2024/01/09/659d05dd3fbb1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Imparsial Kritik Dandim Jakpus Surati Bea Cukai Minta Amankan Barang Nasional 29 Mei 2025
-

Yusril Bantah Kabar Perundingan Rahasia RI-Israel Demi Jadi Anggota OECD
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra membantah pemberitaan media Israel, Ynet, tentang perundingan rahasia terkait proses keanggotan Indonesia di Organisation for Economic Cooperation dan Development (OECD).
Salah satu bantahan Yusril adalah isu ‘menormalisasi’ hubungan kedua negara sebagai timbal balik atas dukungan Israel terhadap pencalonan Indonesia sebagai anggota tetao OECD.
“Pertemuan seperti itu tidak pernah ada,” jelas Yusril melalui siaran pers, Kamis (29/5/2025).
Tidak hanya itu, Yusril turut menilai istilah ‘menormalisasi hubungan’ yang digunakan Ynet itu tidak benar, lantaran kedua negara memang tidak memiliki hubungan diplomatik sejak awal.
Meski demikian, politisi berlatar belakang advokat senior itu mengakui bahwa Israel pernah menyampaikan wacana untuk mendukung pencalonan Indonesia di OECD dengan starat pembukaan hubungan diplomatik.
“Permintaan tersebut telah kami tolak,” ujar Yusril.
Yusril lalu menjelaskan, keanggotaan suatu negara dalam organisasi internasional tidak pernah mensyaratkan adanya hubungan diplomatik dengan seluruh negara anggota lainnya. Dia pun menegaskan bahwa tidak pernah ada pembicaraan soal hubungan Indonesia-Israel, termasuk saat dirinya menghadiri Sidang OECD di Paris, akhir Maret 2025 lalu.
“Saya sendiri hadir dalam Sidang OECD di Paris pada akhir Maret 2025 dan menyampaikan pidato bersama Presiden Guatemala. Tidak ada isu seperti yang diberitakan media Israel tersebut dibahas dalam sidang tersebut,” terangnya.
Oleh karena itu, mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menegaskan bahwa proses pencalonan Indonesia sebagai anggota OECD tidak bergantung pada sikap atau dukungan Israel.
Pada keterangan yang sama, Yusril turut menyoroti pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal pembukaan hubungan diplomatik Indonesia-Israel dalam konteks solusi dua negara, guna menyelesaikan konflik Palestina-Israel.
Dia menegaskan bahwa Indonesia tetap konsisten pada posisnya yakni mendukung penuh kemerdekaan dan pembentukan negara Palestina sebagai solusi atas konflik berkepanjangan di Timur Tengah.
“Israel harus terlebih dahulu mengakui kemerdekaan Palestina. Atas dasar pengakuan tersebut, barulah Indonesia mempertimbangkan membuka hubungan diplomatik dengan Israel,” pungkasnya.
Berdasarkan penelusuran Bisnis, situs media daring Ynet memang memberitakan soal dugaan Indonesia tengah berupaya menormalisasi hubungan dengan Israel sebagai upaya untuk menjadi anggota OECD. Berita itu pernah diunggah 10 April dan 4 Oktober 2024.
Pada pemberitaan 4 Oktober 2024, Ynet menyebut mendapatkan informasi bahwa Indonesia menyepakati untuk normalisasi hubungan dengan Israel sebagai timbal balik untuk dukungan sebagai anggota OECD. Hal itu usai perundingan rahasia antara kedua negara serta OECD.
Kemudian, pada Rabu (28/5/2025), Ynet juga ikut memberitakan pernyataan Presiden Prabowo ihwal kesiapan untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel setelah negara tersebut mengakui negara dan kemerdekaan Palestina.
Hal ini disampaikan Presiden Prabowo dalam pernyataan resmi usai melakukan pembicaraan bilateral dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di ruang kredensial, Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (28/5/2025).
-

Aktivis 98 Tolak Soeharto Diberi Gelar Pahlawan, Putri Megawati Buka Suara
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Munculnya sebagian gelombang penolakan terhadap rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto mendapat tanggapan dari Ketua DPR RI Puan Maharani.
Polemik terkait usulan gelar pahlawan untuk Presiden Soeharto kembali menuai protes dari ruang publik seiring dengan beredarnya wacana yang menyebut nama mantan Presiden RI tersebut sebagai kandidat penerima gelar pahlawan nasional.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu menegaskan bahwa seluruh usulan pemberian gelar pahlawan harus melalui mekanisme yang telah ditentukan.
Bahwa kata Puan, proses pemberian gelar kehormatan negara bukanlah keputusan politik semata, melainkan melewati tahapan kajian yang dilakukan oleh lembaga resmi.
“Ya, setiap usulan gelar itu ada dewan kehormatan atau dewan untuk yang mengkaji siapa-siapa yang bisa menerima atau tidak bisa menerima,” ujar Puan usai memimpin Rapat Paripurna DPR RI Ke-19 Penutupan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024–2025 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (27/5/2025),
Lebih lanjut, Puan menerangkan, kajian tersebut penting agar keputusan yang diambil bersifat objektif, berdasarkan fakta sejarah, serta mempertimbangkan pandangan dari berbagai pihak.
“Jadi biar dewan-dewan itu yang kemudian mengkaji apakah usulan-usulan itu memang sebaiknya dilakukan, diterima,” kata Politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan tersebut.
Diketahui, munculnya penolakan ini dinyatakan sejumlah aktivis 98 dalam sebuah diskusi dengan tema ‘Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjahat HAM?’. Acara diskusi ini berlangsung pada Sabtu (24/5/2025) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Selatan.
-

Tempat hiburan malam termasuk tempat umum kawasan tanpa asap rokok
Jakarta (ANTARA) – Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DKI Jakarta bakal mengatur bahwa tempat karaoke, klub malam dan “cafe live music” masuk dalam definisi tempat hiburan tatanan tempat umum yang harus bebas asap rokok.
“Beberapa kota global di dunia seperti Tokyo, Seoul dan San Jose menerapkan larangan merokok pada tempat hiburan,” kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung di Jakarta, Selasa, saat memberikan jawaban Pandangan Umum Fraksi-fraksi di DPRD DKI Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta sepakat dengan usulan sejumlah fraksi dari beberapa partai politik di DPRD untuk memasukkan tempat karaoke, klub malam dan “cafe live music” masuk ke dalam definisi tempat hiburan dalam tatanan tempat umum di larangan merokok.
Ia mengatakan bahwa hal itu juga dilakukan sejumlah kota besar di berbagai belahan dunia yang memasukkan tempat hiburan sebagai kawasan bebas rokok.
Bahkan pada tempat hiburan seperti bar dan diskotek sekaligus memberlakukan denda untuk larangan merokok dalam jarak kurang dari 10 meter dengan orang lain.
Pramono menambahkan, meski ada KTR akan tetapi industri tembakau juga tetap perlu perlindungan dan perhatian sebagai salah satu sumber pendapatan.
“Kami sepakat dan menganggap bahwa industri serta produksi tembakau yang menjadi komoditas ekspor masih dapat berlangsung, namun perlu diatur terkait pengendalian konsumsi rokok di ruang publik dan fasilitas tertentu,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini merupakan strategi perlindungan kesehatan publik dengan pendekatan proporsional dan berkeadilan.
Ranperda KTR, kata Pramono, tetap memberi ruang untuk merokok di tempat yang telah ditentukan secara khusus di luar KTR. Hak individu perokok tetap dihormati, namun tetap mengutamakan HAM serta hak kolektif atas udara bersih.
“Selain itu, juga membuka peluang untuk transisi ekonomi sehat, termasuk melalui pemanfaatan Dana Pajak Rokok Daerah untuk pembinaan UMKM, edukasi publik dan insentif usaha sehat,” katanya.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2024/07/15/6694dd53b8ce6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Gabungan DPD-DPR RI Desak Rezim Prabowo Hentikan Pendekatan Militer di Papua Nasional
Gabungan DPD-DPR RI Desak Rezim Prabowo Hentikan Pendekatan Militer di Papua
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPR-DPD se-Tanah Papua (FOR Papua MPR) mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi dan menghentikan
pendekatan militer
dalam menangani konflik di Papua.
Wakil Ketua DPD RI Yorrys Raweyai mengatakan, desakan tersebut disampaikan FOR Papua untuk merespons eskalasi kekerasan yang meningkat dalam beberapa waktu terakhir, khususnya di wilayah Papua Tengah.
Situasi keamanan di Papua saat ini, kata Yorrys, masih sangat dinamis dengan adanya rentetan peristiwa kekerasan yang menelan korban dari berbagai pihak.
“Dalam satu minggu terakhir ini kondisi dan situasi keamanan di Papua, khususnya di Papua Tengah, cukup signifikan, sangat dinamis sekali terhadap kejadian-kejadian yang dari waktu ke waktu beruntun,” ujar Yorrys, saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (27/5/2025).
“Penembakan di mana-mana, kemudian ada korban dari pihak TNI dan kepolisian, ada korban dari pihak masyarakat, dan kami mendapat laporan yang cukup banyak,” sambung dia.
Senator asal Papua itu pun menyoroti efektivitas berbagai operasi keamanan yang selama ini dilakukan, yakni Operasi Damai Cartenz maupun Operasi Nemangkawi.
Dia menilai, operasi tersebut belum berhasil menurunkan eskalasi konflik, bahkan cenderung memperburuk keadaan setelah adanya pemekaran wilayah.
“Operasi yang awalnya adalah operasi kemanusiaan, baik itu dengan Nemangkawi kemudian Damai Cartenz, semua sudah berjalan baik. Tetapi, kan eskalasi ini tidak makin hari makin menurun,” ungkap Yorrys.
“Akhir-akhir ini, dengan pemekaran itu sendiri, eskalasinya makin meningkat kemudian dia mengkristal. Nah, ini kami harapkan kiranya pemerintah pusat tentunya bisa mengevaluasi strategi-strategi yang dibangun selama ini,” ujar Yorrys.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Papua, Filep Wamafma, menyatakan, konflik bersenjata yang berkepanjangan di Tanah Papua memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan tidak semata-mata dari sisi keamanan.
“Konflik bersenjata di Tanah Papua yang telah berlangsung sejak lama dan belum juga menunjukkan intensitas yang menurun atau berkurang, bahkan semakin meningkat dan bertambah, membutuhkan respons terukur, rencana, dan komprehensif dari seluruh pihak,” ujar Filep.
Filep mengingatkan bahwa banyaknya korban jiwa, baik dari kalangan aparat maupun warga sipil, serta ribuan pengungsi akibat konflik, harus menjadi alarm bagi pemerintah pusat untuk mengevaluasi pendekatan militer yang selama ini dilakukan.
“Ribuan korban yang mengungsi sejak konflik bersenjata yang berlangsung beberapa bulan belakangan ini harus membuka mata pikiran dan hati pemerintah pusat untuk mengevaluasi kebijakan penanganan konflik di Tanah Papua. Pendekatan keamanan dengan pengarahan aparat TNI Polri di Tanah Papua harus dihentikan,” ujar Filep.
Menurut dia, pendekatan keamanan yang selama ini diambil pemerintah bersama aparat hanya akan melahirkan trauma berkepanjangan.
Bahkan, Filep khawatir jika pemerintah hanya melihat masyarakat Papua sebagai obyek pengamanan.
“Kebijakan tersebut hanya akan terus melahirkan trauma yang berkepanjangan dan semakin memperkuat kesan bahwa masyarakat Papua adalah obyek pengamanan, bukan subyek kemanusiaan,” kata Filep.
Dalam kesempatan itu, Filep pun menuntut janji pemerintah pusat untuk menangani persoalan Papua dengan pendekatan humanis dan berbasis HAM diwujudkan secara nyata.
“Konflik yang terus berulang di Tanah Papua tidak bisa lagi direspon secara retoris oleh pemerintah pusat. Janji pemerintah untuk menangani persoalan Papua dengan pendekatan humanis, rekonsiliasi, dan jalan damai dengan mengedepankan hukum dan HAM harus diimplementasikan pada kesetaraan real disertai dengan kebijakan yang sejalan dengan janji tersebut,” pungkas dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Apa yang Diincar Presiden Macron di Vietnam?
Jakarta –
Presiden Prancis Emmanuel Macron memulai tur Asia Tenggaranya dengan mengunjungi Vietnam, sebuah upaya memperkuat posisi strategis Uni Eropa di kawasan yang tengah berada di tengah persaingan AS dan Cina.
Dalam pertemuan dengan pemimpin tertinggi Vietnam, To Lam, pada Senin (26/5), Macron memanfaatkan kekhawatiran yang muncul akibat perang dagang di era Donald Trump dan sikap agresif Cina dalam sengketa Laut Cina Selatan.
“Bersama Prancis, Anda memiliki mitra yang sudah dikenal, aman, dan bisa diandalkan. Di masa seperti ini, hal itu sangat berharga,” ujar Macron kepada To Lam, Sekjen Partai Komunis Vietnam.
Ini menjadi kunjungan pertama seorang presiden Prancis ke Vietnam dalam hampir satu dekade terakhir.
Setelah dari Vietnam, Macron dijadwalkan mengunjungi Indonesia untuk bertemu Sekjen ASEAN Kao Kim Hourn dan diperkirakan akan ikut dalam pertemuan antara Presiden Indonesia Prabowo Subianto dengan Perdana Menteri Cina Li Qiang.
Ia juga akan dijadwalkan akan melanjutkan perjalanan ke Singapura untuk menjadi pemimpin Eropa pertama yang menyampaikan pidato utama dalam forum keamanan bergengsi, Shangri-La Dialogue.
Selain Macron, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga dijadwalkan akan mengunjungi kawasan Asia Tenggara dalam beberapa minggu ke depan.
Prancis semakin mendekatkan diri ke Vietnam
Namun, Vietnam juga menjalin kemitraan serupa dengan AS, Rusia, Cina, serta negara-negara lain seperti India, Australia, dan Singapura.
“Vietnam lebih piawai dari negara mana pun di Asia Tenggara dalam mencari peluang dan memperluas mitra ekonomi maupun diplomatik. Prancis menjadi kunci strategi Vietnam di Eropa,” kata Zachary Abuza, dosen di National War College, Washington, kepada DW.
Di sisi lain, banyak negara Barat kini mulai melihat Vietnam sebagai alternatif yang menjanjikan selain Cina, terutama dalam hal tenaga kerja murah dan akses ke pasar Asia.
Vietnam saat ini menjadi mitra dagang ke-17 terbesar Uni Eropa secara global dan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Menurut Komisi Eropa, perdagangan barang antara kedua pihak tumbuh 13% dan mencapai €67 miliar pada 2024.
Pada hari Senin (26/05), Presiden Macron menyaksikan penandatanganan sejumlah kesepakatan ekonomi, termasuk pembelian 20 pesawat Airbus oleh maskapai berbiaya murah Vietnam, VietJet. Menurut firma analis Cirium, Airbus memasok sekitar 90% armada Vietnam.
Langkah ini dilakukan di tengah tekanan dari AS agar Vietnam lebih memilih perusahaan Amerika, dibanding Eropa.
Pada April lalu, AS mengumumkan tarif impor sebesar 46% terhadap produk-produk Vietnam, meski belakangan penerapannya ditunda hingga Juli. Di saat yang sama, Vietnam berjanji menurunkan tarif terhadap barang-barang AS dan menyetujui proyek-proyek yang terkait dengan bisnis keluarga Trump, termasuk percepatan proyek lapangan golf senilai $1,5 miliar di luar Hanoi.
Selain itu, Vietnam juga berjanji membeli lebih banyak produk AS. Laporan terbaru menyebutkan Vietnam Airlines sedang mempertimbangkan pembelian lebih dari 200 pesawat dari Boeing. Namun, seperti dilaporkan Reuters, pejabat Eropa telah memperingatkan Vietnam bahwa berpaling dari Eropa ke AS bisa merusak hubungan Vietnam dengan Uni Eropa.
Mampukah Prancis dan Jerman geser dominasi Rusia di bidang pertahanan?
Khac Giang Nguyen, peneliti tamu di ISEAS–Yusof Ishak Institute, Singapura, mengatakan bahwa Vietnam memandang Prancis sebagai “penyeimbang terhadap Cina dan jembatan menuju pasar Eropa, hal yang makin penting di tengah ketidakpastian soal tarif AS.”
“Perdagangan memang jadi fokus utama pembicaraan dengan Macron, tapi isu keamanan juga tak akan diabaikan,” tambahnya. “Yang menarik untuk diperhatikan adalah kemungkinan kerja sama energi nuklir dan pengadaan alat pertahanan, karena Vietnam ingin mengurangi ketergantungan pada senjata buatan Rusia.”
Hingga tahun 2022, sekitar 90% persenjataan Vietnam berasal dari Rusia. Namun, sejak invasi penuh Rusia ke Ukraina, Hanoi mulai berupaya mendiversifikasi mitra pertahanannya.
Negara-negara Asia Tenggara kini memang mulai mencari mitra keamanan baru di luar AS dan Rusia. Di sisi lain, Prancis dan Jerman makin aktif dalam menjalin diplomasi pertahanan.
Prancis masih punya ‘taji’ di ASEAN
Kunjungan Macron menjadi kesempatan untuk memperkuat hubungan pertahanan dengan Vietnam, yang telah lama bersitegang dengan Cina terkait wilayah di Laut China Selatan.
Prancis secara rutin menggelar patroli kebebasan navigasi di wilayah tersebut, dan masih memiliki pangkalan militer di Indo-Pasifik melalui wilayah-wilayah seberang lautnya, seperti Reunion dan Mayotte.
Dalam konferensi pers, Macron menyatakan bahwa kemitraan dengan Vietnam “mencakup kerja sama pertahanan yang diperkuat,” dengan berbagai proyek bersama di bidang pertahanan dan antariksa.
Presiden Vietnam Luong Cuong, yang berdiri di samping Macron, menyebut kerja sama ini meliputi “berbagi informasi strategis” serta kolaborasi dalam bidang persenjataan, keamanan siber dan penanggulangan terorisme.
Pengabaian isu HAM?
Di tengah persaingan pengaruh antara Brussels, Beijing, dan Washington di Asia Tenggara, banyak yang khawatir isu hak asasi manusia dan demokrasi kini tak lagi jadi prioritas utama bagi mitra internasional kawasan ini.
Menjelang kedatangan Macron, organisasi-organisasi HAM mendesaknya untuk menyoroti kondisi HAM di Vietnam yang makin memburuk sejak Perjanjian Perdagangan Bebas Uni Eropa-Vietnam disahkan pada 2021.
“Penindasan besar-besaran terhadap kebebasan berbicara dan berkumpul di Vietnam bertolak belakang dengan janji yang dibuat pemerintah kepada Prancis dan Uni Eropa,” kata Benedicte Jeannerod dari Human Rights Watch.
Ia menambahkan, “Otoritas Vietnam makin banyak memenjarakan pembela demokrasi dan menolak reformasi yang dibutuhkan untuk mematuhi komitmen HAM mereka,” tambahnya.
Presiden Komite HAM Vietnam, Penelope Faulkner juga mengingatkan bahwa Macron “jangan sampai melupakan nilai-nilai dasar Prancis, termasuk hak asasi manusia.”
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Tezar Aditya
Editor: Hendra Pasuhuk
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

/data/photo/2023/06/26/649996509c0a4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5221323/original/014133200_1747316870-WhatsApp_Image_2025-05-15_at_13.21.24.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)