Kasus: HAM

  • Usai Keputusan Prabowo, Yusril Luruskan Pernyataannya Soal MoU Helsinki Terkait 4 Pulau Aceh

    Usai Keputusan Prabowo, Yusril Luruskan Pernyataannya Soal MoU Helsinki Terkait 4 Pulau Aceh

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra meluruskan pernyataannya soal MoU Helsinki dan Undang-Undang (UU) No.24/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatra Utara. 

    Pernyataan itu disampaikan Yusril secara tertulis ketika ramai isu sengketa antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara terhadap kepemilikan empat pulau, yakni Lipan, Panjang, Mangkir Gadang dan Mangkir Ketek, Selasa (17/6/2025). 

    Kemudian, pada hari yang sama, Presiden Prabowo Subianto dalam rapat terbatas yang juga dihadiri oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution, akhirnya memutuskan bahwa empat pulau itu merupakan milik wilayah Aceh. 

    Yusril lalu meluruskan pernyataannya saat itu, bahwa MoU Helsinki dan UU No.24/1956 tidak dapat dijadikan referensi utama dalam menentukan status kepemilikan empat pulau tersebut. 

    Dia mengimbau agar masyarakat Aceh tidak salah paham terhadap pernyataannya di tengah polemik itu. 

    “Tidak seorang pun di negara ini yang menafikan peranan MoU Helsinki sebagai titik tolak penyelesaian masalah Aceh antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah RI,” jelas Yusril dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat Indonesia di Sydney, Australia, dikutip dari siaran pers, Kamis (19/6/2025).

    Yusril menceritakan, dia ikut terlibat langsung maupun tidak langsung dalam diskusi internal pemerintah RI dan Tim Perunding untuk menyepakati MoU Helsinki. Saat itu, dia menjabat Menteri Sekretaris Negara. 

    Dia juga mengatakan bahwa ikut bersama dengan Menteri Dalam Negeri saat itu, Mohammad Ma’ruf yang ditugasi Presiden membahas RUU Pemerintahan Aceh dengan DPR sampai selesai. 

    Adapun mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menuturkan, dia sangat memahami semangat dari MoU Helsinki sebagai titik tolak dalam menyelesaikan persoalan pemerintah pusat dan Aceh. 

    Namun, dia menjelaskan bahwa MoU Helsinki maupun UU No.24/1956 hanya menyebutkan mana saja kabupaten yang masuk ke wilayah Provinsi Aceh, tanpa menyebutkan sepatah kata pun soal status empat pulau itu. 

    Penentuan batas daerah provinsi, kabupaten, kota, terang Yusril, harus mengacu pada UU No.9/2015 tentang Pemerintahan Daerah. Beleid itu menegaskan bahwa batas daerah diputuskan dalam Peraturan Mendagri.

    “Itu kalau UU tentang pembentukan provinsi, kabupaten dan kota yang baru tidak menentukan secara jelas batas-batas koordinat daerah yang dimekarkan itu. Itu inti penjelasan saya,” tegasnya.

    Yusril mengaku heran adanya pihak-pihak yang menuduh dirinya tidak menghargai MoU Helsinki, sekaligus melontarkan sejumlah kecaman. 

    “Saya sangat heran ada sementara pihak yang menuduh diri saya tidak menghargai MoU Helsinki dan berbagai kecaman lainnya,” imbuhnya.

    Berdasarkan keterangan Yusril sebelumnya, dia menyampaikan bahwa MoU Helsinki dan UU No.24/1956 tidak bisa dijadikan dasar penyelesaian status keempat pulau dimaksud. 

    Hal itu kendati UU No.24/1956 telah dijadikan dasar bagi keberadaan Kabupaten Aceh Singkil, sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan pada 1999. 

    “Keempat pulau yang dipermasalahkan antara Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara sekarang ini tidak sepatah katapun disebutkan baik dalam UU 24/1956 maupun dalam MoU Helsinki. Karena itu saya mengatakan bahwa MoU Helsinki dan UU 24/1956 tidak bisa dijadikan sebagai referensi utama penyelesaian status empat pulau yang dipermasalahkan,” ujarnya sesaat sebelum Presiden Prabowo memutuskan 4 pulau dimaksud masuk ke wilayah Aceh, Selasa (17/6/2025).

  • Dedi Mulyadi: Tambang Hanya Melahirkan Kemiskinan, Ini Deretan Negara Kena “Kutukan” Usai Menukar Kekayaan Alam

    Dedi Mulyadi: Tambang Hanya Melahirkan Kemiskinan, Ini Deretan Negara Kena “Kutukan” Usai Menukar Kekayaan Alam

    Ditambah tindakan korupsi yang merajalela, krisis ekonomi, politik inflasi tinggi, dan kelangkaan bahan pokok.

    Di tengah krisis, pemerintah malah memerintahkan eksploitasi wilayah sengketa Essequibo demi pemasukan baru, langkah ini menimbulkan ketegangan politik hingga memperkuat rezim otoriter.

    Republik Demokratik Kongo (DRC)

    Sumber kekayaan yang dimiliki oleh Republik Demokratik Kongo di antaranya adalah kobalt, tembaga, berlian, emas, dan lainnya.

    Dampaknya, meskipun kaya sumber daya alam, DRC tetap jadi salah satu negara termiskin di dunia. Hal ini dipicu dari penambangan kontroli militan bukannya memberikan kesejahteraan yang menjanjikan,

    Melainkan memicu adanya kerja paksa, buruh anak, pelanggaran HAM, hingga infrastruktur lemah dan terjadinya deforestasi besar-besaran.

    Angola

    Sekitar 1,3 juta penambang liar terlibat dalam penambangan ilegal yang merusak lingkungan, menggerogoti pendapatan negara, dan memicu kekerasan.

    Kejadian tersebut berawal dari kekayaaan negara Angola yakni berlian dan minyak, tapi kekayaan itu justru memicu konflik daripada kesejahteraan.

    Adapun sumber kekayaan, Minyak dan gas (±75 % pendapatan negara). Namun dampaknya, ekonomi sangat rentan terhadap fluktuasi harga minyak.

    Korupsi dan pilihan investasi yang terpusat pada sektor minyak, bukan pada pembangunan berkelanjutan.

    Guyana

    Salah satu, sumber kekayaan yang dimiliki Guyana yakni minyak. Namun kekayaan ini memberikan dampak potensial.

    Sebagaimana menjadi suatu kekhawatiran akan “petrostat” baru, seperti korupsi, ketidakadilan distribusi pendapatan, dan harga hidup melambung

  • Kontroversi Fadli Zon “Rewrite” Sejarah, Perihal Ekonomi Absen?

    Kontroversi Fadli Zon “Rewrite” Sejarah, Perihal Ekonomi Absen?

    Bisnis.com, JAKARTA- Penulisan sejarah resmi bukan saja wajib memuat peristiwa pelanggaran HAM, melainkan pula kegagalan kebijakan ekonomi termasuk pada akhir kekuasaan Orde Baru.

    Sejarah adalah ‘kaca benggala’, begitu ungkap Soekarno. Maksudnya, lintasan masa lalu bisa memantulkan bayangan agar masa depan tak mengulang kesalahan yang sama, termasuk dalam hal kebijakan ekonomi.

    Pada kenyataannya, peristiwa ekonomi dan momen politik seringkali bersinggungan dalam satu waktu.

    Peristiwa sebelum dan sesudah kejatuhan Orde Baru, misalnya, bertalian erat dengan krisis moneter serta terbitnya berbagai kebijakan yang lebih liberal.

    Tapi sayangnya, selain fakta adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia hingga perkosaan massal, kenyataan gagalnya kebijakan ekonomi pun cenderung tak tercatat dalam proyek sejarah resmi kali ini.

    Proyek ‘sejarah resmi’ yang kini digaungkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon inipun menuai banyak polemik. Kerangka narasi resmi itupun banyak disorot kalangan sejarawan, hingga sekarang muncul banyak versi yang belum terkonfirmasi.

    “Sejauh ini ada banyak rancangan naskah sejarah resmi itu, tim sejarawan yang terlibat pun belum menunjukkan versi sebenarnya. Alasannya masih butuh masukan banyak kalangan,” ungkap Sejarawan sekaligus Peneliti Para Syndicate Virdika Rizky Utama kepada Bisnis, Kamis (19/6/2025).

    Menurut Virdika, selain pelanggaran HAM wajib masuk dalam rancangan sejarah resmi itu, persoalan ekonomi pun patut dimuat. Lengsernya Presiden Soeharto tak lepas dari krisis moneter yang membuka gelombang protes massal.

    “Sayangnya, sejauh yang saya amati dari beberapa versi rancangan penulisan sejarah resmi, soal ekonomi pada periode itu [Orde Baru] tidak digarap, bahkan soal IMF,” jelas jebolan Jiao Tong University itu.

    Menukil ‘Ekonomi Indonesia dalam Lintasan Sejarah’ karya Mantan Presiden Boediono, krisis moneter pada 1997 merupakan peristiwa yang tak pernah diantisipasi. Saat itu, tulisnya, seluruh indikator ekonomi nasional sangat baik, bahkan kurs rupiah cukup kuat, dan cadangan devisa tebal.

    Namun hanya dalam rentang waktu tiga bulan, stabilitas ekonomi jungkir balik. Dalam catatan Boediono, kondisi panik massal akibat mata uang negara-negara Asean yang ambrol, ditambah respon kebijakan tak tepat, serta tentunya praktik buruk perbankan membuat Indonesia masuk jurang krisis.

    KRISIS MONETER

    Menurut Virdika, upaya mengupas krisis moneter yang membelit, serta menyoal kebijakan ekonomi Orde Baru, setidaknya berbagai potensi konflik horizontal ke depan bisa dihindari. Masyarakat perlu dibekali hal demikian.

    “Andaikata masyarakat bisa dijelaskan bahwa kemiskinan dan kesenjangan sosial karena kegagalan kebijakan konglomerasi atau tetesan ke bawah pada era Orba, tidak lagi ada kefrustrasian sosial yang dilampiaskan kepada etnis tertentu seperti dulu. Karena masyarakat dari etnis apapun sama-sama jadi korban,” jelasnya.

    Pembahasan soal ekonomi dalam penyajian sejarah memang langka. Padahal, kata Virdi, setiap peristiwa politik selalu bertautan dengan kondisi ekonomi ataupun ekses kebijakan.

    “UU PMA yang membolehkan Freeport masuk, itu lahir setelah adanya peristiwa 1965. Begitupun liberalisasi ekonomi, ataupun kehadiran konglomerasi yang ada saat ini, tak terlepas dari sejarah politik maupun kebijakan ekonomi,” ungkapnya.

    Dari sisi akademisi, ulasan persoalan ekonomi dalam membangun sejarah resmi juga dirasa penting.  Setidaknya, sebagaimana disinggung Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, memuat wajah ekonomi dalam sejarah bisa mencerahkan publik terkait kebijakan yang telah dicetuskan pada masa lalu.

    Lebih jauh, dia menyebutkan untuk menjelaskan kemunculan krisis politik, amat perlu pembahasan persoalan ekonomi yang melatari. Nailul mengatakan justru dalam studi ekonomi, peristiwa seperti krisis moneter 1997 itu dikaji sebab dan akibatnya.

    “Subyek ekonomi dalam sejarah ini akan mampu mencerahkan masyarakat atas persoalan ekonomi masa kini, adakah problem yang sama, dan jangan sampai terulang!” simpulnya.

     

  • Menolak Penyangkalan Sejarah Kekerasan Seksual Mei 1998

    Menolak Penyangkalan Sejarah Kekerasan Seksual Mei 1998

    Jakarta

    Sudah 27 tahun berlalu sejak tragedi kelam Mei 1998 meletus di Indonesia. Namun luka sejarah itu belum benar-benar sembuh, terlebih ketika muncul upaya untuk meragukan bahkan menghapusnya dari memori kolektif bangsa.

    Yang paling menyakitkan adalah ketika negara, lewat pernyataan pejabat setingkat menteri, secara terbuka menyangkal tragedi pemerkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa yang terjadi dalam kerusuhan tersebut.

    Pernyataan ini bukan hanya menyakiti para penyintas, tetapi juga merobek kejujuran sejarah yang telah dirawat selama puluhan tahun oleh para relawan, akademisi, dan aktivis kemanusiaan.

    Saya menilai bahwa sikap ini bukan sekadar keliru, tetapi berbahaya. Ia tidak berdiri sendiri, melainkan berkelindan dengan proyek besar yang tengah digagas pemerintah: penulisan ulang sejarah nasional.

    Jika tidak diawasi dan dikawal secara ketat, proyek ini dapat berubah menjadi upaya sistematis untuk mengaburkan kebenaran, melemahkan demokrasi, dan memutihkan pelanggaran hak asasi manusia yang telah nyata terjadi dalam sejarah bangsa ini.

    Kekerasan Seksual Mei 1998 adalah Fakta Sejarah

    Bahkan Komnas HAM telah menegaskan bahwa kekerasan seksual dalam peristiwa tersebut merupakan bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan, sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.

    Tidak hanya itu, pengakuan negara pun pernah ada. Presiden BJ Habibie saat itu mengakui secara terbuka terjadinya kekerasan seksual dan membentuk Komnas Perempuan melalui Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998.

    Penyangkalan: Luka Kedua bagi Para Penyintas

    Apa yang lebih menyakitkan dari menjadi korban adalah ketika keberadaan dan pengalamannya diragukan? Inilah yang kini dialami para penyintas kekerasan seksual Mei 1998. Mereka yang telah bertahun-tahun diam dalam trauma, kini dipaksa menanggung luka kedua: penyangkalan oleh negara.

    Padahal sebagian besar dari mereka memilih diam karena khawatir keselamatannya terancam, sebagaimana yang terjadi pada aktivis relawan mendiang Ita Martadinata dan dokter Lie Dharmawan.

    Saya menolak tegas setiap bentuk upaya penyangkalan yang dilontarkan secara sepihak oleh pejabat negara. Pernyataan semacam ini bukan hanya bentuk pembelokan sejarah, tetapi juga tindakan yang tidak berempati dan melecehkan martabat para korban.

    Sejarah tidak boleh ditulis ulang demi membela nama baik elite tertentu, apalagi jika yang dipertaruhkan adalah nasib dan penghormatan terhadap korban pelanggaran HAM berat.

    DPR Akan Bertindak

    Sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI, saya menyampaikan bahwa Komisi X akan memanggil Menteri Kebudayaan untuk dimintai klarifikasi. Sebab apa yang diucapkan dalam kapasitas sebagai pejabat negara tidak bisa dianggap sebagai pendapat pribadi semata. Kementerian Kebudayaan bukan sekadar institusi pelestarian seni, tetapi juga penjaga warisan sejarah. Maka jika narasi yang dibangun adalah narasi penyangkalan, ini menandakan kegagalan mendasar dalam menjalankan mandat kebudayaan bangsa.

    Saya pun mendorong agar proses penulisan ulang sejarah nasional dilakukan secara ilmiah, terbuka, dan partisipatif. Tidak boleh ada intervensi politik yang mengarah pada penyederhanaan narasi atau peniadaan fakta-fakta penting. Sejarah Indonesia tidak bisa disajikan dalam narasi tunggal yang steril dari kritik. Justru bangsa yang dewasa adalah bangsa yang berani melihat masa lalunya dengan jujur dan penuh tanggung jawab.

    Melindungi Ingatan, Merawat Keadilan

    Sejarah bukan milik penguasa, sejarah adalah milik rakyat. Ia bukan dokumen yang bisa dihapus dan ditulis ulang semaunya, tetapi kesaksian kolektif bangsa yang dibangun dari penderitaan, perjuangan, dan pengorbanan rakyat. Kita tidak boleh membiarkan tragedi sebesar pemerkosaan massal 1998 dipelintir menjadi “isu yang belum terbukti.”

    Sebab kita tahu, bukan kurang bukti yang membuat kebenaran terlambat diakui, tapi kurangnya keberanian untuk bertanggung jawab.

    Saya mengajak semua elemen bangsa, akademisi, aktivis, penyintas, jurnalis, dan warga sipil untuk tidak berhenti bersuara. Melawan lupa adalah bagian dari tanggung jawab moral generasi hari ini terhadap generasi mendatang. Karena bangsa yang besar bukanlah bangsa yang selalu merasa suci, melainkan bangsa yang mampu berdamai dengan masa lalunya, termasuk saat itu begitu kelam.

    Lalu Hadrian Irfani. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Fraksi PKB.

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Peresmian Sejarah Hanya Dilakukan Negara Fasis

    Peresmian Sejarah Hanya Dilakukan Negara Fasis

    JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengkritik langkah Kementerian Kebudayaan RI yang menulis ulang sejarah Indonesia. Ia menilai penulisan yang nantinya akan ditetapkan sebagai sejarah resmi itu dapat mengarahkan Indonesia ke dalam sistem negara fasisme.

    “Apakah tepat mengambil kebijakan menulis ulang sejarah untuk dijadikan sejarah resmi? Buat kami tidak, itu hanya negara-negara dengan sistem politik fasis. Fasisme itu punya beberapa unsur, otoritarianisme artinya pemerintahan terpusat, kuat, tidak ada oposisi, dan militerisme, dikendalikan dengan cara-cara militer,” ujar Usman saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 18 Juni 2025.

    Menurut Usman, ciri-ciri  negara dengan sistem fasisme yakni melakukan gerakan penyeragaman sejarah melalui klaim sejarah resmi yang menarasikan kebesarannya, sehingga mengakibatkan tumbuhnya kebanggaan nasional yang berlebihan dalam diri masyarakat.

    “Hitler (Jerman) inginnya sejarah tunggal, Mussolini di Italia inginnya sejarah tunggal, sejarah resmi, Franco di Spanyol inginnya sejarah resmi,” kata dia. “Itu bisa menimbulkan nasionalisme yang agresif, nasionalisme yang dalam istilah Sukarno, chauvinistic yang seolah-olah bangsa kita jauh lebih tinggi dari bangsa lain. Jadi fasis,” katanya menambahkan.

    Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengeluarkan kebijakan yang kontroversial melalui rencana penulisan ulang sejarah Indonesia. Penulisan akan disusun ke dalam 10 jilid besar yang mencakup sejarah Indonesia mulai dari prasejarah hingga era Presiden Joko Widodo. Proyek itu segera diselesaikan karena akan menjadi hadiah saat Hari Ulang Tahun (HUT) RI ke-80 pada 17 Agustus 2025. Namun berbagai pihak menolak kebijakan tersebut karena dikhawatirkan hanya sesuai keinginan penguasa. Arkeolog Harry Truman Simanjuntak yang semula menjadi salah satu tim penulis akhirnya mengundurkan diri pada 22 Januari 2025.

    Usman menjelaskan, dampak fasisme yang bisa ditimbulkan oleh sejarah resmi dapat dihindari dengan menulis sejarah dengan jujur, termasuk peristiwa kelam masa lalu seperti kerusuhan 1988 yakni penculikan aktivis mahasiswa, tragedi penembakan mahasiswa Tri Sakti, dan penindasan terhadap etnis Tionghoa. “Nah itu harusnya menjadi bagian dari penulisan ulang sejarah. Jadi kekelaman masa lalu kita, termasuk (tahun) 65 pembunuhan orang-orang yang dianggap komunis,” kata jebolan Fakultas Hukum Universitas Tri Sakti itu.

    Sejarah yang juga penting, Usman menjelaskan, yakni keterlibatan Indonesia dalam dunia internasional, seperti konfrensi Asia-Afrika dan kaitan Presiden Sukarno dengan pemimpin-pemimpin dunia di masanya. “Sehingga generasi muda kita, sekolah-sekolah di lembaga pendidikan SD, SMP, SMA mengerti tentang sejarah bangsanya dalam sejarah dunia,” kata.

    Anggota Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) itu menambahkan, penulisan ulang sejarah terakhir dilakukan pada 2012 dengan judul buku Indonesia dalam Arus Sejarah. Buku ini menjadi rujukan pelajaran sejarah di sekolah, begitupun dengan sejarah baru yang akan diresmikan tersebut. “Tidak apa-apa Kementerian Kebudayaan kalau misalnya mau meneruskan, tapi jangan dijadikan itu sebagai sejarah resmi. Nanti kasihan anak-anak sekolah kita,” katanya.

    Indonesia Harus Mengakui Peristiwa Perkosaan di Kerusuhan Mei 98

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyarankan kepada Pemerintah Indonesia agar memberikan perhatian terhadap peristiwa pemerkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa pada kerusuhan Mei 1988. Menurutnya, peristiwa kemanusiaan tersebut menjadi bagian dari sejarah kelam bangsa Indonesia yang harus diingat.

    “Pemerintah menyesali (adanya) perbuatan itu. Meminta maaf dan pemerintah berjanji tidak akan ada lagi terjadi dengan cara yang konkret. Entah itu membuat sebuah museum seperti di Jerman atau di Amerika. Menetapkan suatu hari sebagai hari berkabung nasional, memberikan keluarga korban keadilan hukum, dan keadilan moral,” ujar Usman kepada Eddy Wijaya.

    Pria kelahiran Jakarta, 6 Mei 1976 itu mengatakan, pemerintah tidak boleh mengabaikan apalagi sampai mengelak terjadinya perkosaan massal tersebut. “Harusnya kan pemerintah mengakui, benar telah terjadi kerusuhan Mei. Benar bahwa telah terjadi pemerkosaan terhadap perempuan Tionghoa,” kata Usman.

    Peristiwa itu kembali mencuat setelah Menteri Kebudayaan Fadli Zon tidak mengakui terjadinya pemerkosaan terhadap perempuan Tionghoa pada kerusuhan Mei 1988, yang ia nyatakan dalam sebuah acara Talk Show, Senin, 8 Juni 2025. Padahal, pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo telah ditetapkan 12 pelanggaran HAM berat masa lalu termasuk perkosaan massal tersebut.

    Oleh karena itu, Usman berharap peristiwa kelam masa lalu menjadi pelajaran penting untuk kemajuan Indonesia pada masa yang akan datang. “Sejarah itu bukan tentang kita dulu pernah membangun Candi Borobudur, kejayaan seperti itu tentu penting tapi kita juga harus jujur bahwa masa lalu kita ada yang kelam sebagai refleksi, introspeksi, kontemplasi,” ucapnya. 

     

    Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya

    Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa.

    Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua Harian Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu”.

  • Habiburokhman Jawab Alasan RUU KUHAP Dibahas Cepat: Ini Emergency

    Habiburokhman Jawab Alasan RUU KUHAP Dibahas Cepat: Ini Emergency

    Habiburokhman Jawab Alasan RUU KUHAP Dibahas Cepat: Ini Emergency
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua
    Komisi III
    DPR
    Habiburokhman
    menjelaskan alasan pihaknya melakukan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (
    RUU KUHAP
    ) secara cepat.
    Jelasnya, percepatan
    pembahasan RUU KUHAP
    tersebut dilakukan karena kondisi sistem peradilan pidana saat ini sudah darurat.
    “Kenapa cepat, Pak? Karena ini kan sudah emergency. Semakin lama kita berdebat tanpa menghasilkan sesuatu yang secara signifikan menguatkan peran people, semakin banyak orang-orang yang menderita karena masih diberlakukannya KUHAP yang existing saat ini,” kata Habiburokhman saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI, Rabu (18/6/2025).
    Ia juga menjawab kritikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang mengkritik pembahasan RUU KUHAP yang terburu-buru oleh Komisi III.
    Tegasnya sekali lagi, kedaruratan sistem peradilan pidana saat ini harus dipahami semua pihak, sehingga pembahasan RUU KUHP harus segera selesai.
    “Itu ada YLBHI ngomong, kenapa harus cepat-cepat? Harus buru-buru? Ya lihat, ini sudah situasi emergency. Harusnya teman-teman paham,” ujar Habiburokhman.
    Di samping itu, Habiburokhman menjelaskan bahwa DPR telah menerima DPR resmi telah menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP dari pemerintah.
    Setelah DIM diterima, artinya DPR dan pemerintah akan segera membahas RUU KUHAP yang ditargetkan sah sebelum 2026.
    “Insya Allah, kalau sudah ada kan berarti tinggal menunggu selesai masa reses. Insya Allah, di masa sidang yang akan datang, kita sudah bisa kick off membahas KUHAP ini,” ujar Habiburokhman.
    DPR sendiri saat ini tengah menjalani masa reses sejak 28 Mei hingga 23 Juni 2025.
    Adapun pembahasan RUU KUHAP di tingkat panitia kerja (Panja) akan dimulai usai pembukaan masa sidang mendatang.
    “Rapat panjanya itu bisa di awal masa sidang yang akan datang. Alhamdulillah,” kata Habiburokhman.
    “Insya Allah, kalau kita bahas di awal masa sidang, paling lama sesuai undang-undang, dua kali masa sidang kita sudah punya KUHAP yang baru,” ujar politikus Partai Gerindra itu.
    Sementara itu, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan, keadilan restoratif atau restorative justice menjadi satu dari dua poin utama yang masuk dalam
    DIM RUU KUHAP
    dari pemerintah.
    “Penyusunan DIM RUU KUHAP ini lebih mengutamakan kepada dua hal. Satu, menyangkut soal restorative justice, yang kedua adalah pemberian perlindungan maksimal kepada hak asasi manusia,” ujar Supratman di Graha Pengayoman Kementerian Hukum, Jakarta, pada Selasa (17/6/2025).
    Selain restorative justice, pemerintah juga memberikan komitmennya terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam
    revisi KUHAP
    .
    Salah satu poin penting terkait HAM adalah penasihat hukum dapat memberikan proses pendampingan terhadap pihak yang diduga bersalah sejak tingkat penyelidikan.
    “Jadi nanti yang kita sepakati bersama di pemerintah, bahwa proses pendampingan yang orang dinyatakan itu, itu bisa dimulai di tingkat penyelidikan. Itu sudah bisa didampingi oleh penasehat hukum,” ujar Supratman.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ribuan Massa Grib dan MAKI Hadang Eksekusi Rumah di dr Soetomo Surabaya, Tuding Ada Mafia Tanah

    Ribuan Massa Grib dan MAKI Hadang Eksekusi Rumah di dr Soetomo Surabaya, Tuding Ada Mafia Tanah

    Surabaya (beritajatim.com) – Ribuan massa dari organisasi Grib dan MAKI memadati kawasan Jalan Dr Soetomo, Surabaya, Kamis (19/6/2025), sebagai bentuk penolakan terhadap rencana eksekusi satu unit rumah nomor 55 oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Aksi ini menjadi buntut dari polemik hukum berkepanjangan yang memicu pro dan kontra di tengah masyarakat.

    Ketua MAKI Jawa Timur, Heru Satrio, menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan perlawanan terhadap proses eksekusi tersebut. Ia menyebut perkara ini menyimpan banyak kejanggalan dan sarat praktik mafia tanah.

    “Kita akan terus melawan dan akan kita buktikan bahwa ada mafia tanah dibalik ini,” ujar Heru.

    Heru menyebut, ada sekitar 500 orang dari MAKI yang turun ke lapangan, dan jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah seiring partisipasi dari Grib dan berbagai elemen lainnya.

    Eksekusi rumah yang dilakukan hari ini merupakan yang ketiga kalinya, setelah dua upaya sebelumnya pada 13 dan 27 Februari 2025 gagal akibat adanya perlawanan dari pihak termohon eksekusi.

    Pembina GRIB Jawa Timur yang juga juru bicara termohon eksekusi, drg David Andreasmito, menyatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya agar eksekusi tidak dilaksanakan. Ia menyebut bahwa eksekusi seharusnya ditunda karena berpotensi memicu konflik sosial.

    “Rencana ada 4 ribu (anggota Grib) yang akan turun. Kita tidak ada niat, cuma inisiatif masing-masing DPC kirim orang. Saya sarankan agar tiap DPC maksimal 50 supaya kondusif,” ujar David.

    Ia juga menuding bahwa proses hukum dalam perkara ini penuh rekayasa. Menurutnya, objek sengketa diperoleh dari transaksi jual beli menggunakan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang sudah tidak berlaku sejak 1980.

    “Sebaiknya ditunda (eksekusinya) untuk didamaikan. Sebab sudah terbukti melakukan pemalsuan. Yang menang ini calon tersangka pemalsuan, termasuk notaris. Dia beli SHGB mati sejak 1980 dari tersangka dan DPO Polda Jatim,” ujarnya.

    Lebih jauh, drg David menyebut bahwa Komnas HAM telah memberikan surat rekomendasi agar eksekusi ditunda. Ia mempertanyakan alasan pengadilan tetap memaksakan pelaksanaan eksekusi meskipun sudah ada keberatan dan indikasi pelanggaran hak.

    “Kalau tetap dilakukan eksekusi ya sama saja, pengadilan, polisi ngantar perampok untuk masuk rumah,” tegasnya.

    Sementara itu, kuasa hukum dari Handoko Wibisono, pihak yang memenangkan gugatan atas rumah tersebut, meminta semua pihak untuk menghormati putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Menurut Reno Suseno selaku tim kuasa hukum, eksekusi ini merupakan hasil dari proses jual beli sah antara kliennya dengan pemilik sebelumnya, Rudianto Santoso.

    “Tanah dan bangunan klien kami itu hasil dari jual beli yang sah dari pemilik sebelumnya Bapak Rudianto Santoso, bukan peninggalan dari Pahlawan Yos Sudarso seperti yang diklaimkan selama ini,” kata Reno.

    Ia juga mengingatkan bahwa keberhasilan atau kegagalan eksekusi ini akan berdampak besar terhadap marwah peradilan. “Jika putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap dan sudah akan dilaksanakan oleh pengadilan saja mau dilawan dan apabila sampai gagal, ke depan tentu akan menjadi preseden buruk. Eksekusi ini marwah pengadilan yang akan dipertaruhkan,” ujarnya.

    Sebagai antisipasi terhadap kemungkinan gesekan, tim kuasa hukum telah mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum ke 42 instansi, termasuk Mahkamah Konstitusi, Komisi III DPR RI, dan Kepolisian Republik Indonesia.

    Kini, semua mata tertuju pada pelaksanaan eksekusi tersebut, di tengah ketegangan dan desakan dari berbagai pihak untuk membatalkannya demi menghindari konflik yang lebih luas. [uci/ian]

  • Aktivis 98 Tantang Fadli Zon Bentuk Mahkamah Pengadilan HAM

    Aktivis 98 Tantang Fadli Zon Bentuk Mahkamah Pengadilan HAM

    GELORA.CO -Menteri Kebudayaan Fadli Zon ditantang untuk membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) jika masih berkeyakinan bahwa peristiwa pemerkosaan massal 1998 dianggap tidak ada. 

    Tantangan itu disampaikan Aktivis 98 dari Keluarga Besar Universitas Indonesia (KBUI) Pande Pande K Trimayuni saat jumpa pers di Graha Pena 98, Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu, 18 Juni 2025. 

    “Kalau misalnya Fadli Zon mengatakan bahwa perlu ada fakta hukum, kita mesti sambut. Dalam bentuk apa? Dalam bentuk bahwa pelanggaran HAM 1998 perlu ada suatu Mahkamah Pengadilan HAM. Itu yang harus kita tuntut. Kita lanjutkan, kita ambil tantangan dia,” tegas Pande. 

    Menurut Pande, pembentukan Pengadilan HAM tersebut diperlukan jika Fadli Zon masih menyoal fakta hukum perihal tragedi tragis pemerkosaan massal 1998. 

    “Menurut saya ya, ambil tantangan dia bahwa perlu ada fakta hukum. Kan itu belum pernah terjadi kan. Belum pernah benar-benar diproses bagaimana pelanggaran HAM tersebut para korban memperoleh keadilan,” kata Pande yang juga Dosen UI ini.

    Namun demikian, Pande mengaku skeptis dengan itikad pemerintah termasuk Fadli Zon perihal penuntasan kasus pelanggaran HAM di era Orde Baru. 

    “Presiden (ke-7 RI) Jokowi sudah pernah menyatakan 12 buah pelanggaran HAM berat 2023, tapi itu pun belum ada (tindak lanjutnya),” sesalnya. 

    Untuk itu, Pande menantang Fadli Zon merealisasikan pembentukan Pengadilan HAM dalam rangka mengadili para terduga pelaku pelanggaran HAM termasuk tragedi pemerkosaan massal yang menimpa etnis Tionghoa pada 27 tahun silam itu. 

    “Fakta hukumnya lakukanlah pengadilan HAM terhadap kejahatan yang terjadi 1998 tersebut. Dan itu sudah cukup bukti-bukti permulaan misalnya ada yang diberhentikan atau dipecat. Itu kan sudah jelas tuh fakta hukumnya. Ayo kita buka sama-sama. Kita bikin Pengadilan HAM, siapa yang terlibat kita munculkan,” pungkasnya. 

    Sebelumnya, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengatakan, tidak ada bukti pemerkosaan massal pada 1998. 

    Pernyataan itu disampaikan Fadli Zon dalam wawancara dengan IDN Times yang ditayangkan di YouTube pada 11 Juni 2025.

    “Pemerkosaan massal kata siapa itu? Nggak pernah ada proof-nya. Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan, ada nggak di dalam buku sejarah itu?” kata Fadli Zon dalam wawancara itu

  • 2
                    
                        Politik Amien Rais: Gagal di Pilpres, Keluar dari PAN, Kini Digugat Ummat
                        Nasional

    2 Politik Amien Rais: Gagal di Pilpres, Keluar dari PAN, Kini Digugat Ummat Nasional

    Politik Amien Rais: Gagal di Pilpres, Keluar dari PAN, Kini Digugat Ummat
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Amien Rais
    kembali menghiasi perpolitikan Tanah Air usai namanya disebut melakukan kesewenangan sebagai Ketua Majelis Syura
    Partai Ummat
    .
    Mantan Ketua MPR itu diprotes oleh sejumlah Dewan Pengurus Daerah (DPD) dan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Ummat karena anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai yang disebut tak mencerminkan prinsip demokrasi.
    Anggota Mahkamah Partai Ummat, Herman Kadir menyebut Majelis Syura Partai Ummat di bawah kepemimpinan Amien Rais mengesahkan AD/ART yang baru tanpa melalui mekanisme musyawarah nasional (Munas) ataupun rapat kerja nasional (Rakernas).
    Setidaknya ada 24 DPW yang akan menyurati Kementerian Hukum terkait AD/ART baru Partai Ummat yang baru-baru ini disebut telah disahkan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
    Jika somasi yang diajukan 24 DPW Partai Ummat tak direspon oleh Kementerian Hukum, pihaknya akan menggugat AD/ART yang disahkan Amien Rais itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
    Tegasnya, Majelis Syura Partai Ummat yang dipimpin Amien Rais telah menyimpang dari nilai dan prinsip keadilan yang menjadi dasar pembentukan partai.
    “Partai ini didirikan untuk menegakkan keadilan dan melawan kezaliman. Tapi, kenapa kita sendiri yang berbuat zalim? Apalagi sama kader,” ujar Herman.
    “Kami akan mengajukan perlawanan. Saya sebagai ketua tim hukum dari teman-teman DPW dan DPD akan mengajukan perlawanan terhadap kesewenangan Majelis Syuro dan DPP ini,” sambungnya.
    Ketidakpuasan kader Partai Ummat kepada Amien Rais seakan menambah asam garam dalam karier politiknya. Bagaimana kiprah politik Amien Rais hingga diprotes kadernya sendiri sat ini? Berikut perjalanannya:
    Amien Rais pada pemilihan presiden (Pilpres) 2004 maju sebagai calon presiden (capres) dengan didukung oleh delapan partai politik. Ke-8 partai politik itu adalah Partai Amanat Nasional (
    PAN
    ), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Bintang Reformasi (PBR).
    Selanjutnya ada Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK), Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, Partai Sarikat Indonesia, dan Partai Buruh Sosial Demokrat.
    Amien Rais berpasangan dengan Siswono Yudo Husodo dan mendapatkan nomor urut 3 pada Pilpres 2004. Mereka bersaing dengan Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
    Namun mereka gagal pada kontestasi tersebut, setelah hanya meraih 17,39 juta suara atau 14,66 persen, meski sudah didukung oleh delapan partai.
    Lompat ke 2020, hubungan Amien Rais dan PAN memanas jelang Kongres V PAN yang akan memilih ketua umum untuk periode 2020-2025.
    Jelang Kongres V yang digelar di Kendari, Sulawesi Tenggara pada Februari 2020 itu, ketokohan Amien Rais mulai memudar. Padahal, nama Amien Rais Amien adalah sosok yang membidani lahirnya PAN bersama Goenawan Mohammad, Abdillah Toha, Rizal Ramli, Albert Hasibuan, Alvin Lie, Emil Salim hingga Faisal Basri pada 1998.
    Adapun dalam Kongres V, Amien Rais mendukung Mulfachri Harahap untuk memimpin PAN. Janji Mulfachri jika terpilih, maka Hanafi Rais yang merupakan anak dari Amien Rais, akan didapuk sebagai sekretaris jenderal partai itu.
    Kubu Amien Rais akan melawan Zulkifli Hasan yang notabenenya adalah petahana ketua umum PAN. Kongres V juga diketahui sempat ricuh, hingga akhirnya menetapkan Zulkifli Hasan sebagai ketua umum PAN periode 2020-2025.
    Di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan, Amien Rais tak lagi didaulat sebagai Ketua Dewan Kehormatan. Kursi itu diberikan Zulkifli kepada Soetrisno Bachir.
    Internal PAN pun bergejolak, hingga sejumlah loyalis Amien Rais seperti Agung Mozin, Asri Anas, dan Hanafi Rais memilih hengkang dari partai tersebut.
    Singkat cerita, Amien Rais secara resmi mengumumkan nama partai barunya, Partai Ummat pada Kamis (1/10/2020). Ia menyatakan partai bentukannya akan bekerja dan berjuang berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan sesuai prinsip demokrasi.
    Amien Rais menjelaskan, Partai Ummat memiliki slogan “Lawan kezaliman dan tegakkan keadilan”. Sementara itu, asas dari partai tersebut adalah rahmatan lil alamin.
    Akhirnya, Partai Ummat dinyatakan sah dan terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada 20 Agustus 2021. Adapun Ketua Umum Partai Ummat adalah Ridho Rahmadi, yang merupakan suami dari putri ke-4 Amien Rais yang bernama Tasniem Fauzia Rais.
    Mereka juga menjadi salah satu partai politik peserta pemilihan umum (Pemilu) 2024. Dalam kontestasi pertamanya itu, mereka duduk di posisi buncit dengan perolehan 642.545 suara atau 0,42 persen.
    Sementara itu pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024, Partai Ummat dan Amien Rais tergabung dalam Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2
                    
                        Politik Amien Rais: Gagal di Pilpres, Keluar dari PAN, Kini Digugat Ummat
                        Nasional

    2 Politik Amien Rais: Gagal di Pilpres, Keluar dari PAN, Kini Digugat Ummat Nasional

    Politik Amien Rais: Gagal di Pilpres, Keluar dari PAN, Kini Digugat Ummat
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Amien Rais
    kembali menghiasi perpolitikan Tanah Air usai namanya disebut melakukan kesewenangan sebagai Ketua Majelis Syura
    Partai Ummat
    .
    Mantan Ketua MPR itu diprotes oleh sejumlah Dewan Pengurus Daerah (DPD) dan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Ummat karena anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai yang disebut tak mencerminkan prinsip demokrasi.
    Anggota Mahkamah Partai Ummat, Herman Kadir menyebut Majelis Syura Partai Ummat di bawah kepemimpinan Amien Rais mengesahkan AD/ART yang baru tanpa melalui mekanisme musyawarah nasional (Munas) ataupun rapat kerja nasional (Rakernas).
    Setidaknya ada 24 DPW yang akan menyurati Kementerian Hukum terkait AD/ART baru Partai Ummat yang baru-baru ini disebut telah disahkan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
    Jika somasi yang diajukan 24 DPW Partai Ummat tak direspon oleh Kementerian Hukum, pihaknya akan menggugat AD/ART yang disahkan Amien Rais itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
    Tegasnya, Majelis Syura Partai Ummat yang dipimpin Amien Rais telah menyimpang dari nilai dan prinsip keadilan yang menjadi dasar pembentukan partai.
    “Partai ini didirikan untuk menegakkan keadilan dan melawan kezaliman. Tapi, kenapa kita sendiri yang berbuat zalim? Apalagi sama kader,” ujar Herman.
    “Kami akan mengajukan perlawanan. Saya sebagai ketua tim hukum dari teman-teman DPW dan DPD akan mengajukan perlawanan terhadap kesewenangan Majelis Syuro dan DPP ini,” sambungnya.
    Ketidakpuasan kader Partai Ummat kepada Amien Rais seakan menambah asam garam dalam karier politiknya. Bagaimana kiprah politik Amien Rais hingga diprotes kadernya sendiri sat ini? Berikut perjalanannya:
    Amien Rais pada pemilihan presiden (Pilpres) 2004 maju sebagai calon presiden (capres) dengan didukung oleh delapan partai politik. Ke-8 partai politik itu adalah Partai Amanat Nasional (
    PAN
    ), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Bintang Reformasi (PBR).
    Selanjutnya ada Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK), Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, Partai Sarikat Indonesia, dan Partai Buruh Sosial Demokrat.
    Amien Rais berpasangan dengan Siswono Yudo Husodo dan mendapatkan nomor urut 3 pada Pilpres 2004. Mereka bersaing dengan Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
    Namun mereka gagal pada kontestasi tersebut, setelah hanya meraih 17,39 juta suara atau 14,66 persen, meski sudah didukung oleh delapan partai.
    Lompat ke 2020, hubungan Amien Rais dan PAN memanas jelang Kongres V PAN yang akan memilih ketua umum untuk periode 2020-2025.
    Jelang Kongres V yang digelar di Kendari, Sulawesi Tenggara pada Februari 2020 itu, ketokohan Amien Rais mulai memudar. Padahal, nama Amien Rais Amien adalah sosok yang membidani lahirnya PAN bersama Goenawan Mohammad, Abdillah Toha, Rizal Ramli, Albert Hasibuan, Alvin Lie, Emil Salim hingga Faisal Basri pada 1998.
    Adapun dalam Kongres V, Amien Rais mendukung Mulfachri Harahap untuk memimpin PAN. Janji Mulfachri jika terpilih, maka Hanafi Rais yang merupakan anak dari Amien Rais, akan didapuk sebagai sekretaris jenderal partai itu.
    Kubu Amien Rais akan melawan Zulkifli Hasan yang notabenenya adalah petahana ketua umum PAN. Kongres V juga diketahui sempat ricuh, hingga akhirnya menetapkan Zulkifli Hasan sebagai ketua umum PAN periode 2020-2025.
    Di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan, Amien Rais tak lagi didaulat sebagai Ketua Dewan Kehormatan. Kursi itu diberikan Zulkifli kepada Soetrisno Bachir.
    Internal PAN pun bergejolak, hingga sejumlah loyalis Amien Rais seperti Agung Mozin, Asri Anas, dan Hanafi Rais memilih hengkang dari partai tersebut.
    Singkat cerita, Amien Rais secara resmi mengumumkan nama partai barunya, Partai Ummat pada Kamis (1/10/2020). Ia menyatakan partai bentukannya akan bekerja dan berjuang berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan sesuai prinsip demokrasi.
    Amien Rais menjelaskan, Partai Ummat memiliki slogan “Lawan kezaliman dan tegakkan keadilan”. Sementara itu, asas dari partai tersebut adalah rahmatan lil alamin.
    Akhirnya, Partai Ummat dinyatakan sah dan terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada 20 Agustus 2021. Adapun Ketua Umum Partai Ummat adalah Ridho Rahmadi, yang merupakan suami dari putri ke-4 Amien Rais yang bernama Tasniem Fauzia Rais.
    Mereka juga menjadi salah satu partai politik peserta pemilihan umum (Pemilu) 2024. Dalam kontestasi pertamanya itu, mereka duduk di posisi buncit dengan perolehan 642.545 suara atau 0,42 persen.
    Sementara itu pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024, Partai Ummat dan Amien Rais tergabung dalam Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.