Kasus: HAM

  • Imigrasi Jakut deportasi dua WNA Tiongkok karena jadi investor fiktif

    Imigrasi Jakut deportasi dua WNA Tiongkok karena jadi investor fiktif

    Jakarta (ANTARA) – Kantor Imigrasi Kelas I TPI Jakarta Utara mendeportasi dua Warga Negara Asing (WNA) asal Tiongkok berinisial ZM dan ZY yang sebelumnya ditangkap karena menjadi investor fiktif dan melakukan pelanggaran keimigrasian.

    “Kedua WNA ini langsung dideportasi ke negara asal karena sudah tidak memiliki sponsor untuk izin tinggal,” kata Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I TPI Jakarta Utara, Widya Anusa Brata di Jakarta, Rabu.

    Ia mengatakan, langkah deportasi ini diambil setelah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memastikan perusahaan yang dimiliki dua warga asing ini dicabut izinnya.

    “Jika izin perusahaan tidak ada maka mereka tidak memiliki sponsor dan izin tinggal mereka di Indonesia tidak ada lagi,” kata dia.

    Kedua WNA sudah dipulangkan ke negara asal dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Kamis (26/6). “Mereka juga dicegah dan ditangkal masuk ke Indonesia selama enam bulan,” kata dia.

    Sebelumnya, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Jakarta Utara menangkap dua WNA asal Tiongkok berinisial ZM dan ZY yang menjadi investor fiktif dengan cara mendirikan perusahaan secara fiktif dan melakukan pelanggaran keimigrasian.

    “Kedua WNA tersebut berinisial ZM dan ZY yang ditangkap di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara yang diduga melakukan pelanggaran keimigrasian,” kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Jakarta Utara, Rendra Mauliansyah di Jakarta, Kamis (26/6).

    Pelaku ZM merupakan pemegang Izin Terbatas (ITAS) investor perusahaan berinisial PT LSTTI.

    Pelaku ini mengaku bahwa PT LSTTI merupakan perusahaan miliknya yang terdaftar secara hukum berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor AHU-0091884.AH.01.01 Tahun 2024 dengan kantor di wilayah Jakarta Selatan. Namun dinyatakan saat ini beralamat di Penjaringan, Jakarta Utara.

    ZM mengaku bahwa PT LSTTI berdiri pada April 2025. Namun, belum pernah beroperasi dan tidak memiliki karyawan.

    ZM juga tidak bisa menunjukkan sejumlah dokumen seperti Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM), Anggaran Dasar Rumah Tangga (AD/ART) dan neraca keuangan.

    “Dalam LKPM, ZM tercatat menanam modal di sebuah perusahaan Indonesia sebesar Rp10.395.000.000. Namun, usai ditangkap, ZM mengaku hanya menanam modal sebesar Rp68 juta,” kata dia.

    Sementara ZY merupakan pemegang ITAS investor dengan sponsor PT DHI dan mengakui perusahaan tersebut miliknya yang berlokasi di wilayah Pinangsia, Jakarta Barat, yang didirikan tahun 2022.

    ZY mengaku perusahaannya bergerak di bidang distribusi es krim dari pabrik di Bekasi serta distribusi besi baja dari Tiongkok.

    Namun, saat ditanya lebih lanjut, ZY justru tak mengetahui jumlah karyawannya dengan alasan mereka hanya datang ke kantor sejak ada barang impor masuk saja.

    Sejak Januari 2025 sudah tidak pernah ada aktivitas atau kehadiran karyawan untuk bekerja di kantor tersebut. Dari keterangan para tersangka, Kantor TPI Kelas I Tanjung Priok melakukan pemeriksaan langsung kedua perusahaan itu.

    Dari pemeriksaan tersebut, ditemukan bahwa PT LSTTI merupakan “virtual office” yang terdaftar sejak 18 November 2024. Namun, tidak pernah ada aktivitas karyawan maupun surat-menyurat atas nama perusahaan.

    Sementara PT DHI di Pinangsia, Jakarta Barat, ditemukan bahwa lokasi tersebut adalah ruko kosong empat lantai dan tak pernah ada kegiatan usaha.

    Setelah dilakukan pengecekan lebih lanjut dan berkoordinasi dengan Kementerian Investasi atau BKPM, kedua perusahaan tersebut yaitu PT LSTTI dan PT DHI, dinyatakan sebagai perusahaan fiktif.

    Ia mengatakan pelaku ZM dan ZY membuat perusahaan fiktif itu demi mendapatkan izin tinggal di Indonesia dengan mudah.

    Menurut dia, atas tindakan tersebut, ZM dan ZY melanggar Pasal 123 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena telah memberikan keterangan tidak benar untuk memperoleh izin tinggal

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 9
                    
                        Kementerian HAM: Model Kemitraan Pengemudi Ojol dan Aplikator Bersifat "Imbalance Power"
                        Nasional

    9 Kementerian HAM: Model Kemitraan Pengemudi Ojol dan Aplikator Bersifat "Imbalance Power" Nasional

    Kementerian HAM: Model Kemitraan Pengemudi Ojol dan Aplikator Bersifat “Imbalance Power”
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan,
    model kemitraan
    antara pengemudi ojek
    online
    (ojol) dan aplikator yang berlangsung saat ini bersifat
    imbalance power
    atau ketidakseimbangan kekuatan.
    Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Munafrizal Manan, saat menyampaikan Kesimpulan Laporan Tindak Lanjut Pengaduan HAM Atas Pengemudi Ojek Online (Ojol) yang tergabung dalam Koalisi Ojek Nasional, di kantor KemenHAM, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Model kemitraan
    antara
    pengemudi ojol
    dan penyedia aplikasi yang berlangsung hingga saat ini bersifat
    imbalance power
    . Posisi tawar pihak penyedia aplikasi lebih tinggi, lebih dominan, dan lebih menentukan daripada posisi tawar pengemudi ojol,” kata Munafrizal.
    Munafrizal mengatakan, skema apapun yang dibuat secara sepihak oleh penyedia aplikasi, para pengemudi ojol terkondisikan untuk menerima skema tersebut baik sukarela maupun terpaksa.
    Dia mengatakan, sifat
    imbalance power
    antara keduanya menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya tidak murni (ingenuine) berbentuk kemitraan, melainkan berbentuk subordinasi di mana aplikator dalam posisi
    superior
    sedangkan pengemudi ojol dalam posisi
    inferior
    .
    “Aplikasi
    online
    telah mengubah tatanan sistem transportasi umum di mana aplikator berperan penuh dalam membuat sistem layanan
    online
    dari awal sampai akhir sehingga fungsi regulator terhadap aplikator dan mitra pengemudi mengakibatkan pemerintah tidak dapat mengintervensi sistem tersebut,” ujar dia.
    Munafrizal mengatakan, salah satu aduan yang disampaikan pengemudi ojol adalah terkait penghasilan.
    Dia mengatakan, pengemudi ojol mengeluhkan besarnya potongan penghasilan dari perusahaan aplikator.
    Secara umum, perusahaan aplikasi menetapkan potongan sebesar 20–30 persen dari setiap tarif perjalanan atau layanan yang diselesaikan oleh pengemudi ojol.
    Artinya, jika seorang pengemudi ojol menyelesaikan perjalanan senilai Rp20.000, maka hanya sekitar Rp14.000–Rp16.000 yang masuk ke kantong pengemudi.
    “Di sisi lain, biaya operasional seperti bensin, perawatan kendaraan, dan kuota internet sepenuhnya ditanggung sendiri oleh pengemudi ojol,” ujar dia.
    Selain itu, Munafrizal mengatakan, pengemudi juga mengeluhkan kebijakan program insentif tertentu yang bersifat sukarela.
    Namun, dalam implementasinya, program itu menimbulkan tekanan bagi para pengemudi ojol.
    Dia mencontohkan program “Bike Hemat” yang diperkenalkan oleh salah satu perusahaan aplikator.
    Program ini muncul berdampingan dengan layanan “Bike Standar” di aplikasi pelanggan.
    Munafrizal menerangkan, dengan tarif “Bike Hemat” yang lebih murah, secara logis pelanggan akan lebih cenderung memilih layanan ini.
    Namun, hanya pengemudi ojol yang terdaftar dalam program tersebut yang dapat menerima pesanan dari layanan “Bike Hemat”.
    “Dengan demikian, pengemudi ojol yang tidak ikut serta, meskipun berada di lokasi terdekat, tidak akan mendapatkan pesanan, yang secara tidak langsung membatasi akses penghasilan mereka,” tutur dia.
    Berdasarkan hal tersebut, Munafrizal meminta
    Kementerian HAM
    berpendapat model kemitraan seperti sekarang tidak boleh diteruskan atau dipertahankan.
    “Apabila masih diteruskan atau dipertahankan, maka itu menjadi wujud iktikad buruk perusahaan aplikator untuk sengaja
    melanggar HAM
    terhadap para pengemudi ojol. Dilihat dari sisi HAM, harus diakui keberadaan pengemudi ojol adalah profesi pekerjaan pengemudi dan jasa angkutan umum,” kata dia.
    Munafrizal juga mendorong kementerian terkait untuk membuat regulasi yang lebih kuat dengan muatan materi yang lebih komprehensif untuk mengatur tata kelola transportasi
    online
    yang lebih adil dan humanis.
    “Dan melakukan pembaruan dalam pemberian izin usaha yang memberikan kejelasan status perusahaan aplikator sebagai penyelenggara transportasi
    online
    yang tunduk pada rezim hukum transportasi umum atau hanya sebagai penyelenggara aplikasi digital yang tunduk pada rezim hukum teknologi digital,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penahanan Kembali Eks Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK Dinilai Melanggar HAM

    Penahanan Kembali Eks Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK Dinilai Melanggar HAM

    Penahanan Kembali Eks Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK Dinilai Melanggar HAM
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kuasa Hukum Eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Maqdir Ismail menyebut, penahanan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah
    pelanggaran hak asasi manusia
    (HAM).
    Menurut dia, kasus yang saat ini menimpa kliennya setelah menjalani vonis enam tahun sengaja tidak digabungkan dengan kasus sebelumnya.
    “Bukan cuma seolah-olah menunda, ini melanggar hak asasi manusia. Ini gitu loh, karena bagaimanapun juga kan prinsip dasar hukum acara pidana kita itu kan peradilan itu cepat dengan biaya ringan,” kata Maqdir, saat dihubungi melalui telepon, Senin (30/6/2025).
    Maqdir mengaku mendapat informasi Nurhadi ditahan kembali atas dugaan
    tindak pidana pencucian uang
    (TPPU).
    Namun, menurut dia, penangkapan dan penahanan kembali Nurhadi bukan soal kasus baru yang ditemukan KPK, tetapi soal proses hukumnya.
    “Kenapa tidak dilakukan pengadilannya secara bersamaan? Ini ternyata tidak, ini (kasus baru) dipisah sedemikian rupa,” kata dia.
    Maqdir mengatakan, Nurhadi akan ditahan dalam kurun waktu 20-40 hari oleh penyidik KPK.
    Penahanan ini dilakukan setelah Nurhadi akan bebas murni dari Lapas Sukamiskin pada 28 Juni 2025.
    Atas peristiwa ini, Maqdir berencana melaporkan tindakan KPK ke Dewan Pengawas.
    “Kita lapor ke Dewas juga, mudah-mudahan Dewas akan melakukan tindakan kalau kita lapor,” kata dia.
    Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut pihaknya telah menangkap Nurhadi sebelum dinyatakan bebas murni.
    “Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin,” kata Budi dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).
    Budi mengatakan, penangkapan dan penahanan dilakukan pada Minggu (29/6/2025) dini hari.
    “Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA,” kata dia.
    Nurhadi pernah divonis enam tahun penjara dalam
    kasus suap dan gratifikasi
    penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
    Dalam kasus tersebut, Nurhadi dinyatakan menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016, Hiendra Soenjoto, terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.
    Selain itu, dia juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Progresif dan Ramah HAM

    Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Progresif dan Ramah HAM

    PIKIRAN RAKYAT – Komnas HAM mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan Pemilu lokal dan nasional dalam Pemilihan Umum 2029.

    Putusan tersebut sejalan dengan salah satu poin rekomendasi Komnas HAM kepada pemerintah dan DPR dalam Kertas Kebijakan terkait dengan perlindungan dan pemenuhan HAM bagi petugas Pemilu yang dirilis 15 Januari 2025.

    “Komnas HAM menilai Putusan Mahkamah Konstitusi ini merupakan langkah progresif untuk mendorong terwujudnya Pemilu yang lebih ramah HAM.” Demikian kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam Keterangan Pers Komnas HAM Nomor: 38/HM.00/VI/2025, Minggu (29/6/2025). Terdapat sejumlah alasan yang membuat putusan MK dinilai progresif dalam urusan HAM.

    Pertama, dari sisi penyelenggara Pemilu. Desain Pemilu nasional dan lokal akan membagi beban pekerjaan para petugas Pemilu, terutama pada proses pemungutan suara oleh petugas TPS. Dengan demikian, pelaksanaan pekerjaan lebih terarah dan terukur (manageable).

    Pemilu 2019 dan 2024 dengan lima surat suara menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kecelakaan kerja petugas TPS baik yang meninggal maupun sakit. Proses pemungutan dan penghitungan lima surat suara pada umumnya berakhir di pagi hari berikutnya. Para petugas Pemilu memikul beban kerja yang melebihi batas kewajaran dan dengan waktu istirahat yang sangat terbatas.

    Kondisi itu diperburuk dengan tingginya tekanan psikis dari pendukung Capres atau partai politik dan kekhawatiran terhadap kesalahan teknis yang mungkin terjadi dalam pemungutan dan perhitungan suara di TPS. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang secara sah memisahkan Pemilu nasional dengan 3 surat suara dan lokal dengan 4 surat suara dalam Pemilu 2029 juga sejalan dengan pemenuhan hak atas pekerjaan layak. Pemisahan secara signifikan akan mengurangi beban kerja petugas Pemilu, memotong waktu kerja menjadi lebih pendek, serta memungkinkan waktu beristirahat lebih panjang.

    Kedua, dari sisi pemilih. Desain Pemilu nasional dan lokal bakal memberi kesempatan bagi pemilih mendapatkan hak atas informasi kepemiluan yang lebih baik.

    Pemilu 2019 dan 2024 dengan lima surat suara sangat membingungkan bagi pemilih. Pasalnya, semua isu terfokus pada Pilpres. Isu Pileg senyap dan bahkan isu-isu lokal nyaris tidak mendapat tempat. Pemilih juga sering kali mengalami kebingungan, di antaranya adalah karena banyaknya surat suara DPD yang tidak sah karena tidak dicoblos sama sekali oleh pemilih. Dengan adanya pembagian, pemilih akan lebih fokus terhadap isu-isu pusat dalam Pemilu nasional dan isu-isu kedaerahan di Pemilu Lokal. Hal itu akhirnya akan berkontribusi pada pelaksanaan Pemilu yang lebih demokratis. Di mana salah satu prasyaratnya adalah pemilih yang terinformasi dengan baik (well-informed voters) sehingga mampu memilih secara rasional, bukan karena sentimen SARA atau terpapar hoaks.

    Ketiga, Putusan MK merupakan langkah progresif mewujudkan Pemilu yang ramah HAM. Putusan itu menjadi representasi kehadiran negara dalam pemenuhan hak hidup dan hak atas kesehatan yang lebih baik bagi petugas Pemilu di masa yang akan datang. Dengan demikian, pengalaman kelam kematian ratusan Petugas Pemilu 2019 dan 2024 tidak terulang kembali.***

  • Geger! Ahli Farmasi Temukan Pil Narkoba dalam Bantuan Makanan Gaza yang Didukung AS

    Geger! Ahli Farmasi Temukan Pil Narkoba dalam Bantuan Makanan Gaza yang Didukung AS

    PIKIRAN RAKYAT – Isu terbaru dari Gaza mengguncang opini publik internasional. Kantor media pemerintah Gaza mengungkap penemuan pil opioid jenis oksikodon yang diduga sengaja diselundupkan di dalam kantong terigu bantuan pangan yang didistribusikan melalui pusat bantuan yang dikaitkan dengan dukungan Amerika Serikat dan Israel penjajah.

    Pil Opioid di Karung Terigu

    Dalam pernyataan resminya, pihak berwenang Gaza mengklaim bahwa setidaknya empat kesaksian warga mendapati pil-pil tersebut terselip di dalam karung terigu.

    “Kami sejauh ini telah mendokumentasikan empat kesaksian dari warga yang menemukan pil ini di dalam kantong terigu,” kata pernyataan kantor media pemerintah Gaza, Jumat 27 Juni 2025.

    Lebih mengkhawatirkan lagi, mereka memperingatkan kemungkinan pil ini dilarutkan atau digiling menjadi satu dengan terigu, sehingga sulit terdeteksi.

    Oksikodon sendiri adalah opioid kuat yang lazim diresepkan untuk pasien dengan nyeri kronis, seperti penderita kanker stadium lanjut. Obat ini sangat adiktif dan dapat menyebabkan ketergantungan parah hingga kematian akibat komplikasi pernapasan atau overdosis.

    Ahli Farmasi: “Ini Genosida Paling Tercela”

    Temuan mengejutkan ini langsung memicu reaksi keras di kalangan tenaga medis dan farmasi lokal. Omar Hamad, seorang apoteker Palestina, mengecam praktik ini sebagai upaya sistematis menghancurkan mental masyarakat Gaza.

    “Ini bentuk genosida yang paling tercela,” ucap Omar Hamad.

    Senada, Khalil Mazen Abu Nada, dokter Palestina di Gaza, menilai skenario ini sebagai cara licik melemahkan daya juang masyarakat.

    “Ini saran untuk melenyapkan kesadaran masyarakat kita,” ujar Khalil dalam unggahannya di Facebook.

    Pemerintah Gaza: “Israel Bertanggung Jawab Penuh”

    Dalam pernyataan resminya, Kantor Media Gaza menuduh Israel penjajah bertanggung jawab penuh atas “penyebaran kecanduan” di wilayah Palestina yang terblokade.

    “Kami menganggap Israel bertanggung jawab penuh atas kejahatan keji ini menyebarkan kecanduan dan menghancurkan tatanan sosial Palestina dari dalam,” tutur pihak otoritas.

    Mereka juga menuding eksploitasi blokade oleh militer Israel penjajah dijadikan celah untuk menyelundupkan zat berbahaya melalui “jalur kemanusiaan”.

    “Eksploitasi blokade oleh militer Israel untuk menyelundupkan zat-zat ini sebagai ‘bantuan dan dukungan’ menjadikan pusat bantuan ini tak ubahnya jerat maut,” ujarnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Middle East Eye.

    Sorotan ke Gaza Humanitarian Foundation

    Salah satu organisasi yang disorot adalah Gaza Humanitarian Foundation (GHF)—lembaga bantuan yang kerap dikritik organisasi HAM dunia karena minim akuntabilitas.

    Sebanyak 15 organisasi HAM menyerukan agar operasi GHF ditangguhkan, menudingnya berperan dalam perpindahan paksa warga Gaza dan berpotensi terlibat kejahatan di bawah hukum internasional, termasuk kejahatan perang dan genosida.

    Di sisi lain, tragedi kemanusiaan kian nyata. Otoritas kesehatan Gaza melaporkan 516 warga Palestina tewas ditembak pasukan Israel penjajah di dekat lokasi distribusi bantuan GHF hanya dalam sebulan terakhir.

    Laporan Haaretz, media Israel penjajah, pada Jumat 27 Juni 2025 mengonfirmasi pengakuan tentara Israel penjajah bahwa mereka memang menembak langsung warga sipil tak bersenjata di lokasi pembagian bantuan.

    Bantuan atau Senjata Tersembunyi?

    Skandal pil oksikodon ini makin mempertebal kecurigaan warga Gaza bahwa aliran “bantuan” dari jalur dukungan Amerika Serikat–Israel penjajah tak sepenuhnya murni demi kemanusiaan. Warga khawatir, di balik karung terigu, justru tersimpan ancaman adiksi yang bisa merusak generasi dari dalam.

    Aktivis HAM lokal dan global pun kini mendesak dibentuknya investigasi independen oleh lembaga internasional, guna memastikan kebenaran tuduhan penyelundupan narkoba di jalur bantuan kemanusiaan.***

  • Keji! Ada Narkoba di Bantuan Untuk Warga Gaza Palestina

    Keji! Ada Narkoba di Bantuan Untuk Warga Gaza Palestina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kantor Media Pemerintah di Jalur Gaza Palestina menuduh pusat distribusi bantuan kemanusiaan bekingan Israel dan Amerika Serikat (AS) ke wilayah itu telah mencampurkan narkoba dalam kantong tepung yang dibagikan kepada warga. Pusat distribusi bantuan yang dimaksud adalah Yayasan Kemanusiaan Gaza (Gaza Humanitarian Foundation/GHF).

    Media Gaza tersebut menduga ini merupakan “kejahatan mengerikan terbaru” yang menargetkan kesehatan warga sipil di Gaza dan bisa merusak struktur sosial masyarakat wilayah itu.

    “Kami sepenuhnya memegang pendudukan Israel bertanggung jawab atas kejahatan ini, yang bertujuan menyebarkan kecanduan dan menghancurkan masyarakat Palestina dari dalam,” tambah pernyataan itu seperti dikutip dari Al Arabiya, dikutip Minggu (29/6/2025).

    GHF merupakan pusat distribusi bantuan buatan AS dan Israel. GHF memulai operasi distribusi makanan di Gaza pada 26 Mei setelah Israel sepenuhnya memutus distribusi bantuan kemanusiaan dari luar ke Gaza selama lebih dari dua bulan.

    Seorang apoteker dari Gaza, Omar Hamad, mengatakan Israel menyelundupkan Oxycodone di dalam kantong-kantong tepung yang disalurkan sebagai bantuan ke wilayah yang masih diblokade itu.

    “Bahkan terungkap bahwa obat tersebut tidak hanya disembunyikan di dalam kantong tepung, tapi tepungnya sendiri tampaknya telah dicampur dengan zat aditif itu,” ujar Hamad dalam unggahannya di X pada Kamis.

    Komite Anti-Narkoba di Gaza mendesak warga untuk lebih waspada, memeriksa makanan yang berasal dari “jebakan maut bernama pusat bantuan AS-Israel.”

    Komite itu juga meminta warga segera melaporkan jika menemukan zat asing dalam berbagai bantuan pangan yang mereka terima terutama dari pusat bantuan yang dibekingi AS-Israel tersebut.

    Pekan ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam tindakan Israel yang diduga menjadikan pangan sebagai senjata agresi brutalnya di Gaza sejak Oktober 2023 lalu. PBB juga mendesak militer Israel untuk “berhenti menembaki warga yang mencoba mengantre mendapatkan makanan” dan bantuan pangan lainnya.

    Menurut data PBB, lebih dari 410 warga Palestina tewas dan setidaknya 3.000 lainnya terluka akibat tembakan militer Israel ketika mencoba mendekati titik distribusi bantuan atau sedang mengambil bantuan kemanusiaan.

    “Warga Gaza yang kelaparan terus dihadapkan pada pilihan tidak manusiawi: mati kelaparan atau mempertaruhkan nyawa demi mendapatkan makanan,” ujar Kantor HAM PBB dalam catatan tertulis yang dibagikan sebelum konferensi pers pada Selasa pekan ini.

    Pada Mei lalu, PBB menyatakan bahwa “100 persen populasi” di Gaza berada “dalam risiko kelaparan.”

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Xinjiang-China dan Indonesia menurut kacamata seorang jurnalis

    Xinjiang-China dan Indonesia menurut kacamata seorang jurnalis

    Surabaya (ANTARA) – Melihat fakta secara langsung (faktual) adalah keunggulan media massa. Akurasi tetap menjadi keunggulan jurnalis yang terjun ke lapangan, termasuk keunggulan dalam etika dan rekam jejak yang tidak bisa sirna secara digital.

    Buku bertajuk “Di Balik Kontroversi Xinjiang (Catatan Perjalanan Wartawan Indonesia Mengungkap Fakta di Lorong Gelap Kamp Vokasi Uighur)” di antara sajian fakta yang ditulis dan dibukukan jurnalis M Irfan Ilmie (2025) yang pernah menjadi Kepala LKBN ANTARA Biro Beijing (2016-2023).

    M Irfan Ilmie yang berlatar belakang santri itu mendapatkan beberapa kali kesempatan untuk melihat secara langsung geliat pembangunan dan dinamika kehidupan sosial masyarakat etnis minoritas muslim Uighur yang membentuk populasi mayoritas di Wilayah Otonomi Xinjiang.

    Seiring menguatnya pengaruh China di berbagai belahan dunia, maka kamp-kamp vokasi di Xinjiang pun menyita perhatian masyarakat internasional yang mengaitkan dengan dugaan pelanggaran HAM, terutama oleh AS dan sekutunya. Apalagi Xinjiang memiliki nilai jual tinggi dalam pariwisata, industri, sumber daya alam dan sumber daya manusia (hal. ix).

    Bagi Indonesia, isu Xinjiang sudah selesai di tataran diplomasi dan hubungan bilateral Indonesia-China. Namun, di tataran publik Indonesia masih menjadi batu sandungan karena mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam belum terinformasikan secara gamblang mengenai perlakuan Beijing terhadap etnis minoritas muslim Uighur sebagai penduduk asli Xinjiang.

    Dalam buku setebal 360 halaman dengan genre “Social Science” itu, diungkapkan bahwa isu Uighur di Xinjiang menjadi perbincangan hangat masyarakat internasional dalam satu dekade terakhir karena kerap kali diekspose dalam tinta dan lensa pemberitaan media secara spektakuler, menggemparkan, dan kontroversial.

    Di satu sisi, ekspose itu dinilai menyuguhkan narasi-narasi diskriminatif, eksploitatif, dan genosida yang digambarkan sebagai pelanggaran atas hak asasi manusia yang dilakukan otoritas China terhadap etnis minoritas muslim Uighur.

    Di sisi lain, wilayah Xinjiang justru dimodernisasi dan terus dibangun oleh otoritas China agar setara dengan provinsi-provinsi lainnya di negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

    Di sinilah Xinjiang menjadi topik perdebatan antara fakta dan propaganda, khususnya dalam konteks rivalitas pengaruh geopolitik Amerika Serikat dan China.

    Oleh karena itu, informasi yang gamblang dan faktual mengenai perlakuan Beijing terhadap etnis minoritas muslim Uighur sebagai penduduk asli Xinjiang, menjadi “kata kunci” dalam literasi di era digital yang hanya “maju” secara teknologi digital, tapi “tidak maju” secara manusia.

    “Catatan perjalanan ke Xinjiang, saya tulis secara faktual dan informatif, sesuai kode etik jurnalistik, bukan provokatif,” kata Irfan tentang bukunya yang memiliki empat bagian yakni historis, isu kontroversial, tradisi/peradaban Islam, dan politisasi (hal. xv).

    Dalam bagian pertama (historis), Irfan mengulas tentang sensasi Gurun Gobi, jalur sutra nan rupawan, asal-usul Uighur, bukan Agama Leluhur, jejak Uighur di Bukit Yarghul, serupa tapi tak sama, dan gudang atlet dan artis.

    Secara historis, Xinjiang sejak dulu kala telah menjadi rumah bagi berbagai jenis kelompok etnis dengan budaya dan agama yang berbeda (hal.14). Di akhir abad ke-19 terdapat 13 kelompok etnis yakni Uighur, Han, Kazakh, Mongol, Hui, Kirgiz, Manchu, Xibe, Tajik, Daur, Uzbek, Tatar dan Rusia (hal.17).

    Buku Di Balik Kontroversi Xinjiang (HO-M Irfan Ilmie)

    Rivalitas dan masalah internal

    Terkait agama, pada zaman primitif hingga sebelum abad ke-4, warga Xinjiang menganut agama kuno dari ajaran Shamanisme. Mulai abad ke-4 hingga ke-10, Buddha mengalami masa puncak. Pada abad ke-5, Taoisme juga mulai diperkenalkan. Pada akhir abad ke-9 hingga awal abad ke-10, Islam pun mulai diperkenalkan hingga awal abad ke-16, Islam mulai dominan, namun hidup rukun dengan agama lain, meski sempat ada perang antara Kerajaan Karahan/Islam dengan Kerajaan Yutian/Hindu (hal.19).

    Dari beragam etnis dan agama itu, sumber daya manusia di Xinjiang sangat unggul. Jika tahun 1955, Xinjiang hanya memiliki 425 lapangan dan satu perpustakaan, maka pada 2017 sudah ada 112 perpustakaan, 173 museum/monumen, 57 galeri seni, 119 gedung pertunjukan seni, 12.158 sanggar seni, 302 stasiun radio/TV, 29.600 lapangan/gedung olahraga, 126 koran, dan 223 penerbitan.

    Tahun 2016-2017, klub bola basket Xinjiang berlabel Xinjiang Flying Tigers menjadi juara musim kompetisi Asosiasi Bola Basket China (CBA) dan menjuarai FIBA Asia Champions Cup Tahun 2016, lalu menduduki peringkat kedua CBA pada musim kompetisi saat COVID-19 pada tahun 2019-2020. Di dunia hiburan, Xinjiang juga punya artis papan atas, seperti Gulnezer Bextiyar, Madina Memet, dan Dilraba Dilmurat.

    Dalam bagian kedua (isu kontroversial), diuraikan secara tuntas tentang benih separatisme, perangi terorisme, antara kamp dan BLK, mengeja Hanzi, menyusuri Lorong Gelap, anak yang terpisah, peristiwa horor, tak butuh jawaban, mencurigakan, kerja paksa dan genosida, boikot, saya tidak idiot, dan sang nenek 40 cucu.

    Terkait benih separatisme dan terorisme, sudah bersemi di Xinjiang sejak awal abad ke-20 hingga akhir tahun 1940-an. Mereka hendak mendirikan Republik Islam Turkistan Timur pada 12 November 1933. Tapi hanya bertahan 3 bulan, karena ditolak mayoritas etnik di Xinjiang. Lalu muncul lagi pada 1944, tapi hanya bertahan 1 tahun.

    Gerakan Turkistan Timur ini tumbuh lagi pada 2001 seiring 11 September 2001 di AS, lalu ada pengeboman di bus pada 1992 yang menewaskan tiga penumpang bus dan melukai 23 orang penumpang bus di Kota Urumqi. Tahun 1997 juga muncul pengeboman di bus yang menewaskan sembilan orang dan melukai 68 orang di Kota Urumqi. Terulang lagi di Kota Kashgar (2011 dan 2012), Kota Urumqi (2014), dan Aksu (2015). (Hal.50-530

    Menyikapi separatisme dan terorisme itu, Pemerintah Daerah Otonom Xinjiang sejak 2014 telah menumpas 1.588 geng teroris, menangkap 12.995 pelaku teroris, menyita 2.052 jenis bahan peledak, namun perlakuan tegas terhadap bukan berarti Islam menjadi sumber teroris, meski kebijakan kontraterorisme berupa kamp vokasi dan pusat pelatihan itu dinilai berpotensi melanggar HAM, karena peserta hanya dari satu etnis (Uighur). (hal.57)

    Untuk menjawab tuduhan itu, Pemerintah Daerah Otonom Xinjiang membangun gedung pameran Urumqi pada 2014 yang menampilkan foto korban kekerasan selama 1992-2015, rekaman CCTV, senjata api, senjata tajam, senjata rakitan, serta bom rakitan. (hal.93). Foto dan video kekerasan itu bukan hanya radikalisme/terorisme yang terjadi di Xinjiang saja, namun juga di Kunning-Yunan dan Kota Terlarang Beijing. (hal.95).

    “Anda lihat sendiri ada imam masjid beserta keluarganya dan juga beberapa petugas kepolisian yang menjadi korban serangkaian serangan terorisme di Xinjiang. Semua bentuk terorisme adalah kejahatan yang tidak memilih sasaran dari etnis dan agama tertentu,” kata Deputi Dirjen Publikasi Partai Komunis China, Komite Regional Xinjiang, Shi Lei (hal.95).

    Dalam bagian ketiga (tradisi/peradaban Islam), buku itu mengupas tentang iktikaf, kamera dimana-mana, masjid dibongkar, pengaruh Timur Tengah, sapaan Hubbul Wathan, Al-Qur’an dan Hadits, geliat Islami, tak lagi tabu, carter pesawat ke Mekkah, puasa di tengah pandemi, Maghrib masih lama, bebas makan dan minum, larangan atau pilihan?, mendadak fitri, dan kafilah para imam.

    Artikel pada bagian ini merupakan klarifikasi atas berbagai isu, seperti Direktur Komisi Urusan Etnis Daerah Otonomi Xinjiang, Mehmut Usman, yang membantah rumor pembongkaran masjid (hal 154-155), karena hanya bersifat renovasi dan CCTV juga ada dimana-mana, termasuk di masjid, yang bisa mengklarifikasi rumor yang tidak benar. Apalagi, geliat Islam dan tradisi keagamaan juga marak. (hal 178).

    Dalam bagian keempat (politisasi), tulisan dalam buku ini menyoroti tentang merembet hingga gelanggang olimpiade, rivalitas semu, sinifikasi, islamofobia, lembaran baru Beijing-Taliban, janji yang terserak, ganti Gubernur, Ozil mencuit-Dilraba ngambek, dan batu sandungan.

    Pada bagian terakhir buku ini, sampai pada klarifikasi bahwa isu minoritas muslim Uighur akan terus ada selama ada rivalitas China dengan negara-negara sekutu AS (hal.248).

    Di mata Indonesia, isu Xinjiang sudah selesai di tataran diplomasi dan hubungan bilateral Indonesia-China bahwa Xinjiang adalah urusan dalam negeri China, sehingga pihak eksternal tidak boleh mencampuri, seperti halnya masalah Papua bagi Indonesia (hal.316).

    Namun, di tataran publik Indonesia masih menjadi batu sandungan karena muslim Indonesia itu belum semuanya menerima literasi tentang perlakuan Beijing terhadap etnis minoritas Muslim Uighur sebagai penduduk asli Xinjiang. Literasi yang beredar justru framing digital. “Ya, isu Xinjiang itu mirip isu komunisme bagi Indonesia,” kata putri mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kejagung Kini Bisa Sadap Nomor Telkomsel, Indosat, XL, hingga Smartfren

    Kejagung Kini Bisa Sadap Nomor Telkomsel, Indosat, XL, hingga Smartfren

    PIKIRAN RAKYAT – Kejaksaan Agung RI resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan empat raksasa telekomunikasi Indonesia: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat Tbk., dan PT XL Smart Telecom Sejahtera Tbk.

    MoU ini membuka jalan bagi Jamintel Kejaksaan untuk memasang dan mengoperasikan perangkat penyadapan informasi, dengan tujuan utama mendukung penegakan hukum.

    Penyadapan Demi Penegakan Hukum

    Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Reda Manthovani menjelaskan kerja sama ini merupakan langkah strategis untuk mendukung tugas intelijen kejaksaan yang berfokus pada pengumpulan data dan informasi hukum.

    “Saat ini business core intelijen kejaksaan berpusat pada pengumpulan data dan/atau informasi yang selanjutnya sebagai bahan untuk dianalisis, diolah, dan dipergunakan sesuai dengan kebutuhan organisasi,” kata Reda, Kamis 26 Juni 2025.

    Menurutnya, data valid dengan kualifikasi nilai A1 sangat krusial, terutama untuk mengejar buronan, mendalami kejahatan digital, hingga menyusun analisis komprehensif kejahatan lintas sektor.

    Punya Dasar Hukum

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menegaskan penyadapan ini sepenuhnya sah secara hukum, mengacu pada Pasal 31 ayat (3) UU ITE. Undang-undang tersebut memang mengatur intersepsi untuk penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi penegak hukum lain.

    “Ini murni karena dalam konteks penegakan hukum, perlu ada fungsi yang bisa mendukung membantu itu sehingga perlu dikerjasamakan,” ucap Harli di Jakarta, Kamis 26 Juni 2025.

    Contoh nyatanya, kata dia, adalah upaya penelusuran Daftar Pencarian Orang (DPO) yang sering memerlukan pelacakan intensif melalui nomor telepon.

    Meski demikian, Harli menegaskan publik tidak perlu khawatir ruang privasi akan diterobos tanpa batas.

    “Dalam konteks ini, tentu tidak membatasi ruang privasi publik karena itu tidak boleh,” ujarnya.

    Puan Ingatkan Batas Privasi

    Di sisi lain, Ketua DPR RI Puan Maharani langsung mengingatkan Kejagung agar memastikan perlindungan data pribadi warga negara tetap terjaga.

    “Penegakan hukum sangat penting, tetapi Kejaksaan harus memperhatikan hak atas perlindungan data pribadi karena hak privat adalah hak konstitusional,” kata Puan.

    Puan menekankan kolaborasi teknologi seperti ini harus berjalan dalam koridor akuntabilitas, transparansi, dan penghormatan hak sipil.

    “Kemajuan teknologi harus menjadi sahabat demokrasi dan tidak boleh berubah menjadi pengawasan,” ujarnya..

    DPR Wanti-Wanti Penyalahgunaan Wewenang

    Peringatan senada datang dari Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding. Ia mendukung penegakan hukum berbasis teknologi, tetapi meminta agar mekanisme penyadapan benar-benar diawasi ketat.

    “Upaya penegakan hukum jangan sampai melanggar privasi masyarakat. Penegak hukum tidak boleh serta merta melakukan penyadapan tanpa tujuan hukum yang jelas,” kata Sudding.

    Menurutnya, dalam negara hukum yang demokratis, penyadapan hanyalah opsi luar biasa yang harus dijalankan sesuai kerangka undang-undang, demi menjaga kepercayaan publik.

    Poin Pengawasan Disorot

    Anggota Komisi III DPR lainnya, Martin Tumbelaka, juga menyoroti perlunya akuntabilitas prosedural. Ia mendukung MoU ini asal disertai pengawasan ketat dan keterlibatan lembaga independen seperti Komnas HAM dan Komisi Informasi.

    “Kerja sama ini harus dibarengi mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang,” tutur Martin.

    Ia menambahkan, penyadapan harus dibatasi hanya untuk kasus pidana berat, terutama korupsi dan pencucian uang, melalui mekanisme perizinan dan evaluasi berkala.

    Transparansi Jadi Kunci

    Baik publik maupun anggota DPR sepakat: penyadapan sah dilakukan demi keadilan, asalkan tetap dalam rel hukum dan dilakukan secara transparan.

    “Demokrasi digital harus dibangun dengan kebijakan yang bukan hanya cepat dan efisien, tetapi juga beradab dan menjunjung tinggi etika hukum,” ujar Sudding.***

  • Anggota DPR dukung MoU Kejagung dan provider asal diawasi ketat

    Anggota DPR dukung MoU Kejagung dan provider asal diawasi ketat

    Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Martin Daniel Tumbelaka. (ANTARA/HO-Komisi III DPR RI)

    Anggota DPR dukung MoU Kejagung dan provider asal diawasi ketat
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Jumat, 27 Juni 2025 – 23:29 WIB

    Elshinta.com – Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka mendukung penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Agung dengan empat provider telekomunikasi tentang mekanisme penyadapan untuk penegakan hukum, asalkan dilakukan dengan pengawasan ketat.

    “Kerja sama ini harus dibarengi dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan tuduhan berbagai pihak terkait privasi data warga negara,” kata Martin dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Dia menggarisbawahi beberapa poin krusial yang perlu diperhatikan, yakni perlindungan hak privasi. Pasalnya, dia mengatakan bahwa penyadapan harus benar-benar terbatas pada kasus-kasus pidana berat dan korupsi melalui proses perizinan yang jelas, untuk memastikan tidak terjadi penyadapan sewenang-wenang.

    “Tetapi kita tahu kondisi kejahatan era sekarang itu terutama pencucian uang dan pelacakan buronan itu sangat dinamis. Sementara, penegak hukum kita berkejaran agar pelaku tidak membawa kabur uang negara,” kata dia.

    Dia mengatakan Kejagung perlu menjaga akuntabilitas prosedural. MoU itu, kata dia, perlu menjelaskan secara rinci prosedur penyadapan, termasuk mekanisme pelaporan dan evaluasi.

    “Transparansi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik,” kata dia.

    Martin pun mendorong adanya sinergi antara Kejagung dengan Komnas HAM dan Komisi Informasi untuk memastikan keseimbangan antara kebutuhan penegakan hukum dan perlindungan hak sipil.

    Walaupun begitu, dia menegaskan dukungannya terhadap upaya penegakan hukum. Dia pun mengapresiasi inisiatif Kejagung dalam memerangi kejahatan dengan memaksimalkan penegakan hukum, terutama pemberantasan tindak pidana korupsi.

    “Komisi III DPR akan terus melakukan pengawasan terhadap implementasi MoU ini untuk memastikan tidak ada penyimpangan,” kata dia.

    Sumber : Antara

  • Legislator Dukung MoU Penyadapan Kejagung-4 Provider, tapi Harus Diawasi Ketat

    Legislator Dukung MoU Penyadapan Kejagung-4 Provider, tapi Harus Diawasi Ketat

    Jakarta

    Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka menyampaikan pandangan kritis terkait penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan empat provider telekomunikasi tentang mekanisme penyadapan untuk penegakan hukum. Ia meminta adanya pengawasan ketat terkait penyadapan tersebut.

    “Sebagai anggota Komisi III, kami mendukung MoU penyadapan dalam konteks penegakan hukum. Namun, kerja sama ini harus dibarengi dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan tuduhan berbagai pihak terkait privasi data warga negara,” kata Martin kepada wartawan lewat pesannya, Jumat (27/6/2025).

    Tumbelaka menggarisbawahi beberapa poin krusial yang perlu diperhatikan. Salah satunya terkait perlindungan hak privasi

    “Penyadapan harus benar-benar terbatas pada kasus-kasus pidana berat dan korupsi melalui proses perizinan yang jelas. untuk memastikan tidak terjadi penyadapan sewenang-wenang. Tetapi kita tahu kondisi kejahatan era sekarang itu terutama pencucian uang dan pelacakan buronan itu sangat dinamis, sementara penegak hukum kita berkejaran agar pelaku tidak membawa kabur uang negara,” kata Martin.

    Lebih lanjut, anggota Fraksi Partai Gerindra ini juga menekankan pentingnya Kejagung menjaga akuntabilitas prosedural.

    “MoU ini perlu menjelaskan secara rinci prosedur penyadapan, termasuk mekanisme pelaporan dan evaluasi. Transparansi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik,” kata Martin.

    “Kami mendorong adanya sinergi dengan Komnas HAM dan Komisi Informasi untuk memastikan keseimbangan antara kebutuhan penegakan hukum dan perlindungan hak sipil,” lanjut dia.

    “Komisi III DPR akan terus melakukan pengawasan terhadap implementasi MoU ini untuk memastikan tidak ada penyimpangan,” sambung dia.

    Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Reda Manthovani melaksanakan penandatanganan nota kesepakatan dengan penyedia layanan telekomunikasi terkemuka, yakni dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Telekomunikasi Selular, PT Indosat Tbk, dan PT Xlsmart Telecom Sejahtera Tbk.

    “Saat ini, business core intelijen Kejaksaan berpusat pada pengumpulan data dan/atau informasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai bahan untuk dianalisis, diolah, dan dipergunakan sesuai dengan kebutuhan organisasi,” ujar Reda melalui keterangannya, Selasa (24/6).

    Karena itu, dia mengungkap kolaborasi dengan penyedia jasa telekomunikasi menjadi hal yang krusial dan urgen agar kualitas dan validitas data dan/atau informasi tidak terbantahkan serta memiliki kualifikasi nilai A1.

    “Data dan/atau informasi dengan kualifikasi A1 tersebut tentunya memiliki berbagai manfaat, diantaranya dalam tataran praktis seperti pencarian buron atau daftar pencarian orang, pengumpulan data dalam rangka mendukung penegakan hukum, atau dalam tataran global yang akan digunakan sebagai penyusunan analisis holistik terhadap suatu topik tertentu dan khusus,” pungkas Reda.

    (maa/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini