Kasus: Demam berdarah dengue

  • Biaya Berobat Makin Mahal, Industri Asuransi Kenalkan Polis Terjangkau untuk Anak Muda – Halaman all

    Biaya Berobat Makin Mahal, Industri Asuransi Kenalkan Polis Terjangkau untuk Anak Muda – Halaman all

     

     TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masyarakat Indonesia saat ini dihadapkan pada biaya berobat yang semakin mahal dan tak terjangkau oleh masyarakat bawah.

    Yosie William Iroth, Chief Health Officer Prudential Indonesia mengatakan, inflasi medis di Indonesia terbilang tinggi, dan diperkirakan mencapai 19 persen di 2025.

    Sementara, survei TGM Research 2024 menunjukkan, 84 persen masyarakat Indonesia, terutama dari kalangan muda, khawatir terhadap biaya hidup yang semakin tinggi. 

    Survei Populix juga mencatat peningkatan minat anak muda terhadap produk asuransi, seiring dengan kesadaran akan pentingnya perlindungan diri.

    Dengan kondisi itu, dia melihat anak muda dan keluarga muda Indonesi sering menghadapi tantangan dalam menjaga kesehatan dan stabilitas keuangan.

    Karena itu, pihaknya memperkenalkan asuransi kesehatan dengan biaya polis lebih terjangkau yang diberi nama PRUSehat dan PRUSehat Syariah.

    Keduanya diperkenalkan oleh PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) dan PT Prudential Sharia Life Assurance (Prudential Syariah).

    Dia mencontohkan, dalam kasus demam berdarah dengue (DBD) biaya pengobatan mencapai Rp19 juta di jaringan RS PRUPriority Hospitals.

    Nasabah hanya perlu menanggung Rp1 juta, dan sisanya akan ditanggung oleh perusahaan sesuai ketentuan polis.

    “Lewat produk ini, kami berharap dapat membantu generasi muda Indonesia menjadi lebih produktif dan sejahtera, serta berkontribusi dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045,” kata Yosie. 

    Chief Customer & Marketing Officer Prudential, Vivin Arbianti Gautama menjelaskan kedua produk ini diharapkan bisa menjadi solusi perlindungan kesehatan, khususnya anak muda, dengan biaya yang terjangkau.

    “PRUSehat dan PRUSehat Syariah diharapkan bisa memperluas proteksi bagi masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda yang sadar akan pentingnya perencanaan keuangan dan proteksi kesehatan,” kata Vivin di acara peluncuran PRUSehat di Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Soal besaran preminya, Vivin bilang mulai dari Rp 230.000 ribu per bulan (untuk kondisi tertentu) dengan limit perlindungan hingga Rp 900 juta. 

    Menurut dia, produk ini juga mencakup perlindungan dan pelayanan termasuk rawat inap, rawat jalan untuk beberapa penyakit tertentu seperti tifus, DBD, kanker, dan perawatan cuci darah.

    Nasabah juga dapat memperoleh layanan kesehatan di 1.700 jaringan rumah sakit PRUPriority Hospitals di Indonesia yang 359 di antaranya dapat dilakukan dengan metode cashless.

    Vivin bilang hadirnya dua produk ini diharapkan bisa membuka akses perlindungan kesehatan bagi berbagai segmen masyarakat di Indonesia dengan harga yang terjangkau.

    Ke depannya perusahaan juga berupaya untuk mengembangkan layanan digital agar banyak generasi muda mengakses informasi dan layanan asuransi dengan melalui PRUServices.

    Yosie William Iroth menekankan, kedua produk diperkenalkan untuk mendukung generasi muda agar lebih sehat dan mandiri secara finansial. 

     

    Laporan Reporter: Aulia Ivanka Rahmana/Shintia Rahma Islamiati | Sumber: Kontan

  • Tips untuk Lindungi Si Kecil dari Nyamuk Penyebab DBD – Halaman all

    Tips untuk Lindungi Si Kecil dari Nyamuk Penyebab DBD – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat, terutama bagi anak-anak.

    Kepala Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis KSM/Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin – Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, Dr. dr. Anggraini Alam, Sp. A(K) menuturkan, anak-anak memiliki resiko tertinggi mengalami DBD berat dan kematian.

    “Tingkat kematian anak pada kelompok usia 5-14 tahun mencapai 40 persen,” kata dia ditulis di Jakarta, Jumat (25/4/2025).

    Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk melakukan langkah-langkah pencegahan
    sejak dini agar anak terhindar dari gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus,
    pembawa virus dengue.

    Berikut ini beberapa langkah efektif yang dapat ibu lakukan untuk melindungi si kecil dari bahaya DBD:

    1. Melakukan 3M

    Bak mandi yang berisikan es batu (Twitter @dita_dito)

    Cagah DBD dengan melakukan 3M seminggu sekali adalah cara efektif untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

    Langkah 3M ini dapat dilakukan dengan cara :

    Menguras (bak mandi, ember, kolam, penapung air), 

    Menutup (lubang yang berpotensi menjadi genangan air),

    Mendaur ulang (sampah botol dan plastik).

     

    Untuk lingkungan dalam rumah jangan lupa juga menjaga kebersihan rumah dengan
    cara jangan menumpuk sampah di dalam rumah dan jangan lupa tempat sampah selalu dibersihkan secara rutin. Jangan menumpuk pakaian yang sudah dipakai dengan menggantung terlalu lama, sebaiknya diletakkan dalam wadah tertutup ataulangsung dicuci.

    Untuk lingkungan di luar rumah, beberapa cara efektif yang dapat dilakukan misalnya
    antara lain menanam tanaman anti nyamuk seperti lavender, memelihara ikan
    pemakan jentik nyamuk, dan menaburkan bubuk larvasida pada tempat-tempat yang
    memungkinkan menjadi penampungan air.

    2. Menghindari anak dari gigitan nyamuk

    Nyamuk Aedes Aegypti vektor pembawa virus dengue (Shutterstock)

    Melindungi diri dari gigitan nyamuk aedes aegypti merupakan factor penting untuk
    mencegah DBD pada anak.

    Menurut Ahli Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof dr Saleha Sungkar, DAP&E, MS, SpParK, saat tidur siang anak-anak sebaiknya menggunakan kelambu.

    Selain itu juga menggunakan minyak telon sebagai tambahan perlindungan.

    Deputy Managing Director Consumer Cosmetic Health Care Tempo Scan Group Winny Yunitawati mengatakan, untuk membantu para ibu melindungi buah hati mereka, pihaknya menghadirkan produk My Baby minyak telon plus.

    3. Meningkatkan imunitas anak

    Sistem kekebalan tubuh yang belum sempurna menjadi salah satu faktor utama anak
    mudah terserang DBD.

    Meningkatkan imunitas pada anak dapat membantu mencegah dan mengurangi risiko terkena Demam Berdarah Dengue (DBD).

    Hal ini bisa dilakukan dengan mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga, istirahat atau
    tidur cukup, dan vaksinasi.

    4. Menggunakan pakaian tertutup pada anak

    Memakai pakaian panjang pada anak-anak adalah salah satu cara efektif untuk mencegah gigitan nyamuk dan mengurangi risiko terkena DBD.

    Pakaian lengan panjang dan celana panjang dapat menutup kulit yang rentan terhadap gigitan
    nyamuk, terutama saat berada di luar rumah atau di daerah yang banyak nyamuk.

  • Ini Kondisi yang Paling Dikhawatirkan Dokter saat Pasien Terinfeksi DBD – Halaman all

    Ini Kondisi yang Paling Dikhawatirkan Dokter saat Pasien Terinfeksi DBD – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dokter spesialis penyakit dalam, Dirga Sakti Rambe mengungkapkan, kondisi paling mengkhawatirkan saat seorang pasien terinfeksi Demam Berdarah Dengue (DBD).

    Ia mengatakan, demam yang disebabkan oleh virus dengue tak bisa dianggap remeh, apalagi meyakini bahwa demam akibat DBD bisa disembuhkan sendiri.

    Dengue bisa berkembang cepat dan menimbulkan komplikasi berat, seperti dengue shock syndrome (DSS), perdarahan hebat.

    “Pada orang yang normal trombosit itu ada sekitar 150.000  – 400.000. Kalau di bawah 10.000 trombositnya itu resiko pendarahan otak tinggi sekali. Kondisi ini membuat dokter harap-harap cemas. Penurunan drastis jumlah trombosit, yang bisa berujung pada kondisi gawat darurat—terutama pada anak-anak, lansia, atau individu dengan penyakit penyerta,” kata dia saat ditemui di Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Menurut dia, sekalipun seseorang sudah terinfeksi dengue satu kali maka tetap mungkin atau berisiko terkena DBD lagi karena virus dengue memiliki empat serotipe.

    Infeksi berikutnya cenderung membawa risiko yang lebih tinggi terhadap keparahan, terutama orang orang dengan penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, dan ginjal kronik.

    “Belum ada obat spesifik untuk mengatasi dengue. Satu-satunya cara terbaik yang kita miliki adalah mencegah dengan 3M Plus maupun metode yang inovatif seperti vaksinasi lengkap 2 dosis,” tutur dr Dirga.

    Sampai dengan minggu ke-14 2025, atau data per 13 April 2025, pihaknya mencatat sebanyak 38.740 kasus dengue di Indonesia dengan kematian sebanyak 182 kasus.

  • Kasus DBD Meningkat Drastis di Bone Bolango, Suwawa Tengah Jadi Episentrum
                
                    
                        
                            Makassar
                        
                        25 April 2025

    Kasus DBD Meningkat Drastis di Bone Bolango, Suwawa Tengah Jadi Episentrum Makassar 25 April 2025

    Kasus DBD Meningkat Drastis di Bone Bolango, Suwawa Tengah Jadi Episentrum
    Tim Redaksi
    GORONTALO, KOMPAS.com –
    Kasus penyakit
    Demam Berdarah
    Dengue (DBD) mengalami peningkatan signifikan di Kabupaten
    Bone Bolango
    pada awal tahun 2025.
    Sebaran kasus ini merata di 16 kecamatan dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di Kecamatan Suwawa Tengah dengan 12 kasus, Kabila 7 kasus, Bulango Utara dan Tilongkabila 6 kasus.
    Suwawa Tengah menjadi episentrum dengan Desa Lombongo mencatatkan 10 kasus, termasuk klaster keluarga di Popodu Kecamatan Bulango Timur sebanyak 4 kasus.
    Berdasarkan jenis kelamin
    kasus DBD
    pada perempuan sebanyak 31 orang atau 50,82 persen dan laki-laki 30 orang atau 49,18 persen. Dari 61 kasus terdapat 1 orang meninggal dunia.
    Berdasarkan laporan penyelidikan epidemiologi (PE) DBD tahun 2025 jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 61 kasus yang tersebar di sejumlah wilayah.
    Puluhan warga dilaporkan terinfeksi, menunjukkan gejala khas seperti demam tinggi, sakit kepala, mual, muntah dan nyeri otot.
    Kondisi ini mengharuskan sejumlah pasien menjalani perawatan intensif di Puskesmas dan beberapa rumah sakit, di antaranya rumah sakit Toto Kabila, RSIA Siti Khadijah, Rumah Sakit Multazam, Rumah Sakit Bunda dan Rumah Sakit Aloei Saboe.
    Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi
    Gorontalo
    Shintia Rivai mengungkapkan faktor lingkungan dan perilaku sebagai penyebab utama lonjakan kasus ini.
    Penumpukan sampah di pemukiman, selokan yang tergenang, dan tempat penampungan air yang tidak tertutup menciptakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, pembawa virus DBD.
    Menyikapi situasi ini Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Dinas Kesehatan Bone Bolango, dan Puskesmas bergerak cepat untuk melakukan langkah-langkah antisipasi. Upaya advokasi dilakukan kepada kepala desa untuk menggalakkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan membentuk kader pemantau jentik di tingkat komunitas.
    “Kami mendorong Puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelaporan dan surveilans kasus, serta mengedukasi masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),” kata Shintia Rivai, Rabu (23/4/2025) .
    Meskipun berbagai upaya edukasi telah dilakukan, perubahan perilaku masyarakat masih minim, sehingga efektivitasnya belum optimal.
    Dinas Kesehatan menekankan pentingnya kolaborasi antara petugas kesehatan dan warga untuk mempercepat penanganan DBD.
    Masyarakat diimbau untuk berperan aktif dalam membersihkan lingkungan, melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), mengubur atau mendaur ulang barang bekas, dan menutup rapat tempat penampungan air.
    “Langkah-langkah ini diharapkan dapat mengendalikan penyebaran DBD dan mencegah meluasnya penyakit ke wilayah lain,” kata Shintia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  •  Gejala DBD pada Anak yang Sering Terlewat dan Dianggap Penyakit Lain – Halaman all

     Gejala DBD pada Anak yang Sering Terlewat dan Dianggap Penyakit Lain – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Demam berdarah dangue (DBD) bukanlah penyakit baru.

    Kendati demikian, ternyata masih banyak orang masih belum mengenali gejalanya, terutama pada anak-anak. 

    Tidak jarang gejala DBD kerap dianggap sebagai penyakit lain seperti flu atau demam biasa, masuk angin, bahkan kelelahan. 

    “Memang penampilan gejala DBD itu, klinisnya bisa sangat lebar. Dari yang ringan banget sampai berat dan sangat khas.  Kalau ringan banget tidak mudah membedakan dengan flu biasa,” ungkap Pakar Kesehatan Anak sekaligus dokter, dr. Ida Safitri Laksanawati, Sp.A (K) pada talkshow kesehatan, Kamis (24/4/2025). 

    Menurutnya, ada beberapa gejala khas dari DBD yang sering terlewatkan oleh orang tua. 

    Pertama demam dan pegal-pegal. Dua keluhan kesehatan ini sering disangka sebagai infeksi dari virus lain. 

    Kedua, munculnya ruam. Gejala khas spesifik, lainnya dari DBD adalah adanya ruam.

    “Itu (ruam) adalah sesuatu yang kalau anak orang tua menganggap penyakit lain. (Misalnya) Campak dan lain. Gejala ini sering diabaikan oleh orang tua dan disangka sebagai penyakit lain,” imbuhnya. 

    Ia pun mengimbau pada orang tua, jika anak mengalami ruam dibarengi demam tinggi, maka perlu dicurigai sebagai tanda DBD. 

    Padahal demam tinggi, muncul ruam hati-hati, tanda dan gejala dangue. 

    Ketiga, gejala yang sering diabaikan orang tua adalah rasa pegal. 

    “Pegal minta dipijit-pijit. Itu juga gejala yang penting. Salah satu gejala nyeri tulang, otot, sendi itu muncul juga.  Kadang, anak yang tidak ngomong, orang tua menganggap tidak ada keluhan itu,”paparnya. 

    Keempat, anak mengeluh berat membuka mata. 

    “Itu salah satu tanda diperhatikan. Nyeri di belakang bola mata itu salah satu tanda dangue. Tapi kalau anak tidak bisa menyampaikan, itu salah satu kadang sering terlewat,” tegasnya. 

    Terakhir adalah mimisan. Gejala ini sebenarnya mudah dikenali sebagai demam berdarah. 

    Namun, tidak semua anak dangue mengalami pendarahan. Sehingga juga kadang disalahartikan sebagai mimisan biasa. 

    Lantas kapan sebaiknya membawa anak ke fasilitas kesehatan? 

    Menurut dr Ida, jika anak mengalami gejala di atas disertai demam, nyeri kepala, mual, muntah hingga pendarahan, orang tua perlu segera membawa anak ke fasilitas layanan kesehatan. 

    Terutama jika anak alami gejala ini di bulan Desember hingga April. 

    “Dangue itu kasusnya akan ada sepanjang tahun. Tetapi ada musim di mana kasus secara rutin, pola yang ada meningkat. Kapan mulai peningkatan kasus ini? Dimulai dari Desember, kemudian naik sampai akhir April,” imbuhnya. 

    Selain itu, orang tua juga perlu curiga anak alami DBD jika ada kasus serupa di keluarga, teman sekolah atau tetangga. 

    Terakhir, orang tua perlu ke dokter kalau anak belum juga membaik setelah mendapatkan pengobatan di rumah. 

    “Kita menganjurkan agar sebelum hari ketiga. Kalau demam tidak membaik setelah minum obat penurun panas, demam cenderung naik turun. Karena salah satu karakteristik demam dangue turun sebentar, setelah pemberian penurun panas, dia tinggi lagi,” jelas dr Ida. 

    Oleh karena itu, jika demam anak belum membaik, segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. 

  •  Gejala DBD pada Anak yang Sering Terlewat dan Dianggap Penyakit Lain – Halaman all

    Kemenkes Sebut Banyak Kasus Kematian DBD Disebabkan karena Pasien Datang Terlambat ke RS – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA –– Ketua Tim Kerja Arbovirosis, Kementerian Kesehatan RI dr. Fadjar SM Silalahi menyebut, banyak kasus kematian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia diakibatkan penanganan yang terlambat.

    Pasien datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah seperti trombosit yang sudah sangat rendah dimana bisa meningkatkan risiko pendarahan otak.

    “Sebagian besar kematian karena keterlambatan, Artinya kondisi DBD-nya sudah parah. Rata-rata pasien datang ke RS atau fasilitas kesehatan setelah lebih dari 3-4 hari mengalami demam tidak biasa. Kondisi seperti itu sudah sulit tertolong oleh dokter,” kata dia dalam kegiatan media briefing bertajuk Waspada DBD: Lindungi Keluarga, Selamatkan Masa Depan, di Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Karena itu saat mengalami demam yang tidak biasa, segera datang ke rumah sakit atau faskes untuk memastikan bahwa demam itu bukan karena Dengue.

    Sampai dengan minggu ke-14 2025, atau data per 13 April 2025, pihaknya mencatat sebanyak 38.740 kasus dengue di Indonesia dengan kematian sebanyak 182 kasus.

    “Semua harus waspada jika mengalami demam tidak biasa lebih 1 -2 hari, jangan – jangan itu dengue. Segera periksa ke dokter pastikan bukan karena DBD,” ungkap dia.

    Lebih lanjut dr Fajar menegaskan, sampai saat ini belum ada obat yang spesifik yang bisa mengobati DBD. Dengan demikian Kemenkes terus memperkuat kewaspadaan melalui edukasi dan pencegahan lintas sektor. Mendorong masyarakat untuk disiplin menerapkan 3M Plus dan mempertimbangkan penggunaan pencegahan yang inovatif seperti vaksinasi.

    Ditambahkan Spesialis Penyakit Dalam dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, FRSPH, FINASIM bahwa dengue bukan sekadar demam yang bisa sembuh dengan sendirinya.

    Masyarakat seringkali menganggap dengue sebagai penyakit ringan yang akan sembuh dengan sendirinya. Padahal, kenyataannya jauh lebih serius.

    “Dengue bisa berkembang cepat dan menimbulkan komplikasi berat, seperti dengue shock syndrome (DSS), perdarahan hebat, dan penurunan drastis jumlah trombosit, yang bisa berujung pada kondisi gawat darurat—terutama pada anak-anak, lansia, atau individu dengan penyakit penyerta,” ujar dia.

    Masih dalam kegiatan yang sama, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht, mengungkapkan, hasil studi lintas negara yang dilakukan dengan melibatkan 3.800 responden dari tujuh negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia.

    Studi ini menunjukkan bahwa tingkat pe

    Kemenkes Sebut Banyak Kasus Kematian DBD Disebabkan karena Pasien Datang Terlambat ke RS

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Ketua Tim Kerja Arbovirosis, Kementerian Kesehatan RI dr. Fadjar SM Silalahi menyebut, banyak kasus kematian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia diakibatkan penanganan yang terlambat.

    Pasien datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah seperti trombosit yang sudah sangat rendah dimana bisa meningkatkan risiko pendarahan otak.

    “Sebagian besar kematian karena keterlambatan, Artinya kondisi DBD-nya sudah parah. Rata-rata pasien datang ke RS atau fasilitas kesehatan setelah lebih dari 3-4 hari mengalami demam tidak biasa. Kondisi seperti itu sudah sulit tertolong oleh dokter,” kata dia dalam kegiatan media briefing bertajuk Waspada DBD: Lindungi Keluarga, Selamatkan Masa Depan, di Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Karena itu saat mengalami demam yang tidak biasa, segera datang ke rumah sakit atau faskes untuk memastikan bahwa demam itu bukan karena Dengue.

    Sampai dengan minggu ke-14 2025, atau data per 13 April 2025, pihaknya mencatat sebanyak 38.740 kasus dengue di Indonesia dengan kematian sebanyak 182 kasus.

    “Semua harus waspada jika mengalami demam tidak biasa lebih 1 -2 hari, jangan – jangan itu dengue. Segera periksa ke dokter pastikan bukan karena DBD,” ungkap dia.

    Lebih lanjut dr Fajar menegaskan, sampai saat ini belum ada obat yang spesifik yang bisa mengobati DBD. Dengan demikian Kemenkes terus memperkuat kewaspadaan melalui edukasi dan pencegahan lintas sektor. Mendorong masyarakat untuk disiplin menerapkan 3M Plus dan mempertimbangkan penggunaan pencegahan yang inovatif seperti vaksinasi.

    Ditambahkan Spesialis Penyakit Dalam dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, FRSPH, FINASIM bahwa dengue bukan sekadar demam yang bisa sembuh dengan sendirinya.

    Masyarakat seringkali menganggap dengue sebagai penyakit ringan yang akan sembuh dengan sendirinya. Padahal, kenyataannya jauh lebih serius.

    “Dengue bisa berkembang cepat dan menimbulkan komplikasi berat, seperti dengue shock syndrome (DSS), perdarahan hebat, dan penurunan drastis jumlah trombosit, yang bisa berujung pada kondisi gawat darurat—terutama pada anak-anak, lansia, atau individu dengan penyakit penyerta,” ujar dia.

    Masih dalam kegiatan yang sama, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht, mengungkapkan, hasil studi lintas negara yang dilakukan dengan melibatkan 3.800 responden dari tujuh negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia.

    Studi ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman masyarakat tentang dengue, termasuk vektor, pencegahan, dan vaksinasi, masih rendah—rata-rata hanya 47 persen.

    Hal ini menunjukkan perlunya upaya edukasi yang lebih konsisten dan berkesinambungan dengan memperkuat kampanye CegahDBD tahun ini melalui video edukatif terbaru, situs web interaktif, dan kanal WhatsApp yang bisa menjangkau lebih banyak keluarga di Indonesia—dengan bahasa yang mudah dipahami dan terpercaya.

     

  • Wamenkes Sebut Kasus Demam Berdarah Perlu Perhatian! Sampai April 2025, Ada 182 Kematian – Halaman all

    Wamenkes Sebut Kasus Demam Berdarah Perlu Perhatian! Sampai April 2025, Ada 182 Kematian – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA –– Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, menyebut bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia.

    Tercatat, sampai dengan minggu ke-14 2025, atau data per 13 April 2025, Kemenkes mencatat sebanyak 38.740 kasus dengue di Indonesia dengan kematian sebanyak 182 kasus.

    “Per April 2025, sudah tercatat lebih dari 38.000 kasus dan lebih dari 100 kematian akibat DBD,” tutur dia dalam media briefing di Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Ia menyampaikan, sudah lebih dari setengah abad berlalu, DBD masih menyisakan kematian setiap tahunnya.

    Merujuk data Kemenkes tahun 2024, jumlah kasus dan kematian meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2023.

    “Semua menyadari penyakit DBD dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti perubahan iklim, kepadatan penduduk, dan mobilitas masyarakat. Artinya, siapa pun bisa berisiko terkena penyakit ini,” ungkap dia.

    Oleh karena itu, pencegahan yang menyeluruh perlu menjadi perhatian bersama. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, diperlukan kolaborasi lintas sektor untuk mendukung cita-cita besar kita bersama: ‘Nol Kematian Akibat DBD pada Tahun 2030′.

    Ketua Tim Kerja Arbovirosis Kemenkes,
    dr. Fadjar SM Silalahi menegaskan, “dengue adalah penyakit yang bisa mengancam nyawa, dan tidak bisa lagi menunggu sampai puncak kasus (wabah) untuk bertindak.

    Banyak masyarakat yang masih salah menganggap bahwa dengue merupakan penyakit musiman. Padahal, faktanya tidak begitu.

    “Penyakit dengue ada dan dapat menyebar sepanjang tahun, walaupun memang pada bulan-bulan tertentu kasusnya bisa melonjak secara signifikan,” tutur dokter Fajar.

    Dengan demikian, pencegahan harus menyeluruh, dimulai dari mengendalikan vektor nyamuk dengan 3M Plus, edukasi yang berkelanjutan, dan yang tidak kalah penting adalah menambah perlindungan menggunakan metode yang inovatif seperti vaksinasi.

  • Kasus DBD Meningkat, Kemenkes Gencarkan Kampanye Pencegahan Dengue

    Kasus DBD Meningkat, Kemenkes Gencarkan Kampanye Pencegahan Dengue

    JAKARTA – Peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia menjadi perhatian serius di awal tahun 2025. Hingga saat ini, tercatat lebih dari 38 ribu kasus dengan 182 kematian, menandakan bahwa penyakit ini masih menjadi ancaman nyata bagi kesehatan masyarakat.

    Meskipun sudah dikenal sejak lama, virus dengue terus menunjukkan penyebaran yang signifikan, terutama di wilayah tropis seperti Indonesia. Balita dan anak-anak menjadi kelompok paling rentan terhadap komplikasi yang ditimbulkan penyakit ini.

    Sebagai respons terhadap situasi tersebut, Kementerian Kesehatan meluncurkan kampanye masif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pencegahan DBD. Kampanye ini memanfaatkan berbagai platform seperti video edukasi, situs web interaktif, hingga pesan-pesan yang dikirimkan melalui WhatsApp. Tujuannya adalah untuk menyebarluaskan informasi yang mudah diakses dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

    “Kampanye ini menjadi awal dari gerakan nasional untuk menekan angka kejadian dan kematian akibat dengue. Harapannya, pada tahun 2030, Indonesia bisa mencapai target nol kematian karena DBD,” ujar Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, dalam pernyataannya di Jakarta.

    Dante juga menjelaskan virus dengue pertama kali muncul pada abad ke-18 dan mulai menyebar secara luas di Asia Tenggara pada tahun 1950-an, dengan Filipina menjadi negara paling terdampak saat itu. Di Indonesia, kasus pertama dilaporkan pada 1968, dimulai dari Jakarta dan Surabaya, dan sejak itu menyebar ke berbagai daerah.

    Lebih dari lima dekade berlalu, DBD masih menjadi tantangan besar di bidang kesehatan masyarakat. Penyakit ini tidak hanya berdampak pada kondisi fisik penderitanya, tetapi juga menimbulkan beban ekonomi dan psikologis bagi keluarga serta sistem kesehatan secara keseluruhan.

    Menurut Dante, mengatasi dengue bukan hanya tugas sektor kesehatan semata. “Penanganan dengue tidak bisa hanya bergantung pada penanganan medis. Pencegahan tetap menjadi strategi paling efektif,” ujarnya.

    Pemerintah terus mengampanyekan penerapan 3M Plus: menguras tempat penampungan air, menutup wadah air, dan mendaur ulang barang bekas yang bisa menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk. Tambahan dari 3M adalah langkah-langkah pencegahan lain, seperti penggunaan kelambu, obat anti-nyamuk, dan menjaga kebersihan lingkungan.

    Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, pemerintah juga mulai menjajaki penggunaan vaksin dengue. Meski saat ini vaksin tersebut masih dalam tahap uji coba di beberapa lokasi, hasil awal menunjukkan potensi besar untuk mengurangi keparahan gejala dan risiko komplikasi pada penderita.

    “Kami berharap vaksin ini ke depannya dapat digunakan lebih luas untuk membantu menekan angka kesakitan dan kematian akibat DBD,” tambah Dante.

    Melalui sinergi antara edukasi, pencegahan lingkungan, dan inovasi medis, Indonesia berupaya keras mengendalikan penyakit yang telah lama menjadi momok di wilayah tropis ini.

    Langkah kolektif dari seluruh elemen masyarakat menjadi kunci untuk mewujudkan target ambisius: Indonesia bebas kematian akibat DBD pada tahun 2030.

  • Awal Mula Wanita Tangsel Idap Gangguan Liver di Usia 21, Ini Gejala yang Dikeluhkan

    Awal Mula Wanita Tangsel Idap Gangguan Liver di Usia 21, Ini Gejala yang Dikeluhkan

    Jakarta

    Villda, seorang wanita muda asal Tangerang Selatan, membagikan kisah perjuangannya melawan gangguan liver (hati) yang sempat mengganggu hidupnya di usia sangat muda. Ia pertama kali didiagnosis mengalami gangguan fungsi hati pada tahun 2022, ketika usianya baru menginjak 21 tahun.

    Kisahnya bermula dari gejala ringan seperti mual dan tubuh yang terasa sangat lemas. Saat itu, Villda mengira dirinya hanya terkena masuk angin biasa. Namun, kondisi tubuhnya tak kunjung membaik. Setiap kali makan, ia selalu merasa mual hingga muntah. Nafsu makan menghilang, tubuh semakin lemah, dan rasa lelah terus menghantuinya.

    Merasakan ada yang tidak beres, Villda akhirnya memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter.

    “kirainnya cuman masuk angin lagi biasa,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Senin (21/4/2025).

    “Gejala yang pertama keliatan itu setiap makan pasti muntah, nafsu makan berkurang, lemes, dan parahnya ruas di badan yang gatel banget,” katanya lagi.

    Saat menjalani pemeriksaan, dokter menemukan bahwa kulit dan bagian putih matanya mulai menguning. Awalnya, dokter menduga Villda mengidap hepatitis. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan, ia dinyatakan negatif hepatitis.

    Kondisinya pun makin memburuk. Tak hanya tubuh yang makin lemas, Villda juga mengalami ruam gatal di seluruh badan, warna urine berubah menjadi kuning pekat, dan stamina tubuhnya terus menurun drastis.

    Dalam upaya mencari kejelasan, Villda tak menyerah begitu saja. Ia berkonsultasi ke tiga hingga empat dokter berbeda, bahkan sempat menjajal pengobatan tradisional dan alternatif.

    Setelah melalui berbagai upaya dan pemeriksaan mendalam, Villda didiagnosis terkena gangguan fungsi liver. Vilda mengatakan dokter menduga kondisi tersebut disebabkan oleh infeksi virus.

    “Dokter bilang karena virus demam berdarah dengue dari nyamuk (semacam dbd) yang kebetulan menyerangnya parah ke liver,” tuturnya.

    “Ditambah makanan dan istirahat ysng kurang juga. Jadi fungsi hati terganggu, Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), bilirubinnya jadi ningkat tinggi,” lanjutnya lagi.

    Proses pengobatan dan pemulihan memakan waktu yang tidak sebentar. Selama satu hingga dua tahun, Villda harus menjalani kontrol medis secara rutin setiap bulan untuk memantau kondisi darah dan fungsi hatinya.

    Selama masa pemulihan, ia diwajibkan menjalani pola hidup sehat. Ia menghindari makanan yang digoreng, membatasi asupan gula dan garam, serta beralih ke makanan rebus dan kukus. Aktivitas fisik berat, termasuk olahraga, sementara waktu harus dihentikan sampai tubuh benar-benar pulih.

    Kini, kondisi fungsi hati Villda sudah kembali normal. Ia menyebut terakhir kali menjalani pemeriksaan darah adalah pada awal 2024. Selama sakit, ia tidak sempat dirawat di rumah sakit, tetapi menjalani bed rest total di rumah.

    NEXT: Tanda-tanda Penyakit Liver

    Dikutip dari Mayoclinic, hati adalah organ yang terletak tepat di bawah tulang rusuk di sisi kanan perut. Organ ini berperan penting dalam mencerna makanan, membuang zat sisa dari tubuh, serta memproduksi berbagai zat, termasuk faktor pembekuan darah yang membantu menjaga aliran darah tetap normal.

    Penyakit hati dapat diwariskan melalui keluarga, yang disebut sebagai penyakit keturunan. Segala hal yang merusak hati juga dapat menyebabkan masalah hati, termasuk virus, penggunaan alkohol, dan obesitas.

    Seiring berjalannya waktu, kondisi yang merusak hati dapat menyebabkan jaringan parut, yang disebut sirosis. Sirosis dapat menyebabkan gagal hati, suatu kondisi yang mengancam jiwa. Namun, pengobatan dini dapat memberi waktu bagi hati untuk pulih.

    Penyakit hati tidak selalu menunjukkan gejala yang jelas atau mudah dikenali. Namun, jika gejala muncul, beberapa yang mungkin dialami antara lain:

    Menguningnya kulit dan bagian putih mata, disebut penyakit kuning. Menguningnya kulit mungkin lebih sulit terlihat pada orang berkulit hitam atau cokelat.

    Sakit perut dan bengkak.Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki.Kulit gatal.Air seni berwarna gelap.tinja berwarna pucat.Kelelahan terus-menerus.Mual atau muntah.Kehilangan selera makan.Mudah memar.

  • 22 April Memperingati Hari Apa? Ada Perayaan Internasional dan Nasional

    22 April Memperingati Hari Apa? Ada Perayaan Internasional dan Nasional

    PIKIRAN RAKYAT – Tanggal 22 April 2025 menjadi penanda penting dalam kalender global dan nasional. Di berbagai belahan dunia, hari ini diperingati sebagai Hari Bumi, sebuah momentum untuk meningkatkan kesadaran dan aksi nyata terhadap perlindungan lingkungan hidup.

    Sementara itu, di Tanah Air, Indonesia memperingati Hari Demam Berdarah Nasional, sebuah pengingat akan pentingnya kewaspadaan dan upaya pencegahan terhadap penyakit menular yang masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat.

    Dua peringatan yang jatuh pada tanggal yang sama ini, meskipun memiliki fokus yang berbeda, sama-sama menyerukan tanggung jawab dan tindakan kolektif.

    Hari Bumi mengajak seluruh umat manusia untuk merenungkan dampak aktivitas kita terhadap planet ini dan mengambil langkah-langkah konkret untuk menjaga kelestariannya.

    Di sisi lain, Hari Demam Berdarah Nasional mengingatkan akan bahaya penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pencegahan.

    Hari Bumi 

    Hari Bumi, yang diperingati setiap tahun pada tanggal 22 April, merupakan sebuah gerakan lingkungan global yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap planet Bumi.

    Inisiatif ini pertama kali dicetuskan oleh Senator Amerika Serikat Gaylord Nelson pada tahun 1970, sebagai respons terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas industri dan kurangnya kesadaran publik mengenai isu-isu lingkungan.

    Sejak saat itu, Hari Bumi telah berkembang menjadi gerakan global yang melibatkan miliaran orang di seluruh dunia.

    Berbagai kegiatan dan kampanye diselenggarakan pada hari ini, mulai dari aksi bersih-bersih, penanaman pohon, diskusi lingkungan, hingga kampanye daring untuk menyebarkan kesadaran tentang pentingnya menjaga bumi.

    Hari Demam Berdarah Nasional

    Di Indonesia, tanggal 22 April juga diperingati sebagai Hari Demam Berdarah Nasional. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan mendorong partisipasi aktif dalam upaya pencegahan.

    Demam berdarah merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

    Indonesia, sebagai negara beriklim tropis, memiliki risiko tinggi penyebaran penyakit ini, terutama pada musim hujan.  

    Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di berbagai wilayah Indonesia.

    Setiap tahun, ribuan kasus DBD dilaporkan, dan penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius, bahkan kematian, jika tidak ditangani dengan tepat.

    Ilustrasi nyamuk demam berdarah.

    Peringatan Hari Demam Berdarah Nasional menjadi momentum penting untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya langkah-langkah pencegahan, terutama pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M Plus:

    1. Menguras: Membersihkan tempat penampungan air secara rutin, seperti bak mandi, drum, dan vas bunga, minimal seminggu sekali.

    2. Menutup: Menutup rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak dapat bertelur.

    3. Mendaur Ulang: Memanfaatkan kembali atau membuang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, seperti ban bekas, botol plastik, dan kaleng.

    Meskipun fokusnya berbeda, peringatan Hari Bumi dan Hari Demam Berdarah Nasional pada tanggal 22 April 2025 memiliki benang merah yang sama, yaitu pentingnya kesadaran dan tindakan kolektif untuk menjaga keberlangsungan hidup dan kesehatan.

    Bumi yang sehat akan mendukung kehidupan yang sehat bagi seluruh makhluk hidup, termasuk manusia. Lingkungan yang bersih dan terjaga juga dapat membantu mengurangi risiko penyebaran penyakit seperti demam berdarah.

    Oleh karena itu, momentum 22 April 2025 ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk tidak hanya merayakan, tetapi juga bertindak nyata demi masa depan bumi yang lebih baik dan masyarakat yang lebih sehat.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News