Kasus: Demam berdarah dengue

  • Vaksinasi Jadi Upaya Preventif di Kutai Kartanegara Cegah Demam Berdarah Dengue

    Vaksinasi Jadi Upaya Preventif di Kutai Kartanegara Cegah Demam Berdarah Dengue

    JAKARTA – Penyakit demam berdarah dengue masih menjadi momok bagi masyarakat Indonesia, termasuk di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dalam upaya memperkuat pertahanan terhadap penyakit ini, pemerintah daerah menggencarkan program vaksinasi dengue sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk melindungi masyarakat, khususnya anak-anak, dari ancaman virus yang terus mengintai sepanjang tahun.

    Langkah ini diambil sebagai respons atas tingginya jumlah kasus dengue yang tercatat di wilayah tersebut. Pada 2024 saja, terdapat lebih dari 10.000 kasus dengue di Kalimantan Timur, dengan Kutai Kartanegara menyumbang angka terbanyak, yakni 2.802 kasus.

    Beban kesehatan yang tinggi ini tidak hanya membahayakan nyawa warga, tetapi juga mengganggu stabilitas sistem kesehatan lokal. Perubahan iklim, mobilitas penduduk yang tinggi, serta pesatnya urbanisasi turut memicu penyebaran dengue yang semakin sulit dikendalikan.

    Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah, menilai bahwa vaksinasi menjadi bagian penting dari pendekatan komprehensif dalam menghadapi dengue.

    “Kami meyakini penanggulangan dengue tidak bisa hanya bergantung pada satu pendekatan saja. Diperlukan strategi yang lebih kuat, terintegrasi, dan berkelanjutan mulai dari edukasi, pemberdayaan masyarakat, pengendalian vektor, hingga perlindungan melalui vaksinasi,” tegasnya.

    Ia menambahkan program ini menargetkan sekitar 1.550 anak sekolah dasar kelas 1 hingga 5 di Kecamatan Tenggarong.

    “Kami optimistis inisiatif ini dapat menurunkan jumlah kasus di Kutai Kartanegara, sekaligus membangun ketahanan kesehatan masyarakat melalui perlindungan yang lebih kuat dan berkelanjutan,” lanjutnya.

    Dukungan terhadap langkah ini juga datang dari Kementerian Kesehatan RI. Direktur Penyakit Menular, dr. Ina Agustina Isturini, MKM, menjelaskan bahwa pemerintah pusat sedang memperkuat strategi penanggulangan dengue melalui pendekatan yang lebih aplikatif dan terintegrasi.

    “Kami menyadari untuk mencapai tujuan besar yaitu ‘Nol Kematian Akibat Dengue pada 2030’, diperlukan langkah lanjutan yang lebih taktis, aplikatif, dan adaptif terhadap tantangan di lapangan,” ujar Ina.

    Ia juga mengapresiasi upaya Dinas Kesehatan Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, yang menurutnya menjadi contoh nyata praktik baik di tingkat daerah.

    Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Dr. dr. H. Jaya Mualimin, Sp.Kj, M.Kes, MARS, menyebutkan keberhasilan pelaksanaan vaksinasi di Balikpapan dan Samarinda menjadi dasar perluasan program ke Kutai Kartanegara.

    “Anak-anak yang telah menerima vaksinasi tidak mengalami infeksi dengue, yang artinya tingkat perlindungan terhadap penyakit ini berhasil ditingkatkan,” jelasnya.

    Ia menekankan vaksinasi bukanlah satu-satunya upaya yang dilakukan. Program seperti Gerakan 3M Plus dan edukasi lintas sektor tetap berjalan, menjadikan vaksinasi sebagai pelengkap dari keseluruhan pendekatan preventif.

    Dari sisi penyediaan vaksin, Sri Harsi Teteki selaku Direktur Medis dan Hubungan Kelembagaan Bio Farma menegaskan peran penting perusahaan dalam memperkuat sistem imunisasi nasional.

    “Kami percaya bahwa kemitraan yang sinergis antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat merupakan fondasi utama dalam membangun sistem kesehatan yang kuat dan merata,” ungkapnya. Bio Farma, bersama mitra internasional seperti Takeda, menjadi bagian dari rantai distribusi vaksin dengue di Indonesia.

    Di kesempatan yang sama, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht, juga menyampaikan pentingnya peran pencegahan dalam mengurangi dampak penyakit ini.

    Menurut Andreas sampai hari ini, dengue masih menjadi ancaman nyata dan belum ada obat yang secara khusus dapat menyembuhkannya. Ini menjadikan pencegahan sebagai kunci. Ia menekankan pihaknya berkomitmen menjadi mitra jangka panjang pemerintah dan masyarakat dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat dengue.

    “Inisiatif ini mencerminkan kolaborasi yang dibutuhkan untuk menciptakan dampak yang berkelanjutan bagi penguatan kesehatan masyarakat,” tambahnya.

    Melalui kerja sama lintas sektor yang kuat dan dukungan penuh dari berbagai pemangku kepentingan, program vaksinasi dengue di Kutai Kartanegara diharapkan mampu menjadi tonggak penting dalam perjalanan menuju target nasional eliminasi kematian akibat dengue di tahun 2030. 

  • Wali Kota Kediri Sidak Puskesmas Pesantren II, Dorong Layanan 24 Jam dan Standar Tinggi

    Wali Kota Kediri Sidak Puskesmas Pesantren II, Dorong Layanan 24 Jam dan Standar Tinggi

    Kediri (beritajatim.com) – Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke UPT Puskesmas Pesantren II di Kelurahan Singonegaran, Senin pagi (16/6/2025), untuk memastikan seluruh layanan kesehatan berjalan optimal dan sesuai prosedur medis.

    Dalam kunjungan tersebut, kepala daerah termuda di Indonesia ini meninjau seluruh unit layanan, mulai dari ruang tunggu hingga laboratorium. Ia mengecek langsung kesiapan fasilitas, kelengkapan sarana penunjang, dan kualitas pelayanan yang diterima masyarakat.

    “Kami ingin memastikan apakah pelayanan di Puskesmas ini berjalan dengan baik, apakah pelayanannya ini ramah, sesuai prosedur kesehatan dan lain sebagainya. Tapi tadi saya keliling rata-rata masyarakat kami tanyakan mereka semua puas, pelayanannya cepat kemudian juga tadi ada beberapa ruangan sarana dan prasarananya sudah bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, harapan kami ke depan bisa terus dipertahankan dan ditingkatkan,” ujar Vinanda.

    Ia juga menyoroti laboratorium di Puskesmas Pesantren II yang dinilai telah memadai, termasuk untuk pemeriksaan penyakit menular seperti Tuberkulosis (TBC) dan Demam Berdarah Dengue (DBD). “Tadi sudah cukup baik di sini, saya lihat laboratoriumnya juga sudah memadai bahkan lengkap juga, ada tes TBC, DB juga sudah ada, dan lain sebagainya. Saya lihat sudah bagus di sini,” jelasnya.

    Soal tenaga medis, Vinanda mengapresiasi program magang (internship) yang mendukung layanan kesehatan. Menurutnya, keberadaan empat dokter yang dibantu oleh tenaga magang cukup memadai untuk menangani pasien dengan cepat dan efisien.

    Wali kota muda ini juga menyampaikan harapannya agar Puskesmas Pesantren II dapat buka 24 jam ke depan, untuk menghindari keharusan warga sekitar mengakses layanan kesehatan ke wilayah lain seperti Ngletih.

    “Untuk yang ditingkatkan, pertama, syukur-syukur nanti ke depan puskesmas ini bisa buka 24 jam sehingga masyarakat yang tinggal di sini tidak jauh-jauh lagi, biasanya harus ke Ngletih ya, harapannya kalau puskesmas ini buka 24 jam nanti yang rumahnya deket di sini bisa mendapatkan pelayanan di sini,” imbuhnya.

    Menutup kunjungannya, Vinanda mengimbau seluruh puskesmas di Kota Kediri untuk terus mengutamakan keramahan dan disiplin menjalankan prosedur medis. Ia menegaskan pentingnya menjaga standar pelayanan karena puskesmas merupakan garda terdepan dalam sistem layanan kesehatan dasar.

    “Imbauan untuk puskesmas yang lain pertama tetap memperhatikan keramahan jadi ketika memberikan pelayanan harus ramah kemudian juga puskesmas harus bersih dan jangan lupa memperhatikan prosedur kesehatan. Jangan sampai puskesmas ini kan garda terdepan untuk memberikan pelayanan di bidang kesehatan. Jangan sampai tidak memenuhi prosedur sehingga salah dalam memberikan pelayanan,” tandas Vinanda. [nm/beq]

  • 15 Juni Memperingati Hari Apa Saja? Ini Daftar Lengkapnya! – Page 3

    15 Juni Memperingati Hari Apa Saja? Ini Daftar Lengkapnya! – Page 3

    Seperti dikutip dari berbagai sumber, Hari Demam Berdarah ASEAN (ASEAN Dengue Day) merupakan inisiatif penting untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap penyakit demam berdarah dengue. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di kawasan Asia Tenggara.

    Peringatan ini menjadi platform untuk berbagi informasi, strategi pencegahan, dan upaya pengendalian yang efektif. Melalui peringatan Hari Demam Berdarah ASEAN, diharapkan masyarakat semakin memahami gejala, cara penularan, dan langkah-langkah pencegahan demam berdarah.

    Pemerintah dan organisasi kesehatan juga didorong untuk meningkatkan program pengendalian demam berdarah. Serta memastikan akses terhadap layanan kesehatan yang memadai bagi masyarakat yang terinfeksi.

    Selain itu, kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan juga menjadi fokus utama dalam peringatan ini. Masyarakat diimbau untuk membersihkan tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti, seperti genangan air di ban bekas, pot bunga, dan tempat penampungan air lainnya.

  • Bupati Pasuruan Perintahkan Penanganan DBD Dipercepat, Kasus Meningkat Tajam

    Bupati Pasuruan Perintahkan Penanganan DBD Dipercepat, Kasus Meningkat Tajam

    Pasuruan (beritajatim.com) – Bupati Pasuruan, Rusdi Sutejo, meminta seluruh fasilitas kesehatan di Kabupaten Pasuruan untuk mempercepat penanganan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Instruksi ini menyusul lonjakan signifikan jumlah kasus dalam dua tahun terakhir, dengan penekanan bahwa tidak boleh ada penundaan dalam menangani penyakit mematikan ini.

    Data mencatat, pada 2023 terdapat 724 kasus DBD di Kabupaten Pasuruan, dan meningkat menjadi 824 kasus pada 2024. Bahkan hingga Mei 2025 saja, sudah tercatat 169 warga positif DBD, dengan satu korban meninggal dunia akibat komplikasi.

    “Target kita penanganan kasus DBD lebih baik. Mulai pencegahan sampai penanganan kedarurat pasien harus set-set wet. Jangan sampai menunggu lama,” tegas Bupati Rusdi Sutejo dalam arahannya.

    Ia menekankan bahwa seluruh pemangku kepentingan, termasuk petugas kesehatan, pemerintah desa/kelurahan, dan masyarakat, harus bergerak serentak dalam upaya pencegahan dan penanganan. Puskesmas diinstruksikan untuk proaktif melakukan penyuluhan, serta mencari pasien yang diduga terjangkit.

    “Seluruh puskesmas harus fast response. Tidak usah nunggu waktu yang lama. Mulai dari pencegahan sampai penanganan pasien itu sendiri,” lanjut Rusdi menegaskan pentingnya kecepatan layanan.

    Ia juga menekankan bahwa pasien DBD harus mendapatkan perawatan medis secara cepat dan tepat. Mulai dari pelayanan di Puskesmas, hingga proses rujukan ke rumah sakit bila dibutuhkan.

    “Dengan tindakan yang cepat dan tepat, saya harap kasus DBD di Kabupaten Pasuruan dapat dikendalikan dan risiko kematian akibat DBD dapat diminimalisir,” tambahnya.

    Selain itu, Bupati Rusdi mendorong sinergi antara Dinas Kesehatan, pemerintah desa, dan masyarakat. Melalui Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan sosialisasi kebersihan lingkungan, pihaknya berharap penurunan jumlah kasus bisa segera tercapai.

    “Contohnya dalam hal fogging 2×24 jam setelah ditemukan kasus DBD, sudah bisa dilakukan, pembersihan genangan air, 3M atau 4M plus untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, harus ditingkatkan agar sebaran kasus DBD bisa terus ditekan,” jelasnya.

    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan, dr. Ani Latifah, turut mengingatkan pentingnya pelaporan cepat dari fasilitas kesehatan. Ia menyebut, keterlambatan pelaporan, khususnya dari rumah sakit swasta, masih menjadi hambatan.

    “Begitu ada pelaporan, kita langsung melakukan penyelidikan epidemiologi, kemudian kita koordinasi dengan desa untuk dilakukan fogging atau cara lainnya,” kata dr. Ani.

    Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih aktif menjaga kebersihan lingkungan, terutama dengan membersihkan saluran dan genangan air yang bisa menjadi sarang nyamuk pembawa virus.

    “Masyarakat bisa mengaktifkan kegiatan bersih-bersih lingkungan dan melakukan hal-hal yang dapat memutus rantai penyebaran DBD sampai ke akarnya,” imbaunya. [ada/beq]

  • 6 Manfaat Daun Pepaya untuk Kesehatan yang Jarang Diketahui

    6 Manfaat Daun Pepaya untuk Kesehatan yang Jarang Diketahui

    Jakarta – Pepaya dikenal karena buahnya yang manis dan kaya serat. Mungkin, tak banyak yang mengetahui bahwa daun pepaya menyimpan banyak khasiat yang baik untuk kesehatan.

    Meski rasanya pahit, daun pepaya mengandung senyawa yang dapat mendukung fungsi tubuh. Apa saja manfaat daun pepaya untuk kesehatan?

    Manfaat Daun Pepaya untuk Kesehatan yang Jarang Diketahui

    Daun pepaya dapat mengobati gejala demam berdarah, menyehatkan pencernaan, hingga baik untuk kulit. Dikutip dari Healthline, begini penjelasannya.

    1. Mengobati Gejala yang Berhubungan dengan Demam Berdarah Dengue

    Daun pepaya berpotensi untuk mengobati gejala-gejala yang berkaitan dengan demam berdarah dengue (DBD). Dengue adalah virus yang ditularkan oleh nyamuk yang bisa menular ke manusia dan menyebabkan gejala seperti flu, demam, kelelahan, sakit kepala, mual, muntah, dan ruam kulit.

    Tiga penelitian yang melibatkan ratusan orang pengidap demam berdarah menemukan bahwa ekstrak daun pepaya secara signifikan meningkatkan kadar trombosit darah. Daun pepaya juga memiliki sangat sedikit efek samping.

    2. Meningkatkan Keseimbangan Gula Darah

    Daun pepaya sering digunakan sebagai terapi alami untuk mengobati diabetes dan meningkatkan kontrol gula darah dalam pengobatan tradisional di Meksiko.

    Penelitian pada tikus diabetes menemukan bahwa ekstrak daun pepaya memiliki efek antioksidan dan penurun gula darah yang kuat. Hal ini karena kemampuan daun pepaya untuk melindungi sel penghasil insulin di pankreas dari kerusakan dan kematian dini. Meski demikian, penelitian lebih lanjut pada manusia diperlukan.

    3. Menyehatkan Pencernaan

    Ekstrak daun pepaya juga sering digunakan sebagai terapi alternatif untuk meringankan gejala pencernaan yang tidak nyaman, seperti gas, kembung, dan mulas. Daun pepaya mengandung serat, nutrisi yang mendukung fungsi pencernaan yang sehat serta senyawa unik bernama papain.

    Papain dikenal dengan kemampuannya dalam memecah protein besar menjadi protein dan asam amino yang lebih kecil dan mudah dicerna. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan suplemen bubuk papain dari buah pepaya mengurangi gejala pencernaan seperti sembelit dan mulas pada orang dengan sindrom iritasi usus besar.

    4. Meredakan Peradangan

    Olahan daun pepaya sering digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi peradangan, baik internal maupun eksternal. Beberapa di antaranya yaitu ruam kulit, nyeri sendi, dan nyeri otot.

    Daun pepaya mengandung berbagai nutrisi dan senyawa tanaman dengan potensi manfaat anti-inflamasi, seperti papain, flavonoid, dan vitamin E. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya secara signifikan mengurangi peradangan dan pembengkakan pada kaki tikus yang menderita radang sendi.

    5. Menyehatkan Kulit

    Tak hanya dikonsumsi secara oral, daun pepaya juga digunakan secara topikal untuk menjaga kulit tetap lembut, bersih, dan awet muda. Enzim pelarut protein dalam daun pepaya, papain digunakan secara topikal sebagai bahan pengelupas untuk menghilangkan sel-sel kulit mati dan berpotensi mengurangi terjadinya pori-pori tersumbat dan jerawat.

    Enzim daun pepaya juga digunakan untuk meningkatkan penyembuhan luka. Dalam sebuah penelitian, dikatakan bahwa enzim tersebut bisa meminimalkan munculnya jaringan parut pada kelinci.

    6. Menyehatkan Kulit Kepala dan Rambut

    Masker dan jus pepaya sering digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan rambut dan kesehatan kulit kepala. Meski demikian, bukti tentang khasiat ini masih sangat terbatas.

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar stres oksidatif yang tinggi dalam tubuh bisa menyebabkan rambut rontok. Asupan yang kaya antioksidan bisa membantu meredakan stres oksidatif yang selanjutnya meningkatkan pertumbuhan rambut.

    Daun pepaya mengandung beberapa senyawa dengan sifat antioksidan, seperti flavonoid dan vitamin E. Meski demikian, belum ditemukan bukti yang signifikan terkait manfaat penggunaan daun pepaya secara topikal bagi proses pertumbuhan rambut.

    (elk/tgm)

  • COVID-19 Naik Lagi, Benarkah Cuma Propaganda? Ini Faktanya

    COVID-19 Naik Lagi, Benarkah Cuma Propaganda? Ini Faktanya

    Jakarta

    Setelah pencabutan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) oleh WHO pada Mei 2023, ancaman COVID-19 perlahan memang mulai terabaikan. Namun sebenarnya, virus ini belum sepenuhnya hilang. Kasus penularan tetap ada dan fluktuatif, dengan lonjakan terbaru terjadi di berbagai negara akibat varian baru NB.1.8.1, turunan dari Omicron JN.1.

    India mencatat lonjakan signifikan, dari 257 kasus aktif pada 22 Mei menjadi 3.758 kasus pada awal Juni 2025. Lonjakan serupa terjadi di West Bengal, dengan peningkatan lebih dari 20 kali lipat dalam dua minggu terakhir. Meskipun sebagian besar kasus bersifat ringan, rumah sakit di Kolkata telah menambah kapasitas isolasi untuk mengantisipasi peningkatan pasien.

    Di Australia, varian NB.1.8.1 menyebabkan peningkatan kasus, terutama di Tasmania. Otoritas kesehatan mendesak warga untuk mendapatkan vaksinasi booster COVID-19 dan vaksin flu, mengingat rendahnya tingkat vaksinasi pasca status PHEIC dicabut.

    Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi di Singapura dan Thailand. Dalam sepekan, kedua negara tersebut mencatat lebih dari 15 ribu kasus. Bahkan, Thailand melaporkan sekitar 200 ribu infeksi COVID-19 sepanjang 2025.

    Lain halnya dengan Indonesia, imbas testing COVID-19 menurun, ‘hanya’ terlaporkan 75 kasus sejak awal 2025. Pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai total kasus di lapangan bisa jauh lebih tinggi dari yang tercatat resmi.

    “Kalau naik pun nggak terdeteksi juga, nggak ada yang mau testing. Siapa sekarang yang mau testing, orang mungkin juga nggak bergejala. Testing kan nggak murah dan bukan jaman seperti COVID-19 yang tesnya bisa gratis,” jelas Pandu kepada detikcom, Senin (2/6/2025).

    Kenaikan kasus COVID-19 yang terkesan ‘tiba-tiba’ memicu beragam spekulasi, termasuk dugaan adanya propaganda terselubung. Ada yang menganggap tren tersebut seolah-olah dibuat dengan maksud dan kepentingan tertentu.

    Faktanya, meski status PHEIC atau ‘pandemi’ dalam istilah awam, dicabut, seluruh dunia belum benar-benar ‘terbebas’ dari virus COVID-19. Artinya, virus tetap bersirkulasi atau menularkan, tetapi menjadi tidak ‘ganas’ dan hanya memicu gejala ringan, atau bisa tidak bergejala sama sekali.

    Hal ini terjadi karena program vaksinasi COVID-19 yang sudah dilakukan di banyak negara. Indonesia misalnya, lebih dari 80 persen masyarakat di Tanah Air sudah menerima dua dosis vaksin COVID-19.

    Pandu juga menilai hal ini yang menjadi keuntungan Indonesia dalam menghadapi virus maupun mutasi COVID-19 belakangan. Kasus kematian bisa ditekan hingga 0 laporan, berdasarkan catatan Kemenkes RI sepanjang 2025. Pandu juga meyakini kenaikan kasus COVID-19 di banyak negara tidak perlu disikapi dengan kepanikan, termasuk mendadak berburu vaksinasi COVID-19 tambahan.

    “Kalau divaksinasi lagi nggak perlu, nggak ada evidence based vaksinasi ulang itu bisa menangani, karena imunitas yang ada saat ini sudah cukup memadai. Nanti kan jadi kontraproduktif Menkes (dituduh) jualan vaksin lagi,” beber Pandu.

    “Kita juga kan sangat beruntung sama menggunakan Sinovac, vaksin yang cukup andal, Sinovac kan virus utuh, kalau mRNA kan cuma bagian dari virus, yang suka berubah nah itu yang mengkhawatirkan di banyak negara, kalau Indonesia sih nggak perlu khawatir,” pungkasnya.

    NEXT: COVID-19 Cuma Propaganda?

    COVID-19 Cuma Propaganda?

    Mari dilihat dari laporan kasus COVID-19 setiap tahun. Catatan Our Wold in Data menunjukkan puncak kasus COVID-19 dunia terjadi pada 21 Juni 2022 dengan hampir 4 juta kasus dalam 24 jam. Sementara puncak kematian terjadi di tahun sebelumnya yakni 21 Januari 2021, mencapai 17.049 per hari.

    Tren kasus maupun kematian karena COVID-19 berangsur menurun signifikan tetapi tidak pernah benar-benar ‘lenyap’.

    Terendah konsisten di angka 2 ribu kasus selama periode Juni 2023 hingga akhir 2024. Pemicunya tidak lain karena kondisi kekebalan imunitas tubuh dan mutasi virus yang dapat memengaruhi tingkat penularan dan efektivitas vaksin.

    Kabar baiknya, sifat virus COVID-19 belakangan sudah tidak lagi mematikan, meskipun catatan infeksi melonjak. Meski begitu, pakar epidemiologi Dicky Budiman mengingatkan risiko yang bisa muncul di balik infeksi berulang.

    “Memang beruntungnya kita saat ini COVID-19 secara akut tidak menjadi masalah, ketika terinfeksi yasudah gejala-nya ringan,” beber dia kepada detikcom, Selasa (2/6).

    “Tapi ingat COVID-19 ini kalau berulang-ulang ada fase kronis lanjutan yang serius yang disebut dengan long COVID-19 yang cuma tidak bermasalah pada bagian paru-paru, tetapi ke jantung, dan organ lain,” sorot dia.

    Dihubungi terpisah, Hermawan Saputra dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) juga mewanti-wanti kemungkinan risiko fatal tidak hilang sepenuhnya. Terutama pada mereka dengan kelompok rentan. Hal ini terlihat dari laporan Thailand yang mencatat 50-an kasus kematian dari 200 ribu infeksi COVID-19.

    “Kasus-kasus lupus, kelainan-kelainan bawaan, orang dengan hipersensitivitas, itu sangat berisiko. Artinya daya tahannya, imunitasnya tidak optimal, kedua adalah orang-orang lanjut usia dan orang-orang yang punya penyakit komorbid, istilahnya, terutama pneumonia berat karena asma, kemudian ada penyakit-penyakit diabetes, itu yang harus dilindungi lebih awal,” beber dia, kepada detikcom Senin (2/6).

    Menurutnya, pemerintah perlu melakukan skrining utamanya di pintu-pintu masuk dan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) memastikan subvarian yang dominan menyebar, meski sebagian besar karakteristik virus bersifat ringan. Hal ini tetap perlu dilakukan sebagai kewaspadaan menghadapi risiko lonjakan kasus.

    Ia tidak menampik kemungkinan beberapa orang kemudian berspekulasi dan menganggap COVID-19 sebagai teori konspirasi saat lonjakan terkesan tiba-tiba terjadi.

    “Yang perlu dipahami adalah COVID-19 itu masih ada, dia selalu ada di sekitar kita, yang membedakan saat status PHEIC dicabut, karakteristik virus maupun gejalanya saat ini relatif ringan, tidak lagi memicu gejala berat, atau kasus rawat inap, karena sudah terbentuk imunitas atau kekebalan terhadap infeksi di masyarakat, baik dari paparan maupun vaksinasi,” lanjutnya.

    NEXT: Endemik tak berarti hilang dari peredaran

    Hermawan menyebut status COVID-19 saat ini sudah menjadi endemik seperti penyakit menular lain, misalnya demam berdarah dengue (DBD). Artinya, virus tetap ada tetapi dinilai tidak lagi mengkhawatirkan.

    Senada, Dicky menyebut penyangkalan akan keberadaan COVID-19 akan selalu terjadi. Terlebih, secara psikologis pandemi COVID-19 kala itu membuat banyak orang terganggu dalam segala aktivitas dan memicu kerugian serta dampak besar bagi beberapa orang secara finansial, karena mobilitas yang mendadak dibatasi. Tidak heran, kemudian muncul penyangkalan dari situasi COVID-19 belakangan.

    “Kita tidak bisa mengandalkan penyangkalan untuk kemudian meniadakan penyakit itu. Tidak akan hilang,” tegas dia.

    “Lebih bijak yang bisa dilakukan saat ini tetap menjaga perilaku hidup bersih sehat, memakai masker, mencuci tangan,” tutupnya.

    Saksikan Live DetikSore:

  • DPR perkuat kolaborasi lawan DBD dengan target 0 persen kematian

    DPR perkuat kolaborasi lawan DBD dengan target 0 persen kematian

    Indonesia sendiri menempati posisi lima besar negara dengan jumlah kasus tertinggi bersama Brasil, Kolombia, Meksiko, dan Vietnam

    Jakarta (ANTARA) – DPR RI bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia meluncurkan Presidium Kaukus Kesehatan DPR RI untuk menciptakan ruang kolaborasi lintas sektor penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan target nol kematian pada tahun 2030.

    Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Cucun Ahmad Syamsurijal menyampaikan tujuan dibentuknya Kaukus Kesehatan DPR RI adalah sebagai ruang strategis lintas komisi dan fraksi di DPR RI untuk merespons isu-isu kesehatan publik secara terintegrasi, termasuk DBD.

    “Angka kematian akibat DBD bukan hanya statistik, tapi cerminan lemahnya sistem respons kita. Ini saatnya bergeser dari pendekatan reaktif menjadi strategi kolaboratif yang proaktif dan prediktif,” kata Cucun di Gedung Nusantara, kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Senin.

    Selain itu DPR RI bersama Kemenkes juga menyelenggarakan High-Level Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Koalisi Bersama Lawan Dengue (Kobar Lawan Dengue).

    Terhitung hingga Mei 2025, Indonesia telah mencatat lebih dari 56.000 kasus DBD dengan lebih dari 250 kematian di 456 kabupaten/kota di 34 provinsi.

    Di Kabupaten Bandung tercatat 3.529 kasus dan 38 kematian. Angka ini membuat Bandung menjadi salah satu daerah dengan angka kematian tertinggi akibat DBD di Indonesia.

    Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menambahkan bahwa DBD masih menjadi ancaman serius di negara-negara berkembang. Ia menyebut bahwa 40 persen penduduk dunia berada dalam risiko tertular DBD.

    Indonesia sendiri menempati posisi lima besar negara dengan jumlah kasus tertinggi bersama Brasil, Kolombia, Meksiko, dan Vietnam.

    “Tahun 2024 mencatat lebih dari 257.000 kasus DBD dan sekitar 1.400 kematian di Indonesia. Untuk mencapai target nol kematian pada 2030, dibutuhkan kolaborasi nyata antar-stakeholder,” kata Dante.

    Cucun juga menegaskan komitmennya untuk mengawal agenda kesehatan nasional melalui fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Maka dari itu, melalui pembentukan koalisi bersama dan presidium kaukus ini, DPR RI dan Kemenkes berharap bisa mendorong secara maksimal agenda advokasi kebijakan, percepatan vaksinasi, edukasi publik berbasis data, serta memperkuat sistem deteksi dini dan respon terhadap penyakit menular seperti DBD.

    “Kolaborasi ini adalah awal dari langkah nyata, menyatukan visi dan kekuatan nasional untuk melindungi generasi bangsa. DBD bisa kita kalahkan, asal kita tidak bekerja sendiri-sendiri,” ujarnya.

    Sebagai informasi, agenda peluncuran ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, antara lain: Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari, Anggota Komisi IX DPR RI sekaligus Koordinator Presidium Kaukus Kesehatan Netty Prasetiyani Heryawan, beserta Para Ketua Kelompok Fraksi Komisi IX DPR RI.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Wali Kota Mojokerto Pimpin Langsung PSN, Temuan Jentik Nyamuk Capai 31 Persen

    Wali Kota Mojokerto Pimpin Langsung PSN, Temuan Jentik Nyamuk Capai 31 Persen

    Mojokerto (beritajatim.com) – Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari memimpin langsung kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di Lingkungan Penarip Gang 2, Kelurahan Kranggan, Kecamatan Kranggan, Jumat (23/5/2025). Dari hasil pemeriksaan di 39 rumah warga, hanya 69 persen yang dinyatakan bebas jentik nyamuk, jauh di bawah standar minimal PSN sebesar 95 persen.

    “Angka ini sangat memprihatinkan, terlebih lingkungan ini merupakan kawasan padat penduduk,” ujar Ning Ita, sapaan akrab Wali Kota Mojokerto.

    Ia menyoroti kondisi lingkungan yang tidak sehat, seperti ventilasi rumah yang buruk, tumpukan barang, serta area lembap yang menjadi tempat ideal berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti, penyebab utama Demam Berdarah Dengue (DBD).

    Lingkungan tersebut juga merupakan kawasan pendidikan, karena terdapat pondok pesantren dan lembaga pendidikan lainnya. Temuan ini menjadi peringatan keras bagi warga dan pengelola lingkungan untuk meningkatkan kesadaran dalam menjaga kebersihan.

    Ning Ita mengimbau masyarakat agar lebih aktif menjaga kebersihan lingkungan melalui kerja bakti dan gotong royong, serta menerapkan 3M Plus—Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat penampungan air, ditambah langkah pencegahan lainnya.

    “Kalau sudah sakit, baru menyesal. Maka mari kita cegah bersama-sama. Bersihkan lingkungan, lakukan 3M Plus, dan aktif dalam kegiatan PSN. Ini untuk kebaikan kita bersama. Saya turun langsung untuk menyemangati warga agar tidak lengah,” tegasnya.

    Kegiatan PSN rutin ini merupakan bagian dari strategi Pemerintah Kota Mojokerto dan para kader motivator kesehatan untuk menekan angka penyakit menular seperti DBD dan TB, sekaligus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Ning Ita juga menegaskan bahwa semua warga berhak mendapatkan akses layanan kesehatan dan bantuan sosial dari pemerintah. [tin/beq]

  • Seperti Apa Kondisi Bumi Jika Tak Ada Nyamuk? – Page 3

    Seperti Apa Kondisi Bumi Jika Tak Ada Nyamuk? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pan American Health Organization (PAHO) mengumumkan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti–vektor penyakit mematikan seperti demam berdarah dengue (DBD), chikungunya, dan demam kuning–dari Brasil pada 1958.

    Keberhasilan ini merupakan tonggak sejarah tertinggi dari kerja keras selama beberapa dekade. Pada era 1930-an, pemberantasan ambisius diterapkan untuk menghilangkan seluruh sumber air tergenang (tempat perkembangbiakan utama nyamuk) di area terdeteksinya A. aegypti.

    Setelah Perang Dunia II, otoritas melonggarkan sistem pemberantasan nyamuk ini seiring dengan keberhasilan memberantas nyamuk menggunakan senjata baru: insektisida DDT.

    Upaya PAHO tidak berhenti di perbatasan Brasil. Pada pertengahan 1970-an, Argentina, Bolivia, Cile, dan Paraguay termasuk di antara sembilan negara di Amerika Selatan dan Tengah yang berhasil memberantas A. aegypti.

    Dampak epidemiologisnya signifikan, di mana DBD dan penyakit lainnya nyaris menghilang dari negara-negara yang terpapar DDT. Ancaman penyakit-penyakit mematikan itu pun surut dari benua tersebut.

    Namun sayangnya, upaya pengendalian nyamuk gagal memperhitungkan betapa gigihnya A. aegypti. Nyamuk ini tidak pernah sepenuhnya musnah dari Kolombia atau Guyana. Dalam beberapa dekade setelah deklarasi PAHO, DBD kembali merebak.

    Nyamuk Bangkit Kembali

    Lebih buruk lagi, DDT (insektisida andalan PAHO), terungkap memiliki dampak mengerikan terhadap keanekaragaman hayati di lingkungan yang disemprot. Sentimen publik berbalik menentang alat yang tidak pandang bulu ini setelah publikasi buku seperti ‘Silent Spring’ karya Rachel Carson.

    Ya, kini situasinya berbeda. 2024 menjadi salah satu tahun terburuk untuk kasus DBD di Amerika Selatan akibat kemunculan kembali A. aegypti.

    Mengutip Popular Science, Minggu (4/5/2025), penyakit bawaan nyamuk baru seperti Zika juga muncul. Impian Amerika Selatan yang bebas hama kini terasa semakin jauh.

    Namun, tujuan untuk memberantas penyakit bawaan nyamuk di Bumi tetap menjadi prioritas utama bagi Scott O’Neill, CEO World Mosquito Program (WMP), sebuah jaringan perusahaan yang lahir dari Monash University.

     

     

  • Sebabkan Risiko Fatal hingga Kematian, DBD Jadi Tantangan Kesehatan di Indonesia – Halaman all

    Sebabkan Risiko Fatal hingga Kematian, DBD Jadi Tantangan Kesehatan di Indonesia – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Sejak pertama kali ditemukan di Indonesia pada 1968, angka kejadian demam berdarah dengue (DBD) terus meningkat.

    Peningkatan kasus DBD ini disebabkan oleh perubahan karakteristik penularan.

    Dengan kondisi ini, siapa saja menjadi lebih berisiko terjangkit DBD, tanpa memandang usia, tempat tinggal, dan gaya hidup.

    Diketahui, seseorang yang terinfeksi dengue untuk kedua kalinya mempunyai risiko lebih besar terkena demam berdarah parah yang ditandai dengan sakit perut yang parah, muntah terus-menerus, pernapasan cepat, gusi atau hidung berdarah, kelelahan, kegelisahan, darah dalam muntahan atau feses, menjadi sangat haus, kulit pucat dan dingin, serta merasa lemah.

    Berbagai gejala ini sering kali muncul setelah demamnya hilang.

    Berangkat dari kondisi ini, DBD menjadi sorotan dalam gelaran seminar dan lokakarya nasional 2025 Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) pada 29 April hingga 2 Mei 2025 di Bali.

    Ketua ADINKES dr. M. Subuh, MPPM, menyatakan, kegiatan ini memperkuat peran desa sebagai garda terdepan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit.

    “Melalui forum ini, kami mendorong sinergi antara Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan pemerintah desa untuk menghadapi berbagai tantangan kesehatan seperti hipertensi hingga dengue,” ujar dia di Jakarta, Jumat (2/5/2025).

    Kementerian Kesehatan pun mengapresiasi penyelenggaraan forum edukatif dan strategis ini.

    Melalui dukungan dari mitra strategis seperti adinkes, dapat mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat.

    Di sisi lain, dengue sampai saat ini belum ada obatnya, maka pencegahan menjadi kunci.

    Dr. dr. I Made Susila Utama, SpPD-KPTI FINASIM menjelaskan, salah satu pencegahan yang penting untuk dipertimbangkan adalah vaksinasi.

    Saat virus akibat gigitan nyamuk memasuki tubuh, tubuh akan mengeluarkan pertahanan alaminya, sehingga memutus rantai penularan virus. Namun, untuk memperoleh perlindungan yang optimal, vaksinasi dengue harus dilakukan sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh dokter.

    Pengalaman dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo dalam menerapkan metode pencegahan inovatif ini, patut diapresiasi dan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lainnya.

    Sementara itu salah satu mitra penyelenggaraan acara  Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht menyampaikan, pihaknya berkomitmen untuk mendukung upaya melawan dengue, melalui penerapan 3M Plus (menguras, menutup, mengubur/mendaur ulang, dan mempertimbangkan penggunaan metode pencegahan inovatif untuk memperkuat perlindungan dengan lebih komprehensif,” ujar Andreas.

    Forum dihadiri oleh perwakilan dinas kesehatan, dinas pemberdayaan masyarakat desa (DPMD), puskesmas, laboratorium kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS, tenaga kesehatan, akademisi/praktisi kesehatan hingga pegiat kesehatan dari seluruh Indonesia.