Kasus: Demam berdarah dengue

  • Penyebaran wolbachia bakal dilakukan di seluruh Jakbar

    Penyebaran wolbachia bakal dilakukan di seluruh Jakbar

    Jakarta (ANTARA) – Penyebaran bibit nyamuk berwolbachia bakal dilakukan di seluruh kecamatan Jakarta Barat (Jakbar) untuk mencegah penyebaran demam berdarah dengue (DBD) pada daerah itu.

    Kepala Suku Dinas Kesehatan (Kasudinkes) Jakarta Barat, Erizon Safari di Jakarta, Selasa, menyebut bahwa penyebaran kini sedang berlangsung di 1.180 titik di Meruya Utara, Kembangan, setelah sebelumnya rampung disebar di Kembangan Utara.

    “Setelah semua kelurahan di Kembangan (Kembangan Utara, Meruya Utara, Kembangan Selatan, Meruya Selatan, Joglo dan Srengseng) dilakukan penyebaran bibit nyamuk berwolbachia, akan dilanjutkan ke kecamatan lainnya di Jakarta Barat,” ucapnya.

    Ia hingga kini belum dapat memastikan waktu pasti rampungnya penyebaran wolbachia di seluruh Jakarta Barat.

    “Penyebaran ini baru berjalan sekitar tiga bulan dan baru masuk ke dua kelurahan di Kembangan,” kata dia.

    Meskipun demikian, ia menyebut bahwa efek atau hasil implementasi metode nyamuk berwolbachia terhadap penurunan kasus DBD belum dapat dinilai secara signifikan lantaran evaluasi metode itu baru bisa dilakukan dalam kurun waktu dua tahun.

    “Masih terlalu cepat untuk dapat dinilai signifikansi dari penyebaran wolbachia di Jakarta Barat. Namun, saat ini (penyebarannya) sudah masuk Meruya Utara,” katanya.

    Sebelumnya, sepanjang 2024, mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2024 jumlah kasus DBD di Jakbar terhitung fluktuatif.

    Januari tercatat 94 kasus, Februari 249 kasus, Maret 626 kasus, April 799 kasus, Mei 797 kasus.

    Kemudian, kasus DBD mulai turun sejak Juni 2024 dengan 354 kasus, kemudian pada Juli 216 kasus, Agustus 188 kasus, September 101 kasus, Oktober 79 kasus, November 97 kasus dan Desember 119 kasus.

    “Pada Januari 2025, baru ada 11 kasus DBD di Jakarta Barat,” katanya.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kasus DBD di Jakbar kembali meningkat pada triwulan IV 2024

    Kasus DBD di Jakbar kembali meningkat pada triwulan IV 2024

    Jakarta (ANTARA) – Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Jakarta Barat (Jakbar) kembali meningkat pada triwulan IV 2024 yakni dari 79 kasus pada Oktober 2024, lalu 97 kasus pada November hingga menjadi 119 kasus pada Desember.

    Kepala Suku Dinas Kesehatan (Kasudinkes) Jakarta Barat, Erizon Safari di Jakarta, Selasa, menyebut peningkatan kasus tiga bulan belakangan itu merupakan bagian dari pola yang terjadi setiap tahun.

    “Mulai Oktober sampai Desember ada kecenderungan tren peningkatan kasus DBD di Jakarta Barat,” ujarnya.

    Peningkatan kasus, kata Erizon, biasanya akan mencapai puncaknya pada April sampai dengan Juni.

    “September mulai naik, capai puncak April sampai Juni, lalu biasanya akan turun lagi,” ucap Erizon.

    Sementara itu sepanjang 2024, mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2024 jumlah kasus DBD di Jakbar terhitung fluktuatif.

    “Januari tercatat 94 kasus, Februari 249 kasus, Maret 626 kasus, April 799 kasus, Mei 797 kasus,” kata Erizon merinci data DBD yang meningkat drastis pada awal tahun.

    Kemudian, lanjut dia, kasus DBD mulai turun sejak Juni 2024 dengan 354 kasus, kemudian pada Juli 216 kasus, Agustus 188 kasus, September 101 kasus, Oktober 79 kasus, November 97 kasus dan Desember 119 kasus.

    “Pada Januari 2025, baru ada 11 kasus DBD yang tercatat di Jakarta Barat,” kata Erizon.

    Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Sudinkes Jakarta Barat, Arum Ambarsari menyebut faktor kebersihan lingkungan, genangan air serta cuaca menjadi penyebab utama meningkatnya kasus DBD di wilayah itu.

    “Faktor cuaca dan kelembapan udara di Jakarta Barat sangat potensial sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aigypti (vektor pembawa virus DBD), hal ini sulit untuk dihindari,” kata Arum.

    Namun, lanjut dia, masyarakat bisa meminimalisasi tempat perkembangbiakan nyamuk dengan cara melakukan pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M plus, yakni menguras tempat air, menutup tempat-tempat penampungan air, dan mendaur ulang berbagai barang yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat berkembang biak nyamuk Aedes Aegypti.

    “Kemudian waspada apabila ada anggota keluarga yang demam lebih dari tiga hari untuk dilakukan pemeriksaan darah. Jangan menunda-nunda karena penyakit DBD justru mencapai titik kritis saat demam sudah mulai turun (hari keempat atau kelima) dan bisa terjadi syok dan kematian,” kata Arum.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

  • 28 Orang Meninggal Akibat DBD di Lampung, Ini Langkah yang Dilakukan Pemerintah

    28 Orang Meninggal Akibat DBD di Lampung, Ini Langkah yang Dilakukan Pemerintah

    Liputan6.com, Lampung – Provinsi Lampung menghadapi tantangan serius dalam pencegahan dan pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) setelah mencatat total 9.096 kasus sepanjang tahun 2024. Data ini mencerminkan perlunya upaya strategis untuk mengatasi wabah yang terus berulang setiap tahun.

    Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Edwin Rusli menerangkan bahwa di wilayah Kabupaten Lampung Utara kasus DBD tercatat paling banyak. 

    “Di Lampung Utara ada 1.698 kasus DBD. Wilayah ini tercatat paling banyak dari 15 kabupaten-kota di Lampung,” kata Edwin Rusli, Kamis (9/1/2024).

    Dia menyebut, kasus tertinggi tercatat pada Februari dengan 1.481 laporan. Jumlahnya menurun secara signifikan setelah Agustus, namun masih mencapai 877 kasus pada Desember.

    “Kemudian, sepanjang 2024, sebanyak 28 orang meninggal dunia akibat DBD. Tingkat fatalitas kasus (CFR) tertinggi tercatat di Tulang Bawang Barat (0,52%) dan Pesawaran (0,41%),” sebutnya.

    Gubernur Lampung telah mengeluarkan Surat Edaran No. 38 tahun 2024 sebagai respons terhadap meningkatnya kasus DBD. Beberapa langkah strategis telah diterapkan, meliputi:

    1. Penguatan Surveilans Dengue, deteksi dini dan respons cepat dilakukan untuk mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB).

    2. Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), setiap rumah diwajibkan memiliki juru pemantau jentik (jumantik) guna mengurangi potensi sarang nyamuk.

    3. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN-3M Plus) masyarakat diimbau melakukan pengurasan, penutupan, mendaur ulang barang bekas, dan menggunakan larvasida.

    4. Sosialisasi Vaksin Dengue, pemerintah mulai memperkenalkan vaksin dengue sebagai langkah pencegahan jangka panjang.

    Pemerintah mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap gejala awal DBD, seperti; demam tinggi mendadak, nyeri ulu hati dan belakang bola mata, munculnya bintik merah di kulit bahkan mimisan atau muntah darah pada tahap lanjut.

    Jika gejala tersebut muncul, masyarakat diminta segera membawa pasien ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan medis. Sebagai langkah awal, pasien disarankan mengonsumsi banyak cairan dan menggunakan obat penurun demam, seperti paracetamol.

    Dengan kerja sama aktif antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan angka kasus DBD di Lampung dapat terus ditekan pada tahun-tahun mendatang.

    Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Lampung, berikut jumlah kasus DBD yang terjadi di 15 kabupaten/kota selama Januari hingga Desember 2024:

    1. Lampung Utara: 1.698 kasus (tertinggi di provinsi)

    2. Lampung Timur: 1.182 kasus

    3. Metro: 725 kasus

    4. Lampung Tengah: 712 kasus

    5. Pringsewu: 680 kasus

    6. Pesisir Barat: 491 kasus

    7. Pesawaran: 422 kasus

    8. Tanggamus: 386 kasus

    9. Tulang Bawang Barat: 385 kasus

    10. Lampung Barat: 282 kasus

    11. Way Kanan: 267 kasus

    12. Tulang Bawang: 209 kasus

    13. Mesuji: 202 kasus

    14. Bandar Lampung: 118 kasus

    15. Lampung Selatan: 109 kasus

     

     

     

  • Kasus Penyakit DBD di Ponorogo Meningkat

    Kasus Penyakit DBD di Ponorogo Meningkat

    Ponorogo, Beritasatu.com – Kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Ponorogo meningkat pada 2025. Hal itu terbukti, pada Januari 2025 sudah terdapat 21 kasus.

    Meningkatnya kasus penyakit demam berdarah dengue membuat sejumlah warga berinisiatif untuk melakukan fogging secara mandiri, langkah ini dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus demam berdarah melalui nyamuk aedes aygepti.

    Seperti yang dilakukan oleh warga di Desa Bancar, Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo, yang berinisiatif untuk melakukan fogging karena dalam dua minggu terkahir tercatat sebanyak 20 warga didesa tersebut terjangkit DBD dan harus melakukan rawat inap di sejumlah rumah sakit di Ponorogo.

    Sekretaris Desa Bancar, Nurcholis, mengatakan, lebih dari sepekan terakhir pihaknya gencar berkeliling desa untuk melakukan fogging. Pasalnya, sebagian besar warganya merasa resah karena takut jika tertular DBD melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.

    “Masih ada beberapa warga yang masih opname di rumah sakit. Sudah sepekan ini kita terus melakukan fogging keliling desa,” katanya.

    Sementara itu, jumlah pasien yang melakukan rawat inap di sejumlah rumah sakit juga terus mengalami kenaikan, seperti yang terlihat di rumah sakit muslimat, tren peningkatan pasien DBD mulai terlihat sejak Desember 2024 lalu. November 2024 tercatat hanya ada 47 pasien DBD, sedangkan pada Desember melonjak signifikan sampai 107 pasien DBD.

    “Untuk saat ini kasus DBD dari ruang dewasa dengan kapasitas bed 30 pasien, itu 30 persennya adalah DBD, namun begitu tidak semuanya pasien DBD berat, artinya DHF atau DF dengan penyerta lainnya, seperti dehidrasi,” kata Kabid Pelayanan Medis RS Muslimat dr Agitya Dwi.

    Tidak hanya pasien dewasa, pasien DBD anak-anak juga mendominasi ruang perawatan khusus anak-anak. Di mana dari total 15 Bed pasien, 40 persennya adalah pasien DBD. Sedangkan pada bulan Januari 2025 saja sudah ada 20 pasien DBD dengan 15 diantaranya masih menjalani perawatan.

    “Kalau November ke Desember memang ada tren peningkatan hingga 100 persen,” katanya.

    Hal berbeda dengan yang tercatat di Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, pada bulan Januari 2025 baru tercatat 21 pasien DBD. Namun, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya di bulan yang sama, maka terjadi peningkatan kasus yang cukup signifikan, di mana Januari 2024 hanya ada delapan kasus, Januari 2025 ada 21 kasus.

    “Memang ada peningkatan, biasanya di Januari, Februari, Maret ada peningkatan kasus DBD, jumlahnya karena seiring musim biasanya memang tinggi di bulan itu,” ujar Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Ponorogo Andik Setyorini.

  • DKI Kemarin, penyebaran nyamuk ber-wolbachia hingga vaksinasi rabies

    DKI Kemarin, penyebaran nyamuk ber-wolbachia hingga vaksinasi rabies

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa menarik terjadi di DKI Jakarta pada Jumat (10/1) yang dipublikasikan melalui kanal https://www.antaranews.com/ mulai dari penyebaran nyamuk wolbachia di Meruya Utara hingga vaksinasi hewan penular rabies.

    Berikut ulasan selengkapnya:

    1. Penyebaran wolbachia dilanjutkan di Meruya Utara Jakbar

    Pemerintah Kota Jakarta Barat (Pemkot Jakbar) melanjutkan penyebaran bibit nyamuk berwolbachia untuk menekan penyebaran kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di 1.180 titik Meruya Utara, Kembangan.

    Baca di sini

    2. Kejati-DKI bentuk tim kelola pendapatan daerah

    Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Pemerintah Provinsi DKI membentuk tim terpadu untuk optimalisasi dan perbaikan tata kelola pendapatan daerah di sektor perpajakan sebagai langkah pemberantasan korupsi.

    Baca di sini

    3. Pembangunan LRT Jakarta Fase 1B capai 42,3 persen

    Progres pembangunan LRT Jakarta Fase 1B yang menghubungkan Velodrome ke Manggarai, per akhir Desember 2024 telah mencapai 42,3 persen.

    Baca di sini

    4. 108 pompa air berfungsi baik untuk cegah banjir di Jakpus

    Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Pusat mengungkapkan seluruh pompa air yang ada di delapan kecamatan berfungsi baik untuk mencegah banjir di wilayah tersebut di tahun 2025.

    Baca di sini

    5. 9.024 hewan divaksinasi anti rabies di Jakbar

    Sebanyak 9.024 hewan penular rabies (HPR) di Jakarta Barat divaksinasi anti rabies pada 2024 untuk mendukung Jakarta menjadi kota global yang bebas rabies dan ramah hewan.

    Baca di sini

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • DKI Kemarin, penyebaran nyamuk ber-wolbachia hingga vaksinasi rabies

    Penyebaran wolbachia dilanjutkan di Meruya Utara Jakbar

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Jakarta Barat (Pemkot Jakbar) melanjutkan penyebaran bibit nyamuk berwolbachia untuk menekan penyebaran kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di 1.180 titik Meruya Utara, Kembangan.

    “Ada 1.180 titik. Sudah mulai di RW 005, RT01 Meruya Utara sejak Kamis (9/1),” kata Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat Erizon Safari melalui pesan singkat di Jakarta, Jumat.

    Erizon menyebut bahwa hal itu bergeser dari yang awalnya di Kembangan Utara, kini di Meruya Utara.

    “Penyebaran bibit nyamuk ber-Wolbachia, kita lakukan sampai seluruh RW Meruya Utara,” katanya.

    Ia menjelaskan, kecamatan-kecamatan di Jakbar, seperti Cengkareng mencatat 795 kasus DBD, kemudian Kalideres 718 kasus dan Kebon Jeruk 712 kasus selama 2024.

    Sementara itu pada tahun yang sama, di Kecamatan Kembangan terdapat 537 kasus, Taman Sari 215 kasus, Palmerah 280 kasus, Grogol Petamburan 245 kasus dan Tambora 198 kasus.

    Sementara itu per bulannya, jumlah kasus DBD di Jakbar terhitung fluktuatif mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2024.

    Pada Januari tercatat 94 kasus, Februari 249 kasus, Maret 626 kasus, April 799 kasus, Mei 797 kasus.

    Kemudian kasus DBD mulai turun sejak Juni 2024 dengan 354 kasus, kemudian pada Juli 216 kasus, Agustus 188 kasus, September 101 kasus, Oktober 79 kasus, November 97 kasus dan Desember 100 kasus.

    Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati menjelaskan bahwa pihaknya sudah memiliki rencana atau peta persebaran Wolbachia di Kembangan, Jakbar sampai dengan Juni 2025.

    Adapun dampak dari penyebaran Wolbachia, kata Ani, secara teori baru akan nampak setelah dua tahun.

    “Secara teori, apabila tujuan akhirnya adalah pengentasan nyamuk Aedes di lingkungan, itu 60 persennya itu adalah nyamuk Aedes yang ber-Wolbachia (nyamuk tidak bisa menyebarkan virus Dengue). Nah, kalau itu sudah tercapai lebih kurang sekitar dua tahun, baru dampaknya yang signifikan akan mulai dirasakan,” kata Ani pada Kamis, pertengahan November tahun lalu.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

  • Formula Pencegahan DBD di Kebumen, 292 Kasus, 1 Meninggal
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        10 Januari 2025

    Formula Pencegahan DBD di Kebumen, 292 Kasus, 1 Meninggal Regional 10 Januari 2025

    Formula Pencegahan DBD di Kebumen, 292 Kasus, 1 Meninggal
    Tim Redaksi
    KEBUMEN, KOMPAS.com
    – Sebanyak 292
    kasus demam berdarah
    dengue (DBD) terjadi di Kabupaten
    Kebumen
    , Jawa Tengah sepanjang 2024.
    Upaya pencegahan pun terus dilakukan, hingga dari jumlah tersebut hanya satu pasien yang meninggal dunia.
    Kendati demikian, pada awal 2025 sudah tercatat sebanyak 14 kasus DBD.
    Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kebumen, Aris Ekosulistiyono, menyatakan rasa syukurnya karena jumlah
    kasus DBD di Kebumen
    tergolong sedikit, terutama jika dilihat dari angka kematiannya yang hanya satu kasus.
    “Pola hidup masyarakat untuk menjaga kesehatannya sudah semakin baik, kemudian penanganan dokter dan rumah sakit juga semakin baik. Ini yang kemudian perlu ditingkatkan, agar harapannya di Kebumen zero kasus kematian akibat DBD,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (10/1/2025).
    Aris menjelaskan bahwa pemerintah terus melakukan berbagai upaya pencegahan agar kasus DBD tidak bertambah.


    Pemkab Kebumen Jumlah kasus Demam Berdarah di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah sejak tahun 2024 mencapai 292 kasus. Untuk itu, Pemkab Kebumen terus melakukan upaya pencegahan penyakit tersebut agar tidak meluas.
    Meskipun penyakit DBD tidak dapat dihilangkan sepenuhnya karena berkaitan dengan kehidupan alam, pencegahan dapat dilakukan melalui berbagai cara.
    Pertama, edukasi tentang DBD kepada masyarakat baik secara langsung maupun melalui media sosial
    Kedua, penyelidikan epidemiologi setiap ada kasus positif DBD.
    Ketiga, fogging fokus jika memenuhi kriteria
    fogging
    .
    “Dan, keempat, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang sudah dilakukan dan akan dilakukan secara serentak pada 10 dan 17 Januari 2025,” tuturnya.
    Menurut Aris, cara yang paling efektif dalam mencegah DBD adalah dengan menerapkan 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur) secara mandiri.
    Langkah ini bertujuan untuk memberantas tempat berkembang biaknya nyamuk
    Aedes aegypti
    .
    Ia juga menekankan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan yang bersih akan mengurangi risiko sarang nyamuk.
    “Warga bisa rutin memeriksa tempat penampungan air, meletakkan baju bekas pakai dalam wadah tertutup, dan menggunakan obat nyamuk,” tambahnya.
    Aris juga mengingatkan bahwa
    fogging
    bukanlah upaya pencegahan yang paling efektif dalam memberantas nyamuk
    Aedes aegypti
    .
    Ia meminta masyarakat untuk tidak selalu mengandalkan pemerintah dalam melakukan
    fogging
    , karena ada syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan Kementerian Kesehatan.
    Syarat dilakukannya
    fogging
    antara lain:
    “Jadi tidak bisa masyarakat meminta adanya
    fogging
    jika tidak memenuhi syarat-syarat di atas. Yang terpenting adalah kesungguhan kita menjaga lingkungan masing-masing,” jelasnya.
    Aris juga mengingatkan masyarakat bahwa tidak semua kasus demam berarti DBD. Ada juga kemungkinan terjadinya Demam Dengue (DD), demam Chikungunya, atau demam Tipes.
    “Saya harap masyarakat bisa lebih memahami bahwa jenis nyamuk
    Aedes aegypt
    i hanya hidup di tempat genangan air yang bersih, menggigit pada waktu pagi dan sore hari, dengan radius terbang hanya 200 meter, dan hanya nyamuk betina yang menyebabkan DBD,” tambahnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tiga kecamatan tembus 700 kasus DBD selama 2024, Ini penjelasan Jakbar

    Tiga kecamatan tembus 700 kasus DBD selama 2024, Ini penjelasan Jakbar

    Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat menjelaskan perihal tiga kecamatan di wilayah setempat, yakni Cengkareng, Kebon Jeruk dan Kalideres yang masing-masing mencatat 700 lebih kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) selama 2024.

    Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Barat, Arum Ambarsari menyebutkan bahwa jumlah penduduk dan kebersihan tampungan air yang tidak terkontrol menjadi faktor utama.

    “Jumlah penduduk yang banyak dan terdapat wilayah yang banyak perkantoran atau institusi sekolah atau pasar yang relatif tidak ada yang mengontrol kebersihan tampungan air,” kata Arum saat dihubungi di Jakarta pada Rabu.

    Adapun Kecamatan Cengkareng mencatat 795 kasus DBD, kemudian Kalideres (718 kasus) dan Kebon Jeruk (712 kasus) selama 2024.

    Pada tahun yang sama wilayah Kecamatan Kembangan mencatat 537 kasus, Taman Sari (215 kasus), Palmerah (280 kasus), Grogol Petamburan (245 kasus) dan Tambora sebanyak 198 kasus.

    Per bulannya, jumlah kasus DBD di Jakarta Barat (Jakbar) terhitung fluktuatif mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2024.

    “Januari tercatat 94 kasus, Februari (249 kasus), Maret (626 kasus), April (799 kasus), Mei (797 kasus),” kata Arum merinci data DBD yang meningkat drastis pada awal tahun.

    Kemudian, kasus DBD mulai turun sejak Juni 2024 dengan 354 kasus, pada Juli (216 kasus), Agustus (188 kasus), September (101 kasus), Oktober (79 kasus), November (97 kasus) dan Desember sebanyak 100 kasus.

    Pihaknya juga telah melakukan sejumlah langkah antisipasi serta penanganan DBD di wilayah setempat.

    “Pertama itu pemantauan vektor atau jentik nyamuk DBD dilakukan dengan mengutamakan peran serta masyarakat seperti Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan optimalisasi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) mandiri,” kata Arum.

    Selain itu, kata Arum, dengan meningkatkan promosi kesehatan tentang DBD kepada masyarakat.

    “Terus (fogging’ (pengasapan) fokus sesuai indikasi dan terus mengimbau warga untuk segera melakukan pemeriksaan apabila ada anggota keluarga yang bergejala DBD,” katanya.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Malaria-DBD Masih Ditemukan, Status KLB Nias Selatan Diperpanjang

    Malaria-DBD Masih Ditemukan, Status KLB Nias Selatan Diperpanjang

    Medan, CNN Indonesia

    Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Sumut) kembali memperpanjang status wabah non alam Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria dan demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Nias Selatan (Nisel) karena kasus kedua penyakit ini masih merebak di masyarakat.

    Kepala Dinas kesehatan (Kadinkes) Sumut Muhammad Faisal Hasrimy mengatakan perpanjangan status KLB itu berdasarkan surat keputusan (SK) Bupati Nisel Nomor 100.3.3.2/1070/2024.

    “Sehingga berdasarkan SK tersebut maka perpanjangan status KLB dilakukan tertanggal 29 Desember 2024 hingga 25 Januari 2025,” kata Muhammad Faisal Hasrimy, Senin (6/1).

    Faisal menjelaskan kasus malaria dan DBD hingga kini masih ditemukan di Kecamatan Hibala. Petugas kesehatan juga tetap melakukan pemantauan dan penanganan kasus di wilayah tersebut.

    “Perpanjangan status wabah non alam KLB Nias Selatan karena masih terjadi kasus malaria dan DBD di Kecamatan Hibala. Kasusnya masih fluktuatif,” jelasnya.

    Namun begitu, kasus malaria dan DBD yang sempat merebak di Kecamatan Pulau Pulau Batu dan kecamatan lainnya, cenderung sudah tidak lagi ditemukan.

    “Untuk kecamatan lainnya sudah tidak ditemukan lagi malaria dan DBD. Kalaupun ada, kasus yang ditemukan sudah sedikit dan tidak mengalami pelonjakan,” pungkasnya.

    (fnr/fea)

    [Gambas:Video CNN]

  • Pakar Beberkan Tantangan Kesehatan yang Dihadapi Indonesia di Tahun 2025, Ada Pandemi Baru? – Halaman all

    Pakar Beberkan Tantangan Kesehatan yang Dihadapi Indonesia di Tahun 2025, Ada Pandemi Baru? – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar Kesehatan sekaligus Epidemiolog, Dicky Budiman ungkap apa saja tantangan. Kesehatan yang akan dihadapi pada 2025. 

    “Indonesia menghadapi tantangan kesehatan yang kompleks pada 2025. Termasuk ancaman penyakit menular yang sudah ada (malaria, HIV, TBC, DHF), risiko pandemi flu burung, dan resistensi antimikroba,” ungkapnya pada Tribunnnews, Kamis (2/1/2024). 

    Selain itu, ada tantangan lagi yang mungkin dihadapi seperti zoonosis, sanitasi buruk, minim akses air bersih dan masalah gangguan gizi.

    Dampak perubahan iklim juga akan semakin memperumit upaya pengendalian penyakit.

    Lebih lanjut, Dicky pun membuat rincian potensi ancaman kesehatan utama di tahun 2025:

    1. Penyakit Menular yang Masih Menjadi Beban Besar

    Malaria, HIV, dan Tuberkulosis (TBC), diperkirakan tetap menjadi masalah besar di Indonesia pada 2025, mengingat tingkat kematian globalnya mencapai sekitar 2 juta jiwa setiap tahun.

    Malaria masih menjadi endemik di beberapa wilayah Indonesia, terutama di daerah timur seperti Papua dan Nusa Tenggara.

    Sedang HIV,  Indonesia menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan akses pengobatan antiretroviral (ARV) dan mengurangi stigma sosial.

    Tuberkulosis di Indonesia termasuk dalam daftar negara dengan beban TBC tertinggi, dan timbulnya resistensi antibiotic dapat memperburuk situasi.

    2. Flu Burung (H5N1) dan Risiko Pandemi Baru

    Flu burung tipe H5N1, yang telah menyebar luas pada unggas domestik dan liar, menjadi perhatian global dan nasional.

    “Di Amerika Serikat, kasus penularan pada manusia meningkat dengan angka kematian mencapai 30 persen dari total infeksi manusia,” imbuhnya. 

    Di Indonesia, populasi unggas yang besar dan kurangnya pengawasan ketat meningkatkan risiko transmisi ke manusia, terutama di peternakan kecil yang belum tersentuh regulasi ketat.

    Di sisi lain, ada kemungkinan terjadi pada mutasi. Satu mutasi genetik saja pada virus ini dapat membuatnya lebih mudah menular antar manusia, yang berpotensi memicu pandemi.

    3. Resistensi Antimikroba (AMR)

    Penyalahgunaan antibiotik, resep obat tidak terkontrol dan antimikroba dapat menyebabkan peningkatan kasus infeksi yang sulit diobati.

    Penyakit yang disebabkan oleh patogen resisten, seperti HIV drug resistant, TBC resisten obat, gonorrhoea resisten antibiotik dan infeksi bakteri lainnya, menjadi ancaman serius. 

    Resistensi antibiotik dapat membuat pengobatan penyakit yang sebelumnya mudah diobati menjadi sulit dan berbiaya tinggi.

    4. Zoonosis dan Penyakit Baru yang Muncul

    Penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis), seperti Mpox (cacar monyet), Ebola, Zika dan rabies, tetap menjadi tantangan.

    Terutama di daerah dengan literasi rendah, kontak dengan alam liar dan populasi hewan liar yang tinggi serta tingkat vaksinasi hewan yang rendah.

    5. Dampak Perubahan Iklim pada Penyebaran Penyakit

    Demam Berdarah Dengue (DBD): Perubahan iklim yang meningkatkan suhu dan curah hujan di beberapa wilayah memperluas habitat nyamuk Aedes aegypti, vektor utama DBD.

    Penyakit pernapasan: Polusi udara dan kebakaran hutan dapat memicu peningkatan kasus penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan asma.

    6. Lonjakan Penyakit Mental

    Masalah kesehatan mental diprediksi terus meningkat akibat stres ekonomi, ketidakpastian global, dan isolasi sosial.

    Depresi, kecemasan, dan bunuh diri menjadi tantangan utama, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.

    7. Permasalahan penyakit tidak menular

    Penyakit yang dimaksud seperti diabetes, hipertensi dan penyakit jantung serta pembuluh darah akan semakin meningkat. 

    Seiring dengan populasi penduduk di atas 60 tahun semakin meningkat, gaya sedentary life yang makin merebak. 

    Ditambah dengan pola makan minum yang tinggi kalori, lemak dan gula garam. 

    Masyarakat juga cenderung semakin terpapar polutan dan tata kota yang tidak ramah pejalan kaki dan ruang terbuka hijau semakin menjauhkan publik dari kualitas hidup sehat. 

    8. Masalah BPJS Kesehatan 

    Potensi kisruh akibat defisit dana jaminan sosial BPJS Kesehatan bisa terjadi, jika tidak ada Solusi cepat dan bijak dari pemerintah. 

    9. Krisis Kesehatan Anak dan Gizi Buruk

    Pertama malnutrisi, baik kekurangan gizi maupun obesitas, menjadi masalah besar di negara berkembang dan maju.

    Kemudian penyakit terkait gizi buruk, seperti stunting dan diabetes tipe 2 pada anak, memerlukan intervensi lebih besar. 

    Tidak cukup hanya dengan program makan bergizi gratis yang direncanakan akan dimulai di tahun 2025 

    “Selain penuh tantangan dari sisi pelaksanaannya yang memerlukan konsistensi, keberlanjutan dan kualitas, program ini juga harus disertai dengan perubahan pola hidup. Serta juga perubahan aspek atau sektor lain,” saran Dicky. 

    Perubahan ini, kata Dicky berkaitan dengan lingkungan, sanitasi, air bersih dan lain-lain . Sehingga dapat mendukung peningkatan status gizi masyarakat Indonesia. (*)