Kasus: covid-19

  • Fasilitasi Kemendag Antarkan Keripik Kultiva Dikenal hingga Mancanegara

    Fasilitasi Kemendag Antarkan Keripik Kultiva Dikenal hingga Mancanegara

    Bisnis.com, JAKARTA — Upaya perluasan produk ekspor Indonesia terus dilakukan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan menjaring calon pembeli dari luar negeri.

    PT Kultiva Indonesia Makmur alias Kultiva Co menjadi satu dari sekian usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menerima dukungan Kemendag. Kultiva Co merupakan eksportir produk makanan yang berbasis di Pademangan, Jakarta Utara.

    Suryaningsih Wibowo selaku pemilik Kultiva Co berkisah bahwa perusahaannya memiliki fokus pada produk aneka keripik seperti keripik tempe, buah, umbi umbian, dan sayur dengan jenama atau merek Woh.

    Usahanya itu berawal dari skala rumah tangga pada 2016. Berasal dari Malang, Jawa Timur, Suryaningsih perlahan memperluas bisnisnya dengan mengikuti berbagai pelatihan dan pameran di Jakarta.

    “Pada 2018, kami mendapatkan kesempatan mengikuti pameran di luar negeri untuk pertama kalinya. Pameran tersebut berlangsung di Malaysia. Saya kaget, ternyata produk kami sangat diterima, mungkin karena secara selera rasa juga dekat,” katanya kepada Tim Bisnis Indonesia Jelajah Ekspor 2025, Sabtu (5/7/2025).

    Kesempatan tersebut terus memotivasinya untuk mengembangkan bisnis. Usai menyandang status PT pada 2021, Kultiva Co akhirnya pecah telur untuk melakukan ekspor satu kontainer penuh ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

    Menurutnya, pemerintah termasuk Kemendag telah membantu mendorong kelayakan proses ekspor ini, contohnya melalui sertifikasi internasional Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) yang tidak dipungut biaya pada periode pertama.

    Terkait pameran dan business matching, dia juga menggarisbawahi andil Kemendag, salah satunya dalam Permanent Trade Exhibition (PTE). Produk Kultiva Co berhasil ditampilkan di ruang pamer yang terletak di Lantai 2 Gedung Utama, Kementerian Perdagangan setelah melalui proses kurasi.

    “Fasilitasi ini memberi calon buyer keyakinan bahwa produk yang ditawarkan berasal dari penjual yang kredibel karena mendapat dukungan pemerintah. Dengan begitu, peluang tercapainya kesepakatan pun semakin besar,” ungkapnya.

    Suryaningsih kemudian bertutur bahwa produk Kultiva Co, khususnya keripik tempe Woh telah diekspor ke 11 negara dengan pangsa pasar terbesar di Malaysia, RRT, dan Amerika Serikat (AS).

    Kapasitas ekspor Kultiva dapat mencapai 300.000 pcs atau setara dengan 6 kontainer per bulannya. Menurutnya, rata-rata nilai ekspor per kontainer itu berkisar US$21.000.

    Kultiva Co pun saat ini bersiap memperluas ekspansi produk ke pasar Eropa, antara lain Prancis dan Jerman. Dia berharap agar dukungan pemerintah terus berjalan guna memperkenalkan produk UMKM Indonesia hingga ke mancanegara.

    “Kami ingin terus membanggakan Indonesia dengan produk yang kami tawarkan. Untuk itu, kami berharap keripik Woh menjadi salah satu camilan yang selalu dirindukan oleh orang Indonesia di luar negeri,” imbuhnya.

    Upaya Pemberdayaan Masyarakat

    Suryaningsih kemudian menceritakan upaya perusahaannya dalam memberdayakan masyarakat sekitar. Saat ini, puluhan tenaga kerja Kultiva Co merupakan ibu rumah tangga dan anak putus sekolah.

    Situasi ini berawal dari hantaman pandemi Covid-19. Kultiva Co membuka pintu untuk berbagai lapisan masyarakat agar dapat tetap berpenghasilan, selagi perusahaanya terus berupaya untuk terus beroperasi.

    “Di tempat kami memang tidak melihat ijazah, tetapi menilai karakternya, apakah mau belajar dan apakah mau benar-benar mengikuti instruksi pekerjaan yang diberikan,” urainya.

    Adapun, berdasarkan catatan Bisnis, Menteri Perdagangan Budi Santoso atau yang populer disapa dengan Mendag Busan mengatakan bahwa UMKM Tanah Air memiliki potensi besar untuk memperlebar sayap ke pasar internasional.

    Menurut Mendag Busan, dukungan seluruh pihak untuk segmen UMKM perlu terus didorong agar target pertumbuhan ekspor nasional sebesar 7,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi US$294,45 miliar pada 2025 dapat tercapai.

    “Kita memiliki banyak potensi ekspor, tapi terkadang tidak tahu bagaimana caranya mengekspor dan sebagainya. Pemerintah tentu tidak bisa berjalan sendiri. Untuk itu, dukungan pelaku usaha dan media sangat penting guna mendorong program UMKM Berani Inovasi, Siap Adaptasi (BISA) Ekspor berjalan dengan baik,” katanya usai melakukan pelepasan Jelajah Ekspor 2025 di Wisma Bisnis Indonesia, Rabu (25/6/2025).

  • Deretan Virus yang Pernah Mewabah di Indonesia Selama 10 Tahun Terakhir

    Deretan Virus yang Pernah Mewabah di Indonesia Selama 10 Tahun Terakhir

    Jakarta

    Dalam satu dekade terakhir, Indonesia telah menghadapi berbagai wabah virus yang berdampak signifikan terhadap kesehatan masyarakat. Beberapa di antaranya menimbulkan kepanikan global, seperti COVID-19, sementara yang lain silih berganti dalam skala lokal.

    Menyadari wabah ini penting untuk meningkatkan kewaspadaan diri. Berikut sejumlah virus yang pernah mewabah di Indonesia selama 10 tahun terakhir.

    Deretan Virus Yang Pernah Mewabah di Indonesia Selama 10 Tahun Terakhir

    Ada banyak virus yang pernah mewabah di Indonesia selama 10 tahun terakhir. Berikut tujuh di antaranya:

    1. SARS COV-2

    SARS-COV-2 merupakan virus penyakit COVID-19. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada bulan Desember tahun 2019 di Wuhan, Tiongkok.

    Dikutip dari laman Live Science, studi tahun 2021 menunjukkan, SARS-COV-2 kemungkinan berasal dari kelelawar, berpindah melalui hewan perantara dan menginfeksi manusia. Virus ini bisa menimbulkan risiko yang lebih tinggi bagi orang dengan kondisi kesehatan bawaan, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan obesitas.

    Dikutip dari buku Tanya Jawab Seputar Virus Corona, beberapa gejala dari COVID-19 adalah demam, batuk kering, sesak napas, nyeri tenggorokan, pegal-pegal atau merasa kelelahan. Di Indonesia, tercatat 6.811.780 kasus COVID 19 di Indonesia hingga tahun 2023. Angka kematiannya mencapai 161.865 orang.

    2. Avian Influenza

    Avian influenza menyebabkan penyakit flu burung. Meski penyakit ini umumnya menginfeksi burung, beberapa strain dari virus mampu menginfeksi manusia dan menyebabkan gejala yang serius hingga fatal.

    Flu burung pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 2003. Berdasarkan data dari WHO dari tahun 2003-2023, terdapat 458 kematian akibat flu burung pada manusia. Sebanyak 168 di antaranya terjadi di Indonesia.

    3. Dengue

    Dengue merupakan virus utama yang menyebabkan penyakit demam berdarah lewat nyamuk Aedes aegypti. Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, tahun 2024 tercatat sebagai puncak kasus DBD di Indonesia dengan lebih dari 1.400 kematian.

    Gejala utama penyakit DBD meliputi demam mendadak yang tinggi, mencapai suhu hingga 39 derajat celcius. Demam berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, kemudian turun dengan cepat. Adapun gejala lainnya mencapai nyeri kepala, menggigil, lemas, nyeri di belakang mata, otot, dan tulang, ruam kulit kemerahan, kesulitan menelan makanan, mual, muntah, hingga timbul bintik-bintik merah pada kulit.

    4. Chikungunya

    Seperti namanya, virus chikungunya merupakan penyebab dari penyakit chikungunya yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

    Dikutip dari laman Universitas Airlangga, sepanjang tahun 2019, terdapat 5.042 kasus chikungunya yang ditemukan tersebar di 20 provinsi di Indonesia. Sementara itu, diberitakan oleh detikcom, di awal tahun 2025, terdapat 17 warga Kota Kediri dan 37 warga Tasikmalaya yang terkena penyakit ini. Gejala akut penyakit chikungunya meliputi demam dan nyeri sendi.

    5. Virus Hepatitis A

    Virus hepatitis A adalah virus hepatitis paling umum yang bekembang menjadi masalah kesehaan di seluruh duna. Pada tahun 2019, Kementerian Kesehatan melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa di Pacitan dengan 1.326 kasus dan Depok 306 kasus.

    Tingkat infeksi hepatitis A berkaitan erat dengan akses makanan atau air minum yang tidak aman, sanitasi yang tidak memadai, hingga faktor sosial ekonomi, seperti kepadatan penduduk. Gejala Hepatitis A biasanya meliputi pusing, mata dan kulit menjadi kuning, mual dan muntah, sakit tenggorokan, diare, dan tidak nafsu makan.

    6. Rabies

    Kasus rabies pada manusia didapatkan melalui gigitan anjing dan hewan liar lainnya yang bertindak sebagai reservoir virus di berbagai dunia. Pada bulan April tahun 2023, Kementerian Kesehatan mengumumkan ada 31.113 kasus rabies dan 11 kematian dengan 95% disebabkan oleh gigitan anjing. Kejadian luar biasa (KLB) rabies terjadi di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.

    Dilaporkan bahwa dari tahun 2021-2023, kasus gigitan hewan rabies mencapai lebih dari 80.000 kasus dengan rata-rata kematian mencapai 68 orang. Adapun gejala dari rabies yaitu, demam, badan lemas, sakit kepala hebat, insomnia, kesemutan, hingga sakit tenggorokan.

    7. Morbili

    Virus morbili adalah penyebab dari penyakit campak. Berdasarkan data WHO pada tahun 2015, Indonesia termasuk 10 terbesar di dunia dengan kasus campak. Kasus di Indonesia mengalami peningkatan akibat penurunan cakupan imunisasi pada masa pandemi.

    Dikutip dari jurnal Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Risiko Penyakit Campak pada Balita di Puskesmas Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, terdapat 8.819 kasus probable campak pada tahun 2019, naik dari tahun 2018. Jawa Tengah memiliki kasus probable campak tertinggi dengan 1.562 kasus, diikuti oleh Jakarta dengan 1.374 kasus, dan Aceh 972 kasus.

    Sementara, menurut data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), di tahun 2022 angka kasus campak meningkat hingga 3.342. Beberapa gejala dari campak di antaranya demam mencapai 40 derajat celcius, batuk kering, mata merah, pilek, ruam, dan bintik koplik.

    (elk/tgm)

  • COVID-19 Varian Stratus Naik di Asia, Pakar Soroti Gejala Khas Suara Parau

    COVID-19 Varian Stratus Naik di Asia, Pakar Soroti Gejala Khas Suara Parau

    Jakarta

    Muncul lagi varian COVID-19 baru yang dinamai ‘Stratus’. Varian ini dikategorikan menjadi strain rekombinan keturunan Omicron lantaran menginfeksi seseorang dengan dua strain COVID-19 sekaligus, alias menjadi varian hibrida baru.

    Namanya secara ilmiah dikenal sebagai XFG. Strain ini dianggap lebih menular daripada strain sebelumnya karena mutasi membuat varian tersebut mampu menghindari sistem kekebalan tubuh. Total kasusnya melonjak dari semula 10 persen menjadi hampir 40 persen dari keseluruhan kasus yang tercatat di Inggris. Peningkatan juga terjadi di India.

    “Strain COVID-19 Stratus menyebar dengan cepat,” kata Profesor Lawrence Young, seorang ahli virus di Universitas Warwick kepada MailOnline.

    “Mengingat kekebalan terhadap COVID-19 mulai menurun di masyarakat akibat menurunnya penerimaan vaksin booster dan penurunan infeksi COVID-19 dalam beberapa bulan terakhir, lebih banyak orang rentan terhadap infeksi XFG dan XFG.3.”

    “Hal ini dapat menyebabkan gelombang infeksi baru, tetapi sulit untuk memprediksi sejauh mana gelombang ini,” tambahnya.

    Gejala Khas Suara Parau

    Sebagian besar gejala Stratus mirip dengan jenis sebelumnya. Menurut layanan kesehatan Inggris, gejala-gejala varian COVID-19 Stratus meliputi sesak napas, kehilangan atau perubahan pada indra penciuman atau perasa, merasa lelah atau letih, suhu tinggi atau menggigil, hidung tersumbat atau berair, badan pegal-pegal, batuk terus-menerus, sakit tenggorokan, sakit kepala, diare, gangguan nafsu makan, dan merasa mual.

    Namun, menurut Dr Kaywaan Khan, dokter umum Harley Street dan Pendiri Klinik Hannah London, salah satu gejala varian Stratus yang paling ketara adalah suara serak, yang meliputi suara parau atau hoarse voice.

    Dokter menambahkan gejalanya cenderung ringan hingga sedang secara umum dan jika seseorang dinyatakan positif, mereka harus tinggal di rumah dan mengisolasi diri karena COVID-19 varian Stratus sangat menular.

    Gejala khas yang sama juga disoroti pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia. Meski begitu, kemunculan subvarian baru termasuk rekombinan menurutnya akan terus terjadi dan masyarakat tidak perlu panik.

    “Varian XFG kini telah masuk dalam kategori variant under monitoring (VuM) atau dalam pemantauan sejak akhir Mei 2025 karena penyebarannya yang cukup cepat. XFG merupakan varian rekombinan yang berasal dari subvarian JN.1. Kasusnya saat ini cukup tinggi di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk India,” jelasnya kepada detikcom saat dihubungi Senin (7/7/2025).

    “Namun, hingga kini tidak ada indikasi bahwa varian ini menyebabkan peningkatan keparahan atau angka kematian yang signifikan. Memang terjadi gejala khas suara serak atau pecah, tetapi tetap tergolong ringan. Masyarakat tidak perlu panik, karena protokol kesehatan dasar seperti pola hidup bersih dan sehat serta pemakaian masker masih efektif untuk mencegah penularan,” imbaunya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

    Habis Nimbus Terbit Stratus

    6 Konten

    Setelah Nimbus atau NB.1.8.1, variant baru COVID-19 muncul lagi dengan julukan Stratus yang mencakup varian XFG dan XFG.3. Disebut-sebut, salah satu gejala khasnya adalah suara serak dan parau.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Farhan Pastikan Teras Cihampelas Tak Jadi Beban Pemkot Bandung
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        7 Juli 2025

    Farhan Pastikan Teras Cihampelas Tak Jadi Beban Pemkot Bandung Bandung 7 Juli 2025

    Farhan Pastikan Teras Cihampelas Tak Jadi Beban Pemkot Bandung
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Wali Kota
    Bandung
    , Muhamad
    Farhan
    , menegaskan bahwa Pemerintah Kota Bandung telah menganggarkan perawatan dan pemeliharaan
    Teras Cihampelas
    .
    Farhan, yang sebelumnya menjabat sebagai anggota Komisi I DPR RI, membantah anggapan bahwa Teras Cihampelas menjadi beban keuangan bagi pemerintah daerah.
    “Enggak akan (jadi beban). Karena bagaimana pun juga kita mesti menjaga aset,” kata Farhan di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Kota Bandung,
    Jawa Barat
    , Senin (7/7/2025).
    Farhan juga memastikan tidak ada pembongkaran konstruksi skywalk Teras Cihampelas.
    “Sampai hari ini saya belum dapat rekomendasi dari BPK untuk pelepasan aset,” akunya.
    Selain itu, Farhan mengungkapkan rencana
    renovasi
    Teras Cihampelas dan memperbaiki kerusakan yang ada.
    “Teras Cihampelas sudah pasti akan kita renovasi oleh Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga. Kemudian pencahayaan akan ditangani oleh Dishub, tapi khusus untuk (pencahayaan) di atas sama di pedestrian,” ungkapnya.
    Meski belum merinci jumlah anggaran, Farhan memastikan, dana untuk renovasi dan pemeliharaan Teras Cihampelas sudah tersedia.
    “Anggaran renovasi dan pemeliharaan Teras Cihampelas dibagi ke beberapa dinas yang memiliki keterkaitan seperti DSDABM, Satpol PP, Dinas Perhubungan, Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman hingga kewilayahan setempat,” jelasnya.
    Farhan menambahkan, pemeliharaan normal selama ini sudah ada anggaran, meskipun jumlahnya kecil.
    “Itu selama ini diserahkan kepada wilayah. Jadi nanti kita akan bikin sedemikian rupa sehingga akan ditanggung oleh DPKP, DSDABM, Kewilayahan, Satpol PP, dan Dishub. Jadi dibagi rata, tergantung dari mereka alokasinya,” bebernya.
    Farhan juga mengakui bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kembali ke APBD Kota Bandung dari Teras Cihampelas sangat kecil, bahkan tidak ada.
    Hal ini disebabkan oleh minimnya perputaran ekonomi di kawasan tersebut, terutama selama pandemi Covid-19.
    “Karena semua anggaran pemeliharaan Teras Cihampelas itu dulu hanya diserahkan kepada dua dinas yaitu Dinas Koperasi dan KUKM serta DSDABM. DSDABM hanya melakukan perbaikan-perbaikan, sedangkan Dinas Koperasi itu menyelenggarakan kegiatan UMKM,” tutur dia. 
    “Kemudian dari PAD atau kontribusi yang didapatnya baru dibelanjakan. Tapi ketika si UMKM-nya tidak ada, otomatis tidak ada uang masuk. Jadi sekarang mau tidak mau kita intervensi,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perbedaan Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Perbedaan Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Jakarta

    Sebuah varian COVID-19 baru yang dijuluki varian Stratus kini menyebar luas di Inggris Raya. Beberapa ahli memperingatkan bahwa strain ini menunjukkan resistensi terhadap imunitas yang sudah ada.

    COVID-19 Stratus memiliki dua varian utama, yaitu XFG dan XFG.3. Menurut Badan Keamanan Kesehatan Inggris atau UK Health Security Agency (UKHSA), varian XFG.3 saat ini menyumbang proporsi kasus yang lebih besar dibandingkan varian individu lainnya. Secara gabungan, XFG dan XFG.3 saat ini menyumbang sekitar 30 persen dari total kasus COVID-19 di Inggris.

    “Adalah normal bagi virus untuk bermutasi dan berubah seiring waktu,” kata Dr Alex Allen, Konsultan Epidemiologi UKHSA kepada The Independent dikutip Senin (7/7/2025).

    Ia menambahkan bahwa UKHSA terus memantau semua strain COVID-19 yang beredar di Inggris. Meskipun banyak ahli memperingatkan tentang sifat infeksiusnya yang tinggi, Dr Allen mencatat bahwa berdasarkan informasi yang tersedia sejauh ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa varian XFG dan XFG.3 menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian sebelumnya, atau bahwa vaksin yang saat ini digunakan akan kurang efektif melawannya.

    Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), per 22 Juni, strain Stratus menyumbang 22,7 persen dari kasus COVID global. WHO telah menetapkan Stratus sebagai “varian yang dalam pengawasan” (variant under monitoring), namun menyatakan bahwa bukti yang ada saat ini menunjukkan risiko rendah terhadap kesehatan masyarakat global

    Beda Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Penyebaran varian baru ini terjadi di tengah masih beredarnya varian COVID lainnya di Inggris. Bulan lalu, varian Nimbus diketahui menyebabkan gejala sakit tenggorokan parah seperti tersayat pisau.

    Sementara itu COVID-19 varian stratus menimbulkan gejala suara serak. Meski demikian belum ada bukti varian ini menyebabkan gejala yang lebih parah.

    “Salah satu gejala varian Stratus yang paling kentara adalah suara serak, yang meliputi suara serak atau parau”, kata Dr Kaywaan Khan, Dokter Harley Street dan pendiri Hannah London Clinic, kepada Cosmopolitan UK.

    Lebih lanjut, pasien juga melaporkan batuk kering, sakit tenggorokan, dan gejala COVID-19 umum lainnya seperti demam, nyeri otot, dan kelelahan.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

    Habis Nimbus Terbit Stratus

    6 Konten

    Setelah Nimbus atau NB.1.8.1, variant baru COVID-19 muncul lagi dengan julukan Stratus yang mencakup varian XFG dan XFG.3. Disebut-sebut, salah satu gejala khasnya adalah suara serak dan parau.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Perbedaan Gejala COVID-19 Varian Stratus VS Varian Nimbus

    Dokter Ungkap Gejala Unik COVID-19 ‘Stratus’, Picu Lonjakan Kasus di Inggris

    Jakarta

    Strain baru COVID-19 kini menyebar dengan cepat di Inggris dan menjadi varian dominan hanya dalam hitungan minggu. Para ahli menyebut strain ini memiliki kemampuan menghindari respons kekebalan tubuh. Varian tersebut secara resmi dikenal sebagai XFG dan dijuluki ‘Stratus’, serta diketahui memiliki salah satu gejala yang cukup khas.

    Pada bulan Mei, varian Stratus tercatat menyumbang 10 persen dari seluruh kasus COVID-19 di Inggris. Namun, pada pertengahan Juni, angkanya melonjak menjadi 40 persen. Saat ini, terdapat dua subvarian Stratus yang beredar, yaitu XFG dan XFG.3.

    Sebelumnya, para ahli melaporkan varian ‘Nimbus’ atau NB.1.8.1 tengah menyebar luas di berbagai wilayah, menyebabkan gejala seperti sakit tenggorokan yang tajam seperti tertusuk silet, disertai gejala COVID-19 lainnya. Namun kini, Stratus telah menggantikan Nimbus sebagai varian dominan, dengan gejala uniknya sendiri.

    Gejala Tak Biasa COVID-19 Stratus

    Dokter umum di Harley Street sekaligus Pendiri Hannah London Clinic, dr Kaywaan Khan mengatakan Stratus memiliki mutasi spesifik pada protein spike (lonjakan) yang memungkinkannya menghindari antibodi dari infeksi sebelumnya maupun vaksinasi, tidak seperti varian lainnya.

    dr Khan menegaskan Stratus tidak tampak lebih berat atau lebih parah dibandingkan varian sebelumnya. Namun, ada satu gejala yang dinilai cukup khas.

    “Salah satu gejala paling mencolok dari varian Stratus adalah suara serak atau parau,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa secara umum, gejala Stratus tergolong ringan hingga sedang.

    Ia juga menyarankan, apabila seseorang mendapatkan hasil tes positif, sebaiknya tetap tinggal di rumah dan menjalani isolasi, karena Stratus merupakan varian yang sangat mudah menular.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Stratus sebagai variant under monitoring (VUM) dan terus memantau penyebaran strain tersebut. Stratus menyumbang 22 persen dari semua kasus di seluruh dunia.

    (suc/kna)

  • Motor Listrik Jadi Jurus China untuk Populerkan Baterai Garam

    Motor Listrik Jadi Jurus China untuk Populerkan Baterai Garam

    Jakarta

    China sedang gencar memasarkan baterai sodium ion. Kali ini, mereka melakukannya lewat skuter listrik.

    Puluhan skuter listrik berjejer di depan sebuah mal di Hangzhou, China. Bentuknya mirip seperti vespa, sehingga menarik para pejalan kaki untuk mencobanya.

    Skuter yang dijual dengan harga US$400 (Rp6,5 juta) hingga US$660 (Rp10,8 juta) ini tidak menggunakan baterai ion litium yang biasanya dipakai pada motor listrik. Skuter-skuter ini menggunakan baterai yang terbuat dari natrium, bahan yang diekstraksi dari garam laut.

    Di samping skuter-skuter itu, terdapat beberapa tempat pengisian daya. Yadea, produsen motor terbesar di China, mengatakan baterai skuter listrik bisa dicas dari 0% menjadi 80% dalam 15 menit.

    Ada juga stasiun yang memungkinkan pengguna menukar baterai yang sudah habis dengan baterai baru hanya dengan memindai kode QR.

    Yadea hanyalah satu dari banyak perusahaan China yang mengembangkan alternatif teknologi baterai yang kompetitif. Tren ini menunjukkan betapa cepatnya perkembangan industri teknologi hijau di China.

    Ketika seluruh dunia masih berusaha mengejar China untuk membuat baterai litium yang murah, aman dan efisien, perusahaan-perusahaan China sudah mulai memproduksi baterai sodium ion secara massal. Baterai sodium ion menjadi alternatif yang bisa membantu mengurangi ketergantungan industri pada bahan baku mineral utama.

    Pada April 2025, produsen baterai terbesar di dunia asal China, CATL, mengumumkan rencana mereka untuk memproduksi massal baterai sodium ion untuk truk dan kendaraan berat di bawah merek baru bernama Naxtra.

    Operator jaringan listrik China juga sudah mulai membangun stasiun-stasiun penyimpanan energi yang menggunakan baterai sodium ion.

    Menurut sejumlah peneliti yang diwawancarai BBC, stasiun penyimpanan energi menjadi ranah utama yang paling menjanjikan bagi teknologi yang sedang berkembang ini.

    Menurut Cory Combs, strategi perusahaan-perusahaan China yang menggunakan berbagai pendekatan dalam mengembangkan baterai sodium ion akan menjadikan mereka yang terdepan dalam persaingan global, kalau nantinya memang ada perlombaan dalam sektor ini. Masih perlu dilihat lebih jauh apakah baterai sodium ion akan benar-benar berkembang pesat.

    Namun, ada satu sektor yang berinvestasi banyak pada baterai sodium ion, yakni sepeda motor. Ini adalah sektor yang tumbuh pesat dan sangat kompetitif di China.

    Yadea telah meluncurkan tiga model motor listrik yang menggunakan baterai sodium ion. Mereka berencana memasarkan lebih banyak model lagi.

    Perusahaan ini juga mendirikan Hangzhou Huayu New Energy Research Institute untuk meneliti alternatif baterai baru, terutama baterai natrium-ion.

    “Kami ingin membawa teknologi dari laboratorium ke pelanggan dengan cepat,” kata Wakil Presiden Senior Yadea, Zhou Chao, dalam talk show di China Central Television pada Januari.

    ‘Keledai listrik kecil’

    Kendaraan roda dua amat populer di banyak negara Asia, termasuk Vietnam dan Indonesia. Di China, motor biasanya digunakan untuk pergi ke pasar, ke kantor, ke stasiun kereta, dan banyak tempat lainnya yang tergolong dekat. Orang-orang China menjuluki motor sebagai ‘keledai listrik’ karena praktis dan serbaguna.

    “Kendaraan roda dua biasanya dipakai untuk jarak yang lebih pendek dengan kecepatan yang lebih lambat [dibanding mobil], sehingga penggunaan energinya lebih kecil,” kata Chen Xi, peneliti di Xi’an-Jiaotong Liverpool University di China.

    Baterai sodium ion menyimpan energi lebih sedikit dibandingkan baterai litium dalam ukuran yang sama. Itu artinya, densitas energinya lebih rendah.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Pesaing utama baterai sodium ion untuk kendaraan roda dua adalah baterai asam timbal, yang densitas energi dan siklus isi ulangnya lebih rendah. Xi mengatakan baterai asam timbal juga lebih murah dibandingkan baterai litium.

    Banyaknya pengguna motor di Asia membuka peluang yang menjanjikan secara ekonomi. Di China saja, sekitar 55 juta motor listrik terjual pada 2023, hampir enam kali lipat dari total penjualan mobil listrik, mobil hibidra, dan mobil berbahan bakar minyak, menurut konsultan iResearch.

    Getty Images

    Yadea punya misi memproduksinya secara massal. Dalam sebuah talk show, Zhou mengatakan bahwa Yadea berupaya membangun ekosistem pengisian daya yang memudahkan pengguna.

    Menurut laporan media lokal, perusahaan ini telah melakukan uji coba pasar pada 2024 dengan melibatkan 150.000 kurir pengiriman makanan di Shenzen, kota dengan populasi 17,8 juta orang.

    Tujuan dari uji coba itu adalah memungkinkan pengguna mengganti baterai sodium ion yang sudah habis dengan baterai yang sudah terisi penuh di stasiun penukaran dalam waktu 30 detik.

    Baca juga:

    Yadea dan perusahaan-perusahaan lainnya seperti perusahaan penukaran baterai Dudu Huandiantelah berkembang pesan di Shenzen. Mereka bahkan ingin menjadikan Shenzen sebagai “kota penukaran baterai”.

    Mereka menargetkan akan membuat 20.000 tempat pengecasan daya atau penukaran baterai untuk berbagai jenis baterai motor listrik pada 2025. Mereka juga menargetkan jumlahnya mencapai 50.000 stasiun pada 2027, menurut Asosiasi Industrri Sepeda Motor Listrik Shenzen.

    Kota Shenzen bahkan telah memiliki “taman penukaran baterai” dan berencana membangun ekosistem di mana warganya bisa menemukan stasiun penggantian baterai setiap lima menit.

    Sempat terlupakan

    Baterai sodium ion dan litium ion punya struktur serupa. Perbedaan utamanya ada pada ion yang digunakan, yakni partikel yang berpindah bolak-balik antara sisi positif dan negatif baterai untuk menyimpan dan melepaskan energi.

    Sodium dapat ditemukan di lautan dan kerak bumi, sehingga 400 kali lebih melimpah dibanding litium. Oleh sebab itu, sodium ion lebih mudah dijangkau dan lebih mudah untuk diproduksi secara massal. Ini juga bisa menjadi solusi bagi masalah rantai pasok yang dihadapi industri baterai saat ini.

    Sebagian besar bahan baku litium ditambang di Australia, China dan Cile. Namun, pengolahannya terkonsentrasi di China. Negara ini memiliki hampir 60% kapasitas pengolahan litium di dunia.

    Baterai sodium ion bukanlah temuan baru. Riwayatnya bersinggungan dengan pengembangan baterai litium ion. Penelitian dan pengembangan terhadap kedua jenis baterai ini telah dimulai sejak setengah abad lalu, dipimpin oleh Jepang.

    Perusahaan elektronik Jepang, Sony, meluncurkan baterai litium ion pertama di dunia pada 1991. Kesuksesan komersial baterai litium ion menyebabkan pengembangan teknologi sodium ion terhenti sampai awal dekade ini. Pada saat itu, China telah menjadi kekuatan dominan dalam industri baterai global.

    Tahun 2021 menjadi titik balik bagi baterai sodium ion. Harga baterai litium melonjak tajam di pasar global, meningkat lebih dari empat kali lipat dalam setahun akibat tingginya permintaan pasar pada kendaraan listrik saat pandemi Covid-19. Produsen baterai dan kendaraan listrik pun mulai mencari alternatif.

    CATL meluncurkan baterai sodium ion pertamanya pada Juli 2021. Langkah itu “menyulut minat tinggi di industri”, kata pendiri media CnEVPost di Shanghai, Phate Zhang.

    Menurutnya, harga litium yang terus melonjak pada 2022 mendorong perusahaan-perusahaan China beralih ke sodium.

    “Ketersediaan sodium yang melimpah dan keinginan China memiliki rantai pasok baterai yang terjaga menjadi pendorong utama penelitian dan pengembangannya,” kata Direktur di Asia Society Polity Institute, Kate Logan.

    Saat harga litium melonjak, China mengimpor sekitar 80% bijih litium yang diolahnya, terutama dari Australia dan Brasil. Zhan mengatakan, salah satu alasan China adalah karena produsen baterai besar seperti CATL dan Gotion sudah memperluas kapasitas pengelolaah litium mereka. China juga berupaya menemukan dan mengembangkan cadangan litium mereka di dalam negeri.

    Akibatnya, kata Combs, “demam” sodium ion mereda dalam dua tahun terakhir.

    “Litium kembali unggul di China.”

    Alasan keamanan

    Bagi banyak pihak, ada alasan bagus lainnya untuk mengembangkan baterai sodium ion. Salah satunya adalah keamanan.

    Pada 2024, China dikejutkan oleh serangkaian peristiwa kebakaran baterai. Sebagian besar disebabkan oleh kebakaran baterai litium ion pada kendaraan roda dua.

    Risiko kebakaran di stasiun penyimpanan energi juga telah menjadi perhatian global. Pada Januari 2025, kebakaran terjadi di salah satu fasilitas penyimpanan energi di dalam pabrik baterai besar di California, AS.

    Beberapa pakar industri percaya bahwa baterai sodium ion lebih aman. Baterai jenis ini lebih kecil kemungkinannya mengalami panas berlebihan hingga kebakaran apabila dibandingkan dengan baterai litium. Itu karena sifat kimia natrium yang lebih stabil, menurut sejumlah studi.

    Namun, sebagian pihak lainnya mengingatkan bahwa masih terlalu dini untuk menyimpulkan keamanannya karena kurangnya penelitian yang relevan.

    Cuaca dingin juga berpengaruh. Energi yang bisa disimpan oleh baterai litium ion dan frekuensi pengisian ulangnya berkurang pada suhu di bawah nol derajat. Sementara itu, baterai sodium ion tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi ekstrem.

    “Dibandingkan dengan litium, natrium lebih mudah bergerak melalui cairan di dalam baterai. Ini memberikan konduktivitas yang lebih baik dan berarti mereka membutuhkan energi lebih sedikit untuk lepas dari cairan sekitarnya,” kata profesor teknik kimia di Universitas Xi’an Jiaotong China, Tang Wei.

    Tang dan timnya telah mengembangkan cairan baterai tipe baru yang diklaim memungkinkan baterai sodium ion untuk mencapai lebih dari 80% kapasitasnya pada suhu ruangan di bawah -40C. Mereka bekerja sama dengan perusahaan baterai China untuk menerapkan teknologi ini pada kendaraan dan stasiun penyimpanan energi di wilayah-wilayah dingin di negara tersebut.

    Baterai sodium ion juga diharapkan bisa meminimalisir dampak lingkungan dari produksi logam yang digunakan dalam sel litium ion, terutama kobalt dan nikel, yang berdampak negatif pada manusia dan lingkungan.

    Sebuah studi pada 2024 menyimpulkan bahwa baterai sodium ion bisa membantu dunia menghindari penambangan berlebihan dan kemungkinan kelangkaan bahan baku kritis. Namun, proses produksinya masih menghasilkan volume emisi gas rumah kaca yang serupa dengan sel litium ion.

    Peneliti Chalmers University of Technology di Gothenburg, Zhang Shan, mengatakan “proses produksi, umur pakai, dan densitas energinya dapat ditingkatkan” karena baterai ini masih dalam tahap pengembangan.

    “Dampaknya terhadap iklim mungkin lebih rendah dibanding baterai lithium-ion di masa depan,” kata Zhang Shan.

    Belum populer untuk kendaraan roda empat

    Dua mobil listrik pertama yang ditenagai baterai natrium diluncurkan pada Desember 2023. Sejauh ini, semua model yang diluncurkan adalah “mobil mikro” yang oleh China diklasifikasikan sebagai A00.

    Penjualannya berkontribusi kecil dari total puluhan juta mobil listrik yang terjual di China pada 2024, kata analis independen industri otomotif di China, Xing Lei. Sebuah laporan bahkan menyebut hanya 204 unit yang terjual pada 2024.

    Salah satu kelemahan besar baterai sodium-ion adalah densitas energinya yang rendah: sebuah studi pada 2020 menemukan bahwa densitas energinya setidaknya 30% lebih rendah dibandingkan baterai litium.

    Ini berarti mobil yang menggunakan baterai tersebut tidak bisa menempuh jarak jauh dengan satu kali pengisian daya.

    “Jarak tempuh adalah faktor penentu utama bagi orang saat membeli mobil listrik,” kata Zhang.

    Getty ImagesBaterai sodium ion belum diproduksi massal untuk kendaraan listrik.

    Baterai sodium ion belum diproduksi massal untuk saat ini dan “belum bisa bersaing dengan baterai litium dalam konteks harga atau performa” khususnya untuk kendaraan roda empat.

    Menurut analis pasar baterai dari konsultan Rystad Energy, Chen Shan, penggunaan baterai sodium ion secara besar-besaran dalam dua atau tiga tahun ke depan akan sulit terwujud.

    Penerimaan pasar terhadap motor listrik dengan baterai sodium di China berkembang secara bertahap dan menjanjikan. Juru bicara Yadea mengatakan kepada BBC bahwa penjualan motor listrik sodium mereka mencapai hampir 1.000 unit pada tiga bulan pertama 2025.

    Perusahaan berencana membangun sekitar 1.000 tiang pengisian cepat yang dirancang khusus untuk baterai sodium-ion di Hangzhou tahun ini, memungkinkan penggunanya menemukan stasiun pengisian dana setiap 2 kilonater, kata Zhou dalam acara talk show.

    Yadea bukan satu-satunya yang berupaya mengembangkan baterai sodium ion. Produsen skuter China lainnya, Tailg, telah menjual model bertenaga sodium sejak 2023.

    FinDreams, divisi baterai dari produsen mobil listrik besar BYD, sedang membangun pabrik di Xuzhou, China Timur, untuk memproduksi baterai sodium. Menurut media lokal, mereka bekerja sama dengan Huaihai Group, produsen kendaraan roda dua dan tiga.

    Meskipun baterai asam timbal akan tetap mendominasi industri ini, pangsa pasar baterai sodium ion diperkirakan akan tumbuh pesat dalam lima tahun ke depan.

    Pada 2030, 15% skuter listrik di China akan menggunakan baterai sodium-ion. Menurut analisis dari Starting Point Research Institute, jumlahnya baru 0,04% pada 2023.

    Pangsa pasar yang lebih menjanjikan

    Sebenarnya, stasiun penyimpanan energi menjadi pangsa pasar yang lebih menjanjikan untuk baterai sodium ion. Ini memungkinkan penyerapan daya pada satu waktu untuk bisa digunakan belakangan.

    Karena tempatnya tetap, maka kelemahan dari baterai sodium ion saat digunakan pada kendaraan menjadi tidak berarti.

    “Anda bisa membuat stasiun penyimpanan energi yang sedikit lebih besar. Itu tidak akan berpindah-pindah. Berat baterai tidak menjadi masalah,” kata Combs.

    Penyimpanan energi diperkirakan akan menjadi pasar yang sangat besar dan berkembang pesat seiring dengan upaya negara-negara mencapai tujuan iklim mereka.

    Menurut Badan Energi Internasional (IEA), kapasitas penyimpanan energi skala global perlu tumbuh hampir 35 kali lipat pada 2022 hingga 2030 jika ingin mencapai net-zero pada 2050.

    “Ini akan menjadi pasar yang sangat penting di masa depan, terutama dengan semakin banyaknya energi terbarukan di jaringan listrik. Anda akan membutuhkan lebih banyak sistem penyimpanan untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan,” kata Ilaria Mazzocco, peneliti senior di Center for Strategic and International Studies.

    Dengan digunakan di fasilitas penyimpanan, baterai sodium ion tidak bersaing langsung dengan industri otomotif.

    China, yang mengalami pertumbuhan pesat dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga angin dan surya, memimpin dunia dalam penggunaan penyimpanan energi untuk mendukung energi terbarukan.

    Baca juga:

    Pada Mei 2024, China mengoperasikan stasiun penyimpanan energi pertama bertenaga sodium ion. Stasiun yang terletak di Guangxi, China Selatan ini dapat menyimpan 10 megawatt yang cukup untuk 1.500 rumah selama sehari. Ini adalah fase awal dari stasiun penyimpanan energi sodium-ion yang kapasitasnya akan dikembangkan menjadi 10 kali lipat.

    Situs penyimpanan energi lainnya dikembangkan di Hubei. Faktanya, sekitar seperlima dari kapasitas semua proyek dari perusahaan negara China menggunakan teknologi sodium.

    Agar sodium ion bisa diproduksi massal, muncul pertanyaan apakah perusahaan bisa membuatnya lebih murah dibandingkan baterai litium ion?

    Saat ini, harga satuan baterai sodium ion untuk penyimpanan energi sekitar 60% lebih mahal dibandingkan baterai litium ion. Namun, analisis dari China Energy Storage Alliance memperkirakan selisih harganya akan semakin mengecil.

    China menjadi yang terdepan

    Beberapa pengusaha dan peneliti percaya bahwa sodium merupakan jalan pintas bagi negara lain untuk mengurangi ketergantungan mereka pada baterai China.

    Namun, perusahaan-perusahaan China lah yang siap memimpin produksi global jika teknologi ini berhasil menembus pasar.

    Produsen baterai besar China telah menyusun strategi untuk tetap kompetitif dalam jangka panjang, kata Combs. Artinya, baterai sodium ion bukanlah jalan pintas untuk menyaingi dominasi China.

    Getty Images

    Zhen mengatakan perbedaan terbesar antara perusahaan di China dan negara lain adalah mereka bisa membawa teknologi dari laboratorium ke produksi massal jauh lebih cepat.

    Menurut Logan, kesamaan antara kedua jenis sel membuat infrastruktur dan manufaktur yang sudah ada untuk baterai litium bisa diadaptasi untuk memproduksi baterai sodium ion. Ini mengurangi waktu dan biaya untuk komersialisasi di China.

    “Sinergi yang sama tidak selalu berlaku jenis kimia dari baterai lainnya,” tambah Logan.

    Analis dari firma riset baterai di Beijing, RealLi Research, Mo Ke, mencontohkan baterai all-solid-state yang tidak menggunakan elektrolit cair untuk mengangkut ion. Baterai jenis ini tidak begitu bergantung pada rantai pasok industri saat ini.

    China kini membangun jaringan pabrik besar yang didedikasikan untuk memproduksi sel sodium ion. Beberapa di antaranya sudah beroperasi.

    Pada 2024, produsen China mengumumkan rencana untuk membangun 27 pabrik baterai sodium ion dengan kapasitas gabungan 180 GWh, menurut riset Gaogong Industrial Research. Di antaranya termasuk pabrik 30GWh BYD yang akan dibangun di Xuzhou.

    Kapasitas baterai sodium ion global diprediksi akan melebihi 500 GWh pada 2023, dan lebih dari 90% berasal dari China, menurut analisis Wood Mackenzie.

    Getty Images

    Di luar China, Natron Energy di AS dan Faradion di Inggris menjadi pelopor. Namun menurut Zheng, perusahaan asing biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk membangun lini produksi, dan mereka akan sulit bersaing dengan China.

    Ekonom berbasis di Brussels, Alicia Garca Herrero mengatakan perusahaan China secara kolektif menghabiskan lebih dari 55 miliar Yuan pada 2023 untuk riset dan pengembangan baterai sodium ion.

    Nilai itu melampaui USD4,5 miliar yang dikumpulkan oleh semua startup baterai AS secara kumulatif hingga 2023 untuk solusi baterai non-litium.

    Menurut Combs, perusaaan-perusahaan China punya motivasi sederhana: “Jangan kehilangan pangsa pasar, termasuk pasar masa depan.”

    Wakil Presiden Senior Yadea, Zhou Chao mengatakan perusahaannya sudah memperluas operasi di Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika, di mana skuter listrik juga populer.

    Tujuan Yadea jelas: memproduksi massal baterai sodium ion dan meningkatkan infrastruktur pengisian daya skuter “agar ratusan juta orang dapat menikmati transportasi hijau”.

    Artikel versi Bahasa Inggris berjudul How electric scooters are driving China’s salt battery push dapat Anda baca di BBC Future.

    Lihat juga Video: Dua Motor Konsep Listrik Honda Tebar Pesona di IIMS 2025

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kasus HIV Meroket sampai Naik 500 Persen di Filipina, Banyak Pasien Usia Anak

    Kasus HIV Meroket sampai Naik 500 Persen di Filipina, Banyak Pasien Usia Anak

    Jakarta

    Terjadi lonjakan baru kasus HIV sebesar 543 persen di Filipina. Hingga Maret 2025, lebih dari 139.610 orang Filipina hidup dengan HIV, dan pemerintah memperkirakan jumlah ini akan meningkat menjadi 255 ribu pada akhir tahun.

    Para ahli mengatakan lonjakan tersebut didorong oleh faktor-faktor, seperti pendidikan seks yang buruk, seks tanpa kondom di antara mereka yang bertemu lewat aplikasi kencan, stigma, dan rasa malu budaya.

    Budaya konservatif Filipina didominasi oleh Kristen juga membuat diskusi terbuka tentang seks dan HIV menjadi sulit, bahkan dalam keluarga.

    Departemen Kesehatan Filipina atau The Department of Health (DOH) kini mencatat 57 kasus HIV baru setiap hari. Padahal, sebelumnya negara tersebut hanya mencatat enam infeksi baru setiap hari pada tahun 2010.

    Sebagian besar kasus baru masih tercatat di antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, mirip dengan tahun-tahun sebelumnya. DOH memperkirakan ada sekitar 100.550 orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang tidak terdata.

    “Yang mengganggu saya adalah pergeseran kelompok usia. Satu dekade lalu, sebagian besar kasus baru berusia 25 hingga 34 tahun,” terang Menteri Kesehatan Filipina Dr Teodoro Herbosa, dikutip dari The Straits Times, Senin (7/7/2025).

    “Sekarang, hampir 50 persen berusia 15 hingga 24 tahun. Bagi saya, itulah bagian yang mengkhawatirkan,” sambungnya.

    Pasien termuda masih 12 tahun

    Pasien yang paling muda didiagnosis tahun ini adalah anak berusia 12 tahun di provinsi pulau Palawan. Dr Herbosa mengatakan hal itu terjadi karena kasus pelecehan seksual.

    Ia menjelaskan bahwa meningkatnya kasus HIV di antara anak di bawah umur di sana mungkin terkait dengan grooming dan eksploitasi, termasuk oleh pelaku kejahatan seks asing yang menargetkan daerah miskin.

    Dr Herbosa mengatakan banyak anak muda di Filipina yang memiliki akses lebih luas ke pornografi dan melakukan hubungan seks dengan banyak pasangan. Tetapi, mereka tetap tidak menyadari bagaimana penyakit menular seksual seperti HIV ditularkan.

    Ia menambahkan sebagian besar lahir setelah puncak krisis AIDS pada tahun 1980-an dan kurang memahami sepenuhnya bahaya virus tersebut.

    “Ada spa yang beroperasi seperti rumah bordil. Ada perilaku seks anonim dan tanpa kondom, dan saya menemukan ada juga pesta seks yang terjadi di mana orang-orang menggunakan narkoba. Jika Anda menggabungkan semua itu dengan kurangnya pendidikan seks dan internet, pornografi, semuanya bertambah,” tegas Dr Herbosa.

    Untuk menanggapi hal ini lebih agresif, DOH pada bulan Juni merekomendasikan agar Presiden Ferdinand Marcos Jr menyatakan HIV sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat nasional. Tetapi, Presiden Marcos belum memberikan tanggapan.

    “Kita memerlukan pendekatan yang melibatkan seluruh pemerintah dan seluruh masyarakat, seperti yang kita lakukan saat melawan COVID-19,” lanjutnya.

    Siasat Filipina tekan kasus HIV

    Pada 2018, Filipina mengesahkan Undang-Undang Kebijakan HIV dan AIDS, yang dipuji sebagai tonggak sejarah untuk mengukuhkan akses terhadap pengujian dan pengobatan sebagai hak asasi manusia. Undang-undang tersebut menurunkan usia persetujuan untuk pengujian HIV dari 18 menjadi 15 tahun, yang memungkinkan remaja untuk menjalani pengujian tanpa izin orang tua.

    Pemerintah sejak itu telah memperluas layanan HIV di seluruh negeri. Puluhan klinik higiene sosial yang dikelola negara kini menawarkan pengujian gratis, pengobatan antiretroviral, konseling, dan pendidikan.

    Negara ini juga memiliki Undang-Undang Kesehatan Reproduksi yang mewajibkan akses universal terhadap alat kontrasepsi di klinik-klinik ini.

    Kebanyakan dari pasien yang masih muda menolak untuk pengobatan karena tidak ingin orang tua mereka tahu. Hal itu sangat berdampak pada kesehatannya.

    “Dan kemudian, mereka (pasien) kembali kepada kami tiga tahun kemudian dengan HIV stadium lanjut atau AIDS yang parah,” ungkap Dr Herbosa.

    Dr Herbosa mengatakan yang terbaik adalah PLHIV mengonsumsi obat terapi antiretroviral sedini mungkin. Sebab, obat tersebut menekan virus, mengurangi risiko penularan, serta memungkinkan mereka yang terdiagnosis untuk hidup lama dan sehat.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kata Kemenkes soal Tantangan Pemberian Obat ARV Bagi Remaja Terpapar HIV”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/kna)

  • COVID-19 Varian Stratus Naik di Asia, Pakar Soroti Gejala Khas Suara Parau

    Selevel dengan Nimbus, COVID-19 Varian Stratus Juga Masuk Daftar ‘Pantauan’ WHO

    Jakarta

    Muncul COVID-19 varian baru ‘stratus’ atau XFG. Varian ini memicu lonjakan kasus di Inggris, bahkan menjadi strain yang paling dominan di negara tersebut. XFG telah ditetapkan sebagai variant under monitoring (VUM) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena proporsinya yang terus meningkat secara global.

    Meski begitu, WHO menegaskan risiko tambahan terhadap kesehatan masyarakat yang ditimbulkan oleh XFG dievaluasi rendah pada tingkat global. Vaksin COVID-19 yang saat ini telah disetujui diperkirakan masih efektif melindungi dari gejala dan penyakit berat akibat varian ini.

    Adapun XFG adalah varian SARS-CoV-2 rekombinan dari subvarian LF.7 dan LP.8.1.2, dengan sampel pertama dikumpulkan pada 27 Januari 2025.

    Pada bulan Mei, varian Stratus tercatat menyumbang 10 persen dari seluruh kasus COVID-19 di Inggris. Namun, pada pertengahan Juni, angkanya melonjak menjadi 40 persen. Saat ini, terdapat dua subvarian Stratus yang beredar, yaitu XFG dan XFG.3. Meski begitu, hanya varian XFG yang masuk ke dalam daftar VUM.

    XFG Masuk Daftar Variant Under Monitoring

    Dikutip dari laporan WHO, XFG merupakan salah satu dari tujuh varian SARS-CoV-2 yang saat ini berstatus sebagai Variant Under Monitoring (VUM). Varian ini resmi ditetapkan sebagai VUM pada 25 Juni 2025.

    Istilah VUM digunakan untuk memberi sinyal kepada otoritas kesehatan masyarakat bahwa suatu varian SARS-CoV-2 berpotensi memerlukan perhatian dan pemantauan lebih lanjut.

    Tujuan utama penetapan status VUM adalah untuk menilai apakah varian tersebut, beserta varian yang terkait dengannya, menimbulkan risiko tambahan terhadap kesehatan masyarakat global dibandingkan varian lain yang sedang beredar.

    Selain XFG, beberapa varian COVID-19 lainnya yang juga saat ini masuk ke dalam daftar VUM antara lain:

    KP.3 merebak di 86 negaraKP.3.1.1 merebak di 91 negaraLB.1 merebak di 99 negaraXEC merebak di 78 negaraLP.8.1 merebak di 60 negaraNB.18.1 atau variant nimbus merebak di 37 negaraXFG merebak di 38 negara

    Sementara itu, hanya terdapat satu varian COVID-19 yang saat ini masuk dalam kategori Variant of Interest (VOI), yaitu JN.1. Varian ini diketahui telah menyebar di 144 negara.

    VOI adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan varian SARS-CoV-2 yang memiliki perubahan genetik yang berpotensi memengaruhi perilaku virus atau dampaknya terhadap kesehatan manusia.

    Hal ini dapat mencakup, misalnya, kemampuan varian untuk menyebar lebih cepat, menyebabkan gejala yang lebih berat, atau memengaruhi efektivitas deteksi, pengobatan, maupun respons imun.

    Varian yang diklasifikasikan sebagai VOI juga biasanya menunjukkan peningkatan kemampuan penularan dibandingkan varian lain yang sedang beredar, sehingga berpotensi menimbulkan risiko tambahan bagi kesehatan masyarakat secara global.

    Sebelumnya, para ahli melaporkan varian ‘Nimbus’ atau NB.1.8.1 tengah menyebar luas di berbagai wilayah, menyebabkan gejala seperti sakit tenggorokan yang tajam seperti tertusuk silet, disertai gejala COVID-19 lainnya. Namun kini, Stratus telah menggantikan Nimbus sebagai varian dominan, dengan gejala uniknya sendiri.

    Gejala Tak Biasa COVID-19 Stratus

    Dokter umum di Harley Street sekaligus Pendiri Hannah London Clinic, dr Kaywaan Khan mengatakan Stratus memiliki mutasi spesifik pada protein spike (lonjakan) yang memungkinkannya menghindari antibodi dari infeksi sebelumnya maupun vaksinasi, tidak seperti varian lainnya.

    dr Khan menegaskan Stratus tidak tampak lebih berat atau lebih parah dibandingkan varian sebelumnya. Namun, ada satu gejala yang dinilai cukup khas.

    “Salah satu gejala paling mencolok dari varian Stratus adalah suara serak atau parau,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa secara umum, gejala Stratus tergolong ringan hingga sedang.

    Ia juga menyarankan, apabila seseorang mendapatkan hasil tes positif, sebaiknya tetap tinggal di rumah dan menjalani isolasi, karena Stratus merupakan varian yang sangat mudah menular.

  • Muncul Varian Baru COVID ‘Stratus’ di Inggris, Benarkah Lebih Menular dan Ganas?

    Muncul Varian Baru COVID ‘Stratus’ di Inggris, Benarkah Lebih Menular dan Ganas?

    Jakarta

    Varian baru COVID-19 yang merebak di Inggris belakangan tengah menjadi sorotan publik lantaran memicu gejala tak biasa dari varian lainnya.

    Strain baru yang disebut Stratus terdiri atas dua subvarian, yaitu XFG dan XFG.3, dengan XFG.3 dilaporkan menyumbang sekitar 30 persen dari total kasus. Berbeda dari varian sebelumnya, sejumlah ahli menyebut Stratus memiliki gejala khas berupa perubahan suara menjadi serak atau parau.

    Meski jumlah kasus baru cukup besar, para ahli belum menyatakan kekhawatiran berlebihan terhadap penyebarannya, karena mutasi dan perubahan merupakan proses alami yang terjadi pada virus.

    “Merupakan hal yang normal bagi virus untuk bermutasi dan berubah seiring waktu,” kata Dr Alex Allen, konsultan epidemiologi di UK Health Security Agency (UKHSA), seraya menambahkan pihaknya terus memantau semua jenis COVID di Inggris.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan XFG sebagai variant under monitoring (VUM) dan menyatakan risiko tambahan terhadap kesehatan masyarakat yang ditimbulkan oleh varian ini dinilai rendah pada tingkat global.

    Secara global, XFG diperkirakan memiliki pertumbuhan relatif tertinggi dibandingkan dengan varian lain yang beredar saat ini, termasuk ‘Nimbus’ atau NB.1.8.1 terkini.

    “Data saat ini tidak menunjukkan varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah atau kematian daripada varian lain yang beredar,” kata WHO, dikutip dari The Independent, Senin (7/7/2025).

    Meskipun bukti menunjukkan adanya peningkatan proporsi dari varian XFG, WHO belum mengamati tanda-tanda apa pun yang menunjukkan peningkatan keparahannya.

    “Meskipun ada peningkatan kasus dan rawat inap yang dilaporkan di beberapa negara [Kawasan Asia Tenggara], yang memiliki proporsi XFG tertinggi, tidak ada laporan yang menunjukkan bahwa tingkat keparahan penyakit terkait lebih tinggi dibandingkan dengan varian yang beredar lainnya, kata WHO.

    Senada, Dr Allen juga menyebut sejauh ini tidak ada bukti yang menunjukkan varian XFG dan XFG.3 menyebabkan penyakit yang lebih parah daripada varian sebelumnya.

    (suc/kna)