Meski Sepi Pembeli, Pedagang Pasar Ular Tetap Bertahan karena Modal Sudah Tertanam
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sejumlah pedagang di
Pasar Ular
, Tanjung Priok, Jakarta Utara, memilih untuk bertahan meski sudah sepi pembeli.
Sebab, mereka tak ada pilihan pekerjaan lain dan sudah banyak mengeluarkan modal di toko keramiknya.
“Kita mau cari kerjaan apa, terus barang-barang kita mau taruh mana? Karena kan modal udah tertanam di situ,” ucap pedagang keramik bernama Nita (55) saat diwawancarai
Kompas.com
di lokasi, Kamis (10/7/2025).
Menurut Nita, berpindah usaha bukanlah hal yang mudah karena ia telah berdagang keramik di Pasar Ular selama lebih dari 20 tahun.
Hal inilah yang membuatnya enggan meninggalkan pasar meski pembeli makin sedikit dan omzet terus menurun.
Sementara itu, pedagang keramik lain bernama Yanti (45) memilih bertahan karena bingung harus berdagang di mana lagi.
“Kita bidangnya sudah di sini, sudah paham. Kalau di tempat lain kan kita harus adaptasi lagi,” jelas Yanti.
Kini, yang bisa Yanti lakukan adalah mencoba peruntungan lewat berdagang
online
.
“Justru karena adanya
online
ini kebantu dikit sih. Kalau enggak ada
online
pengunjung enggak ada juga ke sini,” beber Yanti.
Diberitakan sebelumnya, kondisi Pasar Ular di Tanjung Priok semakin sepi pembeli sejak enam tahun lalu.
Pasar legendaris ini, perlahan mulai ditinggalkan para pembelinya sejak tahun 2019 di saat Indonesia diterpa Covid-19.
Dari 200 toko yang tadinya aktif berjualan, kini hampir 30 persennya sudah tutup permanen.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: covid-19
-
/data/photo/2025/07/10/686faa48ad54d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Meski Sepi Pembeli, Pedagang Pasar Ular Tetap Bertahan karena Modal Sudah Tertanam Megapolitan 10 Juli 2025
-
/data/photo/2025/07/10/686fa9c43011c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Omzet Anjlok, Pedagang Pasar Ular Ketar-ketir Bayar Sewa Kios Rp 65 Juta per Tahun Megapolitan 10 Juli 2025
Omzet Anjlok, Pedagang Pasar Ular Ketar-ketir Bayar Sewa Kios Rp 65 Juta per Tahun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sejumlah
pedagang keramik
di
Pasar Ular
,
Tanjung Priok
,
Jakarta Utara
, mengaku kelimpungan harus membayar
sewa kios
sebesar Rp 65 juta per tahun di tengah sepinya pembeli.
“Bayar sewa toko, dalam satu tahun Rp 65 juta, padahal (dagangan) enggak laku,” ucap salah satu pedagang keramik bernama Yanti (45) saat diwawancarai
Kompas.com
di lokasi, Kamis (10/7/2025).
Yanti mengaku, sejak adanya pandemi Covid-19 pada 2019, omzetnya terus menurun. Pendapatannya sering kali tak menutup untuk membayar biaya sewa kios.
Sebab, yang biasanya mendapatkan uang Rp 5 juta hingga Rp 10 juta per hari, kini Yanti sering kali tak mendapatkan pembeli.
“Enggak ketutup sebenarnya, cuma kami pinjam sana sini yang penting bisa berjualan,” kata Yanti.
Meski sering menombok untuk sewa kios, Yanti merasa berat untuk meninggalkan Pasar Ular. Pasalnya, ia sulit mencari lokasi lain untuk berjualan keramik.
Sementara itu, pedagang keramik lain bernama Nita (55) mengeluhkan tak adanya keringanan biaya sewa kios di tengah sepinya pembeli.
“Sementara sewanya Rp 65 juta per tahun. Enggak ada keringanan dari pihak pasar,” ucap Nita.
Dalam waktu dekat, sewa kios Nita pun akan jatuh tempo. Ia sendiri masih bingung bagaimana cara membayar uang Rp 65 juta tersebut.
Sama seperti Yanti, Nita akan berusaha mencari pinjaman agar tetap bisa berjualan di Pasar Ular.
Diberitakan sebelumnya, kondisi Pasar Ular di Tanjung Priok semakin sepi pembeli sejak enam tahun lalu.
Pasar legendaris ini perlahan mulai ditinggalkan para pembelinya sejak tahun 2019 saat Indonesia diterpa Covid-19.
Dari 200 toko yang tadinya aktif berjualan, kini hampir 30 persennya sudah tutup permanen.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

RI Hadapi Tripledemic! Waspadai Penyakit yang Picu Risiko Fatal, Kerap Disangka Flu
Jakarta –
Indonesia saat ini menghadapi tripledemic, masyarakat bisa terkena tiga serangan wabah sekaligus. Influenza hingga COVID-19 yang belum usai, juga penyakit pernapasan lain dengan beban kasus 8,7 juta infeksi dan 78 ribu di antaranya memerlukan rawat inap.
“Memang sekarang kita menghadapi tantangan tripledemic, tidak hanya infeksi saluran pernapasan secara umum, tapi COVID-19 masih ada, meski tidak banyak kasusnya dan tidak terlalu infeksius kecuali pada kelompok orang rentan, juga infeksi influenza, dan RSV,” tutur spesialis penyakit dalam Dr dr Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).
Dari ketiga penyakit tersebut, infeksi respiratory syncytial virus (RSV) paling sering diabaikan, yakni pemicu utama infeksi saluran pernapasan akut, termasuk infeksi saluran pernapasan bawah.
Padahal, risikonya bisa berdampak fatal hingga kematian khususnya pada lansia. Terlebih, gejala RSV yang muncul mirip dengan influenza yakni flu biasa hingga demam.
“Dan RSV ini lebih menular ketimbang COVID-19,” tandasnya.
Mengutip suatu riset, dr Sally menjelaskan RSV diprediksi memicu 24,5 juta insiden infeksi saluran pernapasan akut di Asia Tenggara, sementara di Indonesia mencapai 9,7 juta insiden kasus ISPA dalam 5 tahun.
“Gejalanya pilek, batuk, demam, sakit tenggorokan, bersin, sakit kepala, mengi, sampai kesulitan bernapas. Sehingga sulit dibedakan dari virus pernapasan lainnya seperti influenza atau COVID-19,” kata dia.
Sayangnya, pada orang dengan sistem imun lemah, infeksi RSV bisa menyebar ke saluran pernapasan bagian bawah dan menyebabkan infeksi sedang sampai berat, seperti pneumonia atau bronkiolitis.
Pada lansia, kasus RSV bahkan bisa memicu komplikasi masalah jantung hingga gagal jantung. Risikonya lebih besar ketimbang saat terpapar influenza.
“Saya melihat langsung bagaimana infeksi RSV memperburuk kondisi pasien lansia dengan penyakit penyerta jantung, lansia dengan komplikasi jantung dan pasien gagal jantung memiliki risiko rawat inap akibat RSV 7 kali lebih tinggi, dibandingkan tanpa infeksi virus,” pungkasnya.
(naf/kna)
-

Budi Arie Samakan Pembentukan Kopdes dengan Era Covid: Tak Ada Pengalaman
Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koperasi (Kemenkop) menganalogikan pembentukan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih sama seperti penanganan kasus Covid-19 yang pernah menghantam dunia pada beberapa tahun lalu.
Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mengaku, pembentukan 80.000 Kopdes Merah Putih merupakan perpaduan antara insting dan teknokrasi lantaran tak ada pengalaman yang mendasari pembentukan ini.
“Ini [Kopdes Merah Putih] sama kayak Covid, enggak ada pengalaman. Jadi antara insting dan teknokrasi, ini setengah-setengah nih, karena acuan teknokrasinya mau belajar di mana di bukunya? Kan enggak ada,” kata Budi dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Terlebih, Budi menuturkan bahwa tidak ada acuan alias benchmark di dunia dalam membentuk 80.000 Kopdes Merah Putih. Untuk itu, dia menekankan bahwa pembentukan Kopdes Merah Putih merupakan sejarah baru.
“Kalau ngomong teorinya, ada enggak teorinya? Saya juga enggak tahu karena belum adapun satu negara pun yang membuat ini. Jadi ini adalah program mencetak dan melukis sejarah baru untuk Indonesia,” terangnya.
Adapun, dalam hal pengelolaannya, Budi menuturkan bahwa Kopdes Merah Putih akan diimplementasikan melalui pendekatan bottom-up, meski idenya berdasar pada top-down. Pasalnya, kata dia, kopdes akan melibatkan partisipasi dari masyarakat desa.
Budi optimistis kehadiran 80.000 Kopdes Merah Putih akan berdampak positif terhadap ekonomi desa. Menurutnya, dalam 5 tahun ke depan, kopdes bisa menjadi alat ukur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, termasuk mengentaskan angka stunting.
Budi mengklaim bahwa saat ini Kemenkop dan kementerian/lembaga melalui satuan tugas (satgas) tengah mempertajam indikator dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi di desa.
“Misalnya, berapa kemiskinan ekstrem, berapa peningkatan kesejahteraan, stunting, supaya kita punya alat ukur dan dampak yang tercatat, terukur, dan terdampak termasuk juga di beberapa daerah yang punya potensi-potensi kerawanan,” imbuhnya.
Berdasarkan catatan Kemenkop, per 9 Juli 2025 pukul 08.30 WIB, menunjukkan sebanyak 77.086 atau 95,69% Kopdes Merah Putih telah berbadan hukum. Sementara itu, 80.560 desa/kelurahan telah membentuk Kopdes Merah Putih melalui musyawarah desa khusus (musdesus).
Di sisi lain, Kemenkop juga telah merumuskan peta jalan (roadmap) Kopdes Merah Putih selama periode 2025–2029. Budi menuturkan bahwa pembentukan Kopdes dirancang secara bertahap dari tahun ke tahun.
Pada 2025, pembentukan Kopdes Merah Putih dimulai dengan pembentukan badan hukum/kelembagaan koperasi, pembangunan sarana dan pengoperasian, penerapan digitalisasi, serta peningkatan kapasitas pengurus dan pengawas koperasi.
Setahun kemudian, akan dilakukan pembangunan sarana dan pengoperasian lanjutan, digitalisasi, konsolidasi jaringan, dan pengembangan hilirisasi produk/komoditas. Pada 2027, Kopdes Merah Putih akan dilakukan konsolidasi jaringan hingga pengembangan produk unggulan ekspor.
Selanjutnya, hilirisasi dan integrasi produk Kopdes Merah Putih ketahanan pangan regional/lokal melalui jaringan provinsi dan kabupaten/kota, serta ekspor produk/komoditas hasil jaringan akan dilakukan pada 2028 mendatang.
Pada akhirnya, Budi menuturkan bahwa peta jalan Kopdes Merah Putih akan menjadi pilar kemandirian ekonomi desa, pondasi ketahanan pangan, dan poros pertumbuhan ekonomi nasional pada 2029.
“Tahun 2027, koperasi akan mulai masuk di tahap konsolidasi jaringan dan realisasi produk, di tahun 2028 pada pengembangan produk unggulan ekspor, dan tahun 2029 kita menargetkan hadirnya pilar ekonomi desa dengan koperasi sebagai pondasi utama pertumbuhan ekonomi nasional,” tandasnya.
-

Soal Koperasi Merah Putih, Budi Arie: Program Melukis Sejarah Baru!
Jakarta –
Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi menyebut Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih belum pernah terbentuk di negara manapun. Dalam proses pembentukan Kopdeskel Merah Putih ini, pemerintah mengandalkan intuisi dan teknokrasi.
“Kalau ngomong teorinya ada nggak teorinya? Saya juga nggak tahu karena belum ada satu negara pun yang membuat ini. Jadi ini adalah program mencetak dan melukis sejarah baru untuk Indonesia,” kata Budi Arie dalam Raker bersama Komisi VI DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).
Lalu Budi Arie menyamakan penanganan program tersebut dengan pandemi COVID-19, di mana pemerintah juga tidak mempunyai pengalaman. Adapun insting yang dimaksud Budi Arie merujuk pada intuisi. Intuisi inilah, lanjut Budi Arie, yang dapat melihat serta menganalisis keputusan yang benar dan salah.
Adapun pengelolaan Kopdeskel Merah Putih ini diimplementasikan dengan sistem bottom up, meskipun idenya top down. Sebab, program tersebut masih melibatkan masyarakat desa dalam pembentukannya.
“Ini sama kayak Covid nggak ada pengalaman. Jadi antara insting dan teknokrasi setengah-setengah. Karena acuan teknokrasinya mau belajar di mana di bukunya kan nggak ada sehingga tekad atau perintah mewujudkan 80.000 Merah Putih ini memang kita kerjakan dengan separuh insting separuh teknokrasi,” jelas Budi Arie.
Budi Arie menerangkan Kopdeskel Merah Putih tidak patokan atau tolak ukur. Untuk itu, saat ini Satgas Pembentukan Percepatan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih tengah mematok serta mengukur dampak positif dari program tersebut.
“Kalau Kementerian Koperasi dan juga semua Kementerian lembaga yang berada dalam Satgas Koperasi Merah Putih ini punya indikator-indikator yang sedang pertajam. Misalnya berapa kemiskinan ekstrem, berapa peningkatan kesejahteraan, stunting, supaya kita punya alat ukur dan dampak yang tercatat terukur dan terdampak, termasuk juga di beberapa daerah yang punya potensi-potensi kerawanan,” jelas Budi Arie.
Tonton juga Video: Budi Arie Hadiri Musdesus Koperasi Merah Putih di Maluku Utara
(rea/kil)
-

Jumlah Kematian Pengidap COVID-19 di Indonesia Selama Masa Pandemi
Jakarta –
Pandemi COVID-19 sempat menjadi permasalahan besar dunia. Selain memengaruhi sistem pelayanan medis, pandemi yang pertama kali muncul di awal 2020 tersebut juga menelan korban jiwa yang tidak sedikit.
Hal tersebut juga dialami oleh Indonesia. Selama masa pandemi, ada jutaan orang yang menjadi pasien, dan tak sedikit juga yang meninggal dunia. Bagaimana situasi pandemi COVID-19 di Indonesia?
Kasus COVID-19 di RI
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sampai tahun 2025 Indonesia mencatatkan total kasus positif COVID-19 hingga 6.830.274 kasus. Ini menempatkan Indonesia di peringkat 20 dengan kasus COVID-19 terbanyak di dunia.
Sedangkan untuk angka kematian akibat COVID-19 di RI sampai tahun 2025, tercatat ada 162.059 kasus. Ini menempatkan Indonesia di peringkat 11 dengan angka kematian akibat COVID-19 terbanyak di dunia.
Kondisi COVID-19 di Negara-negara Asia Tenggara
Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat pertama dengan kasus kematian akibat COVID-19 terbanyak. Pada peringkat kedua ada Filipina dengan 66.864 kasus kematian, lalu ada Vietnam dengan 43.206 kematian.
Berikut ini rincian lengkapnya:
Indonesia – 162.059 kematian dari 6.830.274 kasus.Filipina – 66.864 kematian dari 4.140.383 kasus.Vietnam – 43.206 kematian dari 11.624.000 kasus.Malaysia – 37.351 kematian dari 5.329.836 kasus.Thailand – 34.871 kematian dari 5.247.981 kasus.Myanmar – 19.494 kematian dari 643.349 kasus.Kamboja – 3.056 kematian dari 139.326 kasus.Singapura – 2.024 kematian dari 3.006.155 kasus.Brunei – 182 kematian dari 350.550 kasus.Laos – 671 kematian dari 219.060 kasus.
Harus Tetap Waspada
Kasus harian dan efek dari infeksi COVID-19 sudah jauh menurun bila dibandingkan semasa pandemi. Spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP(K) menuturkan infeksi COVID-19 saat ini sebenarnya lebih mirip dengan flu musiman.
Gejalanya cenderung lebih ringan lantaran daya tahan tubuh masyarakat jauh lebih baik setelah vaksinasi diberikan.
“Karena ini sudah dianggap ringan, jadi kita ya untuk kewaspadaan sendiri aja. Terutama untuk orang-orang yang punya komorbid, kemudian orang-orang yang punya orang tua, kemudian anak-anak itu yang rentan terhadap infeksi seperti itu,” kata dr Erlang dalam sebuah wawancara dengan detikcom.
“Iya betul, perilaku hidup bersih sehat sama seperti COVID yang dulu, pakai masker, cuci tangan, hindari kerumunan itu aja sih,” sambungnya.
Meski gejalanya cenderung ringan, dr Erlang mengingatkan virus COVID-19 akan selalu ada. Jangan sampai terlena dan tidak menerapkan perlindungan sama sekali, khususnya pada pengidap komorbid seperti diabetes, penyakit paru kronik, jantung, dan sebagainya.
Infeksi COVID-19 dapat memperburuk masalah kesehatan yang sudah ada.
“Ya, karena dia penyakitnya ringan, beberapa masyarakat menganggap itu seperti batuk pilek biasa. Ya, kita kan memang normal ya jadi terinfeksi virus seperti itu, batuk pilek dalam satu tahun bisa kena sampai beberapa kali,” tambahnya.
“Yang jadi masalah sebenarnya, kalau pada orang-orang yang rentan. Seperti anak-anak atau bayi, balita, kemudian orang tua dan yang punya komorbid, itu kadang-kadang infeksi yang sedikit saja, yang ringan saja, itu membuat komorbidnya jadi tambah berat,” jelas dr Erlang.
Terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI Aji Muhawarman beberapa waktu lalu mengimbau untuk vaksinasi booster. Vaksin booster sangat disarankan untuk kelompok-kelompok rentan seperti lansia, orang dengan imunitas rendah, serta orang dengan komorbid atau penyerta.
Jumlah vaksin gratis yang disediakan saat ini sudah sangat terbatas. Di luar program pemerintah, vaksin COVID-19 masih bisa didapatkan secara mandiri dengan kisaran harga Rp 200 ribuan.
“Gratis di fasilitas kesehatan seperti puskesmas. Tetapi jumlahnya sudah terbatas,” tutur Aji beberapa waktu lalu.
Daftar Negara dengan Kasus COVID-19 Terbanyak
Berikut ini 10 negara dengan kasus COVID-19 terbanyak di dunia:
Amerika Serikat – 103 juta kasus.China – 99,4 juta kasus.India – 45,1 juta kasus.Prancis – 39 juta kasus.Jerman – 38,4 juta kasus.Brasil – 37,7 juta kasus.Korea Selatan – 34,6 juta kasus.Jepang – 33,8 juta kasus.Italia – 27 juta kasus.Britania Raya – 25,1 juta kasus.
Berikut ini 10 negara dengan angka kematian COVID-19 terbanyak di dunia:
Amerika Serikat – 1,2 juta kasus kematian.Brasil – 703 ribu kasus kematian.India – 534 ribu kasus kematian.Rusia – 404 ribu kasus kematian.Meksiko – 335 ribu kasus kematian.Britania Raya – 232 ribu kasus kematian.Peru – 221 ribu kasus kematian.Italia – 199 ribu kasus kematian.Jerman – 175 ribu kasus kematian.Prancis – 168 ribu kasus kematian.
(avk/tgm)
-

Binaragawan ‘Hulk’ Sempat Nyesel Pakai Suntik Pembesar Otot Sebelum Meninggal
Jakarta –
Binaragawan di Rusia meninggal dunia di usia 35 tahun setelah menyuntikkan ‘pembesar otot’ ke tubuhnya. Hal ini membuat ototnya membengkak hingga ukuran yang tidak masuk akal.
Insiden ini dialami Nikita Tkachuk yang sempat memenangkan gelar Master of Sports di Rusia saat usia 21 tahun. Sampai akhirnya, ia mulai beralih ke suntikan synthol ke tubuhnya.
Tkachuk yang dijuluki ‘Hulk’ juga menandatangani kontrak dengan perusahaan farmasi untuk mengiklankan produk mereka. Kontrak itulah yang membuatnya tidak bisa menghentikan suntikan synthol ke tubuhnya.
Sekitar dua tahun lalu, Tkachuk mengaku sangat menyesal telah menyuntikkan synthol ke ototnya. Ia meminta agar tidak ada lagi orang yang mengikuti jejaknya.
“Saya sarankan Anda untuk berpikir lagi, menimbang semuanya, memikirkannya. Saya tidak mengerti, jika lengan Anda berukuran 45-50 cm, apa yang akan berubah dalam hidup Anda? Anda akan kehilangan kesehatan dan itu tidak sepadan,” beber Tkachuk yang dikutip dari The Sun, Rabu (9/7/2025).
“Jika saya bisa kembali ke tahun 2015-2016, saya tidak akan melakukannya. Pada dasarnya, saya telah menghancurkan seluruh karier olahraga saya. Jika saya tidak melakukan suntikan dan tetap menekuni binaraga, saya pikir akan berada pada level kompetitif yang cukup tinggi,” lanjutnya.
Kondisi Pasca Suntikan yang Dilakukan Terus-menerus
Tkachuk didiagnosis mengidap sarkoidosis, yaitu kondisi butiran kecil imun padat yang terbentuk di beberapa organ tubuhnya. Ia menjalani beberapa operasi dan mencoba kembali berlatih.
Kesehatan Tkachuk mulai semakin memburuk setelah terinfeksi COVID-19. Paru-parunya mengalami ‘penyakit autoimun’ dan kakinya membengkak karena pembentukan kalsium.
“Pembentukan yang sama ditemukan di area sendi pinggul. Mereka melakukan MRI dan menyadari bahwa pembuluh darah dan ginjal tersumbat oleh kalsium,” tulisnya dalam sebuah postingan di Instagram pribadinya.
Namun, Tkachuk kembali dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif. Ia mengalami gagal paru-paru dan ginjal.
Ia juga koma yang diinduksi secara medis setelah mengalami serangan jantung. Tetapi, kondisinya semakin memburuk hingga meninggal dunia karena kegagalan organ.
“Nikita, suamiku tercinta, telah meninggal. Ginjalnya gagal, (ia mengalami) edema paru, dan jantungnya berhenti berdetak,” kata Maria, istri dari Tkachuk.
“Banyak sekali cobaan selama bertahun-tahun. Kekuatannya sudah habis. Tidak ada kata lain untuk saat ini, hanya syok,” tuturnya.
(sao/kna)
-

Nasib Warga China Ditangkap Usai Maling Rahasia Amerika
Jakarta, CNBC Indonesia – Warga China bernama Xu Zewei ditangkap di bandara Malpensa, Milan, Italia, pada Kamis (3/7) pekan lalu. Ia diduga terlibat dalam grup peretas ‘Hafnium’ yang dibekingi pemerintah China untuk mencuri rahasia terkait vaksin Covid-19 di AS pada pandemi 2020 silam.
Kepolisian Italia mendapat surat perintah penangkapan internasional dari Amerika Serikat (AS) untuk menangkap Xu. Pria berusia 33 tahun tersebut diduga membobol software email Microsoft pada 2021 dalam kampanye espionasi berskala besar, menurut sumber yang familiar dengan isu tersebut.
Sumber itu juga mengatakan dakwaan AS terhadap 9 orang yang menuduh Xu berpartisipasi dalam peretasan tersebut akan segera dikeluarkan, dikutip dari Financial Times, Selasa (8/7/2025).
Saat ini Xu ditahan di penjara Italia yang jaraknya tak jauh dari bandara tempat ia ditangkap. Sumber dalam menyebut Xu akan didakwa atas dengan melakukan pembobolan komputer dalam periode Februari 2020 hingga Juni 2021.
“Xu ditangkap atas permintaan otoritas AS dengan dugaan kejahatan siber yang ditujukan untuk espionase industri,” kata Kementerian Luar Negeri Italia.
Sementara itu, Kementerian Hukum Italia mengatakan Roma telah menerima permintaan resmi dari AS untuk ekstradisi Xu.
Departemen Kehakiman AS (DOJ) menolak berkomentar. Pengacara Xu di Italia tak merespons permintaan komentar dari Financial Times.
Proses ekstradisi Xu dijadwalkan akan dimulai di pengadilan Milan pada Selasa (8/7) ini.
Penangkapan warga China yang mengaku sebagai spesialis IT disebut akan membawa dilema secara diplomasi bagi Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni. Posisinya terhimpit antara Washington dan Beijing.
Selama ini, Meloni terus menjaga hubungan personal yang baik dengan Presiden AS Donald Trump. Ia juga menilai AS sebagai salah satu sekutu terpenting bagi Italia, meski hubungan AS dan Eropa sedang tegang.
Di sisi lain, Meloni juga menjaga hubungan diplomasi yang baik dengan China, meski memutuskan untuk membatalkan keterlibatan Italia dalam program andalan ‘Belt and Road Initiative’ yang dicanangkan Presiden China Xi Jinping.
Sebagai informasi, di masa pandemi Covid-19, FBI bersama Lembaga Keamanan Infrastruktur dan Keamanan Siber AS beberapa kali menuduh Beijing berupaya mencuri penelitian penting dari AS terkait penyakit tersebut.
Lembaga-lembaga AS menuduh China mencoba membobol sistem komputer yang digunakan para peneliti AS untuk mempelajari virus Covid-19.
Pada pertengahan 2020, DOJ mendakwa dua warga China atas dugaan berupaya mengakses penelitian AS, sebagai bagian dari upaya luas untuk mencuri rahasia dagang AS.
Kala itu, Global Times yang merupakan media bekingan China mengatakan Washington tak memiliki bukti kuat untuk mendukung tuduhannya.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
-

Binaragawan ‘Hulk’ Tewas gegara Suntik Pembesar Otot, Organ Tubuhnya Rusak Parah
Jakarta –
Binaragawan di Rusia meninggal dunia pada usia 35 tahun setelah menyuntik dirinya sendiri dengan ‘pembesar otot’. Insiden ini dialami oleh Nikita Tkachuk yang kerap mendapat julukan ‘Hulk’.
Diketahui, otot Tkachuk membesar hingga ukuran yang sangat besar berkat suntikan bahan kimia. Meski berbahaya, ada sebuah kontrak ketat yang membuatnya tidak diizinkan untuk berhenti melakukannya.
Tkachuk pun dilarikan ke perawatan intensif dengan kondisi gagal paru-paru dan ginjal. Ia juga mengalami koma yang diinduksi secara medis setelah mengalami serangan jantung.
Namun, istrinya yang bernama Maria Tkachuk (36) menyampaikan berita duka. Ia mengatakan suaminya itu telah meninggal dunia karena kegagalan organ.
“Nikita, suamiku tercinta, telah meninggal. Ginjalnya gagal, (ia mengalami) edema paru, dan jantungnya berhenti berdetak,” kata Maria yang dikutip dari The Sun, Selasa (8/7/2025).
“Banyak sekali cobaan selama bertahun-tahun. Kekuatannya sudah habis. Tidak ada kata lain untuk saat ini, hanya syok,” sambungnya.
Selama hidupnya, Nikita Tkachuk memenangkan gelar Master of Sports di Rusia saat usia 21 tahun. Dengan deadlift seberat 350 kg, squat seberat 360 kg, dan bench press seberat 210 kg.
Namun, ia mulai beralih ke suntikan synthol dan menandatangani kontrak dengan perusahaan farmasi untuk mengiklankan produk mereka. Ototnya pun membengkak hingga ukuran yang tidak masuk akal, tetapi ia dilarang untuk menghentikan suntikan karena kontrak tersebut.
Kesehatan Tkachuk mulai memburuk dan semakin memburuk setelah ia terinfeksi virus Corona. Paru-parunya mengalami ‘penyakit autoimun’ dan kakinya membengkak karena pembentukan kalsium.
“Pembentukan yang sama ditemukan di area sendi pinggul. Mereka melakukan MRI dan menyadari bahwa pembuluh darah dan ginjal tersumbat oleh kalsium,” tulisnya dalam sebuah postingan di Instagram pribadinya.
Sempat menyesal suntik pembesar otot
Tkachuk didiagnosis mengidap sarkoidosis, yakni kondisi butiran kecil sel imun padat terbentuk di berbagai organ. Ia pun menjalani beberapa operasi dan mencoba kembali berlatih.
Namun, dua tahun lalu Tkachuk mengaku sangat menyesal telah menyuntikkan synthol ke tubuhnya. Ia memohon agar tidak ada orang lain yang mengikuti jejaknya.
“Saya sarankan Anda untuk berpikir lagi, menimbang semuanya, memikirkannya. Saya tidak mengerti, jika lengan Anda berukuran 45-50 cm, apa yang akan berubah dalam hidup Anda? Anda akan kehilangan kesehatan dan itu tidak sepadan,” beber Tkachuk.
“Jika saya bisa kembali ke tahun 2015-2016, saya tidak akan melakukannya. Pada dasarnya, saya telah menghancurkan seluruh karier olahraga saya. Jika saya tidak melakukan suntikan dan tetap menekuni binaraga, saya pikir akan berada pada level kompetitif yang cukup tinggi,” lanjutnya.
Halaman 2 dari 2
(sao/kna)
-

Berhasil Lalui Krisis Covid-19, DPR Pede RI Bisa Hadapi Tantangan Kebijakan Tarif Trump 32%
Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua DPR, Adies Kadir optimistis Indonesia bisa melalui tiap persoalan termasuk kebijakan tarif Trump untuk RI mencapai 32%.
Adies mengatakan pengenaan tarif itu itu merupakan tantangan bagi negara yang menjadi anggota dalam organisasi antarnegara Brics.
Namun demikian, dengan pengalaman menghadapi pandemi Covid-19. RI dinilai bisa melewati tantangan terkait tarif resiprokal yang telah diumumkan Presiden AS Donald Trump itu.
“Tetapi, seperti yang kita ketahui pengalaman-pengalaman yang lalu menghadapi Covid-19 yang baru lalu yang sangat berat, negara kita bisa melalui dengan baik,” ujarnya di kompleks Parlemen, Selasa (8/7/2025).
Kemudian, Adies menyatakan bahwa pemerintah RI juga tidak akan tinggal diam. Pasalnya, baik itu Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani hingga pihak terkait lainnya bakal melakukan upaya untuk mengatasi persoalan ini.
“Jadi memang insyaallah pondasi ekonomi negara kita baik, cuman memang harus betul-betul diatur ke depan bagaimana strategi-strategi keuangan menghadapi ekonomi global yang semakin tidak menentu ini,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, memutuskan untuk mengenakan tarif impor sebesar 32% kepada Indonesia.
Adapun, besaran tarif tersebut tidak berubah dari pungutan yang sebelumnya diumumkan Trump dalam Hari Pembebasannya pada awal April lalu.
Trump mengemukakan, tarif ini diperlukan untuk memperbaiki kondisi defisit perdagangan yang tidak berkelanjutan, yang selama ini disebabkan oleh kebijakan tarif, non-tarif, serta hambatan perdagangan dari pihak Indonesia.
“Mulai Agustus 2025, AS akan memberlakukan tarif sebesar 32% terhadap seluruh produk Indonesia yang masuk ke pasar AS, terpisah dari tarif sektoral lainnya,” demikian kutipan surat tersebut.