Kasus: covid-19

  • Masa depan manufaktur Indonesia di era tren `Reshoring` global

    Masa depan manufaktur Indonesia di era tren `Reshoring` global

    Pengunjung melihat produk sepatu lokal yang ditampilkan dalam Incubator Development And Entrepreneurship Advancement Expo (IDEA Expo) 2024 di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (20/12/2024). Kemenperin menggelar IDEA Expo 2024 bertujuan untuk membangun ekosistem bisnis yang kuat dan berkelanjutan agar dapat meningkatkan kapasitas wirausaha industri. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Spt.

    Masa depan manufaktur Indonesia di era tren `Reshoring` global
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Selasa, 24 Desember 2024 – 12:35 WIB

    Elshinta.com – Manufaktur global telah mengalami transformasi besar dalam beberapa dekade terakhir. Pergeseran dari dominasi offshoring menuju era reshoring dan proteksionisme mencerminkan realitas ekonomi yang berkembang dan interaksi kompleks antara kemajuan teknologi serta tekanan sosial-politik.

    Bagi Indonesia, dinamika ini membawa peluang dan tantangan signifikan terhadap pasar tenaga kerja, daya saing, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan tren ini, Indonesia harus bersiap untuk mengoptimalkan keunggulannya sembari menghadapi tantangan baru.

    Sebelum Resesi Global 2008, offshoring –pemindahan operasi bisnis ke negara lain– menjadi strategi utama bagi perusahaan global untuk menekan biaya produksi. Banyak perusahaan memindahkan produksi ke negara-negara berkembang, seperti China, Vietnam, dan Indonesia. Dalam konteks ini, Indonesia menjadi salah satu tujuan offshoring penting di kawasan ASEAN, terutama di sektor tekstil, elektronik, dan alas kaki.

    Pada era 2000-an, sektor manufaktur Indonesia tumbuh pesat dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 26 persen pada 2001 sebelum menurun ke 19 persen pada 2022 seiring perubahan struktur ekonomi.

    Strategi offshoring menciptakan jutaan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekspor, dan mempercepat urbanisasi. Sebagai contoh, ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia meningkat dari USD7.8 miliar pada 2005 menjadi USD13.8 miliar pada 2010, menunjukkan peran penting negara ini sebagai salah satu eksportir terbesar di dunia.

    Namun, seiring berjalannya waktu, biaya tenaga kerja di negara-negara manufaktur utama, termasuk Indonesia, mulai meningkat. Antara 2015 hingga 2020, biaya tenaga kerja di sektor manufaktur Indonesia tumbuh rata-rata 6 persen per tahun, membuat persaingan menjadi lebih ketat dengan negara-negara seperti Bangladesh dan Vietnam.

    Peralihan ke reshoring

    Negara-negara maju mulai menghadapi tantangan berupa hilangnya pekerjaan domestik dan meningkatnya ketimpangan pendapatan akibat offshoring. Tren ini mendorong kembalinya manufaktur ke negara asal atau reshoring, terutama di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.

    Reshoring dipicu oleh beberapa faktor utama diantaranya, pertama, kemajuan teknologi. Adopsi robotika dan otomatisasi semakin meningkat, mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja murah. Menurut laporan International Federation of Robotics (IFR), penggunaan robot di sektor manufaktur global tumbuh rata-rata 10% per tahun sejak 2017.

    Amerika Serikat mencatat adopsi robot industri hingga 40.00unit pada 2022, sementara Indonesia hanya mengadopsi sekitar 1.200 unit, menunjukkan kesenjangan signifikan dalam kesiapan teknologi.

    Kedua, kerentanan rantai pasok. Pandemi COVID-19 menyoroti ketergantungan berlebihan pada rantai pasok global. Impor AS dari China menurun sebesar 20 persen pada 2020, sementara Vietnam dan Meksiko berhasil meningkatkan pangsa pasar masing-masing sebesar 12 persen dan 9 persen.

    Indonesia sendiri menghadapi gangguan serupa, terutama dalam ekspor produk elektronik, yang turun hingga 15 persen pada 2020, meskipun pulih perlahan pada 2021 dan 2022.

    Ketiga, sentimen proteksionisme. Pemerintahan Donald Trump memperkenalkan kebijakan tarif yang agresif, termasuk tarif 25 persen pada barang-barang impor dari China. Kebijakan ini memicu efek domino yang berdampak pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang harus menyesuaikan strategi ekspornya untuk menghindari pengenaan tarif tambahan.

    Keempat, restrukturisasi perdagangan global. Restrukturisasi perdagangan terlihat jelas di pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa. Data menunjukkan bahwa antara 2017 hingga 2023, impor AS dari China menurun sebesar 15 persen, sementara negara-negara seperti Vietnam, Meksiko, dan Bangladesh mencatat pertumbuhan masing-masing sebesar 12 persen, 9 persen, dan 10 persen.

    Di Uni Eropa, perubahan lebih dipengaruhi oleh faktor geopolitik, seperti perang Rusia-Ukraina, yang menyebabkan penurunan impor dari Rusia hingga 30 persen. Sebagai gantinya, Eropa meningkatkan perdagangan dengan negara-negara seperti India (pertumbuhan impor 8 persen) dan Brasil (7 persen).

    Berdasarkan estimasi model gravitasi, kenaikan tarif sebesar 1 persen dapat mengurangi total perdagangan sebesar 7.25 persen untuk AS dan 4.67 persen untuk Uni Eropa. Dampak ini menunjukkan sensitivitas aliran perdagangan global terhadap perubahan kebijakan proteksionisme.

    Antara Peluang dan Tantangan

    Restrukturisasi perdagangan ini menciptakan peluang bagi beberapa negara dan tantangan bagi yang lain. Dalam konteks ini, Indonesia perlu memanfaatkan tiga faktor utama yang dapat menentukan keberhasilannya dalam menarik investasi.

    Pertama, produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara pesaing. Nilai tambah manufaktur per pekerja di Indonesia hanya mencapai USD5.000 pada 2023, jauh di bawah Vietnam (USD8.000) dan Thailand (USD12.000). Peningkatan keterampilan tenaga kerja menjadi prioritas utama untuk meningkatkan daya saing.

    Kedua, kemampuan logistik. Berdasarkan Logistics Performance Index (LPI) 2023, Indonesia berada di peringkat ke-46 dunia, tertinggal dari Malaysia (25) dan Singapura (3). Peningkatan infrastruktur pelabuhan dan transportasi diperlukan untuk mengurangi biaya logistik yang saat ini mencapai 24 persen dari PDB, jauh di atas rata-rata global sebesar 8–10 persen.

    Ketiga, kesiapan teknologi. Investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) di Indonesia hanya 0.3 persen dari PDB, jauh tertinggal dari Korea Selatan (4.5 persen) dan Singapura (2.2 persen). Tanpa adopsi teknologi canggih, Indonesia sulit bersaing dalam era otomatisasi dan manufaktur digital.

    Restrukturisasi perdagangan global, terutama reshoring berbasis teknologi, memiliki dampak yang beragam terhadap kesejahteraan masyarakat. Diantaranya adanya disparitas pendapatan.

    Otomatisasi telah menggantikan permintaan ekspor untuk produk-produk padat karya. Di Indonesia, subsektor tekstil dan alas kaki menghadapi penurunan ekspor sebesar 8 persen pada 2023, berdampak pada pekerja berpendidikan rendah yang mengalami penurunan upah hingga 5 persen.

    Dampak lain adalah penurunan kesejahteraan konsumen. Proteksionisme meningkatkan harga barang impor. Sebagai contoh, harga produk elektronik impor meningkat rata-rata 8 persen setelah diberlakukannya tarif impor di beberapa negara. Dampaknya, daya beli masyarakat menurun, terutama pada kelompok berpendapatan menengah ke bawah.

    Kemudian, peluang diversifikasi. Negara-negara seperti India dan Brasil yang mencatat peningkatan impor dari Uni Eropa menjadi pasar potensial bagi produk Indonesia. Pada 2023, ekspor produk makanan olahan Indonesia ke India meningkat 6 persen, menunjukkan peluang diversifikasi yang dapat dioptimalkan.

    Rekomendasi kebijakan

    Untuk menghadapi dinamika global ini, Indonesia perlu mengimplementasikan strategi berikut.

    Pertama, diversifikasi ekspor. Indonesia harus berfokus pada produk bernilai tambah tinggi, seperti elektronik, otomotif, dan produk berbasis teknologi. Pemerintah juga perlu menjajaki pasar nontradisional seperti Afrika dan Timur Tengah.

    Kedua, peningkatan infrastruktur. Investasi dalam infrastruktur logistik, seperti pelabuhan dan jaringan transportasi, harus diprioritaskan. Target pemerintah untuk meningkatkan peringkat LPI ke 30 besar pada 2030 dapat membantu menarik investasi.

    Ketiga, investasi dalam SDM dan teknologi. Pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran R&D menjadi 1 persen dari PDB pada 2030 dan memperluas program pelatihan tenaga kerja berbasis teknologi untuk menghadapi era otomatis.

    Transformasi global dalam manufaktur membawa tantangan besar bagi Indonesia, termasuk penurunan daya saing pada sektor tradisional. Namun, dengan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan peluang diversifikasi, memperkuat daya saing logistik, dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

    Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak jangka panjang restrukturisasi ini terhadap ekonomi domestik. Dengan strategi yang adaptif, Indonesia dapat memainkan peran yang lebih besar dalam lanskap manufaktur global yang terus berubah.

    Sumber : Antara

  • AS Menggila, China Dikuras Habis Jelang Akhir Jabatan Joe Biden

    AS Menggila, China Dikuras Habis Jelang Akhir Jabatan Joe Biden

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perang dagang di sektor teknologi antara Amerika Serikat (AS) dan China terus berlanjut dan memanas jelang akhir pemerintahan Joe Biden.

    Awal pekan ini, pemerintahan Biden mengumumkan penyelidikan perdagangan terbaru ke produk-produk China pada menit-menit terakhir menuju pelantikan Donald Trump.

    Penyelidikan ini berfokus pada semikonduktor ‘warisan’ lama buatan China yang digunakan pada barang sehari-hari seperti otomotif, mesin cuci, hingga peralatan telekomunikasi.

    Digadang-gadang penyelidikan ini akan berujung pada penambahan tarif yang dikenakan AS kepada chip-chip buatan China di negara Paman Sam.

    Perwakilan Dagang AS Katherine Tai mengatakan penyelidikan ini bertujuan untuk melindungi produsen AS dan produsen semikonduktor lainnya dari penumpukan pasokan chip China dalam jumlah besar yang didorong oleh pemerintahan Xi Jinping.

    Pejabat pemerintahan Biden mengatakan penyelidikan ‘Pasal 301’ ke semikonduktor lawas China ini akan ditetapkan dalam waktu dekat dan dilanjutkan pada pemerintahan selanjutnya.

    Upaya ini dapat memuluskan langkah Trump untuk menerapkan tarif sebesar 60% yang ia ancam untuk barang impor China. Biden telah memberlakukan tarif AS sebesar 50% terhadap semikonduktor China yang akan dimulai pada 1 Januari 2025 mendatang.

    Biden juga telah memperketat pembatasan ekspor terhadap kecerdasan buatan (AI) yang canggih, chip memori, dan peralatan pembuatan chip.

    Chip lama menggunakan proses manufaktur lama yang diperkenalkan lebih dari satu dekade lalu dan seringkali jauh lebih sederhana dibandingkan chip yang digunakan dalam aplikasi AI atau mikroprosesor canggih.

    Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo mengatakan penelitian departemennya menunjukkan bahwa dua per tiga produk AS yang menggunakan chip mengandung chip warisan China.

    Selain itu, setengah perusahaan AS tidak mengetahui asal usul chip yang mereka gunakan, termasuk beberapa perusahaan di industri pertahanan. Temuan ini dikatakan “cukup mengkhawatirkan.”

    Kementerian Perdagangan China mengatakan penyelidikan chip AS akan merugikan perusahaan-perusahaan AS, serta mengganggu rantai pasokan chip global. Beijing disebut akan “mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk secara tegas membela hak dan kepentingannya.”

    Juru bicara tim transisi Trump tidak segera menanggapi permintaan komentar.

    Tai mengatakan lembaganya menemukan bukti bahwa China menargetkan industri semikonduktor untuk mendominasi global. Menurutnya, hal ini memungkinkan perusahaan-perusahaan China secara cepat memperluas kapasitas dan menawarkan chip dengan harga lebih rendah, sehingga mengancam akan merugikan industri AS secara signifikan.

    Pemerintahan Biden akan menerima masukan publik mengenai penyelidikan tersebut pada 6 Januari 2025, dan telah merencanakan dengar pendapat publik pada 11-12 Maret 2025, menurut pemberitahuan Federal Register mengenai penyelidikan tersebut, yang akan selesai dalam waktu satu tahun.

    Penyelidikan ini dilakukan berdasarkan Pasal 301 Undang-Undang Perdagangan tahun 1974, undang-undang praktik perdagangan tidak adil yang sama yang digunakan Trump untuk mengenakan tarif hingga 25% terhadap impor China senilai $370 miliar pada tahun 2018 dan 2019.

    Dewan Industri Teknologi Informasi, sebuah kelompok perdagangan yang mewakili sektor teknologi AS, mengatakan penyelidikan ini dapat memiliki implikasi yang kompleks dan luas terhadap perekonomian global dan rantai pasokan.

    Jason Oxman, presiden kelompok tersebut, mengatakan bahwa dia prihatin dengan peluncuran penyelidikan tersebut selama masa transisi kepresidenan.

    “Kami mendesak para pejabat di pemerintahan saat ini dan yang akan datang untuk melakukan penyelidikan dengan cara yang obyektif dan kolaboratif,” kata Oxman dalam sebuah pernyataan.

    Perlu diketahui, sebagian besar ponsel pintar, komputer laptop, konsol video game, dan produk elektronik konsumen AS lainnya masih diimpor dari China. Penyelidikan ini berpotensi membuat jalur perdagangan untuk barang-barang tersebut terhambat.

    Seorang pejabat pemerintahan Biden mengatakan bahwa selain memeriksa dampak dari chip yang diimpor, penyelidikan tersebut juga akan melihat penggabungannya ke dalam komponen hilir dan barang-barang pengguna akhir untuk industri penting termasuk pertahanan, produk otomotif, dan peralatan medis.

    Perusahaan ini juga akan menargetkan produksi substrat silikon karbida dan wafer China untuk fabrikasi semikonduktor.

    Setelah pandemi COVID-19 mengganggu pasokan semikonduktor dan menghentikan sementara produksi mobil dan peralatan medis, AS berupaya membangun rantai pasokan semikonduktornya sendiri dengan subsidi baru sebesar $52,7 miliar untuk produksi chip, penelitian, dan pengembangan tenaga kerja.

    (fab/fab)

  • Libur Nataru, Ini Kursi Terbaik di Pesawat agar Terhindar dari Serangan Penyakit Flu dan Pilek

    Libur Nataru, Ini Kursi Terbaik di Pesawat agar Terhindar dari Serangan Penyakit Flu dan Pilek

    Jakarta, Beritasatu.com – Sebuah penelitian mengungkapkan kursi terbaik di pesawat untuk diduduki agar terhindar dari serangan virus penyakit musiman seperti flu dan pilek. Hal ini bisa dijadikan referensi ketika bepergian saat libur Natal 2024 dan Tahun Baru (Nataru) 2025. 

    Libur Nataru 2025 bertepatan dengan musim hujan di Indonesia, sehingga risiko terkena flu lebih besar. Untuk menghindari virus penyebab flu, Anda harus waspada termasuk dalam memilih tempat duduk di pesawat. 

    Tim peneliti dari Universitas Emory di Atlanta, Georgia, Amerka Serikat mengungkap hasil penelitian dilakukan sejak 2018. Mereka melakukan 10 penerbangan lintas Atlantik untuk menyelidiki tingkat penyebaran virus di antara 1.500 penumpang pesawat.

    Dari eksperimen tersebut, mereka menemukan tempat duduk di dekat jendela pesawat adalah yang paling aman dari tertularnya virus seperti influenza, karena berada jauh dari lorong kabin yang sering digunakan staf dan penumpang bolak-balik ke toilet.

    Studi tersebut mengungkapkan penumpang yang duduk di dekat jendela cenderung lebih jarang atau hanya 40 persen yang meninggalkan kursinya selama di pesawat. Sedangkan 80 persen penumpang yang duduk dekat lorong setidaknya pernah sekali meninggalkan kursinya untuk ke toilet.

    “Dalam banyak kasus, tempat duduk yang paling ideal di pesawat untuk mengurangi risiko flu dan pilek adalah di dekat jendela, karena lebih jauh dari area dengan lalu lintas tinggi seperti lorong dan toilet,” kata pakar kesehatan Bernadette Boden-Albala kepada Reader’s Digest, dikutip dari Indy100, Selasa (24/12/2024).

    Para ahli kesehatan lainnya juga menyarankan untuk memilih tempat duduk di bagian belakang pesawat agar terhindar dari virus. 

    Sebuah studi pada 2022 yang didasarkan pada pemilihan tempat duduk dan pengurangan penularan Covid mengeklaim, tempat duduk yang paling berbahaya adalah kursi di samping penumpang yang terinfeksi virus dan deretan kursi di belakang penumpang terinfeksi.

  • 20 Kota Terbaik di Dunia untuk Kerja Remote, Kamu Berminat?

    20 Kota Terbaik di Dunia untuk Kerja Remote, Kamu Berminat?

    Jakarta

    Covid-19 membuat sebagian besar pekerjaan dilakukan di rumah atau work from home (WFH). Usai pandemi berakhir, banyak karyawan mempertimbangkan kembali untuk bekerja jarak jauh (remote) karena menawarkan fleksibilitas dan kebebasan. Contohnya, pekerja jadi punya waktu lebih bersama keluarga.

    Apalagi dengan sistem kerja jarak jauh, pekerja bisa bekerja untuk perusahaan luar negeri dari rumah atau tempat mana saja yang disukai cukup mengandalkan internet dan tools digital lainnya. Upah lebih besar hingga koneksi luas termasuk poin plus kerja remote makin diminati.

    Remote, perusahaan pengembangan dan pemberian dukungan pada tenaga kerja yang tersebar secara global, merilis daftar kota di dunia yang menjadi tujuan terbaik untuk kerja jarak jauh. Kota mana saja itu?

    Kota Terbaik untuk Kerja Jarak Jauh

    Berdasarkan laporan Remote, berikut 10 kota di dunia sebagai destinasi teratas untuk kerja jarak jauh atau remote:

    Madrid, SpanyolMadeira, PortugalToronto, KanadaAuckland, Selandia BaruTokyo, JepangParis, PrancisPortland (Maine), Amerika SerikatTaipei, TaiwanStockholm, SwediaReykjavik, IslandiaBerlin, JermanOslo, NorwegiaHelsinki, FinlandiaBern, SwissKopenhagen, DenmarkBangkok, ThailandSydney, AustraliaValetta, MaltaHonolulu, HawaiiDes Moines (Iowa), Amerika Serikat.

    Daftar di atas setelah Remote menganalisis ribuan kota dunia berdasarkan sejumlah faktor utama; keterbukaan, biaya hidup, keamanan, kualitas hidup, infrastruktur internet, daya tarik, inflasi, dan insentif untuk pekerja jarak jauh.

    Tips Kerja Secara Remote

    Dilansir Indeed, ada sejumlah tips yang dapat diikuti agar bekerja jarak jauh tetap optimal:

    Tentukan ruang atau lokasi khusus agar dapat bekerja dengan fokus.Buat jadwal rutinitas untuk memulai-menyelesaikan pekerjaan.Tentukan jam kerja optimal agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik pada waktu tersebut.Hilangkan hal-hal yang bisa mengganggu produktivitas kerja.Gunakan teknologi penunjang yang andal dan koneksi internet stabil untuk pekerjaan.

    (azn/row)

  • Eks Presiden Amerika Serikat Bill Clinton Dirawat di RS, Sakit Apa?

    Eks Presiden Amerika Serikat Bill Clinton Dirawat di RS, Sakit Apa?

    Jakarta

    Mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dilarikan ke rumah sakit pada Senin (23/12/2024) di Washington. Berdasarkan keterangan resmi, pria berusia 78 tahun itu mengalami demam.

    “Presiden Clinton dirawat di Georgetown University Medical Center sore ini untuk menjalani tes dan observasi setelah mengalami demam,” kata wakil kepala staf Bill Clinton, Angel Urena, dikutip dari Channel News Asia.

    Meski mengalami masalah kesehatan, Bill Clinton tetap bersemangat selama menjalani perawatan.

    “Kondisinya baik-baik saja. Ia tetap bersemangat dan sangat menghargai perawatan luar biasa yang diterimanya,” sambungnya.

    Urena mengatakan Clinton diperkirakan bisa kembali ke rumahnya untuk merayakan Natal.

    Clinton sebelumnya dirawat di rumah sakit pada bulan Oktober selama lima hari. Saat itu, ia diketahui mengalami infeksi darah.

    Pada tahun 2004, saat usianya 58 tahun, Clinton menjalani operasi bypass empat kali setelah dokter menemukan tanda-tanda penyakit jantung yang parah. Dokter akhirnya memasang stent di arteri koronernya enam tahun kemudian.

    Masalah kesehatan tersebut membuat Clinton termotivasi untuk mengubah gaya hidup, termasuk menjalani diet vegetarian.

    Kesehatan Clinton terakhir kali menjadi berita utama pada November 2022, saat ia dinyatakan positif COVID-19. Ia mengatakan saat itu bahwa gejalanya masih tergolong ringan.

    Pada kesempatan itu, Clinton bersyukur telah divaksinasi dan mendapatkan suntikan booster untuk melindunginya dari paparan virus Corona lagi.

    (sao/kna)

  • Terungkap! Alasan DPR Setujui Kenaikan PPN 12% di UU HPP

    Terungkap! Alasan DPR Setujui Kenaikan PPN 12% di UU HPP

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua MPR RI sekaligus Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan asal mula munculnya pasal terkait kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% saat pembahasan Rancangan Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Sebagai informasi, RUU HPP yang dibahas pada 2021 atau saat pandemi Covid-19. Pada masa itu, kata Muzani, semua negara berada dalam posisi dan kondisi yang tidak memiliki kemampuan untuk memiliki penerimaan negara. Oleh sebab itu, imbuhnya, semua negara berpikir untuk bagaimana mendapatkan sumber-sumber penerimaan.

    “Maka ketika itu, DPR bersama pemerintah berpikir bagaimana meningkatkan sumber-sumber penerimaan. Salah satu sumber penerimaannya adalah meningkatkan sektor penerimaan pajak dari PPN,” katanya di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin (23/12/2024).

    Pada 2021 itu, lanjut dia, DPR dan pemerintah melakukan pembahasan terkait kemungkinan penerimaan PPN yang bersumber dari masyarakat, mulai dari 10%, menjadi 11%, hingga nanti 12%. Dia menyebut bahwa kenaikan itu pun dilakukan secara bertahap.

    Muzani kembali menekankan memang kala itu juga pembahasan dilakukan oleh partai-partai di parlemen dan Gerindra sebagai partai yang ikut dalam Koalisi Indonesia Maju pada saat itu ikut bersama-sama dengan partai lain memberi persetujuan.

    Oleh sebab itu, imbuhnya, kini Prabowo sebagai Presiden RI memiliki kewajiban untuk menjalankan UU HPP yang sudah diputuskan pada saat pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). 

    “Sekarang kemudian kita menemui protes. Bahkan teman-teman partai yang tadi menyetujui sekarang ikut mempertanyakan dan seterusnya,” ujarnya.

    Kendati demikian, dia merasa bahwa hal tersebut wajar saja terjadi karena dia anggap sebagai sebuah proses demokrasi. 

    Muzani menilai bahwa semua pandangan, kritik, dan saran yang berkembang di masyarakat diterima pihaknya sebagai sebuah catatan sebelum presiden mengambil keputusan.

    “Dan Pak Prabowo memahami keberatan-keberatan tersebut dan nanti pada waktunya beliau akan mengumumkan itu semua. Apa saja poin-poin yang harus diambil untuk dilakukan kenaikan,” pungkasnya.

  • Alasan DPR Setujui Kenaikan PPN 12 Persen Lewat UU HPP

    Alasan DPR Setujui Kenaikan PPN 12 Persen Lewat UU HPP

    Jakarta, CNN Indonesia

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Ahmad Muzani mengungkap alasan DPR menyetujui kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 12 persen lewat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada 2021.

    UU HPP menjadi dasar hukum kenaikan PPN dari semula 10 persen pada 2021 menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan berlangsung secara bertahap dimulai pada 2022 yang naik menjadi 11 persen dan kini menjadi 12 persen.

    Menurut Muzani, UU HPP kala itu didorong saat negara dalam situasi pandemi Covid-19. Menurut dia, kondisi keuangan negara sedang tidak baik dan karenanya membutuhkan sumber pemasukan tambahan guna menopang APBN.

    “2021 ketika undang-undang ini dibahas, situasinya ketika itu sedang Covid. Negara ketika itu dalam kondisinya sedang dalam kondisi tidak memiliki kemampuan untuk memiliki kemampuan penerimaan,” ucap Muzani di kompleks parlemen, Senin (23/12).

    Walhasil, pemerintah dan DPR kala itu berpikir untuk membuat aturan agar negara mendapat tambahan sumber penerimaan. Dalam UU HPP, sumber pendapatan salah satunya yakni dengan menaikkan pajak lewat pajak pertambahan nilai (PPN).

    “DPR bersama pemerintah ketika itu tahun 2021 melakukan pembahasan tentang kemungkinan penerimaan PPN yang bersumber dari masyarakat dari 10 persen, menjadi 11 persen sampai 12 persen. Kenaikan itu dilakukan secara bertahap,” kata Muzani.

    UU HPP diusulkan pemerintah yang saat itu dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi). Awalnya, RUU itu bernama RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

    RUU KUP didasarkan pada Surat Presiden (Surpes) Nomor R-21/Pres/05/2021 yang dikirim ke DPR pada 5 Mei 2021, serta Surat Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor PW/08529/DPR RI/VI/2021 yang ditekan pada 22 Juni 2021.

    Sejak dimulai dibahas pada 28 Juni 2021, RUU HPP persis memakan waktu sekitar tiga bulan hingga kemudian disahkan di tingkat I pada 29 September 2021. Dalam rapat kerja yang turut dihadiri pemerintah, delapan fraksi menyetujui RUU HPP dibawa ke Paripurna.

    Mereka masing-masing yakni PDIP, Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, NasDem, PKB, dan PPP. Hanya PKS yang menolak.

    Sebagai salah satu partai pendukung pemerintah, Gerindra menurut Muzani menyetujui UU HPP. Dan kini, sebagai Presiden, Prabowo memiliki kewajiban untuk melaksanakan perintah untuk menaikkan PPN.

    Pada prosesnya, Muzani menganggap partai yang kini menolak kenaikan PPN sebagai dinamika yang lumrah. Menurut dia, hal itu sebagai bagian dari dinamika berdemokrasi.

    “Saya kira itu sebagai sebuah proses demokrasi sesuatu yang wajar-wajar saja. Tetapi semua pandangan, kritik, saran yang berkembang di masyarakat kami terima sebagai sebuah catatan sebelum presiden mengambil keputusan,” katanya.

    Muzani mengatakan Prabowo memahami berbagai keberatan yang disampaikan masyarakat. Menurut dia, semua itu akan menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan.

    “Dan Pak Prabowo memahami keberatan-keberatan tersebut dan nanti pada waktunya beliau akan mengumumkan itu semua. Apa saja poin-poin yang harus diambil untuk dilakukan penaikan,” kata Muzani. 

    (thr/DAL)

    [Gambas:Video CNN]

  • PPN 12% Berlaku per 1 Januari 2025, Daya Beli Warga RI Aman?

    PPN 12% Berlaku per 1 Januari 2025, Daya Beli Warga RI Aman?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% menjadi 12% dinilai tidak akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Hal ini didasari oleh dampak inflasi yang terbilang rendah atas kenaikan PPN menjadi 12% mulai awal tahun depan.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengungkapkan berdasarkan hitungan Pemerintah, inflasi saat ini rendah di angka 1,6%.

    “Dampak kenaikan PPN 11% menjadi 12% adalah 0,2%. Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di kisaran 1,5%-3,5%,” papar Dwi dalam pernyataan resminya, dikutip Selasa (24/12/2024).

    “Dengan demikian, kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan,” tegasnya.

    Dia pun mengungkapkan, melihat kembali kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 tidak menyebabkan lonjakan harga barang/jasa dan tergerusnya daya beli masyarakat.

    “Berkaca pada periode kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022, dampak terhadap inflasi dan daya beli tidak signifikan,” ungkapnya.

    Adapun, pada tahun 2022, tingkat inflasinya adalah 5,51%, namun terutama disebabkan tekanan harga global, gangguan suplai pangan, dan kebijakan penyesuaian harga BBM akibat kenaikan permintaan dari masyarakat pasca pandemi Covid-19. Sepanjang 2023-2024 tingkat inflasi berada pada kisaran 2,08%.

    Namun, bertolak belakang dari pemerintah pengusaha dan bankir masih melihat PPN 12% akan berpengaruh pada daya beli masyarakat.

    Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) Efdinal Alamsyah mengatakan dari sisi konsumen, kenaikan PPN bakal meningkatkan harga barang dan jasa, lantas menekan daya beli masyarakat. Ini kemudian bisa mengurangi permintaan kredit konsumer.

    “Hal ini berpotensi mengurangi permintaan kredit konsumer, seperti KPR (Kredit Pemilikan Rumah), KKB (Kredit Kendaraan Bermotor), atau pinjaman lainnya,” ujar Efdinal saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (19/12/2024).

    Sementara itu Executive Vice President Consumer Loan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), Welly Yandoko menilai kenaikan PPN bakal jadi tantangan khususnya bagi penjualan property primary di tahun 2025.

    “Tantangan ini diperkirakan terjadi dari 2 sisi, di sisi developer akan adanya kenaikan harga property karena bahan bangunan, di sisi lain kondisi ekonomi dalam ketidakpastian, yang tentunya berdampak pada daya beli masyarakat,” tuturnya saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (19/12/2024).

    Meskipun begitu, bank swasta terbesar RI itu optimis bahwa akan masih bisa bertumbuh dengan baik. Tentunya, kata Welly, dengan strategi kolaborasi antara BCA dan semua channel penjualan, baik dari kantor cabang BCA, para pengembang, sekaligus juga broker property.

    Co-Founder Tumbuh Makna (TMB), Benny Sufami, mengakui bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

    “Kenaikan PPN bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara yang nantinya disalurkan kembali ke sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan program pemerintah lainnya,” ujar Benny.

    Meski memiliki tujuan positif, menurut Benny, pemerintah perlu melihat situasi saat ini dengan sangat hati-hati melalui pemantauan daya beli masyarakat khususnya di kalangan menengah bawah. Sebab hal ini sangat menentukan pertumbuhan ekonomi, sehingga perlu dijaga pada angka 5% dimana jika melihat pertumbuhan ekonomi pada 2024 ada indikasi mengalami tren penurunan. Untuk itu, Benny melihat bahwa masyarakat perlu menyiapkan diri dalam menghadapi dampak optimalisasi PPN ini.

    “Tantangan terbesar ada di tiga bulan pertama sebagai masa transisi, di mana harga barang cenderung naik. Stimulus pemerintah di periode ini justru menjadi sangat penting,” katanya.

    (haa/haa)

  • AS Bakal Menarik Diri dari Keanggotaan WHO, Ada Apa?

    AS Bakal Menarik Diri dari Keanggotaan WHO, Ada Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tim transisi Presiden Donald Trump dikabarkan tengah menyusun rencana untuk menarik Amerika Serikat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari pertama masa jabatan keduanya.

    “Saya mendapat informasi terpercaya bahwa ia berencana menarik diri, kemungkinan pada Hari Pertama atau segera setelah itu,” kata Lawrence Gostin, profesor kesehatan global di Universitas Georgetown dan Direktur WHO Collaborating Center on National and Global Health Law, yang memiliki akses ke diskusi tersebut.

    Rencana ini pertama kali dilaporkan oleh Financial Times, yang mengutip dua pakar. Salah satu pakar lainnya, Ashish Jha, mantan koordinator respons Covid-19 Gedung Putih, belum dapat memberikan komentar.

    Langkah ini akan menjadi pergeseran dramatis dalam kebijakan kesehatan global AS dan dapat makin mengisolasi Washington dari upaya internasional untuk menghadapi pandemi. Trump telah lama mengkritik WHO dan menuduh organisasi tersebut gagal meminta pertanggungjawaban China atas penyebaran awal Covid-19.

    Ia bahkan menyebut WHO sebagai “boneka Beijing” dan berjanji untuk mengalihkan kontribusi AS kepada inisiatif kesehatan domestik. Kritik ini mencerminkan sikap Trump sejak 2020, ketika ia memulai proses penarikan AS dari WHO. Namun, langkah tersebut dibatalkan oleh penerusnya, Presiden Joe Biden, enam bulan kemudian.

    Trump juga telah mencalonkan beberapa kritikus WHO untuk menduduki posisi tinggi dalam sektor kesehatan publik, termasuk Robert F. Kennedy Jr., seorang skeptis vaksin yang dicalonkan sebagai Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS). HHS memiliki yurisdiksi atas semua lembaga kesehatan utama AS, termasuk CDC dan FDA.

    Rencana penarikan ini mempertegas kebijakan Trump yang cenderung menentang kerja sama multilateral di bidang kesehatan, terutama dalam isu-isu yang melibatkan WHO.

    Tanggapan WHO

    WHO menolak memberikan komentar langsung atas rencana ini. Namun, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, sebelumnya menyatakan bahwa organisasi tersebut membutuhkan waktu dan ruang untuk transisi AS. Tedros juga optimistis bahwa negara-negara anggota dapat menyelesaikan kesepakatan pandemi global pada Mei 2025.

    Sementara itu, para pengkritik memperingatkan bahwa penarikan AS dapat merusak sistem pemantauan penyakit global dan respons darurat internasional.

    “AS akan kehilangan pengaruh dan kekuatan dalam kesehatan global, sementara China akan mengisi kekosongan itu. Saya tidak bisa membayangkan dunia tanpa WHO yang kuat. Tetapi penarikan AS akan sangat melemahkan organisasi tersebut,” ujar Gostin.

     

    (luc/luc)

  • Gerindra bantah serang PDIP soal kenaikan PPN 12 persen 

    Gerindra bantah serang PDIP soal kenaikan PPN 12 persen 

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Gerindra bantah serang PDIP soal kenaikan PPN 12 persen 
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 23 Desember 2024 – 22:10 WIB

    Elshinta.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani membantah partainya menyerang PDI Perjuangan terkait kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang akan diterapkan mulai Januari 2025.

    “Enggak, enggak. Saya baca semuanya,” kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Dia menyebut bahwa beberapa pernyataan yang dikeluarkan kadernya terkait hal tersebut hanya menegaskan bahwa kebijakan untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen yang menjadi amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) merupakan produk legislasi kolektif.

    “Teman-teman Gerindra ingin mengatakan bahwa ini kan undang-undang yang juga disetujui bersama, diinisiasi bersama, jangan kemudian seolah-olah persetujuan bersama-sama, kemudian kesannya… Ya, ini kan produk bersama, gitu lho kira-kira,” ujarnya.

    Meski demikian, dia menghargai sikap PDIP terhadap kebijakan kenaikan PPN 12 persen per 1 Januari 2025 sebagai sebuah pandangan yang lumrah.

    “Kalau mau memberi pandangan, ya pandangan saja. Kira-kira begitu. Enggak, enggak (nyerang),” ucapnya.

    Dia lantas menjelaskan proses pembahasan UU HPP yang menjadi dasar pengaturan kenaikan PPN 12 persen, yang mana saat mulai dibahas pada tahun 2021 situasi dunia sedang pandemi COVID-19.

    Untuk itu, lanjut dia, DPR bersama pemerintah berpikir bagaimana meningkatkan sumber-sumber penerimaan negara.

    “Salah satu sumber penerimaannya adalah meningkatkan sektor penerimaan pajak dari PPN. DPR bersama pemerintah ketika itu tahun 2021 melakukan pembahasan tentang kemungkinan penerimaan PPN yang bersumber dari masyarakat, dari 10 persen, menjadi 11 persen, sampai 12 persen. Kenaikan itu dilakukan secara bertahap,” bebernya.

    Dia mengatakan bahwa pembahasan RUU HPP akhirnya setuju untuk diundangkan oleh partai-partai di Senayan bersama pemerintah.

    “Sebagai partai yang ikut dalam Koalisi Indonesia Maju ketika itu, Gerindra ikut bersama-sama dan memberi persetujuan. Karena itu, kami ikut menyetujui itu dan kami bersama-sama dengan partai yang lain dan kami setujui itu,” paparnya.

    Untuk itu, dia menyebut Presiden Prabowo Subianto hanya menjalankan amanat dari UU HPP untuk menerapkan PPN 12 persen pada 2025.

    “Sekarang Pak Prabowo jadi presiden. Sebagai kewajiban atas undang-undang yang sudah diputuskan maka kewajiban pemerintah adalah melaksanakan undang-undang tersebut,” katanya.

    Ketua MPR RI itu pun memandang polemik yang mengemuka di publik atas kebijakan kenaikan PPN 12 persen pada 2025 tak ubahnya sebagai bagian dari proses demokrasi.

    “Sekarang kemudian kita menemui protes, bahkan teman-teman partai yang tadi menyetujui sekarang ikut mempertanyakan dan seterusnya. Saya kira itu sebagai sebuah proses demokrasi, sesuatu yang wajar-wajar saja,

    Dia menyebut Presiden Prabowo menerima pula semua pandangan, kritik, dan saran yang berkembang di masyarakat tersebut sebagai sebuah catatan sebelum mengambil keputusan.

    “Pak Prabowo memahami keberatan-keberatan tersebut dan nanti pada waktunya beliau akan mengumumkan itu semua, apa saja poin-poin yang harus diambil untuk dilakukan kenaikan,” kata dia.

    Sumber : Antara