Kasus: covid-19

  • Jokowi dan Luhut Harus Tanggung Jawab

    Jokowi dan Luhut Harus Tanggung Jawab

    GELORA.CO – Wartawan senior Edy Mulyadi menyoroti keras dugaan penyerangan terhadap anggota TNI yang melibatkan tenaga kerja asing (TKA) asal China. Peristiwa tersebut, menurutnya, menjadi sinyal serius terkait lemahnya pengawasan terhadap keberadaan TKA serta potensi ancaman terhadap kedaulatan negara.

    Dalam pernyataannya yang disampaikan melalui kanal YouTube, Edy Mulyadi mempertanyakan keberanian TKA yang disebut-sebut tidak hanya menyerang aparat TNI, tetapi juga merusak kendaraan milik perusahaan. Ia menilai insiden tersebut seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah.

    “Bayangkan, TKA berani menyerang anggota TNI. Kalau aparat saja bisa diperlakukan seperti itu, bagaimana dengan rakyat biasa?” ujar Edy.

    Edy menilai, fenomena masuknya TKA China di Indonesia terjadi secara masif pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ia menyebut arus kedatangan TKA tetap berlangsung bahkan saat pandemi Covid-19 melanda dunia, ketika mobilitas masyarakat Indonesia justru dibatasi secara ketat.

    Menurutnya, kebijakan tersebut menimbulkan pertanyaan publik, terutama ketika pemerintah melarang warganya sendiri melakukan mudik Idul Fitri, namun di saat yang sama dinilai tetap membuka pintu bagi TKA asing.

    Dalam kritiknya, Edy juga menyinggung peran Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi saat itu, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), yang disebut memiliki pengaruh besar dalam kebijakan terkait investasi dan tenaga kerja asing.

    “Di bawah kebijakan itu, seolah tidak ada yang berani menghentikan masuknya TKA, meski di tengah situasi darurat pandemi,” katanya.

    Edy menegaskan bahwa pemerintah perlu bertanggung jawab dan memberikan penjelasan terbuka kepada publik, terutama terkait mekanisme pengawasan, izin kerja, serta penegakan hukum terhadap TKA yang diduga melakukan pelanggaran hukum.

    Ia juga mendesak agar aparat penegak hukum mengusut tuntas insiden tersebut secara transparan, demi menjaga wibawa negara dan memastikan kedaulatan hukum tetap ditegakkan tanpa pandang bulu.

  • Harga Minyak 16 Desember Turun Imbas Negosiasi Ukraina dan Data China

    Harga Minyak 16 Desember Turun Imbas Negosiasi Ukraina dan Data China

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak dunia kembali melemah pada perdagangan Selasa (16/12/2025) pagi WIB, memperpanjang penurunan sesi sebelumnya. Tekanan datang dari meningkatnya optimisme atas kemajuan upaya damai Rusia-Ukraina serta rilis data ekonomi China yang lebih lemah dari perkiraan.

    Melansir Reuters, data perdagangan awal Asia mencatat, kontrak berjangka Brent turun 24 sen atau 0,40% ke level US$ 60,32 per barel pada pukul 08.01 WIB. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat melemah 22 sen atau 0,39% ke posisi US$ 56,60 per barel.

    Pelemahan harga minyak terjadi seiring sinyal positif dari proses diplomasi Ukraina. Pemerintah AS dilaporkan menawarkan jaminan keamanan bergaya NATO kepada Ukraina dalam pembicaraan dengan Presiden Volodymyr Zelenskiy di Berlin.

    Langkah tersebut memicu optimisme di sejumlah negara Eropa bahwa konflik berkepanjangan di kawasan itu semakin mendekati tahap negosiasi damai, yang berpotensi membuka jalan bagi pelonggaran sanksi terhadap Rusia.

    Tekanan terhadap harga minyak juga diperkuat oleh rilis data ekonomi China. Analis pasar IG Tony Sycamore menilai data tersebut memperbesar kekhawatiran bahwa permintaan global belum cukup kuat untuk menyerap peningkatan pasokan minyak.

    Data resmi menunjukkan pertumbuhan output pabrik China melambat ke level terendah dalam 15 bulan. Penjualan ritel juga mencatat pertumbuhan paling lambat sejak Desember 2022, ketika pandemi Covid-19 masih membebani aktivitas ekonomi.

    Kondisi ini memunculkan kekhawatiran bahwa strategi China yang mengandalkan ekspor untuk menutup lemahnya permintaan domestik mulai kehilangan efektivitas.

    Perlambatan ekonomi China berpotensi semakin menekan permintaan minyak global, terutama di tengah meningkatnya penggunaan kendaraan listrik yang turut mengurangi konsumsi bahan bakar fosil di negara tersebut.

    Pada sisi lain, kekhawatiran pasokan sempat muncul setelah AS menyita sebuah kapal tanker minyak di lepas pantai Venezuela pekan lalu.

    Namun, pelaku pasar menilai dampaknya terbatas karena masih tingginya stok minyak terapung serta lonjakan pembelian minyak Venezuela oleh China sebelum potensi pemberlakuan sanksi baru.

  • Kasus Penyakit Ginjal Melonjak di Singapura, Inikah Pemicunya?

    Kasus Penyakit Ginjal Melonjak di Singapura, Inikah Pemicunya?

    Jakarta

    Seiring meningkatnya kasus gagal ginjal di Singapura, negara tersebut kini menempati peringkat keempat dunia dalam hal prevalensi, atau jumlah kasus gagal ginjal yang tercatat.

    Proyeksi juga menunjukkan bahwa pada 2035, satu dari empat warga Singapura diperkirakan akan hidup dengan penyakit ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD).

    Lonjakan ini terbilang ‘mencolok’ jika dibandingkan dengan penyakit kronis utama lainnya. National Population Health Survey (NPHS) 2024 yang dirilis Ministry of Health Singapura (MOH) dan Health Promotion Board (HPB) mencatat prevalensi diabetes, hipertensi, dan kolesterol tinggi relatif stabil atau bahkan menurun.

    Sebaliknya, prevalensi penyakit ginjal kronis melonjak tajam dari 8,7 persen pada 2019-2020 menjadi 14,9 persen pada 2023-2024.

    “Peningkatan tajam ini kemungkinan disebabkan oleh semakin banyaknya tes darah dan urine yang dilanjutkan setelah pandemi COVID-19, serta dorongan dari lembaga kesehatan masyarakat untuk melakukan skrining dini penyakit ginjal kronis pada pasien berisiko tinggi,” kata Adjunct Associate Professor Dr Chua Horng Ruey, Kepala Divisi Nefrologi di National University Hospital (NUH), dikutip dari CNA.

    Saat ini, Singapura memiliki lebih dari 9.000 pasien dialisis, sekitar 60 persen di antaranya menerima layanan bersubsidi melalui National Kidney Foundation (NKF).

    Mengapa Kasus Penyakit Ginjal di Singapura Terus Meningkat?

    Peningkatan prevalensi penyakit ginjal di Singapura erat kaitannya dengan penyakit kronis utama seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular. Singapura tercatat sebagai peringkat ketiga dunia untuk gagal ginjal akibat diabetes, dan sekitar dua pertiga pasien NKF mengalami gagal ginjal karena diabetes.

    Selain itu, populasi yang menua dan tingginya angka penyakit kardiovaskular turut memperluas kelompok masyarakat yang rentan terhadap penyakit ginjal kronis.

    Meski demikian, proporsi pasien baru dialisis akibat diabetes menurun dari sekitar 68 persen pada 2019 menjadi 63 persen pada tahun lalu. Penurunan ini, meski belum signifikan, dinilai menunjukkan dampak awal dari upaya nasional seperti kampanye Beat Diabetes.

    CEO NKF Yen Tan, yang mulai menjabat Februari tahun ini, menyebutkan bahwa faktor gaya hidup juga berperan besar. Banyak warga Singapura mengonsumsi makanan tinggi natrium dari garam tambahan, saus, dan makanan olahan. Kebiasaan makan di luar juga berkontribusi, mengingat kandungan garam dan gula tersembunyi serta porsi yang lebih besar kerap ditemukan pada makanan siap saji.

    Pola makan seperti itu meningkatkan tekanan darah dan membebani ginjal, sementara kalori berlebih berkontribusi pada obesitas, yang merupakan faktor risiko diabetes dan hipertensi. Risiko tersebut semakin meningkat ketika pola makan yang buruk ini ditambah dengan gaya hidup yang kurang aktif.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Setengah Juta Warga di Singapura Kena Penyakit Ginjal “
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/suc)

  • Dokter Bongkar Posisi Kursi Terbaik agar Tak Tertular Virus di Pesawat

    Dokter Bongkar Posisi Kursi Terbaik agar Tak Tertular Virus di Pesawat

    Jakarta, Beritasatu.com – Musim liburan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 membuat banyak masyarakat bersiap bepergian dengan pesawat untuk berlibur. Namun, di tengah keramaian bandara yang ramai dan pesawat yang penuh, risiko penularan penyakit meningkat. Untuk mengurangi risiko tertular penyakit, dokter menyarankan posisi kursi tertentu. 

    Dokter Neha Pathak mengimbau penumpang memilih tempat duduk di dekat jendela dan jauh dari kamar mandi. 

    “Dengan cara ini maka akan lebih jarang berpapasan dengan orang lain, lebih sedikit terpapar lalu lintas di Lorong dan secara keseluruhan, lebih sedikit kontak secara dekat dengan orang lain,” kata dr Neha dikutip dari Fox News, Senin (15/12/2025). 

    Ia menjelaskan, risiko terbesar bagi penumpang bukan berasal dari apa yang mereka sentuh, melainkan dari apa yang kita hirup.

    “Sebagian besar virus pernapasan seperti flu atau Covid menyebar terutama melalui udara dan kontak dekat, bukan dari menyentuh meja lipat atau sandaran tangan,” tambahnya.

    Dokter Neha menegaskan, saat penting untuk menjaga kebersihan tangan saat bepergian dengan pesawat.

    “Tangan Anda benar-benar merupakan bagian yang sangat penting. Jika dibersihkan secara teratur dan menghindari menyentuh wajah, Anda dapat secara siginifikan mengurangi risiko tertular penyakit yang berasal dari permukaan,” pungkas dr Neha. 

    Pathak menambahkan, virus penyebab gastroenteritis atau penyakit pada sistem pencernaan menjadi perhatian utama. Virus ini dapat bertahan di permukaan selama berhari-hari dan mudah menular di tempat-tempat seperti kamar mandi pesawat dan area yang sering disentuh.

    Virus yang menyebabkan muntah dan diare lebih mungkin menempel di meja lipat daripada virus penyebab flu atau Covid. 

    Selain itu, ia menganjurkan penggunaan masker, menyalakan ventilasi udara di atas kursi, serta sering mencuci dan membersihkan tangan dengan cairan sanitasi. Dokter Neha mengimbau untuk menghindari menyentuh wajah, terutama mulut dan hidung, selama menempuh perjalanan dengan pesawat.

  • Wamentan Raih Gelar Doktor, Paparkan Hasil Penelitian soal Holdingisasi BUMN

    Wamentan Raih Gelar Doktor, Paparkan Hasil Penelitian soal Holdingisasi BUMN

    Bogor

    Wakil Menteri Pertanian Sudaryono resmi mendapatkan gelar Doktor di Institut Pertanian Bogor (Bogor). Gelar ini didapat setelah dirinya menempuh pendidikan di kampus tersebut selama enam tahun.

    Hasil penelitiannya selama menempuh pendidikan dipaparkan dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor School of Business di IPB University. Disertasi yang ditulis oleh Sudaryono mengenai “Evaluasi dan Strategi Optimisasi Kinerja BUMN Pasca Kebijakan Holdingisasi di Indonesia”.

    Dalam sidang terbuka ini, Surdayono juga diuji oleh dua menteri yakni Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy. Sidang terbuka ini juga dihadiri sejumlah pejabat, yakni Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana, Ketua MPR RI Ahmad Muzani, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arif Satria, hingga Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo.

    Mengawali paparannya dalam sidang, Sudaryono menyampaikan tugas dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), di mana bertugas menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan barang/jasa strategis, menjadi agen pembangunan, membuka lapangan kerja, serta menyumbang penerimaan negara melalui keuntungan dan dividen. Namun dalam disertasinya dari 2010 sampai 2023, ada kedapatan anomali.

    “Bagaimana bisa dilihat, revenue secara umum BUMN-BUMN kita mengalami kenaikan, namun tidak dibarengi, tidak selaras dengan kinerja laba return on asset-nya, bahkan turun-turun dan belum selaras setelah COVID-19 2020,” kata dia dalam paparannya di Auditorium IPB University, Bogor, Senin (15/12/2025).

    Tidak hanya dalam penelitian, anomali itu juga dilihat oleh Surdayono selama dirinya sebagai Komisaris Utama Pupuk Indonesia. Anomali ini yang menjadi dasar penelitian yang dilakukan oleh Sudaryono.

    “Kami juga adalah komisaris utama Pupuk Indonesia, kami melihat dari instrumen bahwa revenue-nya naik, namun tidak dibarengi dengan kinerja laba yang selaras dengan revenue-nya. Anomali inilah yang kemudian latar belakangnya kami untuk melakukan penelitian ini,” terangnya.

    Menurutnya, tujuan holdingisasi telah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan, yakni adanya efisiensi struktur dalam holdingisasi BUMN, yang kedua pembatasan keuangan, ketiga adalah transformasi industri dan kapasitas perusahaan.

    “Ketiga aspek yang saya sebutkan tadi di atas akan meningkatkan daya saing dan kinerja perusahaan,” jelasnya.

    Hasil disertasi ini juga menciptakan saran atau masukan yang diperlukan pemerintah dalam meningkatkan daya saing dari BUMN setelah holdingisasi. Jika berada di hadapan Presiden Prabowo Subianto dan CEO Danantara Rosan Roeslani, Sudaryono mengatakan akan menyarankan setelah holdingisasi, pengelolaan utang dan kesehatan keuangan BUMN menjadi yang terpenting.

    “Dengan ini dikelola dan kami contohkan di Bulog, kami contohkan tadi kemudian di Pupuk Indonesia dan saya jawab bahwa cara ini bisa dan bisa dilakukan kepada BUMN lain sebagai salah satu cara untuk menyiapkan BUMN-BUMN lain yang belum terlalu sehat supaya lebih sehat,” jelas dia.

    Lihat juga Video: Sudaryono Eks Ajudan Prabowo Jelang Dilantik Sebagai Wamentan: Innalillahi

    (ada/kil)

  • Indonesia Kalah Lagi, Malaysia OTW Jadi ‘Raja Mobil ASEAN’

    Indonesia Kalah Lagi, Malaysia OTW Jadi ‘Raja Mobil ASEAN’

    Jakarta

    Malaysia melalui asosiasinya telah mengumumkan penjualan mobil selama November 2025. Hasilnya, untuk kesekian kali, angkanya melampaui Indonesia. Kini, mereka makin dekat sebagai ‘raja baru’ di industri roda empat ASEAN.

    Disitat dari data.gov.my dan Carz Automedia, Senin (15/12), penjualan mobil di Malaysia pada November 2025 tembus 77 ribuan unit. Nominal tersebut lebih tinggi dari penjualan wholesales di Indonesia yang hanya 74 ribuan unit pada periode serupa.

    Dengan demikian, penjualan mobil di Malaysia selama Januari-November 2025 telah mencapai 720 ribuan unit. Sementara pada periode yang sama, Indonesia baru tembus 710 ribuan unit.

    Foto: Septian Farhan Nurhuda/detik.com

    Hingga sekarang, Malaysia belum mengubah target penjualannya pada 2025, yakni masih 800 ribu unit. Sedangkan Indonesia baru menurunkan angka dari yang semula 900 ribu unit, menjadi hanya 780 ribu unit. Jika melihat tren dan pergerakan pasar, Malaysia berpeluang menjadi ‘raja baru’ di ASEAN.

    Di Malaysia, mobil ‘buatan’ lokal masih menjadi primadona konsumen setempat. Pada November 2025, Perodua Bezza menjadi kendaraan terlaris dengan penjualan 9 ribuan unit, kemudian disusul Perodua Axia dengan 7 ribuan unit dan Proton Saga dengan 6 ribuan unit.

    Menariknya, dari tujuh mobil terlaris di Malaysia, enamnya disumbang produk buatan Perodua. Sementara brand Jepang hanya menempatkan dua wakil, yakni Toyota Vios dan Honda City di daftar 10 besar produk terlaris di sana.

    Jika dipecah berdasarkan segmen, mobil bensin terjual 65 ribu unit di Malaysia, kemudian mobil diesel 4 ribuan unit, mobil listrik 5 ribuan unit dan hybrid 2 ribuan unit.

    Sebelumnya, Sekretariat Umum (Sekum) Gaikindo, Kukuh Kumara mengatakan, pasar otomotif Malaysia belakangan memang sedang tumbuh. Sementara di saat bersamaan, Indonesia justru mengalami penurunan.

    Menurut Kukuh, pertumbuhan pasar otomotif di Malaysia disebabkan insentif jangka panjang yang telah diberikan sejak era pandemi.

    “Sebabnya pengurangan pajak, saya nggak tahu detailnya seperti apa. Mereka (kasih insentif mobil) lebih dulu dari kita, tapi sampai sekarang belum berhenti,” ujar Kukuh Kumara saat ditemui di Tanah Abang, Jakarta Pusat, belum lama ini.

    Kukuh tak menjelaskan, insentif seperti apa yang diadopsi di Malaysia. Namun, saat pandemi Covid-19, pemerintah setempat menerbitkan aturan baru soal perpajakan. Ketika itu, mereka memberikan diskon 100 persen untuk mobil produksi lokal dan 50 persen untuk mobil impor.

    (sfn/dry)

  • Di Tengah Ambisi Geopolitik, India Bersiap Kirim Astronaut ke Orbit

    Di Tengah Ambisi Geopolitik, India Bersiap Kirim Astronaut ke Orbit

    Jakarta

    India sebenarnya dijadwalkan mengirimkan pesawat ruang angkasa berawak pertamanya ke orbit pada 2022. Namun pandemi COVID-19 dan serangkaian kendala teknis membuat kemajuan misi Gaganyaan tertunda terus-menerus.

    ISRO — Organisasi Penelitian Luar Angkasa India — kini telah mengesahkan roket peluncur LMV3 miliknya untuk perjalanan manusia dan menargetkan tiga peluncuran tak berawak pesawat ruang angkasa Gaganyaan pada 2026.

    Jika semuanya berjalan sesuai rencana, tiga astronot (atau “Gaganyatri”) yang dipilih dari para pilot angkatan udara — Prasanth Balakrishnan, Ajit Krishnan, Angad Pratap, dan Shubhanshui Shukla — akan bersiap melakukan penerbangan perdana. Waktu paling awal peluncuran itu dapat dilakukan adalah tahun 2027.

    Mengirimkan Gaganyatri ke orbit akan menempatkan India sejajar dengan Amerika Serikat,Uni Soviet, Rusia, dan Cina sebagai satu-satunya negara yang pernah mengirim manusia ke luar angkasa menggunakan pesawat ruang angkasanya sendiri.

    Gurbir Singh, penulis sains luar angkasa asal Inggris yang meneliti evolusi ISRO dari organisasi kecil era 1960-an hingga menjadi badan antariksa modern, mengatakan kepada DW bahwa program Gaganyaan adalah kesempatan bagi India untuk menunjukkan kredensialnya sebagai kekuatan antariksa baru.

    “Tujuannya sebenarnya kurang bersifat ilmiah dan lebih bersifat geopolitik,” kata Singh. “Ini untuk memastikan India punya posisi di antara pemain besar — dan semua pemain besar itu memiliki program penerbangan antariksa berawak.”

    Misi sains India terus menghasilkan temuan

    India telah mampu menyamai negara-negara lain dalam eksplorasi dan penelitian antariksa. India menjadi negara keempat — setelah AS, Uni Soviet, dan Cina — yang berhasil mendarat di bulan ketika misi Chandrayaan-3 mendarat mulus pada 2023.

    Singh mengatakan bahwa nilai terbesar ISRO kemungkinan justru ada pada program sainsnya, bukan ambisinya mengirim manusia India ke luar angkasa. “India seharusnya tidak masuk ke luar angkasa dengan manusia karena, dan hanya karena, misi berawak tidak memberikan hasil ilmiah atau efisiensi biaya setinggi misi sains biasa,” papar Singh. “Satu-satunya alasan India melakukan ini adalah karena, meski manfaat ekonominya lebih kecil, manfaat geopolitiknya jauh lebih besar.”

    ISRO juga telah menjadwalkan misi-misi sains baru, termasuk pengirim sampel dari bulan dan Mars. Sebuah wahana untuk mempelajari atmosfer Venus juga telah ditugaskan.

    Kemitraan dan gengsi yang dipertaruhkan

    Singh melihat India tengah memantapkan dirinya sebagai pemain — dan kekuatan — antariksa besar dalam beberapa tahun mendatang. Menyamai Cina, tetangga sekaligus pesaing regionalnya, juga menjadi hal penting bagi Perdana Menteri India Narendra Modi.

    Modi juga menugaskan ISRO untuk membangun stasiun luar angkasa orbit. Ia ingin modul pertama ditempatkan pada 2028, dan ia juga ingin melihat “Gaganyatri” berjalan di permukaan bulan pada 2040.

    Peran India sebagai kekuatan menengah terlihat dalam kolaborasinya dengan berbagai negara antariksa — mitra yang sering kali juga menjadi pesaing satu sama lain.

    Di satu sisi, India bekerja sama dengan AS dalam proyek-proyek bersama, termasuk satelit Synthetic Aperture Radar yang baru diluncurkan, yang dipuji oleh Modi dan Presiden AS Donald Trump.

    Dengan Badan Antariksa Eropa (ESA), India berkolaborasi dalam misi orbit rendah dan pelatihan astronaut.

    Di sisi lain, India akan menerima mesin roket semi-cryogenic dari Rusia — yang menurut laporan disepakati selama kunjungan kenegaraan Presiden Vladimir Putin pada bulan Desember 2025.

    Singh mengatakan mesin itu akan membantu meningkatkan kemampuan peluncuran India yang saat ini “terbatas”. “Saya rasa India akan mendapat dukungan dari Rusia untuk proyek stasiun luar angkasanya, yang memang direncanakan untuk dekade berikutnya,” ujar Singh.

    Berkoordinasi dengan pihak-pihak yang secara geopolitik bersaing tampaknya, setidaknya untuk sekarang, menjadi strategi yang menguntungkan bagi India dalam mengejar ambisi antariksa nasionalnya.

    “India memiliki sejarah yang unik, dan sejarah singkat sebagai negara merdeka,” kata Singh. “India telah melangkah sangat jauh dalam waktu singkat itu, dan membangun infrastrukturnya melalui proyek-proyek kolaboratif sepanjang 60 tahun sejarahnya.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan terkait alasan tertundanya pengenaan pajak karbon meski ketentuan tentang pajak tersebut telah tertuang dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias HPP yang disahkan 2021. 

    Usut punya usut, BPK menyimpulkan bahwa Badan Kebijakan Fiskal yang kini berubah menjadi Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum menyusun Peta Jalan Pajak Karbon. Kemenkeu juga seolah ‘angkat tangan’ dalam proses penyusunan peta jalan tersebut dengan mengungkapkan 4 alasannya kepada BPK.

    Adapun kesimpulan itu diperoleh BPK setelah mengkaji UU HPP yang mengamanatkan kepada pemerintah untuk membuat dua pengaturan pajak karbon dalam bentuk PMK. Dua aturan yang seharusnya terbit itu antara lain, tata cara pengenaan pajak karbon serta terkait tarif dan dasar pengenaan pajak karbon.

    Namun, sesuai amanat UU HPP tersebut, penyusunan dua PMK tersebut harus dilaksanakan berdasarkan Peta Jalan Pajak Karbon. Persoalannya, hingga saat itu peta jalan pajak karbon belum ada bentuk alias wujudnya.

    DJSEF yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan Peta Jalan Pajak Karbon dan Rancangan PMK (RPMK) tentang tarif dan dasar pengenaan pajak karbon masih mengalami kendala, kendati saat ini umur UU HPP telah mencapai 4 tahun. 

    “Berdasarkan hasil wawancara BKF (DJSEF) masih mematangkan dan menyempurnakan kerangka konseptual Peta Jalan Pajak Karbon serta naskah akademis pendukung. Naskah akademis tersebut menjelaskan isu-isu utama yang sedang diformulasikan, justifikasi regulasi yang diusulkan, dan dampak yang diharapkan dari regulasi yang diusulkan,” tulis dokumen audit yang dikutip Bisnis, Senin (15/12/2025).

    BPK menyebutkan bahwa DJSEF dan DJP sudah menyiapkan hasil draf PMK. Namun draf itu masih perlu ditinjau ulang sesuai peta jalan pajak karbon, “Selain itu, BKF belum dapat menetapkan target waktu terkait penyelesaian penyusunan Peta Jalan Pajak Karbon.”

    Adapun dalam konfirmasi ke Kemenkeu, BPK juga memperoleh jawaban bahwa tujuan utama penerapan pajak karbon bukanlah untuk penerimaan negara, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

    Oleh karena itu, RPMK tersebut akan diselesaikan setelah BKF memastikan terlebih dahulu kesiapan dari seluruh pelaku ekonomi, menjamin tercapainya prinsip polluters pay principle, serta memastikan untuk mendukung tercapainya NDC (nationally determined contribution).

    4 Kendala Kemenkeu

    BPK menyebutkan bahwa Kemenkeu telah mengungkapkan kepada auditornya mengenai kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan kebijakan terkait pungutan pajak karbon.

    Pertama, situasi perekonomian masih belum pulih yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Perekonomian nasional menghadapi risiko global antara lain karena peningkatan harga komoditas energi dan pangan global dan konflik geopolitik di beberapa kawasan  ekonomi yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik.

    Kedua, penerapan pajak karbon di Indonesia berpotensi meningkatkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Independent Power Producer (IPP) yang pada akhirnya ditanggung oleh belanja APBN melalui skema subsidi dan kompensasi listrik.

    Untuk itu, Pemerintah perlu merevisi terlebih dahulu PMK Nomor 178 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PMK Nomor 174 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan  Pertanggungjawaban Subsidi Listrik yang saat ini sedang diproses oleh Direktorat  Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan.

    Ketiga, sesuai amanat UU HPP, Peta Jalan Pajak Karbon salah satunya harus memuat strategi penurunan emisi karbon untuk masing-masing sektor sesuai dengan target NDC dan  NZE. Namun demikian, di dalam dokumen E-NDC terakhir belum terdapat strategi carbon pricing sebagai salah satu strategi untuk mencapai NDC tersebut.

    Keempat, penerapan pajak karbon harus mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk sinkronisasi dengan kebijakan lain, pengembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor dan institusi, serta kondisi ekonomi terkini.

  • BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan terkait alasan tertundanya pengenaan pajak karbon meski ketentuan tentang pajak tersebut telah tertuang dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias HPP yang disahkan 2021. 

    Usut punya usut, BPK menyimpulkan bahwa Badan Kebijakan Fiskal yang kini berubah menjadi Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum menyusun Peta Jalan Pajak Karbon. Kemenkeu juga seolah ‘angkat tangan’ dalam proses penyusunan peta jalan tersebut dengan mengungkapkan 4 alasannya kepada BPK.

    Adapun kesimpulan itu diperoleh BPK setelah mengkaji UU HPP yang mengamanatkan kepada pemerintah untuk membuat dua pengaturan pajak karbon dalam bentuk PMK. Dua aturan yang seharusnya terbit itu antara lain, tata cara pengenaan pajak karbon serta terkait tarif dan dasar pengenaan pajak karbon.

    Namun, sesuai amanat UU HPP tersebut, penyusunan dua PMK tersebut harus dilaksanakan berdasarkan Peta Jalan Pajak Karbon. Persoalannya, hingga saat itu peta jalan pajak karbon belum ada bentuk alias wujudnya.

    DJSEF yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan Peta Jalan Pajak Karbon dan Rancangan PMK (RPMK) tentang tarif dan dasar pengenaan pajak karbon masih mengalami kendala, kendati saat ini umur UU HPP telah mencapai 4 tahun. 

    “Berdasarkan hasil wawancara BKF (DJSEF) masih mematangkan dan menyempurnakan kerangka konseptual Peta Jalan Pajak Karbon serta naskah akademis pendukung. Naskah akademis tersebut menjelaskan isu-isu utama yang sedang diformulasikan, justifikasi regulasi yang diusulkan, dan dampak yang diharapkan dari regulasi yang diusulkan,” tulis dokumen audit yang dikutip Bisnis, Senin (15/12/2025).

    BPK menyebutkan bahwa DJSEF dan DJP sudah menyiapkan hasil draf PMK. Namun draf itu masih perlu ditinjau ulang sesuai peta jalan pajak karbon, “Selain itu, BKF belum dapat menetapkan target waktu terkait penyelesaian penyusunan Peta Jalan Pajak Karbon.”

    Adapun dalam konfirmasi ke Kemenkeu, BPK juga memperoleh jawaban bahwa tujuan utama penerapan pajak karbon bukanlah untuk penerimaan negara, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

    Oleh karena itu, RPMK tersebut akan diselesaikan setelah BKF memastikan terlebih dahulu kesiapan dari seluruh pelaku ekonomi, menjamin tercapainya prinsip polluters pay principle, serta memastikan untuk mendukung tercapainya NDC (nationally determined contribution).

    4 Kendala Kemenkeu

    BPK menyebutkan bahwa Kemenkeu telah mengungkapkan kepada auditornya mengenai kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan kebijakan terkait pungutan pajak karbon.

    Pertama, situasi perekonomian masih belum pulih yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Perekonomian nasional menghadapi risiko global antara lain karena peningkatan harga komoditas energi dan pangan global dan konflik geopolitik di beberapa kawasan  ekonomi yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik.

    Kedua, penerapan pajak karbon di Indonesia berpotensi meningkatkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Independent Power Producer (IPP) yang pada akhirnya ditanggung oleh belanja APBN melalui skema subsidi dan kompensasi listrik.

    Untuk itu, Pemerintah perlu merevisi terlebih dahulu PMK Nomor 178 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PMK Nomor 174 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan  Pertanggungjawaban Subsidi Listrik yang saat ini sedang diproses oleh Direktorat  Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan.

    Ketiga, sesuai amanat UU HPP, Peta Jalan Pajak Karbon salah satunya harus memuat strategi penurunan emisi karbon untuk masing-masing sektor sesuai dengan target NDC dan  NZE. Namun demikian, di dalam dokumen E-NDC terakhir belum terdapat strategi carbon pricing sebagai salah satu strategi untuk mencapai NDC tersebut.

    Keempat, penerapan pajak karbon harus mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk sinkronisasi dengan kebijakan lain, pengembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor dan institusi, serta kondisi ekonomi terkini.

  • Transformasi Digital Sektor Usaha, Apa yang Dipotret Sensus Ekonomi 2026?

    Transformasi Digital Sektor Usaha, Apa yang Dipotret Sensus Ekonomi 2026?

    Jakarta, Beritasatu.com – Dalam satu dekade terakhir, dinamika ekonomi global melaju kian pesat, termasuk di Indonesia. Digitalisasi telah menjadi penggerak utama yang mengubah cara masyarakat mengonsumsi, menyalurkan, dan memproduksi barang serta jasa. Dampak dari transformasi ini mendorong pergeseran struktur ekonomi, dari model konvensional menuju ekosistem yang semakin bertumpu pada teknologi digital. Perubahan ini turut dipercepat oleh adanya pandemi COVID-19 yang menciptakan sebuah tren baru. Kini kita dapat melihat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seperti penjual makanan dan minuman yang dapat memperluas cakupan pembelinya melalui aplikasi pemesanan online. 

    Selain itu di bidang logistik, distribusi barang beradaptasi dengan adanya pergeseran konsumsi masyarakat. Kurir pengantar barang yang kini dikenal sebagai “abang paket” berlalu-lalang di jalan-jalan rumah untuk mengantarkan barang pesanan dari konsumen. Begitu juga yang terjadi pada perusahaan besar yang mengandalkan otomasi di bagian produksi, hingga media sosial sebagai kanal pemasaran dan penjualan. Perubahan lainnya yang cukup signifikan dapat dilihat pada metode transaksi yang kini tak lagi hanya mengandalkan uang tunai. Hal ini menunjukkan bahwa transformasi digital menjadi kebutuhan bagi setiap pelaku usaha untuk mampu berkembang dan bersaing, serta menciptakan peluang baru.

    Namun, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah semua pelaku usaha di Indonesia telah melakukan transformasi digital pada lini usahanya? Atau hanya jenis usaha tertentu yang melakukannya? Berkaitan dengan hal tersebut, pada tahun 2026, Indonesia melalui Badan Pusat Statistik (BPS) akan melaksanakan Sensus Ekonomi 2026 (SE2026). Tujuannya untuk mencatat jumlah, distribusi, dan karakteristik usaha di Indonesia. Mulai dari usaha kecil, menengah, hingga usaha besar.

    Mengukur Penetrasi Digitalisasi dalam Dunia Usaha

    SE2026 yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2026 nanti akan mengumpulkan informasi salah satunya yaitu penggunaan internet untuk kegiatan usaha, mulai dari tahapan produksi, distribusi, promosi, hingga penjualan. Lebih dalam lagi, SE2026 juga mengumpulkan informasi penggunaan produk teknologi dalam kegiatan usaha seperti Internet of Things (IOT), Big Data, Block Chain, dan berbagai inovasi berbasis kecerdasan buatan atau AI. Informasi yang dikumpulkan ini akan memetakan sejauh mana penetrasi internet dan penggunaan teknologi di dalam kegiatan usaha yang ada di Indonesia. Pergeseran pola konsumsi dan transaksi masyarakat juga dapat terlihat melalui informasi yang dikumpulkan berdasarkan penjualan berbasis internet.

    Pasca Pandemi: Digitalisasi Dalam Namun Tak Merata

    Pandemi COVID-19 mempercepat perubahan dari konvensional ke digital secara signifikan. Pelaku usaha yang beradaptasi dapat bertahan, sementara yang tidak mampu beradaptasi pada akhirnya tertinggal. Namun setelah pandemi berakhir, beberapa mengalami perubahan, sebagian pelaku usaha kembali ke cara lama, sebagian lain justru memanfaatkan momentum untuk meningkatkan skala usaha secara digital, bahkan banyak perusahaan besar melesat lebih jauh melalui teknologi automasi, AI, dan digital supply chain. Kesenjangan dalam pemanfaatan teknologi digital inilah yang perlu dipetakan dengan data agar pemangku kebijakan dapat melakukan berbagai intervensi.

    Waktu Singkat untuk Memberi Dampak Berbagai Pihak 

    Bagi pemerintah, informasi yang dihasilkan dari Sensus Ekonomi 2026 dapat dimanfaatkan sebagai dasar pengambilan kebijakan di bidang teknologi informasi dan komunikasi untuk memperkuat sektor-sektor ekonomi terkait. Penguatan tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan berbasis jenis usaha maupun wilayah, sehingga sektor atau daerah yang memerlukan perhatian khusus untuk meningkatkan nilai tambah dapat diidentifikasi secara tepat. Sebagai contoh, pemerintah dapat menyelenggarakan pelatihan penggunaan teknologi untuk meningkatkan literasi digital para pelaku usaha UMKM pada wilayah atau bidang usaha yang dinilai masih belum optimal dalam pemanfaatan digitalisasi. Selain itu, pola transaksi baru yang terungkap melalui SE2026 juga dapat mendorong inovasi di dunia perbankan dan layanan keuangan, seperti pengembangan kredit digital maupun sistem pembayaran digital. 

    Bagi para pelaku usaha, data hasil sensus dapat menjadi acuan untuk melihat, mengevaluasi, sekaligus menangkap peluang usaha baru yang potensial untuk dikembangkan sehingga strategi bisnis dan sasaran pasar dapat lebih tepat. Dengan adanya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam menyukseskan penyelenggaraan Sensus Ekonomi 2026, diharapkan lahir stimulus yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Hanya dengan meluangkan waktu singkat dan memberikan informasi pada SE2026, manfaatnya akan dirasakan oleh seluruh pihak, mulai dari tersusunnya kebijakan ekonomi yang lebih tepat guna, meningkatnya omzet usaha, munculnya peluang usaha baru, hingga terbukanya lapangan pekerjaan yang pada akhirnya turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.