Kasus: covid-19

  • Cerita Siswanto Edukasi Gemar Menabung Lewat Kerajinan Celengan Karakter dari Bahan Gipsum di Tegal

    Cerita Siswanto Edukasi Gemar Menabung Lewat Kerajinan Celengan Karakter dari Bahan Gipsum di Tegal

    TRIBUNJATENG.COM,TEGAL – Celengan saat ini menjadi media berlatih menabung bagi anak-anak.

    Di Kota Tegal, ada UMKM yang memproduksi celengan karakter dengan berbagai bentuk kartun.

    UMKM tersebut bernama Buncis Art n Craft yang berlokasi di Jalan Ababil Nomor 46 Kelurahan Randugunting, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal. 

    Usaha milik Siswanto (40), sudah berdiri sejak 4 tahun lalu saat pandemi Covid-19, hingg saat ini masih digemari anak-anak dan menerima pesanan dari sekolah.

    Celengan karakter produknya, ada yang berbentuk Doraemon, Hello Kitty, Keroppi, Lilo and Stitch hingga Spiderman.

    Perajin celengan karakter, Siswanto mengatakan, celengan karakternya dibuat menggunakan bahan gipsum.

    Tak hanya untuk kerajinan, anak-anak juga bisa mewarnainya sendiri sekaligus untuk melatih kreativitasnya.

    “Saya menekuni ini sejak Covid-19. Ide awalnya karena saya suka kartun, akhirnya saya buat semuanya sendiri,” katanya kepada tribunjateng.com, Minggu (19/1/2025).

    Siswanto mengatakan, dalam sehari produksi celengan karakternya mencapai 40 buah.

    Harganya beragam, celengan yang belum diwarnai seharga Rp 10 ribu- Rp 15 ribu tergantung ukuran, sedangkan yang sudah diwarnai seharga Rp 20 ribu.

    Selain celengan, ia juga memproduksi karakter kartun atau hewan untuk mewarnai dan plakat. 

    Biasanya pesanan banyak datang dari sekolah-sekolah.

    “Saya kalau minggu berjualan di Balai Kota Lama, minggu pagi ramai. Setiap hari buka di toko Jalan Ababil, pemesanan secara online juga bisa dilakukan di Shopee,” ungkapnya. (fba)

  • Tingkatkan Daya Saing Indonesia, ISEI Sebut Strategi Pembangunan Industri Perlu Dipertajam – Halaman all

    Tingkatkan Daya Saing Indonesia, ISEI Sebut Strategi Pembangunan Industri Perlu Dipertajam – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam laporan World Competitiveness Ranking (WCR) 2024 yang diterbitkan International Institute for Management Development (IMD), Indonesia berhasil meraih peningkatan signifikan dalam daya saing global.

    Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-27, naik tujuh peringkat dari sebelumnya yang berada di posisi 34. 

    Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Perry Warjiyo menyampaikan, pencapaian ini tidak terlepas dari keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan daya saing di sektor industri.

    Perry menekankan pentingnya terus memacu daya saing Indonesia, dengan tujuan untuk menjadi yang terdepan di kawasan Asia. 

    Untuk mewujudkan hal tersebut, kata Perry, strategi pembangunan industri Indonesia perlu terus dipertajam, terutama dengan mengoptimalkan peran rantai nilai, baik dalam lingkup global maupun domestik.

    “Untuk meningkatkan daya saing lebih lanjut dan menjadi terdepan di Asia, strategi pembangunan industri perlu terus dipertajam, khususnya dengan mengoptimalkan peran rantai nilai, baik lingkup global maupun domestik,” ujar Perry dikutip dari Kontan, Minggu (19/1/2025).

    Perry juga menegaskan komitmen ISEI untuk terus mendukung dan bersinergi dengan program Asta Cita pemerintah. Dalam hal ini, ISEI akan fokus pada lima program strategis. 

    Pertama, menjaga stabilitas perekonomian dan sistem keuangan Indonesia agar dapat bergerak menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat. 

    Kedua, mengembangkan program hilirisasi sumber daya alam (SDA) untuk meningkatkan nilai tambah perekonomian. 

    Ketiga, membangun ketahanan pangan dengan strategi yang terintegrasi sebagai bagian dari Asta Cita ketiga.

    “Keempat, kami akan mengakselerasi digitalisasi untuk mendukung terciptanya inklusivitas perekonomian dan keuangan. Kelima, penguatan sumber daya manusia (SDM) melalui program sertifikasi profesi yang akan dilaksanakan oleh lembaga terkait,” tambah Perry.

    Perry juga mengungkapkan perhatian terkait dengan sektor pertanian yang mengalami penurunan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, yang hanya mencatatkan angka sekitar 13,71 persen pada kuartal ketiga 2024. 

    Di sisi lain, angka malnutrisi yang masih mencapai 17,7?ri total populasi menurut UNICEF menunjukkan pentingnya memperkuat ketahanan pangan di Indonesia.

    “Dalam konteks ini, program Asta Cita yang dicanangkan Pemerintah sangat penting untuk dielaborasi dengan menempatkan sektor pertanian sebagai prioritas. Ini termasuk adopsi teknologi pertanian modern, perluasan akses pasar bagi petani, penerapan lab-grown food, serta mendorong program makan bergizi gratis (MBG) untuk memperbaiki sisi permintaan,” jelas Perry. 

    Terkait dengan pengembangan SDM, Perry menyoroti laporan Bank Dunia yang mencatat bahwa Human Capital Index (HCI) Indonesia hanya mencapai 0,53, yang berarti anak-anak Indonesia hanya mampu mencapai 53?ri potensi produktivitas mereka di usia dewasa. Kondisi ini diperburuk dengan dampak pandemi COVID-19 yang menyebabkan hilangnya pembelajaran lebih dari dua tahun bagi banyak pelajar.

    “Sebagai bagian dari Asta Cita, program penguatan pendidikan vokasi, peningkatan kualitas guru, serta mendorong pengembangan sekolah unggulan di daerah harus menjadi prioritas yang harus dipercepat. Pengembangan riset juga harus dioptimalkan untuk meningkatkan daya saing bangsa,” kata Perry.

    Ia mengingatkan pentingnya Indonesia mengadopsi strategi yang lebih adaptif dan inovatif, terutama dengan memperkuat kerjasama regional melalui ASEAN serta memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi sektor ekonomi. 

    “Digitalisasi dan teknologi akan menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing Indonesia di pasar global. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk terus beradaptasi dengan perkembangan zaman agar dapat bersaing di tingkat internasional,” pungkasnya.

    Artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul Peringkat Daya Saing RI Naik, ISEI Soroti Pentingnya Penguatan Industri dan SDM

  • Akibat Pura-Pura Kerja Pakai Keyboard Palsu, Puluhan Karyawan Dipecat

    Akibat Pura-Pura Kerja Pakai Keyboard Palsu, Puluhan Karyawan Dipecat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Puluhan karyawan Bank Wells Fargo mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pura-pura bekerja menggunakan keyboard palsu. Juru bicara Wells Fargo menjelaskan pihak bank tak bisa mentoleransi perilaku tersebut.

    “Wells Fargo memiliki standar tinggi untuk karyawan dan tidak menoleransi perilaku tidak etis,” ucapnya dikutip Minggu (19/1/2025).

    Diketahui para pekerja menggunakan alat keyboard palsu atau mouse jigglers. Alat tersebut membuat mouse seperti bergerak dan komputer tetap terjaga. Mereka yang menggunakan alat ini membuat komputer juga tidak berubah menjadi mode tidur, meskipun tidak menggunakannya.

    Ternyata alat mirip mouse jigglers banyak di pasaran. Bahkan produk-produk itu sangat populer digunakan sejumlah para pekerja di dunia melakukan kerja jarak jauh saat pandemi Covid-19.

    Sebab alat ini membuat para pegawai bisa berpura-pura pekerjaan tanpa diawasi bos secara langsung seperti saat bekerja di kantor.

    Dalam beberapa kesempatan, sistem bekerja jarak jauh atau dikenal sebagai work from home (WFH) memang jadi perdebatan. Banyak yang khawatir soal keterlibatan karyawan yang melakukan WFH.

    State the Global Workplace dari Gallup juga mengungkapkan hal serupa. Laporan itu mencatat 62% pekerja seluruh dunia tidak terlibat dalam pekerjaannya.

    Sebanyak 15% disebut tidak terlibat secara aktif. Mereka menjelaskan dirinya memiliki manajer atau pekerjaan yang buruk dan aktif mencari yang baru.

    (npb/haa)

  • Bhabinkamtibmas Jadi Kurir UMKM di Lombok Barat: Solusi Inspiratif di Masa Sulit

    Bhabinkamtibmas Jadi Kurir UMKM di Lombok Barat: Solusi Inspiratif di Masa Sulit

    Lombok Barat, Beritasatu.com – Bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban desa (bhabinkamtibmas) di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, menjadi kurir pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di wilayahnya untuk menunjang perekonomian masyarakat setempat.  

    Cerita dimulai sangat pandemi Covid-19. Banyak sektor perekonomian mengalami guncangan hebat. Pembatasan kegiatan masyarakat memaksa pelaku UMKM serta petani di Desa Jembatan Kembar, Lembar, Lombok Barat, menghadapi tantangan besar. 

    Produk-produk mereka sulit dijual karena akses ke pasar tradisional dibatasi. Belum lagi keterbatasan kemampuan sebagian pelaku UMKM yang belum memahami teknologi digital untuk berjualan secara online.

    Namun, di tengah kesulitan tersebut, muncul sosok yang memberikan solusi inovatif dan inspiratif. Aiptu Suryawan, seorang bhabinkamtibmas Desa Jembatan Kembar, dari satuan Polsek Lembar Polres Kabupaten Lombok barat. Dia memutuskan untuk mengambil peran sebagai kurir bagi UMKM dan petani di wilayah binaannya.

    “Awalnya, saya melihat kondisi ekonomi masyarakat semakin terpuruk karena mereka kesulitan menjual hasil produksi. Banyak yang belum paham media elektronik, apalagi berjualan online. Saya pun tergerak untuk membantu,” ujar Aiptu Suryawan, Sabtu (18/1/2025).

    Sebagai langkah konkret, Aiptu Suryawan memanfaatkan media sosial untuk memasarkan produk-produk UMKM dan hasil pertanian warga, seperti sayur sawi, jagung manis, pepaya, roti, dan kue. Ia juga menjadi kurir yang mengantarkan pesanan langsung ke konsumen, tanpa memungut biaya alias gratis ongkir.

    Aiptu Suryawan menegaskan bahwa kegiatan ini murni dilakukan untuk membantu masyarakat. “Saya tidak meminta imbalan. Hasil penjualan UMKM sebagian digunakan untuk donasi membantu anak yatim, warga kurang mampu, anak sakit, dan penyandang disabilitas. Hal ini juga sejalan dengan aktivitas sosial saya di Yayasan Endri’s Foundation,” jelasnya.

    Selain memasarkan produk, ia juga membantu UMKM yang sudah memiliki kemampuan berjualan online tetapi tidak memiliki sarana pengantaran pesanan. Dengan sukarela, Aiptu Suryawan menawarkan jasanya untuk memastikan produk-produk tersebut sampai ke tangan konsumen dengan baik.

    Kegiatan ini tidak hanya membantu UMKM bertahan di masa pandemi tetapi juga memperluas jangkauan pemasaran mereka. Produk-produk dari Desa Jembatan Kembar kini tidak hanya dikenal di Kecamatan Lembar dan Gerung, tetapi juga di wilayah lain seperti Lingsar, Bengkaung, Gunung Sari, bahkan hingga Lombok Tengah.

    “Banyak masyarakat heran melihat seorang polisi menjadi kurir makanan. Saya selalu menjelaskan bahwa ini adalah bentuk dukungan saya agar UMKM bisa berkembang dan hasil pertanian warga bisa terjual dengan baik,” tambah bhabinkamtibmas yang menjadi kurir ini.

    Sebagai seorang bhabinkamtibmas, Aiptu Suryawan tetap mengutamakan tugas utamanya sebagai pelayan dan pelindung masyarakat. Ia menjalankan kegiatan pengantaran setelah menyelesaikan tugas kantor. Jika ada jadwal pengantaran yang berbenturan dengan tugas kepolisian, ia selalu memberikan informasi kepada konsumen untuk penjadwalan ulang.

    Kisah bhabinkamtibmas yang menjadi kurir dari Aiptu Suryawan menjadi inspirasi, tidak hanya bagi masyarakat Desa Jembatan Kembar, tetapi juga bagi banyak pihak yang melihat betapa pentingnya peran kolaborasi dan inisiatif di masa sulit.

    “Ini adalah wujud nyata pengabdian kepada masyarakat. Saya ingin menunjukkan bahwa seorang polisi tidak hanya bertugas menjaga keamanan, tetapi juga bisa hadir membantu dalam aspek sosial dan ekonomi,” pungkas dia tentang perannya sebagai bhabinkamtibmas yang menjadi kurir tersebut.

  • Menjaga Kredibilitas Bank Sentral

    Menjaga Kredibilitas Bank Sentral

    loading…

    Adhitya Wardhono, PhD. Foto/Istimewa

    Adhitya Wardhono, PhD

    Dosen dan peneliti ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Jember. Koordinator Kelompok Riset Behavioral Economics on Monetary, Financial, and Development Policy” (KeRis Benefitly) – Universitas Jember.

    WACANA kredibilitas bank sentral selalu diarahkan pada aras pemikiran kokohnya konstruksi menjaga stabilitas ekonomi sebuah negara. Sederhananya, ekspektasi masyarakat terhadap kebijakan moneter bisa memengaruhi dinamika ekonomi, terutama ketika suku bunga mendekati batas bawah efektif (effective lower bound/ELB). Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap bank sentral, ekspektasi inflasi bisa menjadi tidak terjangkar. Maka ikutannya adalah menciptakan risiko spiral deflasi atau inflasi yang tak terkendali. Dalam konteks Indonesia, pentingnya kredibilitas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter sangat relevan, mengingat tantangan ekonomi terus berkembang, baik di level domestik maupun global.

    Situasi ekonomi yang tidak menentu telah Indonesia hadapi, seperti periode taper tantrum pada tahun 2013 lalu. Masa itu, kecenderungan fenomena pelemahan nilai tukar rupiah memicu kenaikan inflasi yang relatif signifikan. BI merespons dengan menaikkan suku bunga acuan secara agresif untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar. Langkah ini menunjukkan pentingnya kebijakan moneter tegas dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan bank sentral. Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Seiring berjalannya waktu, tantangan baru muncul, terutama ketika pandemi COVID-19 melanda. BI menurunkan suku bunga acuan hingga ke level terendah dalam sejarah, yaitu 3,5%, untuk mendorong pemulihan ekonomi. Langkah ini mendekati batas bawah efektif, yang berarti bahwa ruang untuk manuver kebijakan moneter konvensional menjadi semakin terbatas.

    Dalam kondisi seperti ini, kredibilitas bank sentral menjadi semakin penting. Ketika ekspektasi inflasi tetap terjangkar, kebijakan moneter yang tidak konvensional, seperti quantitative easing dan forward guidance, bisa menjadi alat yang efektif. Namun, jika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan bank sentral untuk mencapai target inflasi, langkah-langkah tersebut bisa kehilangan efektivitasnya. Dalam kasus Indonesia, BI telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga ekspektasi inflasi tetap terkendali, seperti melalui publikasi laporan ekonomi dan komunikasi kebijakan yang transparan. Namun, efektivitas upaya ini sangat bergantung pada seberapa cermat dan taktis BI bisa membangun persepsi publik bahwa langkah-langkahnya tepat dan akan berhasil.

    Ekspektasi inflasi yang terjangkar adalah kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama di tengah ketidakpastian global. Tantangan ini semakin relevan mengingat tekanan inflasi yang sering kali bersumber dari luar negeri, seperti kenaikan harga minyak dunia atau gangguan pada rantai pasok global. Ketika tekanan eksternal seperti ini muncul, masyarakat cenderung lebih sensitif terhadap langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh BI. Jika kebijakan tersebut tidak diiringi dengan komunikasi yang efektif, risiko ekspektasi inflasi menjadi tidak terjangkar akan meningkat, yang pada akhirnya bisa memperburuk kondisi ekonomi.

    Keberhasilan BI dalam menjaga kredibilitasnya juga tercermin dari bagaimana ia menangani dinamika nilai tukar rupiah. Indonesia sering kali menghadapi volatilitas nilai tukar yang tinggi. Beberapa tahun terakhir, BI telah berhasil menjaga stabilitas rupiah melalui kombinasi intervensi pasar, pengelolaan cadangan devisa, dan kebijakan suku bunga. Namun, stabilitas nilai tukar bergantung pada langkah teknis dan persepsi pasar terhadap kemampuan BI mengelola tekanan eksternal. Jika ekspektasi terhadap stabilitas rupiah terjaga, volatilitas pasar bisa diminimalkan, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi.

    Namun, tantangan yang dihadapi BI tidaklah sederhana. Ketika dunia menghadapi krisis global seperti pandemi COVID-19, tantangan kredibilitas menjadi lebih kompleks. Penurunan suku bunga secara drastis dan kebijakan tidak konvensional sering menimbulkan kekhawatiran, seperti risiko inflasi di masa depan atau sulitnya bank sentral menarik kembali likuiditas yang telah disuntikkan ke perekonomian.

    Dalam konteks Indonesia, kebijakan moneter longgar selama pandemi telah membantu mendorong pemulihan ekonomi, tetapi juga menciptakan tantangan baru terkait stabilitas harga di masa depan. Oleh karena itu, langkah-langkah komunikasi kebijakan yang efektif menjadi sangat penting untuk mengelola ekspektasi masyarakat dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

  • Puluhan Karyawan Bank Dipecat, Pura-pura Kerja Pakai Keyboard Palsu

    Puluhan Karyawan Bank Dipecat, Pura-pura Kerja Pakai Keyboard Palsu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah karyawan di Bank Wells Fargo ketahuan pura-pura bekerja dengan mengakali sistem. Tak ayal, bank dengan total aset terbesar keempat di Amerika Serikat (AS) itu langsung memecat para oknum tersebut.

    Para oknum pekerja pura-pura kerja dengan menggunakan alat keyboard palsu atau mouse jigglers, yakni alat untuk membuat mouse seperti bergerak dan komputer tetap terjaga. Mereka menggunakan alat ini agar komputer tidak berubah menjadi mode tidur, meskipun tidak menggunakannya.

    “Setelah meninjau tuduhan yang melibatkan simulasi aktivitas keyboard yang menciptakan kesan kerja yang aktif,” kata perusahaan pada pengajuan ke Otoritas Regulasi Industri Keuangan (FINRA) soal alasan pemecatan dikutip dari Quartz, Sabtu (18/1/2025).

    Juru bicara Wells Fargo menjelaskan pihak bank tak bisa menoleransi perilaku tersebut. “Wells Fargo memiliki standar tinggi untuk karyawan dan tidak menoleransi perilaku tidak etis,” ucapnya.

    Ternyata alat mirip mouse jigglers banyak di pasaran. Bahkan produk-produk itu sangat populer digunakan sejumlah para pekerja di dunia melakukan kerja jarak jauh saat pandemi Covid-19.

    Sebab alat ini membuat para pegawai bisa berpura-pura pekerjaan tanpa diawasi bos secara langsung seperti saat bekerja di kantor.

    Dalam beberapa kesempatan, sistem bekerja jarak jauh atau dikenal sebagai work from home (WFH) memang jadi perdebatan. Banyak yang khawatir soal keterlibatan karyawan yang melakukan WFH.

    State the Global Workplace dari Gallup juga mengungkapkan hal serupa. Laporan itu mencatat 62% pekerja seluruh dunia tidak terlibat dalam pekerjaannya.

    Sebanyak 15% disebut tidak terlibat secara aktif. Mereka menjelaskan dirinya memiliki manajer atau pekerjaan yang buruk dan aktif mencari yang baru.

    (pgr/pgr)

  • Satu dari tiga anak di dunia alami rabun jauh, apa penyebabnya? – Halaman all

    Satu dari tiga anak di dunia alami rabun jauh, apa penyebabnya? – Halaman all

    Penglihatan anak-anak tampaknya memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Satu dari tiga anak di dunia dilaporkan mengalami rabun jauh sehingga tidak bisa melihat sesuatu dengan jelas dari jarak jauh.

    Gangguan penglihatan itu disebut miopia dan penulis dari sebuah studi menyebut isolasi di rumah selama pandemi Covid-19 menjadi salah faktor penyebabnya.

    Sebab pada saat itu, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar komputer atau gawai namun lebih sedikit waktu beraktivitas di luar rumah.

    Studi tersebut juga memperingatkan, miopia merupakan masalah kesehatan global yang terus berkembang dan diperkirakan akan memengaruhi jutaan anak pada 2050.

    Kasus tertinggi atas kondisi ini terkonsentrasi di Asia–85% anak di Jepang dan 73% di Korea Selatan dan lebih dari 40% di China mengalami miopia.

    Apa yang terungkap dari penelitian ini?

    Di Paraguay dan Uganda terdapat sekitar 1% kasus miopia pada anak-anak, kasus terendah yang ditemukan dalam studi tersebut.

    Survei internasional yang diterbitkan di British Journal of Ophthalmology, menganalisis penelitian yang melibatkan lebih dari 5 juta anak-anak dan remaja dari 50 negara di semua benua.

    Hasilnya adalah kasus miopia meningkat tiga kali lipat antara tahun 1990 dan 2023.

    Peningkatan tersebut “menjadi perhatian” setelah pandemi Covid-19, kata para peneliti.

    Miopia biasanya dimulai selama tahun-tahun di sekolah dasar dan cenderung memburuk hingga berhenti tumbuh yakni sekitar usia 20 tahun.

    Ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terkena rabun jauh–tinggal di Asia Timur adalah salah satunya.

    Kondisi ini juga terkait dengan genetika dan mutasi tertentu yang diwarisi anak-anak dari orang tua mereka.

    Tetapi ada juga faktor lain yang bisa memengaruhi, seperti usia yang sangat muda yaitu sekitar dua tahun ketika anak-anak mulai bersekolah di negara-negara seperti Singapura dan Hong Kong.

    Ini berarti anak-anak memfokuskan mata mereka lebih lama pada buku dan layar gawai sejak dini yang membuat otot-otot mata tegang dan bisa menyebabkan rabun jauh, menurut penelitian.

    Di Afrika, tempat pendidikan formal dimulai pada usia enam hingga delapan tahun, kasus miopia jumlahnya sekitar sepertujuh dari Asia.

    Selama masa karantina dan isolasi akibat pandemi Covid-19, jutaan orang harus tinggal di dalam rumah dalam waktu yang lama. Penglihatan anak-anak dan remaja pun terpengaruh.

    “Bukti terbaru menunjukkan adanya kemungkinan hubungan antara pandemi dan percepatan penurunan penglihatan di kalangan dewasa muda,” tulis para peneliti.

    Pada 2050, miopia diprediksi dapat memengaruhi lebih dari separuh remaja di seluruh dunia, sambung para peneliti.

    Menurut jurnal yang baru diterbitkan tersebut, anak perempuan dan perempuan muda cenderung lebih tinggi mengalami miopia daripada laki-laki. Ini karena mereka kerap menghabiskan lebih sedikit waktu berkegiatan luar ruangan di sekolah dan di rumah ketika tumbuh dewasa.

    Selain itu, perkembangan anak perempuan termasuk pubertas dimulai lebih awal yang berarti mereka cenderung mengalami miopia pada usia lebih dini.

    Meskipun Asia diperkirakan memiliki kecenderungan lebih tinggi terkena miopia dibandingkan semua benua lain pada 2050, negara-negara berkembang juga bisa berpotensi mengalami miopia dengan perkiraan 40% populasi di masa mendatang, menurut perkiraan para peneliti.

    Bagaimana melindungi penglihatan anak-anak?

    Untuk mengurangi risiko rabun jauh, anak-anak–terutama yang berusia tujuh hingga sembilan tahun–harus menghabiskan setidaknya dua jam di luar ruangan setiap hari, demikian saran para ahli mata di Inggris.

    Ilmu pengetahuan juga belum menemukan apakah faktor terpenting seperti terkena sinar matahari alami, olahraga di luar ruangan, atau fakta mata anak-anak perlu fokus pada objek yang lebih jauh selama beraktivitas, berpengaruh.

    “Hal lain semisal, berada di luar ruangan memiliki manfaat nyata bagi anak-anak,” kata Dr. Daniel Hardiman-McCartney, konsultan klinis di UK College of Optometrists.

    Ia juga merekomendasikan agar orang tua membawa anak-anak mereka untuk memeriksakan mata ketika usianya antara tujuh dan 10 tahun, meskipun penglihatan anak telah diperiksa pada tahun-tahun sebelumnya.

    Orang tua juga harus diperiksa, sebab miopia bersifat turun-temurun. Jika salah satu orang tua mengalami miopia, anak-anak mereka tiga kali lebih mungkin mengalami kondisi tersebut.

    Miopia tidak bisa disembuhkan, tetapi dapat dikoreksi dengan kacamata atau lensa kontak.

    Selain itu, lensa khusus bisa memperlambat perkembangan miopia pada anak kecil dengan mendorong mata tumbuh dengan baik. Namun, lensa ini terbilang cukup mahal.

  • Ekonomi China Mulai Melemah, Deflasi Ancaman Terbesar – Halaman all

    Ekonomi China Mulai Melemah, Deflasi Ancaman Terbesar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, CHINA –  China mungkin menghadapi siklus deflasi terpanjang sejak tahun 1960-an.

    Demikian peringatan yang diberikan para ekonom.

    Peringatan itu muncul di tengah upaya para pembuat kebijakan ekonomi China meluncurkan langkah-langkah baru yang bertujuan merangsang ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

    Mengapa Hal Ini Penting

    China sebenarnya telah berjuang untuk menstabilkan ekonominya sejak berakhirnya pembatasan ketat era pandemi “nol-Covid” yang diberlakukan Presiden China Xi Jinping.

    Setelah itu China  dihantam oleh berbagai hambatan ekonomi seperti pasar perumahan yang lesu, sektor yang menyumbang sebanyak 70 persen kekayaan rumah tangga.

    Sementara itu, upah yang rendah dan ketidakpastian ekonomi telah membuat konsumen bersikap hati-hati, yang selanjutnya menekan harga.

    Meski biro statistik China melaporkan negara tersebut telah mencapai target pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) berdasarkan kinerja kuartal keempat yang lebih kuat dari perkiraan pada hari Jumat.

    Para analis menunjukkan deflasi yang pada tahun 2024 berlanjut untuk tahun kedua berturut-turut.

    Kondisi ini terus menghadirkan ancaman jangka panjang terhadap pemulihan ekonomi negara itu.

    Apa yang Perlu Diketahui

    Jajak pendapat Bloomberg yang melibatkan 15 analis memperkirakan deflator PDB, metrik umum perubahan harga dalam suatu perekonomian, akan mencapai 0,2 persen tahun ini.

    Deflator PDB, yang mengukur perubahan tingkat harga dengan membandingkan PDB nominal (disesuaikan dengan inflasi) dengan PDB riil (harga konstan), akan mencapai -0,2 persen tahun ini.

    Dibandingkan dengan kenaikan harga tahunan rata-rata sebesar 3,4 persen selama dekade sebelum pandemi.

    Biro statistik melaporkan kenaikan 0,2 persen dalam indeks harga konsumen (IHK) untuk tahun 2024.

    Kenaikan ini menunjukkan beberapa kemajuan dalam menaikkan harga, tetapi masih jauh dari tingkat inflasi yang ingin dicapai China untuk merevitalisasi permintaan domestik dan momentum ekonomi.

    JP Morgan Chase & Co. dan pemberi pinjaman Wall Street lainnya yang dikutip oleh Bloomberg memperkirakan siklus deflasi akan berlanjut tahun ini.

    Menandai periode terpanjang sejak era Lompatan Jauh ke Depan di bawah pemimpin Komunis China Mao Zedong, yang kebijakannya menyebabkan kelaparan yang menewaskan puluhan juta orang.

    Negara tersebut mencapai target PDB sekitar 5 persen tahun lalu, dengan ekspansi 5,4 persen yang lebih baik dari yang diharapkan pada kuartal keempat.

    Namun, banyak ekonom—termasuk mantan pejabat nomor 2 Tiongkok Li Keqiang—telah meragukan angka pertumbuhan resmi Tiongkok.

    Topik yang sensitif bagi Presiden Xi Jinping dan telah membuat beberapa ekonom papan atas dalam masalah.

    Frederic Neumann, kepala ekonom Asia di HSBC Holdings Plc di Hong Kong, mengatakan kepada Bloomberg.

    “Stimulus, stimulus, stimulus, khususnya di sisi fiskal, sangat dibutuhkan di Tiongkok. Kami telah melihat di negara-negara lain diperlukan dorongan kebijakan yang besar untuk keluar dari disinflasi secara permanen. Dan itu adalah sesuatu yang kami pikir akan terjadi secara bertahap di Tiongkok, tetapi memang sangat bertahap.”

    Disinflasi adalah penurunan laju inflasi.

    Kang Yi, direktur Biro Statistik Nasional Tiongkok, mengatakan “Ada perubahan positif dalam situasi harga. Permintaan pasar meningkat, yang menyebabkan harga kembali naik. Dari perspektif harga konsumen, CPI (indeks harga konsumen) naik pada kuartal keempat, terutama karena dampak penurunan harga pangan, yang lebih mencerminkan hubungan antara penawaran dan permintaan, CPI inti naik selama tiga bulan berturut-turut.”

    Apa yang terjadi selanjutnya

    Langkah ini dilakukan menjelang Tahun Baru Imlek, saat banyak konsumen Tiongkok menghabiskan uang untuk membeli hadiah bagi anggota keluarga, serta bepergian mengunjungi kampung halaman atau ke tempat-tempat liburan di seluruh Tiongkok dan sekitarnya.

    Para pemimpin Tiongkok berharap paket stimulus senilai $1,4 triliun yang diumumkan pada bulan September akan membantu mengembalikan perekonomian ke posisi yang lebih kuat tahun ini.

    Dan Presiden Xi Jinping telah menyerukan tindakan proaktif tambahan untuk ke depannya.

     

     

  • Ketua IAKMI: Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat Kunci Cegah Penyebaran Virus HMPV

    Ketua IAKMI: Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat Kunci Cegah Penyebaran Virus HMPV

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi Human Metapneumovirus (HMPV).

    Meskipun HMPV kembali merebak, Hermawan mengingatkan virus ini berbeda dengan Covid-19 dan tidak perlu memicu kepanikan.

    “Pengalaman pandemi Covid-19 telah membuat masyarakat trauma. Ketika ada wabah seperti ini, kekhawatiran seringkali berlebihan. Namun, perlu diingat HMPV adalah penyakit yang berbeda dengan tingkat keparahan yang jauh lebih rendah,” ujarnya kepada Beritasatu.com, beberapa waktu lalu.

    Hermawan menambahkan pengendalian wabah ini menjadi tanggung jawab utama pemerintah melalui penguatan sistem surveilans.

    “Pemerintah harus fokus pada deteksi kasus, mempelajari pola penyakit, serta melakukan tes cepat molekuler dan whole genome sequencing. Hal ini penting untuk memastikan apakah ada perubahan struktur genetik atau pola penyebaran virus dibandingkan dengan saat pertama kali ditemukan pada 2001,” jelasnya.

    Selain itu, pemerintah perlu memperketat screening kesehatan di pintu-pintu masuk negara, seperti bandara dan pelabuhan, terutama dari negara-negara yang memiliki kasus HMPV tinggi.

    “Langkah ini penting untuk memetakan risiko penularan dan mencegah penyebaran lebih lanjut,” tambah Hermawan.

    Di sisi lain, Hermawan mengingatkan masyarakat agar tidak panik dan tetap menjaga pola hidup sehat.

    “Virus HMPV bukan Covid-19. Tidak perlu trauma atau mengaitkannya dengan pandemi sebelumnya. Kuncinya adalah menjaga pola hidup bersih dan sehat yang sudah kita terapkan, seperti mencuci tangan secara rutin dan menggunakan masker jika sedang sakit,” sarannya.

    Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga daya tahan tubuh, terutama di tengah musim pancaroba yang rentan terhadap infeksi saluran pernapasan.

    “Jika merasa tidak fit atau ada gejala flu, sebaiknya jaga jarak dan gunakan masker agar tidak menulari orang lain,” katanya.

    Selain langkah-langkah teknis, Hermawan mengajak masyarakat untuk tetap berpikir positif.

    “Manajemen pikiran dan perasaan itu penting. Jangan terlalu khawatir atau shock dengan isu wabah. Segala penyakit ada obatnya, tetapi kebiasaan hidup bersih dan sehat adalah kunci pencegahan utama virus HMPV,” ungkapnya.

  • Bank Dunia Proyeksikan Ekonomi Negara Berkembang Melambat Tahun Ini – Halaman all

    Bank Dunia Proyeksikan Ekonomi Negara Berkembang Melambat Tahun Ini – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia

    TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Bank Dunia meminta negara-negara berkembang agar bersiap menghadapi tahun-tahun yang lebih sulit di masa datang.

    Bank Dunia menyatakan, pertumbuhan ekonomi negara berkembang menunjukkan tanda-tanda perlambatan dan hanya sedikit negara yang akan naik dari status berpenghasilan rendah ke status berpenghasilan maju dalam 25 tahun ke depan. 

    Itu berarti ratusan juta orang diperkirakan akan tetap menderita kemiskinan ekstrem, kelaparan dan kekurangan gizi.

    “Negara-negara berkembang, yang memulai abad ini dengan lintasan untuk menutup kesenjangan pendapatan dengan negara-negara terkaya, semakin tertinggal,” ujar Indermit Gill, kepala ekonom Bank Dunia dilansir Business Time,

    Bank tersebut mencatat dalam laporan tersebut bahwa ekonomi pasar berkembang dan negara berkembang – yang meliputi Tiongkok, India, dan Brasil berkontribusi sekitar 60 persen dari pertumbuhan global sejak tahun 2000, dua kali lipat dari pangsa mereka pada tahun 1990.

    Namun, mereka kini menghadapi ancaman eksternal dari langkah-langkah proteksionis dan fragmentasi geopolitik, serta hambatan dalam menerapkan reformasi struktural.

    Laju negara-negara berpendapatan rendah dan negara dengan pendapatan nasional bruto per kapita sekitar 3 dolar AS per hari mengalami stagnasi.

    Menurut Bank Dunia, perekonomian dunia diperkirakan melandai,  tumbuh 2,7 persen pada tahun ini dan tahun depan, tidak berubah dari proyeksi sebelumnya pada bulan Juni.

    Angka tersebut bahkan berada di bawah rata-rata 3,1 persen sebelum pandemi Covid-19, terlalu lemah untuk membantu negara-negara miskin mengejar ketertinggalan dari negara-negara kaya.

    Perlambatan ekonomi ini terjadi usai terjadinya gangguan pada komoditas dan rantai pasokan imbas ketegangan geopolitik pasca perang Rusia di Ukraina sejak 2022, lalu perang Israel melawan Hamas dan Hizbullah sejak tahun lalu.

    Masalah ini semakin diperparah dengan adanya perubahan kebijakan perdagangan yang diterapkan Presiden terpilih AS Donald Trump, meningkatnya persaingan antara AS dan Tiongkok hingga menciptakan tekanan dalam perdagangan global.

    Serangkaian masalah ini yang membuat tekanan pada pertumbuhan ekonomi dunia khususnya negara-negara berkembang.

    Bahkan sejak tahun 2000, masih ada 26 negara yang mengalami stagnasi akibat pertumbuhan yang lemah.

    “Negara-negara berkembang tidak seharusnya berilusi tentang perjuangan yang akan datang: 25 tahun ke depan akan menjadi pekerjaan rumah yang lebih berat dari 25 tahun terakhir,” tulis Gill.