Kasus: covid-19

  • Riset Temukan COVID-19 Diam-Diam Merusak Sperma, Jadi Ancaman buat Kaum Adam

    Riset Temukan COVID-19 Diam-Diam Merusak Sperma, Jadi Ancaman buat Kaum Adam

    Jakarta

    Infeksi COVID-19 mungkin memiliki dampak yang jauh lebih panjang dari yang diperkirakan. Sebuah studi baru yang dilakukan pada tikus menunjukkan bahwa infeksi virus dapat menyebabkan perubahan pada sperma yang berpotensi meningkatkan tingkat kecemasan pada keturunannya.

    Temuan ini mengisyaratkan kemungkinan efek jangka panjang pandemi pada generasi mendatang.

    Para peneliti di Florey Institute of Neuroscience and Mental Health di Melbourne, Australia, menginfeksi tikus jantan dengan virus penyebab COVID-19. Tikus-tikus tersebut kemudian dikawinkan dengan tikus betina, dan para peneliti menilai dampak infeksi sang ayah terhadap kesehatan anak-anak mereka.

    Hasil studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications ini menunjukkan adanya temuan yang signifikan pada keturunan dari ayah yang terinfeksi.

    “Kami menemukan bahwa keturunan yang dihasilkan menunjukkan perilaku yang lebih cemas dibandingkan dengan keturunan dari ayah yang tidak terinfeksi,” kata penulis pertama studi, Elizabeth Kleeman.

    Secara khusus, tikus betina menunjukkan “perubahan signifikan” dalam aktivitas gen tertentu di hipokampus, bagian otak yang mengatur emosi.

    Penulis studi lainnya, Carolina Gubert menjelaskan bahwa perubahan ini “dapat berkontribusi pada peningkatan kecemasan yang kami amati pada keturunan, melalui pewarisan epigenetik dan perkembangan otak yang berubah.”

    Mekanisme Perubahan RNA Sperma

    Para peneliti menemukan bahwa virus tersebut mengubah molekul dalam RNA di sperma tikus jantan yang terinfeksi. Beberapa molekul RNA ini dikenal “terlibat dalam regulasi gen yang diketahui penting dalam perkembangan otak.”

    Penelitian ini diklaim sebagai yang pertama menunjukkan dampak jangka panjang infeksi COVID-19 terhadap perilaku dan perkembangan otak generasi berikutnya.

    Meskipun demikian, peneliti utama Anthony Hannan menekankan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan apakah perubahan yang sama juga terjadi pada manusia.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/kna)

  • Sejak Pandemi COVID-19 Banyak Negara Tidak Siap Hadapi Pandemi Lagi

    Sejak Pandemi COVID-19 Banyak Negara Tidak Siap Hadapi Pandemi Lagi

    JAKARTA – Para ekonom terkemuka, pakar kesehatan dan PBB mengungkapkan ketimpangan yang tinggi membuat dunia rentan terhadap pandemi dan menciptakan “lingkaran setan” yang membahayakan kesehatan masyarakat dan perekonomian global.

    Temuan ini didasarkan pada penelitian selama dua tahun oleh Dewan Global tentang Ketimpangan, AIDS, dan Pandemi yang dibentuk oleh UNAIDS dan diterbitkan dalam sebuah laporan yang dirilis menjelang pertemuan para pemimpin G20 di Afrika Selatan bulan ini.

    “Tingkat ketimpangan yang tinggi, di dalam dan antarnegara, membuat dunia lebih rentan terhadap pandemi, membuat pandemi lebih mengganggu perekonomian dan mematikan, serta membuatnya berlangsung lebih lama,” demikian menurut laporan yang diterbitkan Senin waktu setempat tersebut, dikutip dari AFP.

    “Pandemi pada gilirannya meningkatkan ketimpangan, mendorong hubungan yang siklus dan saling memperkuat,” sambung laporan tersebut.

    Dewan yang menyusun laporan tersebut dipimpin oleh para ahli, termasuk ekonom peraih Nobel Joseph Stiglitz, mantan Ibu Negara Namibia Monica Geingos, dan ahli epidemiologi ternama Sir Michael Marmot.

    “Siklus ketimpangan-pandemi” ini dapat dilihat dalam krisis kesehatan masyarakat global baru-baru ini seperti COVID-19, AIDS, Ebola, influenza, dan mpox,” kata mereka dalam sebuah pernyataan terpisah.

    “Kegagalan untuk mengatasi ketimpangan utama dan determinan sosial sejak COVID-19 telah membuat dunia sangat rentan terhadap, dan tidak siap menghadapi, pandemi berikutnya,” katanya.

    Pandemi COVID-19 khususnya “mendorong 165 juta orang ke dalam kemiskinan sementara orang-orang terkaya di dunia meningkatkan kekayaan mereka lebih dari seperempatnya,” kata mereka.

    Ketimpangan “adalah pilihan politik, dan pilihan berbahaya yang mengancam kesehatan semua orang,” tambah Geingos.

    Laporan tersebut menyerukan para pemimpin dunia untuk meningkatkan kesiapsiagaan pandemi dengan berinvestasi dalam “mekanisme perlindungan sosial” di negara mereka sambil juga mengatasi ketimpangan global, termasuk melalui restrukturisasi utang untuk negara-negara berkembang.

    “Pandemi bukan hanya krisis kesehatan; melainkan krisis ekonomi yang dapat memperdalam ketimpangan jika para pemimpin membuat pilihan kebijakan yang salah,” kata Stiglitz.

    “Ketika upaya menstabilkan ekonomi yang terdampak pandemi dibayar melalui bunga utang yang tinggi dan langkah-langkah penghematan, sistem kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial justru terkuras,” ujarnya.

    Hal ini membuat masyarakat kurang tangguh dan lebih rentan terhadap wabah penyakit.

    “Memutus siklus ini membutuhkan penyediaan ruang fiskal bagi semua negara untuk berinvestasi dalam jaminan kesehatan,” kata Stiglitz.

    Laporan tersebut juga mendesak akses yang lebih setara terhadap perawatan dan teknologi kesehatan antara negara-negara kaya dan miskin, menyerukan peningkatan pendanaan untuk produksi lokal dan regional, serta penghapusan segera hak kekayaan intelektual setelah pandemi dinyatakan.

    Stiglitz dijadwalkan untuk menyampaikan laporan tentang ketimpangan dan kemiskinan global kepada para pemimpin dunia menjelang KTT G20 pada 22 dan 23 November.

    G20 terdiri dari 19 negara ekonomi terkemuka serta Uni Eropa dan Uni Afrika.

  • Bocoran soal Pertumbuhan Ekonomi yang Diumumkan Rabu Besok

    Bocoran soal Pertumbuhan Ekonomi yang Diumumkan Rabu Besok

    Jakarta

    Pemerintah akan mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2025, Rabu (5/11/2025). Pada kuartal II lalu, pertumbuhan ekonomi tercatat mencapai 5,12%.

    Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan sedikit bocoran atas angka pertumbuhan yang akan diumumkan esok hari. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi masih melanjutkan tren tujuh tahun terakhir.

    “(Pertumbuhan ekonomi) kuartal III konsisten dengan pertumbuhan tujuh tahun,” kata Airlangga saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025).

    Namun demikian, ia enggan memberikan bocoran lebih lanjut. Airlangga hanya mengatakan bahwa pengumuman pertumbuhan ekonomi besok akan dilaksanakan pada pukul 11.00 WIB.

    “Proyeksi ekonomi besok jam 11. (Apakah di atas 5%?) Tunggu besok jam 11,” ujarnya sambil tertawa.

    Sebagai informasi, dalam tujuh tahun terakhir pertumbuhan ekonomi RI bergerak di kisaran rata-rata 5%. Pada tahun 2019, ekonomi RI tumbuh sekitar 5,02%, namun angka ini anjlok menjadi minus 2,07% pada 2020 karena pandemi Covid-19.

    Ekonomi RI mulai membaik pada 2021, mencatatkan pertumbuhan 3,69%. Kemudian pada 2022 tumbuh 5,31%, 2023 tumbuh 5,05%, dan 2024 di kisaran 5,03%. Sedangkan pada 2025, ekonomi pada kuartal I tumbuh sebesar 4,87%, lalu pada kuartal II tumbuh sekitar 5,12%.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya sempat memproyeksikan bahwa ekonomi kuartal III 2025 akan mengalami perlambatan. Meski begitu, angkanya masih berada di kisaran 5%.

    Purbaya memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 sedikit melemah, antara lain karena aksi demonstrasi besar-besaran yang sempat terjadi pada Agustus 2025. Meski demikian, ia optimistis ekonomi masih berada pada level 5%.

    “Sedikit di atas 5% lah (pertumbuhan ekonomi kuartal III). Mungkin lebih rendah dari kuartal II, saya nggak tahu, tapi kelihatannya sedikit lebih rendah karena ada ribut-ribut,” kata Purbaya di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).

    Purbaya meyakini pertumbuhan ekonomi akan kembali meningkat pada kuartal IV 2025. Berdasarkan perhitungan anak buahnya, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,5%.

    (shc/hns)

  • Terungkap Lewat Studi, Alasan ‘Alumni’ COVID Berisiko Kena Serangan Jantung-Stroke

    Terungkap Lewat Studi, Alasan ‘Alumni’ COVID Berisiko Kena Serangan Jantung-Stroke

    Jakarta

    Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di Journal of the American Heart Association (AHA) mengungkapkan orang yang terserang influenza atau COVID-19 berisiko lebih tinggi mengalami serangan jantung atau stroke dalam beberapa minggu setelah infeksi.

    Sementara itu, infeksi kronis seperti HIV juga dikaitkan dengan peningkatan risiko jangka panjang terhadap penyakit kardiovaskular yang serius.

    Para peneliti melakukan tinjauan sistematis terhadap seluruh studi yang meneliti hubungan antara infeksi virus dan risiko terjadinya stroke maupun serangan jantung.

    Dari lebih dari 52 ribu publikasi ilmiah yang disaring, mereka mengidentifikasi 155 studi yang dinilai memiliki rancangan metodologi yang tepat dan kualitas tinggi, sehingga memungkinkan dilakukan meta-analisis terhadap data gabungan tersebut.

    Dalam penelitian yang membandingkan risiko kardiovaskular seseorang dalam beberapa minggu setelah mengalami infeksi pernapasan yang terkonfirmasi laboratorium dengan kondisi saat ia tidak terinfeksi, para peneliti menemukan risiko serangan jantung meningkat hingga empat kali lipat, dan risiko stroke meningkat lima kali lipat dalam sebulan setelah seseorang terinfeksi influenza.

    Tak hanya itu, risiko serangan jantung dan stroke meningkat tiga kali lipat dalam 14 minggu setelah terinfeksi COVID-19, dan risiko tersebut tetap lebih tinggi hingga satu tahun kemudian.

    “Studi kami menemukan bahwa infeksi virus akut dan kronis berkaitan dengan risiko penyakit kardiovaskular, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk stroke dan serangan jantung,” kata Kosuke Kawai, Sc D, penulis utama studi sekaligus dosen di Divisi Penyakit Dalam dan Riset Layanan Kesehatan, David Geffen School of Medicine, University of California, Los Angeles, dikutip dari laman resmi AHA.

    Apa Alasannya?

    Menurut studi tersebut, sistem kekebalan tubuh merespons infeksi virus dengan melepaskan molekul yang memicu dan mempertahankan peradangan serta meningkatkan kecenderungan darah untuk membeku.

    Respons ini dapat berlangsung lama meskipun infeksi telah sembuh. Baik peradangan maupun pembekuan darah dapat menurunkan kemampuan jantung berfungsi optimal, dan hal ini diyakini sebagai salah satu alasan meningkatnya risiko serangan jantung dan stroke setelah infeksi virus.

    Adapun peradangan berperan penting dalam perkembangan dan progresi penyakit kardiovaskular. Kondisi ini dapat memicu pembentukan dan pecahnya plak di dinding arteri, yang berujung pada serangan jantung atau stroke.

    Beberapa penanda peradangan yang tinggi bahkan dikaitkan dengan hasil klinis yang lebih buruk dan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular di masa depan. Karena itu, pengendalian peradangan menjadi aspek kunci dalam upaya pencegahan dan penanganan penyakit jantung dan pembuluh darah.

    “Risiko penyakit kardiovaskular memang lebih rendah pada infeksi HIV, hepatitis C, dan herpes zoster dibandingkan peningkatan risiko jangka pendek yang terjadi setelah influenza dan COVID. Namun, risiko yang terkait dengan tiga virus tersebut tetap bermakna secara klinis, terutama karena risikonya bertahan dalam jangka waktu lama,” kata Kawai.

    “Selain itu, herpes zoster (cacar api/cacar ular) dialami sekitar satu dari tiga orang sepanjang hidupnya. Karena itu, peningkatan risiko akibat virus tersebut dapat berkontribusi pada jumlah kasus penyakit kardiovaskular yang cukup besar di tingkat populasi.”

    Halaman 2 dari 3

    (suc/naf)

  • Siaran Asing Dihentikan, Korut Kian Terisolasi dari Dunia Luar

    Siaran Asing Dihentikan, Korut Kian Terisolasi dari Dunia Luar

    Jakarta

    Pemerintah Amerika Serikat dan Korea Selatan telah menghentikan operasi media yang menyiarkan berita ke Korea Utara, membuat puluhan ribu penduduk negara tersebut semakin terisolasi dari dunia luar.

    “Ini sangat buruk bagi rakyat Korea Utara dan jadi kemunduran yang sangat serius untuk hak asasi manusia di sana,” kata Kim Eu-jin, yang melarikan diri dari Korea Utara bersama ibu dan saudarinya pada tahun 1990-an.

    “Pemerintah menolak telak kebebasan rakyat Korea Utara untuk mengakses informasi, dan sekarang yang akan mereka dengar hanyalah propaganda Pyongyang,” ujarnya kepada DW.

    Warga Korea Utara sebelumnya bisa diam-diam mendengarkan Radio Free Asia (RFA) dan Voice of America (VOA) dari AS, serta siaran Voice of Freedom dari Korea Selatan. Aktivis mengatakan bahwa dengan mendengarkan siaran yang tidak diperbolehkan oleh rezim tersebut membantu warga Korea Utara bertahan menghadapi kesulitan.

    Kim mengatakan ia tidak pernah mendengarkan siaran radio asing sebelum melarikan diri dari Korea Utara karena terlalu berbahaya. Rezim di Pyongyang menginvestasikan banyak waktu dan tenaga untuk menangkap dan menghukum orang yang mengakses media asing. Dalam beberapa kasus, mereka yang tertangkap diadili secara terbuka dan dijatuhi hukuman kerja paksa. Dalam kasus ekstrem, bisa dijatuhi hukuman mati.

    Kim mengatakan pemerintah Korea Utara takut pada siaran ini dan dalam beberapa tahun ini kian serius memperingatkan dan mengancam mereka yang mendengarkan media asing tersebut.

    Mengapa siaran dihentikan?

    Sejak Donald Trump kembali memerintah di awal tahun, ia pun membungkam Voice of America dengan mengeluarkan perintah eksekutif untuk menghapus badan induk VOA, US Agency for Global Media. Ratusan staf kehilangan pekerjaan.

    Sistem pengeras suara besar di perbatasan yang sebelumnya menyiarkan berita dan musik pop Korea Selatan ke Korea Utara turut dibongkar.

    Pemerintah Korea Selatan mengatakan langkah tersebut bertujuan untuk mengurangi ketegangan dengan Korea Utara dengan harapan Pyongyang dapat membuka kembali negosiasi dengan Seoul. Namun, hingga saat ini belum ada indikasi positif dari harapan tersebut.

    Radio Free Asia: “Redaksi gelap, siaran dibungkam”

    Pada 29 Oktober, Rosa Hwang, pemimpin redaksi Radio Free Asia, menyatakan siarannya dihentikan karena “ketidakpastian pendanaan,” hal yang pertama kalinya terjadi sepanjang sejarah untuk RFA yang telah mengudara selama 29 tahun.

    “Redaksi gelap. Mikrofon dimatikan. Siaran dibungkam. Penerbitan dihentikan. Di media sosial. Di situs web kami.”

    “Tanpa RFA Korea, 26 juta warga Korea Utara terisolasi rezim represif yang menentang kebebasan berbicara dan pers yang bebas akan kehilangan akses penting akan informasi independen,” katanya, sambil menyoroti liputan RFA yang berhasil memenangkan penghargaan, liputan tentang nasib para pembelot Korea Utara.

    Pada Oktober 2025, situs 38 North yang menganalisis seputar Korea Utara, mengeksplorasi dampak radio dan televisi yang disiarkan ke Utara dalam sebuah acara.

    Hasilnya menunjukkan bahwa siaran radio anti-rezim menurun sebesar 85% dan program televisi hampir hilang sepenuhnya sejak pemotongan oleh pemerintah AS dan Korea Selatan.

    Meskipun sulit menentukan berapa banyak orang yang telah dijangkau siaran tersebut, para analis menekankan ada usaha dan sumber daya yang dikerahkan rezim Kim Jong Un untuk memblokir penetrasi siaran-siaran tersebut.

    Korea Utara semakin mahir mengacaukan sinyal siaran. Pandemi virus COVID-19 telah membuat penyelundupan USB dan kartu memori jadi lebih sulit.

    Menurut para ahli yang hadir di acara 38 North, pembatasan yang diperketat dengan Undang-Undang Anti-Pemikiran dan Budaya Reaksioner yang disahkan pada 2020 menunjukkan betapa seriusnya Pyongyang menghadapi ancaman ini.

    ‘Menjadi perpanjangan tangan’ rezim

    “Saya yakin pemerintah Pyongyang sangat senang dengan perkembangan ini,” kata Lim Eun-jung, profesor studi internasional di Kongju National University.

    “Menghentikan siaran ini berarti orang-orang di sana kini hanya memiliki media negara Korea Utara untuk didengar, dan mereka akan semakin sedikit mengetahui apa yang terjadi di dunia luar,” ujar sang professor kepada DW.

    “Saya bisa memahami keputusan pemerintah Korea Selatan yang tidak ingin ketegangan antar negara meningkat dan berharap membuka jalur komunikasi dengan Korea Utara, tapi pada saat yang sama, ini berarti orang-orang yang sudah hidup layaknya di ‘penjara’ kini memiliki akses informasi yang lebih sedikit.”

    Pembelot Korea Utara, Kim, mengatakan meskipun siaran asing tidak berperan besar dalam pembelotannya tiga dekade lalu, siaran itu kemudian menjadi alat penting melawan rezim.

    “Siaran itu mengajarkan orang di Korea Utara tentang hak asasi manusia,” katanya.

    “Itu memberi tahu mereka apa itu kebebasan. Bagi sebagian orang, hal itu membuat mereka berjuang untuk kebebasan itu dengan meninggalkan Korea Utara. Saya tidak mengerti mengapa kita justru ‘menjadi perpanjangan tangan’ rezim dengan menghentikan siaran ini.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga Video: Media Korea Utara Merilis Gambar Rudal Balistik Ketujuh

    (ita/ita)

  • Riset Ilmiah Terbaru Bawa Kabar Nggak Enak Buat ‘Alumni’ COVID, Begini Temuannya

    Riset Ilmiah Terbaru Bawa Kabar Nggak Enak Buat ‘Alumni’ COVID, Begini Temuannya

    Jakarta

    Dalam beberapa minggu setelah seseorang terkena influenza atau COVID-19, risiko mengalami serangan jantung atau stroke dapat meningkat tajam. Sementara itu, infeksi kronis seperti HIV juga dapat meningkatkan risiko jangka panjang terhadap kejadian kardiovaskular serius.

    Hal ini diungkap dalam riset independen terbaru yang diterbitkan di Journal of the American Heart Association, jurnal ilmiah terbuka yang ditinjau sejawat oleh American Heart Association (AHA).

    Menurut Kosuke Kawai, Sc D, penulis utama studi sekaligus dosen di Divisi Penyakit Dalam dan Riset Layanan Kesehatan, David Geffen School of Medicine, University of California, Los Angeles, kaitan antara infeksi virus dan penyakit kardiovaskular belum banyak dipahami.

    “Selama ini, kita tahu bahwa virus seperti human papillomavirus (HPV) dan hepatitis B dapat menyebabkan kanker. Namun, hubungan antara infeksi virus dengan penyakit tidak menular lain seperti gangguan jantung masih belum jelas,” kata Kawai, dikutip dari laman resmi AHA.

    “Penelitian kami menemukan bahwa infeksi virus, baik yang akut maupun kronis, berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk stroke dan serangan jantung, dalam jangka pendek maupun panjang,” lanjutnya.

    Tim peneliti meninjau lebih dari 52 ribu publikasi ilmiah, dan menyaring 155 studi berkualitas tinggi yang meneliti kaitan antara infeksi virus apa pun dengan risiko stroke dan serangan jantung. Data-data tersebut kemudian dianalisis secara meta-analisis untuk mendapatkan gambaran menyeluruh.

    Hasilnya menunjukkan dalam studi yang membandingkan risiko kardiovaskular sebelum dan sesudah seseorang mengalami infeksi pernapasan yang terkonfirmasi laboratorium, yakni:

    Orang empat kali lebih mungkin mengalami serangan jantung dan lima kali lebih mungkin mengalami stroke dalam sebulan setelah terinfeksi flu.

    Ada risiko serangan jantung pasca kena COVID

    Setelah terinfeksi COVID-19, risiko serangan jantung dan stroke meningkat tiga kali lipat selama 14 minggu pertama, dan tetap lebih tinggi hingga satu tahun setelah infeksi.

    Sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap infeksi virus dengan melepaskan molekul yang memicu dan mempertahankan peradangan serta kecenderungan darah untuk membeku. Respons ini bisa bertahan lama meski infeksi telah sembuh.

    Baik peradangan maupun pembekuan darah dapat menurunkan kemampuan jantung untuk bekerja secara optimal, yang menjelaskan meningkatnya risiko serangan jantung dan stroke.

    baca juga

    Peradangan diketahui berperan besar dalam perkembangan penyakit kardiovaskular. Ia dapat menyebabkan terbentuknya plak di pembuluh darah dan memicu pecahnya plak, yang berujung pada serangan jantung atau stroke.

    Beberapa penanda peradangan yang tinggi juga terkait dengan prognosis yang lebih buruk, sehingga pengendalian peradangan menjadi bagian penting dalam pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular.

    Dalam analisis jangka panjang (rata-rata lebih dari lima tahun), dibandingkan dengan orang tanpa infeksi, ditemukan:

    Pengidap HIV memiliki risiko serangan jantung 60 persen lebih tinggi dan risiko stroke 45 persen lebih tinggi.Pengidap hepatitis C memiliki risiko serangan jantung 27 persen lebih tinggi dan risiko stroke 23 persen lebih tinggi.Pengidap herpes zoster (shingles) memiliki risiko serangan jantung 12 persen lebih tinggi dan risiko stroke 18 persen lebih tinggi.

    “Risiko kardiovaskular akibat HIV, hepatitis C, dan herpes zoster memang lebih rendah dibandingkan peningkatan tajam setelah flu atau COVID-19. Namun, risikonya tetap bermakna secara klinis karena berlangsung lama. Apalagi, shingles dapat menyerang sekitar satu dari tiga orang sepanjang hidupnya,” ujar Kawai.

    “Artinya, peningkatan risiko dari virus tersebut dapat berkontribusi signifikan terhadap jumlah kasus penyakit jantung di tingkat populasi.”

    Vaksin bisa melindungi

    Temuan ini juga menunjukkan bahwa vaksinasi terhadap influenza, COVID-19, dan herpes zoster berpotensi menurunkan angka kejadian serangan jantung dan stroke. Misalnya, sebuah tinjauan ilmiah pada 2022 menemukan peserta yang mendapat vaksin flu memiliki risiko kejadian kardiovaskular berat 34 persen lebih rendah dibanding mereka yang menerima plasebo.

    “Langkah pencegahan terhadap infeksi virus, termasuk vaksinasi, berperan penting dalam menekan risiko penyakit kardiovaskular. Pencegahan menjadi sangat penting bagi orang dewasa yang sudah memiliki penyakit jantung atau faktor risiko jantung,” kata Kawai.

    AHA menambahkan virus seperti influenza, COVID-19, RSV, dan herpes zoster dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, sementara orang yang sudah memiliki gangguan kardiovaskular bisa mengalami komplikasi lebih berat bila terinfeksi.

    Karena itu, individu dengan kondisi tersebut disarankan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk menentukan vaksin yang sesuai, karena vaksinasi memberikan perlindungan penting bagi kelompok berisiko tinggi.

    Meski sejumlah penelitian sebelumnya telah menunjukkan kemungkinan kaitan serupa, para peneliti mencatat bahwa bukti saat ini masih terbatas. Diperlukan studi lebih lanjut untuk memahami hubungan antara risiko penyakit jantung dan virus lain seperti cytomegalovirus (penyebab cacat lahir), herpes simplex 1 (penyebab luka di bibir), virus dengue, dan HPV.

    Peneliti juga menekankan bahwa analisis ini memiliki keterbatasan karena sebagian besar data berasal dari studi observasional, bukan uji klinis terkontrol. Meski demikian, sebagian besar studi telah menyesuaikan faktor pembaur yang relevan.

    Karena mayoritas penelitian hanya menilai satu jenis virus, belum dapat dipastikan bagaimana infeksi ganda virus atau bakteri memengaruhi hasil.

    Analisis ini pun berfokus pada virus yang umum di masyarakat dan tidak mencakup kelompok berisiko tinggi seperti penerima transplantasi organ.

    Halaman 2 dari 5

    (suc/kna)

  • Video Nggak Cuma di Puskesmas, Kemenkes Perluas CKG hingga Perkantoran

    Video Nggak Cuma di Puskesmas, Kemenkes Perluas CKG hingga Perkantoran

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperluas strategi dalam mencapai target program Cek Kesehatan Gratis. Mereka menargetkan 100 juta peserta CKG di tahun ini. Sementara dalam catatannya, CKG baru bisa menjangkau 10 juta orang dalam sebulan.

    Untuk mengejar angka itu, Kemenkes tak hanya mengandalkan puskesmas. Kedepan layanan CKG bisa dilakukan di klinik swasta, komunitas, hingga perkantoran.

    “Ya, selain Puskesmas lah. Kalau sekarang kan hanya bisa di Puskesmas/ Termasuk di komunitas itu,” ujar Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan Kemenkes Setiaji. “Artinya misalnya ada Halodoc buka gitu, ya.Dulu inget, ya, waktu Covid, ya kan buka, ya, sentra-sentra vaksin gitu, ya. Ini juga sama lah, sentra CKG lah.”

    Klik di sini untuk menonton video lainnya!

  • Kemenkes Perluas CKG! Bakal Dibuka di Klinik, Kantor hingga di Mall

    Kemenkes Perluas CKG! Bakal Dibuka di Klinik, Kantor hingga di Mall

    Jakarta

    Baru ada sekitar 46 juta warga Indonesia yang menjalani cek kesehatan gratis (CKG). Pemerintah bakal memperluas dengan melibatkan sejumlah komunitas, demi meningkatkan cakupan. Rata-rata baru ada sekitar 500-600 ribu orang per hari yang mengikuti CKG.

    Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Setiaji, menekankan perluasan termasuk membuka CKG di sejumlah klinik, akan diberlakukan secara bertahap.

    “Nah itu sistemnya sudah kita siapkan, ini sekarang lagi uji coba sehingga nanti klinik terus kemudian komunitas ataupun kantor dan lain sebagainya bisa buka layanan CKG untuk menambah jumlah CKG tadi,” beber Setiaji, pasca konferensi pers pembukaan registrasi Sandbox Kemenkes RI, Senin (3/11/2025).

    “Selain Puskesmas lah, kalau sekarang kan hanya bisa di Puskesmas, termasuk di komunitas itu artinya misalnya ada Halodoc, mau buka gitu ya. Dulu inget ya waktu COVID-19 ya, kan buka ya, sentra-sentra vaksin gitu ya, ini juga sama lah, sentra CKG lah,” tandasnya.

    Perluas Komunitas

    CKG juga dimungkinkan untuk terbuka secara ‘jemput bola’ dengan menyediakan akses lebih dekat di masyarakat. Misalnya, di sejumlah event besar.

    “Ya itu kan yang komunitas itu bisa melakukan aktivasi di tempat-tempat. Dulu misalnya di mall gitu ya, di tempat-tempat yang memang perlu. Tapi kan bedanya kalau vaksin itu lebih simpel, kalau sekarang kan ada pemeriksaan cukup banyak ya, mulai dari blood dan sebagainya,” sambungnya.

    Diperluasnya akses CKG dilakukan secara bertahap, Setiaji juga mencontohkan keterlibatan di transportasi umum yang beberapa kali dilakukan.

    “Kita kan sebenarnya ada paket juga, paket yang sederhana gitu ya, bahkan kemarin di bandara pun juga kita bisa melakukan CKG gitu ya, dengan paket yang sederhana. Sebenarnya ini semua sudah dimulai, tetapi memang belum masif.”

    “Nah ini yang kita mau dorong supaya lebih banyak,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Siap-siap! Cek Kesehatan Gratis Sekolah Mulai Digelar 4 Agustus”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Innalillah! Ketua IDI Makassar Dokter Abdul Azis Wafat di Mekkah Saat Perjalanan Umrah

    Innalillah! Ketua IDI Makassar Dokter Abdul Azis Wafat di Mekkah Saat Perjalanan Umrah

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Kabar duka datang dari dunia kedokteran Sulawesi Selatan. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Makassar, dr. Abdul Azis, dikabarkan meninggal dunia di Mekkah, Arab Saudi.

    Belum ada keterangan resmi mengenai penyebab wafatnya dokter sekaligus dosen Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) itu.

    Kabar duka tersebut dibenarkan oleh Rahmat Aulia, salah satu pengurus Yayasan Masyarakat Hijrah Tanpa Nama (Mahtan), lembaga sosial yang didirikan langsung oleh almarhum.

    “Beliau lagi perjalanan umrah plus Palestina,” kata Aul, sapaan akrabnya, saat dikonfirmasi, Minggu (2/11/2025) malam.

    Aul mengaku belum mengetahui secara pasti kronologi kejadiannya.

    Ia hanya mendapatkan informasi bahwa almarhum sempat dilarikan ke rumah sakit sebelum mengembuskan napas terakhir.

    “Infonya tiba-tiba masuk rumah sakit, mungkin karena kecapean,” imbuhnya.

    Diketahui, dr. Abdul Azis dikenal luas sebagai sosok dokter yang aktif di berbagai kegiatan sosial dan kemanusiaan.

    Selain memimpin IDI Makassar, ia juga menjabat sebagai Ketua Komunitas Relawan Emergensi Indonesia (KREKI) Sulsel.

    Di bawah kepemimpinannya, Yayasan Mahtan menjadi salah satu gerakan sosial yang cukup berpengaruh di Makassar.

    Program hapus tato gratis yang ia gagas sejak 2019 telah membantu banyak masyarakat yang ingin berhijrah namun terkendala biaya tinggi untuk menghapus tato secara medis.

    Tak hanya itu, dr. Azis juga dikenal sebagai figur yang tangguh di lapangan.

    Saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020, ia dipercaya menjadi Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Sulsel, peran yang membuatnya semakin dikenal di kalangan relawan dan tenaga kesehatan.

  • Kemenag Tuban Ikuti Jamarah, Bahas Penyelenggaraan Haji dan Umrah 2026

    Kemenag Tuban Ikuti Jamarah, Bahas Penyelenggaraan Haji dan Umrah 2026

    Tuban (beritajatim.com) – Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Tuban mengikuti kegiatan Jagong Masalah Umrah dan Haji (Jamarah), program aspirasi dari anggota Komisi VIII DPR RI daerah pemilihan Tuban–Bojonegoro, Haeny Relawati Rini Widyastuti. Acara ini berlangsung di Aula Hotel Mustika Tuban dan dibuka oleh Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur, Ahmad As’adul Anam, Minggu (2/11/2025).

    Dalam kesempatan itu, Haeny Relawati Rini Widyastuti dari Fraksi Partai Golkar menyampaikan materi mengenai penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa kegiatan Jamarah ini merupakan program resmi yang menggunakan dana APBN.

    “Giat ini terselenggara menggunakan dana APBN, meskipun Kanwil Kemenag yang menjadi pihak pengundang,” terang Haeny.

    Kegiatan Jamarah Kemenag Tuban bersama Anggota DPR RI di Aula Hotel Mustika Tuban.

    Haeny juga memaparkan rencana pembangunan Kampung Haji yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Baitullah. Terkait biaya penyelenggaraan ibadah haji tahun 2026, ia menyebutkan bahwa total biaya per jemaah diperkirakan mencapai Rp 87.409.365. Namun, angka tersebut akan mendapat subsidi dari dana optimalisasi dan setoran awal sebesar Rp 25 juta, sehingga calon jemaah hanya perlu membayar sekitar Rp 33.215.558.

    “Selain itu, penyelenggaraan haji tahun 2026 insyaallah hanya akan menggunakan dua syarikat, berbeda dengan tahun 2025 yang memakai delapan syarikat,” tutur mantan Bupati Tuban tersebut.

    Sementara itu, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Tuban, Umi Kulsum, menyampaikan bahwa pada masa transisi menuju penyelenggaraan haji 2026, Kemenag kabupaten dan kota diminta Menteri Agama untuk memberikan dukungan maksimal. Ia pun mengapresiasi dukungan Pemerintah Kabupaten Tuban yang telah memiliki Perda dan Perbup terkait transportasi haji.

    “Kami sampaikan terima kasih kepada pemerintah daerah yang membantu all out dalam pemberangkatan dan pemulangan jemaah haji,” ujar Umi Kulsum.

    Umi menambahkan, jumlah pendaftar haji di Kabupaten Tuban mengalami penurunan pascapandemi. Jika sebelum Covid-19 tercatat sekitar 4.000 pendaftar per tahun, kini menurun menjadi sekitar 3.000 jemaah per tahun, bahkan banyak yang membatalkan karena lamanya masa antre.

    Sebagai bentuk kesiapan, Kemenag Tuban tetap melaksanakan program manasik haji sepanjang tahun bagi calon jemaah cadangan agar lebih siap saat mendapatkan jadwal keberangkatan.

    “Kabupaten Tuban memiliki program manasik haji sepanjang tahun untuk mempersiapkan jemaah cadangan,” pungkasnya. [dya/but]