Kasus: covid-19

  • Menkes Buka-bukaan Keuangan BPJS Kesehatan: Bisa Positif Kalau Iuran Naik

    Menkes Buka-bukaan Keuangan BPJS Kesehatan: Bisa Positif Kalau Iuran Naik

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin buka-bukaan kondisi keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Ternyata, BPJS Kesehatan baru bisa mencatatkan positif ketika ada kebaikan iuran.

    Budi menuturkan, beban jaminan kesehatan nasional (JKN) kerap lebih tinggi dibandingkan pendapatan iuran BPJS Kesehatan. Ada beberapa kali kondisi positif, namun itu atas pengaruh kenaikan iuran.

    “Memang BPJS itu enggak pernah sustainable, dia positif kalau dinaikin iuran. Jadi kenaikan iuran itu selalu telat, minus, minus, minus, naikin, di 2016 positif, kemudian ada Covid, di 2020, 2021, 2022 positif, ini (2023) negatif lagi,” ungkap Budi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR, di Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    Mengutip data yang dipaparkan Budi, beban klaim JKN lebih tinggi di 2014-2018. Beban sedikit lebih tinggi dari pendapatan pada 2015-2016 saat ada kenaikan iuran.

    Kemudian, pada 2017-2018 bebannya kembali lebih tinggi. Lalu, ada kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2019. Pada saat itu hingga 2022 pendapatan BPJS Kesehatan membaik, bahkan cukup jauh lebih tinggi dari beban JKN. Namun, pada 2023, bebannya kembali melambung.

    “Walaupun secara politis memang ini sensitif, ini harus dikaji terus untuk menjaga sutainability dari kemampuan BPJS dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat kita, dan tugas kita bersama untuk menjaga,” tutur dia.

    “Bahwa iuran BPJS itu sangat-sangat murah dan mengutungnkan bagi kesehatan masyarakat,” sambungnya.

     

  • Daya Beli Masyarakat Lemah, Industri F&B Garap Pasar Konsumen Muda

    Daya Beli Masyarakat Lemah, Industri F&B Garap Pasar Konsumen Muda

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha masih optimistis terhadap prospek industri makanan dan minuman (food and beverages/F&B) dalam negeri di tengah tantangan daya beli masyarakat yang menurun dengan strategi beradaptasi terhadap pasar generasi muda yang besar.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi berdasarkan produk domestik bruto (PDB) pada Kuartal III/2025 secara tahunan mencapai 5,04% secara tahunan. Pertumbuhan ekonomi ini lebih lambat bila dibandingkan kuartal II/2025 yang tumbuh 5,12% YoY.

    BPS mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 didorong industri pengolahan, perdagangan, informasi dan komunikasi, serta pertanian.

    Industri pengolahan tercatat tumbuh 5,54% YoY di kuartal III/2025, melambat dari kuartal sebelumnya sebesar 5,68% YoY, dengan kontribusi sebesar 19,15% ke PDB. Lebih rinci, permintaan masyarakat paling banyak pada sektor industri makanan dan minuman yang tumbuh 6,48%. 

    Direktur Sales Tetra Pak Indonesia Hendra Wijaya mengatakan perubahan perilaku konsumen menjadi pendorong utama bagi industri F&B agar terus berinovasi.

    “Konsumen sekarang berbeda terutama dengan porsi generasi muda lebih besar. Mereka lebih peduli pada kesehatan, gaya hidup, dan keberlanjutan. Karena itu, produk-produk inovasi di industri F&B harus diarahkan untuk menjawab kebutuhan konsumen modern tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (12/11/2025).

    Hendra menjelaskan bahwa Tetra Pak saat ini juga telah merambah kemasan untuk berbagai kategori produk, mulai dari susu, santan, teh, kopi, hingga minuman berbasis nabati alias plant-based. Perusahaan juga berfokus pada pengembangan pasar baru, baik yang bersifat niche maupun massal, seiring perubahan tren konsumsi masyarakat.

    “Generasi muda sekarang lebih memilih produk yang sehat, rendah gula, dan berbasis tanaman. Kami mendukung produsen F&B untuk berinovasi menghadirkan produk seperti itu,” jelasnya.

    Meskipun pelemahan ekonomi berdampak pada hampir seluruh sektor, Hendra optimistis bahwa pertumbuhan industri F&B akan tetap positif seiring dengan meningkatnya populasi Indonesia.

    “Selama populasi naik, industri makanan dan minuman juga akan terus tumbuh,” tambahnya.

    Menurutnya, sektor makanan dan minuman Indonesia masih menjadi salah satu pasar paling dinamis di Asia Tenggara, didorong oleh pesatnya tingkat urbanisasi, meningkatnya pendapatan kelas menengah, dan perubahan gaya hidup konsumen.

    Selain itu, menurutnya inovasi menjadi kebutuhan bisnis yang mendesak, seiring meningkatnya permintaan konsumen terhadap pilihan makanan dan minuman lebih sehat, berkelanjutan, dan praktis. 

    “Pada pasar yang dinamis, seperti Indonesia, pertumbuhan bukan hanya soal volume, tapi juga tentang kemampuan beradaptasi, diferensiasi dan keberlanjutan” tekannya.

    Hendra menyebut pasca pandemi Covid-19 juga dapat menjadi momentum penting bagi para pelaku industri dalam calon pelanggan baru

    Marketing Director Tetra Pak Malaysia, Singapore, Philippines & Indonesia (MSPI)  John Jose juga memproyeksikan masa depan industri makanan dan minuman penuh peluang. 

    “Baik produsen yang sudah mapan maupun yang baru berkembang harus mampu mendukung dan mengadopsi inovasi untuk pertumbuhan berkelanjutan,” terangnya.

  • Penyebutan IKN Sebagi Ibu Kota Politik Dinilai Rancu

    Penyebutan IKN Sebagi Ibu Kota Politik Dinilai Rancu

    Bisnis.com, JAKARTA — Terminologi ibu kota politik bagi IKN Nusantara terkesan rancu dan perlu dijelaskan oleh pemerintah.

    Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Dominique Niky Fahrizal mengatakan bahwa ibu kota politik bisa berarti bahwa IKN adalah pusat dari kekuasaan atau pemerintahan. Bisa jadi, tuturnya, di dalam IKN itu nanti ada tiga cabang kekuasaan, eksekutif, legislatif dan yudikatif yang  berkantor di tempat itu.

    “Jadi memang agak rancu tetapi kita harus menafsirkannya supaya masyarakat bisa mengetahui secara lebih baik apa artinya ibu kota politik,”, ujarnya dalam program Broadcast, di kanal youtube Bisniscom, dikutip Selasa (11/11/2025).

    Menurutnya, penggunaan istilah itu sengaja dipilih oleh pemerintahan Prabowo karena ingin menetapkan Jakarta sebagai pusat finansial atau bisnis di Indonesia.

    Namun menurutnya, adalah sebuah kemustahilan untuk memisahkan Jakarta sebagai ikon ekonomi dan finansial dengan politik karena kota itu tumbuh secara organik ketimbang IKN.

    Niky Fahrizal menilai sebenarnya penyebutan istilah ibu kota politik itu juga merupakan pilihan yang paling realistis dari Prabowo yang harus melanjutkan proses pembangunan IKN yang dirintis oleh Joko Widodo.

    Pada era presiden sebelumnya, pembentukan undang-undang IKN berjalan supercepat dan tanpa perencanaan sebelumnya. Hal ini, terangnya, dapat dilihat pada masa kampanye presidensial 2019 di mana tidak pernah ada janji dari Jokowi tentang IKN.

    Kala itu, Jokowi hanya berbicara tentang omnibus law. IKN, ujarnya, baru muncul di masa pandemi Covid-19.

    Sementara itu, karena sudah terlanjur ditetapkan dan pembangunannya pun sudah terlanjur dilaksanakan, mau tidak mau Prabowo mesti melanjutkan.

    “Kita tahu persis bahwa relasi Pak Prabowo dan Pak Jokowi ini kan memang bagian dari circle kekuasaan di mana mereka berkolaborasi. Jadi harus berlanjut dan dicari justifikasinya apa untuk pindah ke sana. Mau tidak mau ya kota pemerintahan dan menggunakan terminologi yang cukup unik, Ibu kota politik,” paparnya.

    Meski IKN menjadi ibu kota politik, namun Niky Fahrizal meyakini kota itu tidak akan bisa menyamai berbagai infrastruktur yang dimilki oleh kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Makassar yang tumbuh secara organik karena merupakan kota pelabuhan serta perdagangan.

    Infrastruktur yang belum lengkap di IKN itu pula yang menurutnya, jadi penyebab pemerintahan tidak bisa segera pindah ke daerah di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur itu.

    “Dampak pindah ibu kota secara terburu-buru menurut saya akan serius, jika tidak dipersiapkan infrastrukturnya secara baik, juga apabila tidak dipersiapkan dengan baik Karena infrastrukturnya harus terus dikembangkan, lalu bagaimana memindahkan para birokrat ke sana Lalu bagaimana fasilitas pendukungnya Pesekolah, rumah sakit,” pungkasnya.

  • Masyarakat diminta hormati proses hukum kasus pengadaan mesin jahit

    Masyarakat diminta hormati proses hukum kasus pengadaan mesin jahit

    Jakarta (ANTARA) – Pemuda Cinta Tanah Air (PITA) meminta agar publik menghormati proses hukum dan tidak terburu-buru menghakimi terkait penggeledahan di Kantor Suku Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) untuk mengusut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan mesin jahit senilai Rp9 miliar.

    “Kita mendukung upaya Kejaksaan untuk menegakkan hukum, tetapi jangan sampai opini publik atau pemberitaan media justru melangkahi proses hukum yang sedang berjalan,” kata Ketua Umum PITA Ervan Purwanto di Jakarta, Selasa.

    Ervan menegaskan pentingnya menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dalam setiap proses penegakan hukum.

    Selain itu, Ervan menambahkan, pengadaan mesin jahit yang kini tengah diperiksa sejatinya merupakan bagian dari program padat karya pasca pandemi COVID-19.

    Program tersebut ditujukan untuk membantu pelaku UMKM dan masyarakat terdampak agar kembali memiliki penghasilan melalui kegiatan ekonomi produktif.

    “Program ini awalnya dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat agar bisa mandiri secara ekonomi. Jadi jangan sampai tujuan baik program padat karya dicemari oleh dugaan penyimpangan atau opini negatif sebelum proses hukum tuntas,” jelas Ervan.

    Ervan juga menilai bahwa proses pengadaan di lapangan kerap menghadapi tantangan administratif dan teknis, terutama pada masa percepatan pemulihan ekonomi.

    Oleh karena itu, Ervan menilai penting bagi aparat penegak hukum untuk berhati-hati agar proses pemeriksaan tidak mengorbankan reputasi orang atau institusi yang belum tentu bersalah.

    “Kalau memang ada pelanggaran, tentu harus ditindak tegas. Tapi kalau ternyata tidak ada bukti kuat, nama baik pihak yang diperiksa juga harus dipulihkan. Keadilan itu dua arah,” tegas Ervan.

    Lebih lanjut, PITA mendorong agar pemerintah daerah lebih transparan dalam membuka data pengadaan dan penerima manfaat program padat karya, sehingga potensi kecurigaan publik dapat diminimalisir.

    “Transparansi adalah kunci agar kepercayaan publik tidak luntur. Semua proses harus bisa diaudit dan dibuka ke publik,” ucap Ervan.

    Apalagi, bagi Ervan pemberantasan korupsi tidak boleh dipisahkan dari perlindungan terhadap keadilan dan niat baik kebijakan publik.

    “Pemerintahan yang bersih dan berpihak pada rakyat hanya bisa terwujud jika hukum dijalankan dengan adil dan penuh tanggung jawab,” ujar Ervan.

    Sebelumnya, tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur melakukan penggeledahan di Kantor Suku Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) Jaktim untuk mengusut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan mesin jahit senilai Rp9 miliar.

    “Tadi penggeledahan dilakukan oleh tim penyidik dari Kejari terkait pengadaan mesin jahit dengan total Rp9 miliar lebih,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasie Pidsus) Kejari Jakarta Timur, Adri Eddyanto Pontoh di Kantor Kejari Jakarta Timur, Senin (10/11).

    Penggeledahan tersebut merupakan bagian dari upaya penyidikan atas kegiatan pengadaan mesin jahit dan senar yang berlangsung sejak tahun 2022 hingga 2024.

    Dalam penggeledahan itu, penyidik membawa sejumlah dokumen dan barang bukti dari kantor tersebut.

    Beberapa dokumen yang diambil untuk sementara berupa Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), komputer, Unit Pemrosesan Pusat (Central Processing Unit/CPU), dan beberapa dokumen lainnya.

    Selain itu, Adri menjelaskan, proyek pengadaan mesin jahit itu diperuntukkan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di wilayah DKI Jakarta.

    Untuk wilayah Jakarta Timur sendiri, pengadaan mencakup sekitar 3.000 unit mesin jahit yang dipesan melalui salah satu distributor di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

    Penyidik akan menetapkan tersangka jika sudah memenuhi minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Alviansyah Pasaribu
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pangsa Pasar Perbankan Syariah Masih Minim, Industri Perlu Lakukan Ini

    Pangsa Pasar Perbankan Syariah Masih Minim, Industri Perlu Lakukan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pangsa pasar perbankan syariah tercatat mencapai 7,44% hingga Agustus 2025 berdasarkan total aset Rp975,94 triliun. Market share perbankan syariah tersebut masih didominasi oleh peningkatan aset dari 14 Bank Umum Syariah sebesar 67,6%.

    Kemudian sebesar 29,4% berasal dari 19 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan sebanyak 2,56% berasal dari 173 BPR Syariah dari seluruh Indonesia.

    Presiden Direktur Bank Aladin Syariah Koko Tjatur Rachmadi mengungkapkan apresiasinya atas kinerja positif perbankan syariah pada 2025. Namun, menurut dia perbankan syariah masih menghadapi berbagai tantangan.

    “Tantangan ke depan adalah kita melihat dengan jumlah penduduk yang 278 juta jiwa, yang 85% muslim, dan kita melihat 17 ribu pulau di Indonesia, aksesibilitas menjadi PR,” ungkap dia dalam Road to CNBC Indonesia Awards 2025 ‘Best Bank and Financial Services’, Selasa (11/11/2025).

    Keterbatasan aksesibilitas tersebut membuat inklusi keuangan syariah di Indonesia masih rendah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per 3 Mei 2025 bahwa inklusi keuangan syariah atau penggunaan aktual layanan syariah stagnan di angka 13%.

    Koko menegaskan ketika tantangan tersebut dapat dijawab, industri perbankan syariah akan mencatat kinerja hingga double digit. Hal ini mengingat Indonesia memiliki populasi muslim terbesar yang mencapai 85%.

    “Perbankan syariah sejak terjadinya pandemi Covid-19, kemudian ada konsolidasi perbankan plat merah dan menjadi lokomotif industri syariah, kita melihat pertumbuhan menggembirakan,” pungkas dia.

    Lebih lanjut, Koko menyebut digitalisasi yang dilakukan Bank Aladin Syariah dapat turut meningkatkan inklusi keuangan syariah di Indonesia. “Kita berharap dengan pendekatan yang dilakukan dari sisi digitalisasi, masyarakat yang susah terjangkau tetapi bisa kita touch, kita jangkau dengan konsep digitalisasi,” pungkas dia.

    (rah/rah)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Motor Bebek Mulai Ditinggalkan, Kok Suzuki Nekat Rilis Satria Terbaru?

    Motor Bebek Mulai Ditinggalkan, Kok Suzuki Nekat Rilis Satria Terbaru?

    Bogor

    Keputusan PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) meluncurkan Suzuki Satria Pro dan F150 cukup mengherankan. Sebab, produk tersebut muncul ketika penjualan motor bebek di Indonesia sedang rendah-rendahnya.

    Sebagai gambaran, motor bebek hanya menyumbang 4 persen dari total penjualan roda dua di Indonesia. Bahkan, angkanya masih lebih sedikit dibandingkan motor sport yang mencapai 5 persen. Lantas, apa alasan Suzuki tetap meluncurkan Satria terbaru?

    “Pasar motor di Indonesia ini masih 90 persen matik. Pasti kalian tanya, kenapa sih Satria (terbaru) ini tetap dibikin? Ini produksi Suzuki Indonesia. Jadi, asli (buatan) Indonesia. Makanya, mesti dibuat, mesti saya jual,” ujar Teuku Agha selaku 2W Sales & Marketing Department Head PT SIS di Bogor, Jawa Barat.

    Suzuki Satria Pro. Foto: Septian Farhan Nurhuda / detikcom

    Lebih jauh, Agha menegaskan, Satria merupakan salah satu produk terlaris Suzuki di Indonesia. Bahkan, penjualan motor tersebut hanya kalah dari Burgman Street 125 EX. Itulah mengapa, pihaknya menaruh perhatian lebih dengan memberikan riasan baru.

    Suzuki Satria Pro dan F150 ditargetkan terjual 1.000 unit sebulan atau 12 ribu unit setahun. Meski cukup menantang, namun pabrikan Hamamatsu itu yakin mampu mencapai angka tersebut.

    “Kondisi sekarang Suzuki agak beda dengan lima tahun lalu sebelum COVID. Ya kita masing-masing showroom bisa jual 10 unit lah sebulan, sementara total showroom ada 100 tempat,” kata Agha.

    Suzuki Satria Pro. Foto: Septian Farhan Nurhuda / detikcom

    Diketahui, Satria Pro dan F150 punya tampilan yang agak berbeda. Perbedaan paling kentara ada di bagian headlamp atau lampu utama, di mana Satria Pro lebih besar dibandingkan F150. Selain itu, perbedaan eksterior lainnya terdapat di pilihan warna.

    Sementara untuk dimensinya benar-benar identik. Keduanya punya panjang 1.955 mm, lebar 675 mm, tinggi 980 mm dan jarak sumbu roda 1.280 mm.

    Mesinnya DOHC empat katup bersilinder tunggal dengan kapasitas 147cc. Spesifikasi tersebut disalurkan ke roda belakang melalui transmisi manual enam-percepatan dengan teknologi Suzuki Clutch Assist System.

    Keduanya juga berbeda dalam urusan fitur atau teknologi. Khusus untuk Satria Pro, pabrikan membekalinya dengan headunit khusus dengan konektivitas Ride-connect, soket pengisian daya ponsel, smart keyless dan sistem pengereman antilock braking system (ABS) berkanal ganda.

    Jika Suzuki Satria Pro dibanderol Rp 34,9 juta, maka Satria F150 ditawarkan Rp 31 juta. Keduanya berstatus on the road Jakarta.

    (sfn/sfn)

  • Ganjil Genap Jakarta Berlaku Hari Ini Selasa 11 November 2025: Cek Jam dan Aturannya!

    Ganjil Genap Jakarta Berlaku Hari Ini Selasa 11 November 2025: Cek Jam dan Aturannya!

    Ada ketentuan pengecualian bagi kendaraan bermotor yang diperbolehkan memasuki kawasan ganjil genap Jakarta.

    1. Kendaraan bertanda khusus yang membawa masyarakat disabilitas

    2. Kendaraan ambulans

    3. Kendaraan pemadam kebakaran

    4. Kendaraan angkutan umum (pelat kuning)

    5. Kendaraan yang digerakkan dengan motor listrik

    6. Sepeda motor

    7. Kendaraan angkutan barang khusus bahan bakar minyak dan gas

    8. Kendaraan pimpinan lembaga tinggi negara RI

    9. Kendaraan dinas operasional berpelat merah, TNI dan Polri

    10. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara

    11. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas

    12. Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri seperti kendaraan pengangkut uang

    13. Kendaraan petugas kesehatan penanganan Covid-19, selama masa penanggulangan bencana yang diakibatkan oleh penyebaran Covid-19.

    14. Kendaraan mobilisasi pasien Covid-19

    15. Kendaraan mobilisasi vaksin Covid-19

    16. Kendaraan pengangkut tabung oksigen

    17. Kendaraan angkutan barang pengangkut logistik

  • Peneliti Virus Dengue Tedjo Sasmono Minta Pemerintah Naikkan Dana Riset

    Peneliti Virus Dengue Tedjo Sasmono Minta Pemerintah Naikkan Dana Riset

    Jakarta

    Peneliti virus R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. menekankan perlunya perhatian lebih dari pemerintah terhadap pendanaan riset dan pendidikan sains.

    Hal ini ia sampaikan saat berbicara di acara Habibie Prize 2025, sebagai salah satu dari lima ilmuwan terkemuka penerima penghargaan. Ia menjawab pertanyaan moderator yang menanyakan kontribusi apa yang dibutuhkan dari negara agar para peneliti seperti dirinya konsisten menghasilkan riset penting.

    “Tentu saja kontribusi negara sangat penting. Persentase APBN untuk riset masih kecil. Itu perlu dinaikkan nantinya. Negara maju sudah science-based dalam mengambil keputusan. Indonesia juga harus ke sana, semua kebijakan sebaiknya berbasis data dan sains,” ujarnya di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Gedung B.J. Habibie, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).

    “Saya kira seperti itu. Ada perhatian dari pemerintah untuk meningkatkan lagi dana sains, pendidikan, dan sebagainya,” tegasnya.

    Peneliti virus dengue R. Tedjo Sasmono berbicara di panggung Habibie Prize 2025. Foto: Rachmatunnisa/detikINETPuluhan Tahun Meneliti Virus Dengue

    Nama Tedjo Sasmono tak asing di dunia penelitian bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi. Ia merupakan peneliti senior Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman BRIN, dan sudah menjadi periset di LBM Eijkman sejak 1994.

    Sederet prestasinya yang mentereng antara lain masuk dalam jajaran 2% saintis teratas dunia (Top 2% World Ranking Scientists) pada 2021 yang dirilis peneliti dari University of Stanford, John Ioannidis bersama Jeroen Baas dan Kevin Boyack.

    Setelah lebih dari 25 tahun meneliti virus dengue, Tedjo menerima Habibie Prize 2025 bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi. Konsistensinya memetakan genom virus dengue di berbagai wilayah Indonesia menjadi kontribusi penting bagi pengendalian penyakit demam berdarah di Tanah Air.

    “Ini soal istiqamah, konsistensi. Saya menekuni bidang ini lebih dari 25 tahun karena dengue itu penyakit yang kita hadapi setiap hari sebagai negara tropis,” ujarnya.

    “Bahkan anak saya sendiri sempat terkena dengue. Itu menunjukkan betapa dekatnya penyakit ini dengan kehidupan kita,” kenang Tedjo.

    Selama lebih dari dua dekade, Tedjo dan timnya berfokus pada virologi dan biologi molekuler dengue. Mereka meneliti bagaimana virus menular, beradaptasi, dan berevolusi di berbagai wilayah Indonesia.

    “Virus dengue ada empat tipe: 1, 2, 3, dan 4. Kami memetakan hampir seluruh Indonesia, dari 15 provinsi lebih, untuk melihat perbedaan genom dan perilakunya,” jelasnya.

    Menurutnya, data genomik lokal sangat penting karena setiap daerah memiliki karakter virus dan pola penularan berbeda. Informasi ini kini menjadi dasar untuk riset vaksin dan sistem diagnostik yang lebih akurat.

    Tedjo Sasmono (keempat dari kiri) menerima penghargaan Habibie Prize 2025 dari Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (bersalaman). Foto: Rachmatunnisa/detikINETDari Laboratorium ke Kebijakan Publik

    Penelitian Tedjo tak berhenti di laboratorium. Data yang dihasilkan timnya kini digunakan oleh Kementerian Kesehatan dan World Health Organization (WHO) untuk memahami pola penyebaran virus di Indonesia.

    “Dari sisi genomiknya dimanfaatkan untuk pengembangan vaksin. Itu juga menggunakan genom Indonesia,” ujarnya.

    Ia juga menyebut keberhasilan ilmuwan dalam menurunkan kasus dengue melalui vaksin QDENGA dan penerapan teknologi Wolbachia, yang terbukti mampu mengurangi hingga 77% kasus dengue di Yogyakarta.

    “Itulah bukti bahwa ilmu pengetahuan itu bisa bermanfaat untuk kesehatan umat manusia. Karena dengan ilmu pengetahuan bisa didapatkan vaksin,” tambahnya.

    Bagi Tedjo, penelitian bioteknologi bukan hanya soal sains, tapi juga misi kemanusiaan. Ia menambahkan, COVID-19 mengajarkan bahwa Indonesia harus mandiri menghadapi pandemi berikutnya. Ia pun berharap banyak agar generasi muda peneliti Indonesia terus belajar dan konsisten.

    “Anak-anak, adik-adik yang masih muda-muda tetap konsisten a. Terus belajar, bermimpi besar boleh, didukung dengan infrastruktur, pengetahuan, update ilmu, supaya Indonesia tidak kekurangan critical mass untuk peneliti,” pesan Tedjo.

    Ia juga menyebut penghargaan Habibie Prize 2025 yang didapatkannya menjadi simbol penting pengakuan bagi peneliti Indonesia. “Terima kasih banyak untuk rekognisi ini,” ujarnya.

    Habibie Prize merupakan bentuk apresiasi tertinggi yang diberikan negara kepada para ilmuwan dan pakar yang telah mendedikasikan karya serta penelitiannya untuk kemajuan bangsa. Penghargaan ini sekaligus menjadi sarana untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia, serta menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan generasi muda.

    Nama penghargaan ini diambil dari sosok Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3 sekaligus Menteri Riset dan Teknologi periode 1979-1998. Habibie dikenal luas sebagai tokoh visioner yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor pembangunan nasional.

    Tahun ini, BRIN memberikan penghargaan kepada lima penerima:

    Dr. rer. nat. Rino Rakhmata Mukti, S.Si., M.Sc. (Ilmu Pengetahuan Dasar)R. Tedjo Sasmono, S.Si., Ph.D. (Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi)Prof. Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt., M.Sc. (Ilmu Rekayasa)Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Ilmu Sosial, Politik, Ekonomi dan Hukum)Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. (Ilmu Filsafat, Agama dan Kebudayaan)

    (rns/rns)

  • SMI kucurkan pembiayaan ke Pemda Rp17,59 triliun hingga September 2025

    SMI kucurkan pembiayaan ke Pemda Rp17,59 triliun hingga September 2025

    Humbang Hasundutan (ANTARA) – PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI menyebutkan total komitmen pembiayaan untuk Pemerintah Daerah (Pemda) mencapai Rp36,16 triliun hingga September 2025 dan dari komitmen pembiayaan itu dana yang telah dicairkan atau outstanding telah mencapai Rp17,59 triliun.

    Dalam acara temu media di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara, Senin, Direktur Utama PT SMI Reynaldi Hermansjah mengatakan pembiayaan tersebut terbagi dalam dua skema utama, yakni Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pemda dan pembiayaan daerah reguler.

    Skema PEN Pemda berperan penting dalam menanggulangi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19. Hingga September 2025, total komitmen pinjaman PEN Pemda mencapai Rp34,27 triliun, dengan outstanding Rp17,35 triliun.

    “Untuk sebaran wilayahnya sendiri, ini dari Sumatra sampai dengan Papua, termasuk juga ada di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali di sepanjang Nusantara,” kata Reynaldi.

    Sementara, untuk pembiayaan daerah reguler yang mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 174 Tahun 2016, Perseroan telah mencatat total komitmen Rp1,89 triliun dengan outstanding Rp240 miliar.

    Skema ini banyak digunakan oleh pemerintah daerah di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

    Menurut Reynaldi, sebagian besar pembiayaan daerah tersebut dialokasikan untuk pembangunan jalan dan jembatan, serta sebagian lainnya untuk proyek rumah sakit daerah.

    Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa kebijakan efisiensi anggaran pusat yang berdampak pada pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) tahun ini turut mendorong sejumlah Pemda mencari alternatif pembiayaan melalui PT SMI.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sederet Alasan Target Pajak Purbaya 2025 Sulit Dicapai

    Sederet Alasan Target Pajak Purbaya 2025 Sulit Dicapai

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menghadapi risiko pelebaran shortfall alias selisih antara realisasi dengan target penerimaan pajak tahun 2025. Risiko pelebaran itu dipicu oleh rendahnya daya pungut penerimaan pajak, yang sampai kuartal III/2025 hanya di angka 8,58%. 

    Angka itu mengonfirmasi bahwa pengumpulan penerimaan pajak sebesar Rp1.295,3 triliun hanya mencakup 8,58% dari total PDB hingga kuartal III/2025 yang mencapai Rp17.672,9 triliun. 

    Dalam catatan Bisnis, rendahnya daya pungut penerimaan pajak itu terjadi karena 3 aspek. Pertama, karena kinerja perekonomian yang jelas berdampak langsung terhadap penerimaan pajak. Kedua, celah kepatuhan atau compliance gap. Ketiga, policy gap atau celah penerimaan pajak karena kebijakan tertentu, salah satunya pengecualian pajak atau tax exemption.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa target fiskus senilai Rp2.076,9 triliun yang sulit dicapai disebabkan oleh kondisi ekonomi yang melemah. “Makanya target anda susah dicapai. Saya pernah bilang kan di meeting besar bahwa bukan salah orang pajak itu enggak tercapai, karena ekonominya turun, tetapi orang-orang kan enggak peduli di luar,” jelasnya dikutip dari akun Instagram resmi @menkeuri, Minggu (9/11/2025).

    Oleh sebab itu, dia meminta agar Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu tetap berusaha seoptimal mungkin. Dia meyakini kondisi perekonomian sudah berbalik arah sejak akhir kuartal III/2025, atau tak lama setelah dia menjabat Menkeu.

    Beberapa gebrakan Purbaya yakni memindahkan kas pemerintah Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI) ke himbara guna memacu pertumbuhan kredit, maupun menggelontorkan beberapa stimulus. “Mudah-mudahan nanti pajaknya agak membaik sedikit. Saya harapkan target-targetnya bisa tercapai,” paparnya.

    Untuk tahun depan, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu memperkirakan penerimaan pajak akan membaik. Sebab, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan didorong mencapai 6% (yoy). “Kita akan dorong tumbuhnya ke 6%, itu harusnya kalau rasionya kita betul itu, private sektornya bisa jalan, tetapi anda ngerti kan apa yang anda kerjain? Jaga terus integritas,” terangnya.

    Target Ekonomi Sulit Tercapai 

    Adapun pelambatan laju perekonomian pada kuartal III/2025 yang realisasinya hanya 5,04% semakin memperberat posisi pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan tahunan di angka 5,2%. Pelambatan pertumbuhan ekonomi ini akan mempengaruhi penerimaan pajak, karena pajak adalah babak terkahir dari siklus ekonomi.

    Orang atau badan yang memperoleh tambahan penghasilan secara otomatis akan membayar pajak. Kalau rugi atau mengalami kondisi tertentu yang dibenarkan oleh undang-undang, orang atau badan tidak wajib membayar pajak. 

    Kalau menurut perhitungan secara akumulatif, untuk mencapai angka pertumbuhan 5,2%, pemerintah perlu mengejar target pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025 di angka 5,77% – 5,8%. Sementara proyeksi pemerintah saat ini, kuartal IV/2025 hanya tumbuh di angka 5,5%.

    Hal itu berarti, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 hanya akan berada di kisaran 5,13%. Meski simulasinya jauh lebih baik 2024 yang hanya tumbuh di angka 5,03%, secara tren pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 di angka 5,5% apalagi 5,77% sangat jarang bisa dicapai.

    Dalam catatan Bisnis, selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 tidak pernah mencapai angka 5,5%. Apalagi dengan kondisi ekonomi 2025, yang selain ditopang dukungan dari stimulus pemerintah, nyaris tidak ada momentum politik atau ekonomi dalam skala besar yang bisa membawa ekonomi Indonesia tumbuh 5,5% pada kuartal IV/2025.

    Rata-rata pertumbuhan ekonomi kuartal IV dari tahun 2015-2024 hanya di kisaran 4,3%. Nilai rata-rata ini memperhitungkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2020 yang terkontraksi 2,19% akibat pandemi Covid-19.

    Sedangkan pencapaian tertinggi pertumbuhan ekonomi kuartal IV dalam 10 tahun terakhir, terjadi pada tahun 2017. Saat itu realisasi pertumbuhannya di angka 5,19%. Menariknya, kuartal IV tahun 2018 dan 2023 yang didukung booming komoditas, realisasi pertumbuhannya masing-masing hanya di angka 5,18% dan 5,04%.

    Artinya, kalau menilik tren tersebut, pertumbuhan ekonomi di angka 5,5% atau 5,77% pada kuartal IV nyaris tidak pernah terjadi selama 10 tahun terakhir. Apalagi dengan fakta bahwa terjadi tren pelambatan kinerja konsumsi rumah tangga selama kuartal III/2025 lalu di angka 4,89%. Padahal, target pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 yang harus dipenuhi pemerintah agar bisa tumbuh sebesar 5,2% pada tahun 2025, minimal harus di angka 5,77%.  

    Policy Gap

    Soal celah dari kebijakan, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara pada pertengahan Oktober lalu mengungkapkan bahwa terdapat potensi penerimaan pajak sebesar Rp530 triliun yang tidak terpungut pada 2025.

    Suahasil menjelaskan bahwa ratusan triliun potensi pendapatan negara itu tak terpungut akibat berbagai program belanja perpajakan yang pemerintah luncurkan sepanjang tahun ini.

    Dia mencontohkan bahwa Kementerian Keuangan membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan makanan, barang/jasa pendidikan, kesehatan, maupun listrik di bawah 6.600 volt-ampere. Selain itu, bea masuk ke sejumlah komoditas juga dibebaskan.

    Di sisi lain, kebijakan insentif tax holiday (pembebasan pajak), tax allowance (pengurangan pajak), tax incentive (insentif pajak), hingga PPN dan pajak penghasilan (PPh) yang sifatnya final.

    “Itu semua adalah bentuk fasilitas perpajakan yang kita maksudkan, ya sudah, uangnya biar tetap di perekonomian, berputar di perekonomian. Estimasi kita untuk 2025 adalah sekitar Rp530 triliun yang tidak dikumpulkan oleh pemerintah,” jelas Suahasil dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

    Tabel Belanja Pajak 2021-2026

    Jenis Pajak
    2021
    2022
    2023
    2024
    2025
    2026

    PPN & PPnbM
    169,9
    190,4
    208,2
    227,8
    343,3
    371,9

    PPh
    106,5
    120,7
    129,2
    140,7
    150,3
    160,1

    Bea Masuk & Cukai
    16,6
    16,4
    21,5
    31,3
    36,2
    31,1

    PBB S5L
    0
    0,6
    0,7
    0,1
    0,1
    0,1

    Bea Meterai 

    0,4
    0,5
    0,3
    0,3
    0,4

    Total
    293
    328,5
    360
    400,1
    530,3
    563,6

    Keterangan: Kemenkeu, dalam triliun, 2025-2026 proyeksi

    Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia ini pun mengklaim bahwa besarnya belanja perpajakan itu menjadi salah satu alasan tax ratio atau rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia kerap rendah. Dia mencontohkan, Rp530 triliun potensi penerimaan pajak yang tak terpungut itu setara 2% dari PDB Indonesia.

    Lebih lanjut, dia merincikan sektor-sektor yang paling menikmati belanja perpajakan itu sepanjang tahun ini. Menurutnya, sektor manufaktur menjadi penikmat utama belanja perpajakan itu dengan estimasi sebesar Rp137 triliun sepanjang tahun ini, diikuti sektor pertanian (Rp60,5 triliun) dan perdagangan (Rp55 triliun).

    Sementara berdasarkan agennya, Suahasil mengungkapkan rumah tangga menikmati sekitar 55% belanja perpajakan itu, diikuti dunia bisnis dan investasi (25%) serta UMKM (18%). Dia pun mendorong agar setiap lapisan masyarakat terus menikmati belanja perpajakan tersebut. Suahasil menggarisbawahi bahwa belanja perpajakan bukan stimulus ekonomi yang terbatas untuk periode tertentu melainkan terus berjalan.

    “Kalau udah ada insentifnya dipakai, silakan. Pakainya bagaimana? Pakainya adalah dengan menjalankan terus kegiatan ekonomi. Kalau kegiatan ekonominya jalan, transaksinya jalan, ada sejumlah pajak yang enggak perlu dibayar,” tutup Suahasil.

    Rumitnya Administrasi PPN 

    Selain insentif PPh, rumitnya administrasi PPN di Indonesia juga turut menyumbang rendahnya daya pungut penerimaan pajak. Hal itu terjadi karena semakin banyaknya kebijakan yang membebaskan pengenaan PPN atau tax exemption. 

    Sekadar ilustrasi, pada tahun 2024 lalu penerimaan PPN tercatat hanya sebesar Rp828,5 triliun. Meski tercatat tumbuh, kinerja penerimaan PPN pada 2024 lalu hanya sebesar 6,9% dari total konsumsi rumah tangga atas harga berlaku yang angkanya sebesar Rp11.1964,9 triliun. Padahal, normalnya, kalau mengacu kepada tarif PPN sebesar 11%, penerimaan PPN seharusnya bisa menembus angka Rp1.316,13 triliun. 

    Tidak hanya itu kalau menggunakan rumus VAT gross collection ratio yang rumusnya adanya realisasi penerimaan PPN dibagi dengan tarif PPN dikalikan konsumsi rumah tangga, maka penerimaan PPN yang dipungut oleh pemerintah hanya sekitar 62,9% dari potensinya. Padahal, kalau mengacu kepada benchmark negara lain, angka ideal PPN yang seharusnya dipungut pemerintah ada di kisaran 70% dari potensi PPN.

    Aktivitas perekonomian di pasar tradisional./JIBI

    Belum optimalnya kinerja pemungutan PPN itu merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang royal menggelontorkan insentif dan stimulus yang efeknya tidak terlalu signifikan ke perekonomian. Pertumbuhan ekonomi stagnan di kisaran 5%. Tidak pernah menembus angka 6% kecuali ada booming komoditas. 

    Bukti royalnya insentif dan stimulus pemerintah itu tampak dari realisasi belanja pajak. Saat ini, insentif untuk aktivitas konsumsi masih mendominasi struktur belanja pajak atau tax expenditure yang digelontorkan pemerintah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Besarannya mencapai Rp371,9 triliun atau 65,9% dari total belanja perpajakan tahun depan sebesar Rp563,6 triliun.

    Sementara itu, belanja perpajakan untuk Pajak Penghasilan (PPh) pada RAPBN 2026 diproyeksikan sebesar Rp160,1 triliun atau lebih besar dari 2025 yakni Rp150,3 triliun. Kemudian, untuk bea masuk dan cukai diproyeksikan Rp31,1 triliun atau lebih kecil dari tahun sebelumnya yakni Rp36,2 triliun. Sedangkan, PBB P5L diproyeksikan pada 2026 sebesar Rp0,1 triliun atau hampir sama dengan tahun sebelumnya. 

    Compliance Gap

    Selain celah kebijakan, kepatuhan wajib pajak alias compliance gap juga menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Tren rasio kepatuhan formal wajib pajak yang hanya di angka 71% menunjukkan bahwa tudingan bahwa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak masih berburu di kebun binatang bukan isapan jempol semata.

    Sekadar catatan, Direktorat Jenderal Pajak melaporkan terjadi penurunan kepatuhan formal penyampaian surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan) 2024 wajib pajak orang pribadi (WP OP).

    Kantor Direktorat Jenderal Pajak alias DJP./Istimewa

    Setiap tahunnya, SPT Tahunan dilaporkan paling lambat pada 31 Maret untuk WP OP dan 30 April untuk WP Badan.

    Pada tahun lalu, realisasinya penyampaian SPT Tahunan 2023 mencapai 1.048.242 atau 1,04 juta untuk WP Badan (korporasi) dan 13.159.400 atau 13,15 juta untuk WP OP.Sementara pada tahun ini, realisasi penyampaian SPT Tahunan 2024 sebesar 1.053.360 atau 1,05 juta untuk WP Badan dan 12.999.861 atau 12,99 juta untuk WP OP.

    Artinya, ada penurunan penyampaian SPT Tahunan WP OP pada tahun ini sebesar 159.539 (-1,21%) dibandingkan tahun lalu. Padahal, penyampaian SPT Tahunan WP Badan pada tahun ini meningkat sebanyak 5.118 (+0,49%) dibandingkan tahun lalu.

    Cerminan Ekonomi 

    Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penurunan tax ratio itu bukan semata karena faktor administrasi, melainkan cerminan perlambatan ekonomi nasional.

    “Kinerja penerimaan pajak di negara berkembang seperti Indonesia bersifat pro-cyclical. Ketika pertumbuhan ekonomi melambat, tax ratio juga ikut menurun,” jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025).

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 itu turun dibandingkan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, yaitu 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% per kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19.

    Fajry mencatat, jika melihat tren penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir maka tampak penurunan tahun ini merupakan yang paling tajam yaitu sebesar 0,9 poin persentase (dari 9,48% per kuartal III/2024 menjadi 8,58% per kuartal III/2025).

    Dia mengaku memang banyak terjadi gejolak sepanjang tahun ini dari besarnya restitusi pajak hingga pergantian kepemimpinan otoritas fiskal dan pajak. Hanya saja, Fajry menilai faktor restitusi pajak hanya berdampak pada kuartal I/2025, sedangkan pengaruh pergantian pimpinan di Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak belum terbukti signifikan.

    “Artinya, ini menjadi indikasi jika kondisi ekonomi tahun 2025 lebih lambat dibandingkan tahun 2024, setidaknya sampai kuartal III,” ujarnya.

    Pemerintah sendiri menargetkan tax ratio 2025 sebesar 10,03%, atau 1,44 poin lebih tinggi dari posisi saat ini. Fajry meragukan target tersebut realistis dicapai dalam sisa tahun berjalan.

    Dia berkaca pada realisasi tax ratio tahun lalu. Saat itu, tax ratio mencapai 9,48% sampai dengan kuartal III/2024; pada akhir tahun, tax ratio tercatat di angka 10,08% atau hanya meningkat 0,6 poin persentase meski dengan berbagai usaha ekstra yang telah dilakukan otoritas.

    “Kalaupun sisi penerimaannya mau dipaksa untuk mencapai target, iklim usaha yang akan menjadi korbannya,” wanti-wantinya.